Anda di halaman 1dari 16

PERANG HITAM DAN PUTIH

DI MINANGKABAU

Perang Intern Beralih Menjadi Perang Melawan Belanda


Pada tahun 1803 tiga orang haji, yaitu haji Miskin, haji Sumanik
dan haji Piobang, pulang dari Mekkah. Pada tahun yang sama
Mekkah diduduki kaum Wahabi, sedang kota Madinah baru dikuasai
mereka pada tahun 1804. Setibanya dari Mekkah mereka melarang
bermacam-macam kejahatan dan tradisi — yang tidak sesuai dengan
Islam yang sempurna seperti penyabungan ayam, judi, minum tuak,
makan sirih dan pakaian wanita yang tidak menutup aurat. Beberapa
ulama turut serta dalam gerakan kaum 'Paderi' ini. Tetapi karena
mendapat perlawanan yang gigih dari kaum adat, akhirnya terjadilah
pertempuran pertama antara kaum 'Paderi' dan kaum 'Adat' di Kota
Lawas. Kaum 'Paderi' dibawah pimpinan Datuk Bandaro mendapat
posisi kuat di Alahan Panjang.
Raffles yang memerintah pada tahun 1818 sebagai Gubernur
Inggeris di Padang mempunyai hubungan akrab dengan golongan
adat. Tuanku Suruaso dari golongan adat minta pertolongan Raffles,
yang sedang mengadakan perjalanan ke danau Singkarak. Di
Semawang, dekat danau Singkarak, Inggeris mendirikan suatu
benteng, satu-satunya markas mereka di luar Padang. Ketika pada
tahun 1821 pemerintah Belanda menggantikan pemerintah Inggeris,
kaum “Paderi menyerang benteng Semawang, dan tentara Belanda
menyerang Tuanku Pasaman yang mengundurkan diri ke Lintau.
Tetapi tentara Belanda tidak berhasil menaklukkan daerah Lintau,
sehingga terpaksa mundur ke Semawang Pagarruyung. Pada tahun
1822, Tuanku nan Renceh muncul sebagai pemimpin “Paderi” yang
terkenal amat berani, menyerang Belanda dan daerah kaum adat. Di
samping itu muncul pula Tuanku nan Tua yang terkenal moderat dan
berupaya mencari perdamaian antara golongan “Paderi” dan adat.
Ternyata cukup banyak ulama yang mengikuti jejak Tuanku nan Tuo.
Pada tahun 1822 ini, untuk pertama kali terjadilah persetujuan antara
Belanda dan kaum 'Paderi', yang mengharuskan kaum “Paderi”
mengundurkan diri dari Alahan Panjang dan Rao. Pada tahun 1824
berikutnya, diadakan perundingan antara Belanda dengan Banjol dan
pemimpin VI Kota. Pihak Belanda dipimpin oleh Kolonel Raaff
seorang tokoh muda tentara yang bersemangat. Tetapi karena Tuanku
Damasiang tidak bersedia berunding, akhirnya desanya dihancurkan.
Pada tahun itu juga (1824) Raaff wafat, sehingga perdamaian
terputus; dan kaum “Paden” menyerang pas Belanda di Suruaso.
Karena perang Jaws memerlukan selunih tenaga militer Belanda
antara 1825-1830, maka dalam masa ini tidak terjadi serangan dan
pihak Belanda. Pada bulan Nopember 1825 ditanda tangani lagi
persetujuan antara Belanda. dan Paderi, tetapi pihak Belanda tidak
mampu mengawasi pelaksanaan per-setujuan ini. Baru pada tahun
1831 pihak Belanda kembali meiakukan serang¬an. Dalam
peperangan ini muncullah beberapa pemiurnpin yang keras dari
ke¬lompok Paderi, seperti Tuanku Tambusai, Tuanku Imam Bonjol,
Tuanku Damasiang dan Tuanku nan Cerdik. Tetapi akhirnya pada
tahun 1833 Tuanku nan Cerdik terpaksa menyerahkan din dan
Tuanku Imam Bonjol menyerah pada tahun 1834; sedangkan Tuanku
Tambusai masih terus melanjutkan per¬lawanannya selama beberapa
tahun. Demikian ringkasan riwayat perang "Pa¬deri", yang umumnya
diterima di kalangan sejarawan, dan peristiwa ini dapat dilihat dalam
Sejarah Nasional Indonesia, dengan judul 'Perlawanan terhadap
kolonialisme Belanda
Gerakan Paderi sebagai Gerakan Reformis
Dalam seminarlslam in Asia", Prof. A.H. Johns mengungkapkan
keke¬cewaannya sehubungan dengan penelitia..n perang Paderi ini :
"In the accounts (of) the Paden war, and the involvement of the
Dutch, little work has been done on religious thought .....(Dalam
riwayat berita perang 'Paderi' dan ke¬terlibatan orang Belanda di
dalamnya hanya sedikit sekali pengkajian menge¬n ai pem ikiran
agama m erek a).
Mernang dalam karya Muhammad Rajab pun informasi tentang
pemi-kiran agama dalam perang "Paderi" ini cukup terbatas. Menurut
Rajab peris¬tiwa perang Paderi berlangsung dari tahun 1803 sampai
tahun 1838. Peris¬tiwa perang hingga periode tahun 1821
diungkapkan sampai halaman 40, se-dangkan periode 1821-1838
diungkapkan pada halaman 41 sampai 430! Tampaknya masih cukup
sulit bagi penulis menetapkan pada periode mana munculnya gerakan
ini sebagai gerakan reformisme atau pemumian dalam agama. Begitu
jugs pada buku Sejarah Nasional Indonesia, yang hanya
me¬mentingk an segi-segi politik. Memang ada tuduhan, bahwa
sejarah Islam di Indonesia masih di bawah pengaruh kolonial dan
masih mengikuti versi Ba¬rat (antara lain Hasjmy 1981, hal. 22 dan
36). Hal ini disebabkan karena ba¬nyaknya sumber Belanda dan
cukup banyak sejarawan yang hanya memuji sistern politik kolonial
di camping ada beberapa sejarawan nasionalis yang

34 Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19


khusus mengutuk sistem politik itu. Oleh karena itu segi agama
dan reform is- me dalam agama pada kaum "Paderi" belum banyak
diselidiki. Menurut Johns (1977, hal. 20-22), sesudah kemunduran
Aceh dalam abad ke-18,Mi¬nangkabau mengambil alih sebagian
peranan Aceh di bidang dagang. Dengan dibukanya "pelabuhan
bebas" (freeport) Penang pada tahun 1786, maka ter¬jadilah
hubungan dagang yang lebih intensif antara Minangkabau dan
Penang, melalui Agam, bu k an melalui p an tai Barat. Kem aju an
ekonomi sej ak ak h ir tahun 1780-an ini, disertai pula kebangkitan
agama Islam,
Prof. Johns menekankan dalam analisanya, bahwa pemerintahan
pusat di Minangkabau pada waktu itu sangat lemah. Setiap negeri
dipandang se-bagai negara tersendiri: Pedagang hares berunding serta
tawar-menawar ten- tang pajak yang berbeda pada hampir setiap
negeri.
Raffles juga mengeluh tentang ha1 ini dalam laporan
peijalanannya pada tahun 1818. Keamanan hanya dijamin untuk
daerah suatu negeri saja, sehing¬ga sistem ini sangat mempersulit
gerak laju perdagangan. Oleh karena itu ge-rak an"Paderi"menek ank
an sekali semangat solidaritas (ukhuwwah Islamiyah) sebagai suam
sistem keamanan dalam bidang agama dan ekonomi. Ternyata sistem
ini lebih cocok dengan perkembangan keadaan pada waktu zarnan itu,
daripada sistem adat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada
mulanya "Paderi" masih memakai jalan damai, dan baru di sekitar
1812 — 1813 mereka terpaksa menggunakan kekuatan. Dalam 3
artikel, Christine Dobbin menguraikan panjang iebar aspek ekonomis
ini sebagai latar belakang munculnya gerakan tersebut.
Sebelum karya Johns, sudah terbit sebuah studi Schrieke, sebagai
usaha mengungkapkan reformisme "Paderi" dari segi sosial. Schrieke
menekankan, bahwa golongan Paderi menentang sistem matriarchat
dan kemerosotan :flchlak di lingkungan masyarakat. Di sarnping
sebagai kaum ularna, "mere¬ka juga dapat dijuluki dalam arti
tertentu; kaum cerdilc pandai (intelektual) yang tidak mendapat
tempat adat" (Schrieke 1973, hal. 12-14).
Wertheim (1978, 57) dengan jelas menerapkan metode sosiologi
dalam
inenggambarka.n corak reforrnisme kaum 'Paderi', Menu nit
Wertheim gerakan
refonnis ini bisa dibandingkan dengan aliran Protestan borjuis
yang mempro
tes sistem feodal (kaum hangsawan yang bebas dari keharusan
beketja., tidak
menggunakan modal untuk investasi tetapi untuk judi,
penyabungan ayam
dim lain-lain) dan cara hidup yang tidak dinarnis. Gerakan
'Paderi' khusus
vang disokong oleh kaum pedagang menekankan, bahwa modal
tidak boleti
ilihabiskan untuk hal konsumtif saja, tetapi hams digunakan
untuk investasi
usaha baru. Wertheim melihat pertentangan kaum ulama di Aceh
inempunyai corak yang sangat mirip dengan gerakan
"Paderi".Tokoh agama
Aveh scperti Habib Abdurrahrnan juga sangat keras menentang
penyabungan

ayam, wibawa ulebalang, cara hidup feodal, dan akhirnya


menentang pihak Belanda. Teori-teori sosiologis dan ekonomis ini
patut diselidiki lebih lanjut dan mungkin bisa memberikan penjelasan
dalam beberapa aspek reformisme golongan 'Paderi'. Tetapi teori ini
tentu saja tidak dapat memberikan penje¬lasan untuk segala aspek
reformisme tersebut.
Beberapa aspek dalam reformisme Paderi pernah dirumuskan
sebagai "kegiatan ikut-ikutan" gerakan Wahabi (Ir. Parlindungan
1965, Harnka 1974, M.D. Mansoer 1970, dan lain-lain).
Seorang ahli yang pertama kali mengemukakan hipotesa tentang
penga¬ruh Wahabi adalah Prof. Dr. Pieter Jan Veth (1814-1895) —
seorang ahli bahasa Timur — yang memulai karirnya sebagai sarjana
bahasa Ibrani, menga¬jar bahasa Arab dan selanjutnya belajar bahasa
Melayu dan Jawa. Walaupun belum pernah datang ke Indonesia,
namun Veth mengajar bahasa dan kebu¬dayaan Indonesia di
beberapa perguruan tinggi di Negeri Belanda, khususnya kepada para
calon pegawai pemerintah Hindia Belanda. Veth mengarang
be¬berapa buku tebal tentang Indonesia seperti tentang Jawa
sebanyak tiga jilid dan hampir dua ribu halaman, Dia sangat sering
menganjurkan, supaya para pegawai — yang pulang berlibur atau
pensiun di negeri Belanda — menulis¬kan pengalaman mereka
selama bertugas di Indonesia. Tetapi karena banyak pegawai yang
tidak berani menerbitkan tulisannya sendiri, akhirnya Veth
menerbitkan bermacam-macam buku harian dan surat-surat penting
dan se¬bagainya, lengkap dengan pendahuluan dan catatan kaki yang
kadang-kadang lebih panjang dari naskah aslinya. Selama itu Veth
menerbitkan sebuah buku polemik, karangan seorang Jenderal tentara
Belanda yang sudah pensiun, 1E11. Ridder de Stuers.
De Stuers tidak bisa mengambil tindakan agresif ketika menjadi
pe-nguasa di Sumatera Barat selama perang Jawa (1825-1830),
karena sebaha¬gian besar pasukan tentara Belanda dipusatkan untuk
menghadapi perang Jawa. Oleh karena itu De Stuers merasa perlu
melakukan sistem politik lunak, herkompromi, di samping melihat
banyak segi positif dalam kegiatan kaum "Paderi". Dalam
pendahuluan Veth mengemukakan hipotesa bahwa ada per¬samaan
antara Paderi dengan kaum Wahabi, yaitu dalam hal penggunaan
metode kekerasan untuk mencapai tujuan, di samping terdapat
beberapa perbedaan antara keduanya (De Stuers, 1849 I, 90).
Hipotesa Verb ten- tang pengaruh Wahabi terhadap Paderi itu ditolak
oleh Schrieke (1973, 17) dengan beberapa alasan, yaitu :
Kaum"Paderi"tidak menentang ziarah ke kubur seperti pengaruh
Wahabi,

Nabi Muhammad SAW, antara lain dengan merayakan Maulid


secara meriah dan besar-besaran. •
Sistem pemerintahan di Minangkabau bersifat desentralisasi,
se¬dangkan sistem pemerintahan Wahabi bersifat sentralisasi.
Dalam kumpulan sumber Belanda yang diterbitkan oleh Kielstra
dike¬mukakan bahwa pihak Beianda sering mengeluh terhadap
ularna atau tuanku yang bersedia menandatangani su rat persetujuan,
karena hal itu sama sekali tidak berarti bahwa sudah ada persetujuan
dengan seluruh kaum 'Paderi'! Sebagai gerakan reformasi, Paderi
tidak bisa disamakan dengan gerakan Muharnmadiyah. Gerakan
Paderi tidak mempunyai pimpinan pusat, tidak ada keseragaman
metode yang hams dipakai, tidak ada kerja sama antara para tuanku,
serta tidak ada kegiatan yang terkordinir. Individualisme daerah
Mi¬nangkabau sangat menonjol.
Sumber Belanda setebal 665 halarnan yang ditulis sezaman
gerakan 'Paderi' dari 1821-1838 ternyata tidak menyebutkan
kedatangan tiga orang haji dari Mekkah : H. Sumanik, H. Piobang
dan H. Miskin, tetapi hanya me¬nyebutkan beberapa orang haji yang
pulang di sekitar tahun 1830 dan mem¬punyai pengaruh yang
moderat serta melarang setiap bentuk kekerasan. Dari basil
wawancaranya di tahun 1840 — 1850 Steijn Parve menerbitkan
sebuah artikel tentang 'Paderi' (1854). Steijn Parve mengemukakan
bahwa Haji Mis¬kin adal a.h tokoh pertama yang memberikan
dorongan reformasi walaupun pada akhirnya is tidak mempunyai
peranan penting. Jalaluddin juga menya¬takan pendapat yang sama.
(hal. 13). Kepulangan tiga haji ini pada tahun 1803, pertama kali
disebut dalam sebuah artikel dalam Tijcisch rift voor Ned erlandsch
Indie "Di sekitar 35 tahun yang lalu, pada waktu orang Me-layu
sudah begitu berdosa pulangdari haji di Mekkah . " (Van der Hart
1838, ha1 113 dan sumbernya tidak disebut).
Istilah "Paderi" ini sering diperdebatkan. Van Ronkel (1919, 370)
mengemukakan hipotesa bahwa istilah ini berasal dari Pedir; dan
rnenurut dugaannya, agama Islam pertama kali masuk ke daerah Pedir
dan dari daerah itu menyebar ke Minangkabau. Beberapa ulama Pedir
tu rut melancarkan dak¬wah di Minangkabau; menyiarkan agama
Islam yang sempurna selalu disebut Padri. Tap i dugaan itu agak
lemah. Pendapat yang berkembang pada umum¬nya mengatakan
bahwa berasal dari kata Portugis padre (Pastor Ka¬tolik). Kata Paderi
sering dipakai di Hindia Inggeris maupun di Hindia Belan¬da, tidak
hanya oleh orang asing, tetapi juga oleh penduduk pribumi.
Pen¬duduk memakai istilah ini karena menyadari bahwa orang asing
tidak merna¬hami istilah Islam. Di dalam buku karangan F. De Haan,
Priangan , (jilid II, hal. 704) dikemukakan beberapa contoh tentang
pemakaian istilah Padri dari

berbagai daerah. Dalam bab tentang Ahmad Rifrangi akan


ditemui surat bu¬pati Batang kepada Residen Pekalongan pada tahun
1859 yang memperguna¬k an istilah badrie untuk ularna, dan Nebel
Arab untuk AI Qur-an; istilah ini dipakai dalam rangka menyesuaik
an din dengan bahasa di kalangan Residen. Istilah 'Paderi' juga
terdapat dalam laporan perjalanan Raffles pada tahun 1818 :
"On entering the country we were struck by the costume of the
people, which is now anything but Malay, the whole being clad
according to the custom of the orang Putis or Pad ris, that is to say in
white or blue, withturbans, and allowing their beard to grow, in
conformity with the ordinances of Tuanku Pasaman, the religious
reformer . . " (o.c. 1, 432).
Tanpa memakai kata 'Paderi' Jalaluddin dalam bukunya hanya
menye¬but golongan ini dengan kaum Putih. 1stilah orang putih di
sini dekat pe¬ngertiannya dengan "prang putih" di Jawa.
Hikayat Syaikh Jalaluddin
Sebagian inform asi tentang perang 'Paderi' berasal dari berita
Inggeris (Raffles) dan Belanda. Hal ini menu njukkan bahwa
informasi tentang Paderi datang dari rang-orang yang menentang
gerakan ini, dan juga berarri bah¬wa pada umumnya kaum militer,
atau orang yang mementingkan keaman¬an, ketertiban serta dagang
juga, merupakan sumber gerakan agama. Oleh ka¬rena itu penting
sekali" menganalisa sumber yang memihak gerakan ini. Namun
sayang sekali belum banyak sumber tersebut ditemukan. Naskah yang
paling menarik adalah sebagian terjemahart van Hoevell yang
dilampirkan da¬lam tulisan De Stuers pada tahun 1849. Tulisan ini,
yang disusun sebelum ta¬hun 1845, dalam beritanya hanya memuat
ceritera tentang beberapa per¬kembangan dan peristiwa sebelum
tentara Belanda masuk ke Minangkabau. Dalam hikayat ini
disebutkan tentang pribadi Faqih Saghir Tuanku Sarni' Syaikh
Jalaluddin Ahmad Koto Tuo. Isi buku memuat : "Asal perkembangan
ilmu syari'at dan haqiqat, dan asal teguh larangan dan pegangan dan
asal berdiri agama Allah agama Rasulullah dari pada oleh-Nya. Lalu
kepada akhir¬nya talu kepada perang hitam dan putih hingga keluar
Compeni Belanda ke tanah darat ini." (hal. 4 — 5).
Dalam tulisannya Jalaluddin menguraikan secara sepintas
masuknya Islam di Surnatera Barat berdasarkan cerita ayahnya
(bandingkan juga Hamka 1981, 222 — 223). Agak mengherankan k
arena di situ dinyatakan bahwa Ab¬durrauf, di sekitar tahun 1665
dikirim ke Aceh dan Minangkabau oleh Abdul¬Qadir al-Jailani, yang
meninggal tahun 1166 !

Tentang para ulama dan tempat pengajian mereka, Jalaluddin


menulis : "Turunlah ilmu Tarekat ke negeri tflakan kepada auliya
Allah, yang mempunyai keramat lagi mempunyai derajat yang a'la,
ialah pergan¬tungan ilmu tahqiq ikutan dunia akhirat oleh segala
makhluk yang se¬belah tanah ini. Maka berpindahlah tarekat ke
Paninjauan, lalu kepada Tuanku Damasiang nan Tua Segala-segala,
serta ia memakaikan tertib majlis lagi wara', seperti Tuanku di Ulakan
jua halnya. Maka dimasyhur¬kan orang pula Tuanku nan Tua dalam
negeri Kemang. Ia telah meha¬fadhkan ilmu alat dan_ Tuanku di
Lambah serta Tuanku di Puar yang mempLinyai keramat yang
beroleh Iirnpah dari pada.' Tuanku di Pe¬ninjauan Orang.AMPat
Arigkat jua adanya Maka ada Pula Tuanku di Tampang di ranatic
Rao,. datang''Th negeri Makkah Madinah .,..rricriibawa
timu mantiq a.n.rn ani:'•Maka berpindah kep acli au liy a
Allah yang kasyaCiagi ,kerarnat 'Tuanku nan Kea dalam
negeri Iota Gadang adanya. Maka ada•ula lagi Ttianku di Sui-
nanik, da¬tang ell negeri7At4i rriehafadhkarf hadith dan tafsir dan
ilmu faraid. Te¬lah ia dalam Luhaq nan Tiga ini adanya. Adapun asal
ilmu sarf ialah Tuanku di Talang dan asal ilmu nahu yang tiga itu
ialah Tuanku di Salayo yang sangat 'alamiyah ahli al nuhat, yang ada
keduanya dalam negeri Kubang Tiga Belas adanya. Adapun saya
Faqih Saghir. adalah saya bertemu dengan Tuanku Damasiang nan
Tuah segala-segala dan Tu¬anku nan Keramat dalam negeri Kota
Gadang pada masa umur saya keel' dan Tuanku di Sumanik. Serta
saya mengambil ilmu pula adanya fihak kepada Tuanku nan Tuo
dalam negeri Kota Tuo ialah mengambil ilmu dari pada Tuanku di
Kamang dan Tuanku di Sumanik dan Tuanku di Kota Gadang dan
Tuanku Damasiang nan Tuo sekali dan Tuanku di Paninjauan jua.
Maka berhimpunlah iimu mantiq dan ma'ani, hadis dan tafsir dan
beberapa kitab yang besar-besar dan sekalian yang meng¬hasilkan
ilmu syari'at dan haqiqat kepada syaikh kita Tuanku nan Tuo dalam
negeri Koto Tuo semuanya. Maka telah masyhuriah khabar man¬ku
ulama yang kasyaf menghafadhkan sekalian kitab, menghirnpunkan
sekalian faidah ilmu syari'at dan haqiqat dan menyatakan perbedaan
antara kafir dan !slam. Maka sebab itu banyaklah orang yang rindu
den- darn datang ke negeri Koto Tuo mengambil ilmu
menghafadhkan se¬kalian kitab dan meminta fatwa keputusan ilmu
syari'at dan haqiqat. Maka ramailah tiap-tiap dusun qaryah dalam
negeri Arnpat Angkat dan sukar menghinggakan ribu dan laksa luhak
dan iahik. Maka banyaklah orang yang jadi alim dan ulama yang
kasyaf dalam Luhak nan Tiga ini, lalu ke tanah Rao dan tiap-tiap
teluk rantau dan sekalian negeri dalam pulau Aceh ini semuanya
itulah asal kembang ilmu dalam tanah ini." (hal. 6 — 8)-

Gambaran tentang 'zaman keemasan' ilmu agama di


Minangkabau ini tidak hanya memberikan infonnasi tentang beberapa
tokoh dan tempat pen-ting pendidikan agama menjelang abad ke-19,
tetapi juga gambaran umum tentang sistem pendidikannya, yairu
sistem pembidangan. Suatu surau hanya mengajarkan suatu mata
pelajaran tertentu, sehingga para mu rid hams ber-ganti surau, kalau
ingin mcnam bah mata pelajaran lain.
Pusat llmu menjadi Pusat Kejahatan ?
. • Sctelah menyajikan inforrnasi yang positif tentang kehidwan
agarr.ra,•

•?Jalaluddiri tangsung.pudamenyarnpaikan gambaran yang cukup
nOgatif. Ben. • - • hatal:kejahatin,,.diuraikan secara berlebih-
Iebihan•seperti kebiasaii•para kba;-. :—•••
tib lainriya .• • . i• '•• •
'•At.la.1;url'Aa* k•ePacla.kilaku orang agarna
smuanya.iatalirnengerja-.

k.alf,za1.0.:aniaya,i-therlyaMun dad melukai dan melakias
mating diii•••••rnencuki, minyabung dartflierjudi„ m intim • mak
'clan minim•• . kihrig,Inernakan sekalian yang hararn; merebut dan
merampas, tidak berbeda halal dan haram, larangan dan pegangan dan
mau betjuar orang jikalau ibunya dan saudaranya sekali pun dan
banyaklah orang dagang dirarnpasnya dan dijualnya. Itu pun Tuanku
nan Tuo mendiri¬kan larangan dan pegangan serta tuanku-tuanku
yang lainnya. Maka se-bab banyak orang terjual dan dirampas orang
serta lama zaman, maka sangatlah lelah payah tuan-tuanku menanti
orang nan terjual dan orang nan kena rampas itu dan banyaklah silang
selisih gaduh-gaduh, kelahi dan bantah dan berperang-perang, tetapi
tidak mengalahkan negeri . " (Hal. 8).
falaluddin Mengajar limu Figh
"Maka dalam masa itu juga adalah saya, Faqih Saghir, berhimpun
de¬ngan Tuanku nan Renceh dalam mesjid Kota Hampalu di negeri
Can- dung Kota Lawas jua adanya. Telab saya duduk bersenang
menghafadh¬kan ilmu fiqh. Itupun saya telah climasyhurkan orang
pandai mema-hamkan ilmu fiqh pada masa say.amudaumur sekali
sekali. Maka sebab itu banyaklah orang berhimpun-himpun kepada
tempat itu, mengam¬bil ilmu, menghafadhkan kitab fiqh itu, karcna
ilmu yang terlebih di¬kasih i pada masa itu ialah ilmu fiqh, Maka
sebab beberapa kali tammat saya mengajarkan ilmu fiqh itu,
mengertilah saya apa-apa perkataan yang thabit dalam kitab itu, yakni
ialah menyucikan segala anggotadari pada najis dan lata dan
memandikan sekalian badan dari pada segala ha¬dath dan wajib atas
Islam mendirikan rukun yang lima itu, yairu mengi
krarkan kalimat yang dua patch serta mentashdiqkan dia dan
mendiri¬kan sembahyang yang lima pada segala waktunya dan
mendatangkan zakat kepada segala fakir dan miskin dan puasa pada
bulan Ramadhan dan naik haji atas kuasa dan menyatakan berjual dan
membeli dan yang harus dijual dan dibeli dan menyatakan sendiri dan
bersyarikat dan menyatakan sekalian akadnya sahnya dan batalnya
dan menyatakan membahagikan area kepada segala warisnya dan
menyatakan nikah dan 'iddah serta segala akadnya dan wajib nafkah
atas segala karib dan me-nyatakan segala hukum sahnya dan batalnya
dan menghukum antara se- gala manusia dengan adil dan menyuruh
mereka itu dengan berbuar baik dan menegah daripada berbuat jahat.
lnilah setengab kenyataan perkataan yang thabit dalam ilmu fiqh
adanya." (hal. 10 — 11).
I)alam rentetan hikayat ini, ternyata pengajaran fiqh yang
diberikan oleh Jalaluddin tidak terbatas kepada persoalan ibadah saja,
tetapi ternasuk juga rnuamaIah dan nikah.
Dakwah Tuanku nan Rinceh "Belem dengan Perang".
"Tuanku nan Rinceh kembali pulang ke negerinya, telah ia
menegah¬kan orang mengambil tuak dan minum dia. Telah ada pula
seorang lagi, Tuanku menanti Malin gelarnya, ia pun suka lagi kuat
lagi berani sem¬purna pahlawan mendirikan pekerjaan itu. Ia
bersama-sama menegah¬kan orang minum tuak dan menyuruhkan
orang sembahyang. Maka se-bab itu terbitlah kelahi dan bantah, tetapi
tidak dengan perang, hanya sem ata-mata gaduh-gaduh saja bahani,"
(hal, 11 — 12).
liakwah Jalaluddin; Seruan merayakan Maulid Nabi
"Maka bersungguh-sungguhlah saya menyuruhkan orang
sembahyang hingga sampai herdiri jemaah dua belas orang dan
menyuruhkan orang menunaikan zakat serta mernbagikan kepada
segala fakir (pada masa dahulu ada juga orang menunaikan zakat,
tetapi sedikit; tidak dibahagi¬k an antara segala fakir dan miskin,
melainkan dihimpunkan saja supaya diarnbil faedah barang apa-apa
maksudnya) dan menyuruhkan orang Maulid akan Nabi SAW." (Hal.
12-13).
'ferdapat keanehan di sini bahwa Jalaluddin mendirikan jamaah
Jum'at dengan 12 orang, sedangkan mazhab Syafi'i mensyaratkan
sahnya salat bila diikuti 40 orang.

Haji Misk in
"Maka sekira-kira empat tahun lamanya mendirikan agama itu,
digerak¬kan Allah datanglah Tuanku Haji Miskin di negeri Mekkah
Medinah. Kemudian sempurna hajinya, ia mendapat ke negeri Raul
Tebal, sebab ada masa dahulu sebelum ia pergi haji adalah ia diam
pada negeri itu, karena ia mengambil ilmu daripada saya punya bapak
masa dahulunya. Maka daripada karena banyak mendengar khabar
dari pada hal peker¬jaan orang Mekkah Medinah, bertambah-
tambahlah berahi hati men¬dirikan agama Allah dan Rasulullah dan
bersungguh-sungguhlah orang mendirikan sembahyang, hingga
sempurna jemaat empat puluh orang. Maka telah lama sedikit
antaranya pulanglah Tuanku Haji Miskin ke negeri Pandai Sikat, dan
bersungguh-sungguh is mendirikan agama serta ia perbaiki tempat
adanya. Maka terlebih sangat pulalah masyhur pe¬kerjaan Tuanku
Haji Miskin dan banyaklah orang mendirikan agama pada barang
mana negeri adanya. Maka dari pada mula-mula pulang Tvilnku Haji
Miskin di negeri Mekkah Medinah sehingga orang ketam¬bahan
banyak, habis sembilan tahun qamariyyah lamanya kemudian. Maka
berpindahlah Tuanku Haji Miskin kepada Luhak Lima puluh, telah ia
mengambil tempat di dalam masjid Sungai Lindai namanya dalam
negeri Air Terbit jua adanya, serta is bersungguh-sungguh
men¬dirikan agama Allah dan agama Rasulullah." (hal. 13 — 14).
Metode dakwah yang lunak menjadi Metode Keras sampai
Perang,
Dalam hikayat seterusnya, Jalaluddin menguraikan kegagalan
dakwah melalui metode diskusi dan anjuran. Ternyata golongan yang
menentang ulama akhirnya menghancurkan masjid dan madrasah
serta terjadi perdebatan antara para ulama mengenai hukum
pembelaan agama dengan kekuatan sen¬jata. Dalam kajian sejarah
diberikan gambaran yang sangat hidup oleh Ja¬laluddin. Tetapi di
sini tampak jelas, bahwa jalan kekerasan menurut para ulama tidak
holeh dipakai sebagai jalan pertama. Kekerasan hanya diperguna¬kan
sebagai pembelaan, sekurang-kurangnya menurut pendapat orang
mo¬derat ini.
"Adanya pihak kepada saya Faqih Saqhir dari pada sangat rindu
hati kepada bertambah-tamhah agama serta sangat suka sebab
bertambah¬tambah kaum, itupun terbitlah dalam fikir hati saya
hendak menegah¬kan orang menyabung dan minum tuak juga dan
sekalian pekerjaan yang tidak dihalalkan Allah din Rasulullah itupun
banyaklah kelahi dan bantah dari pada sate hari kepada suatu hari,
dari pada satu bulan,

hingga panjanglah zaman dan beredar-edariah pekerjaan itu dari


pada suatu tempat kepada suatu ternpat, dari pada suatu negeri kepada
suatu negeri, yang telah ada keliling negeri Amp at Angkat jua
adanya. Kemudian lagi pula maka diramaikan orang pula sabung di
Balai Bahari namanya dalam negeri Hampang Gadang jua adanya.
Bukan ia semata¬mata mendirikan sabung, melainkan ia mengintai
kelahi dan bantah jua nan terlebih dimaksudnya setelah itu. Maka
berhimpunlah Tuanku nan Tuo serta tuanku-tuanku yang lainnya,
yang ada dalam negeri Ampat Angkat jua. Maka ditegahkanlah
sabung itu dan sangatlah ban¬tahan mereka itu berkelahi sebab beribu
kali ganda banyaknya seka¬rang itu jugs. Maka diruntuhnyalah
masjid dalam negeri Baru Tebal, serta madrasah saya Faqih Saghir
dan dirampasnya sekalian isinya, dari pada segala kitab dan yang
lain-lainnya. Dari pada beberapa arti banyaklah hujjat dan gunjing
mereka itu, ban kata sekalian munafik mereka itu, yakni "Faqih
Saghir jua nan terlebih mengiri-iri musuh. lnilah kesudahan
pekerjaannya itulah kebanyakan". Kata mereka itu "Barang kali ada
mulut saya takabbur sedikit atau hati saya, tetapi kepada Allah jua
kernbaii pekujaan", dan kata setengah mereka itu "Kembalilah kita
dari pada agama ini", dan setengahriya pula "Ada- pun sekalian kita
ini terlalu banyak luka dan patah; inilah banyaknya lawan kita
berkelahi tidak jenis akan terlawan oleh kita. Masjid kita pun lah
runtuh, kawan kita pun lah banyak munafiq, apalah akan daya kita
teriebih baiklah kita diarn-diam saja".
Maka berkata pula seorang yang pahlawan "Pada dunia ini
sangatlah kita hina, sepuluh kali gandalah hina, kita pada kampung
akhirat. Maka lebih baiklah kita menghasilkan sekalian alat
senjataperang." Maka ter¬lebih sangatlah masghul Tuanku di Kubu
Saning hum-hara pekerjaan seperti dernilcian dan lebih pula sangatlah
malu dari pada segala manu¬sia, lagi pula malu akan segala makhluk
menjadi kolot iman beribu kali gandalah malu kepada Allah Ta'ala
dan sangatlah sangka waham dari pada tidak dapat apa-apa kesudah-
sudahan pekerjaan ini. Maka kata saya Faqih Saghir - "Wah, manku,
adakah tidak tuan ketahui di dalam qur'an, yakni tidak sentosa akan
dia Allah melainkan sami' yang tidak iman akan Allah hanya? Dan
bagaimanalah tuan sangat masyghul dari pada huru-hara dunia ini,
maka sabarlah tuan dari pada apa-apa hu¬kum Allah dan dart pada
huru-hara dia sekalian manusia ini, bahwa sungguhnya setengah dari
pada tanda mu'min yang pilihan rnenahan cobaan jua hal adanya.
Fihak kepada agama kita akan runtuh, janganlah tuan rusuhkan. Dan
jikalau sebelum datar sekalian bukit ini, insya Allah ta'ala belum
dihabiskan Allah agama Mi. Biarlah saya bicarakan juake

kiri dan ke kanan, barang mana days saya dayakan jua masjid nan
run- tub, janganlah tuan hihakan negeri akan binasa. Inilah tandanya
insya¬Allah ta'ala dengan perang ju a kita sudahi nan patutnya".
Setelah itupun saya bicarakan jua kepada barang slap a-siapa
orang nan mau memakai agama Allah dan agama Rasulullah. Maka
telah lama antaranya itupun Tuanku nan Tuo memotong kerbau dan
jawi, sekira¬kira dua belas ekor banyaknya. Telah ia mernanggil
ruanku-tuanku dan p enghulu -penghulu yang k ep ala-k ep ala yang
ada k el il ng negeri itu, d ari¬pada ia membicarakan peketjaan agama
jua adanya. Maka lama sedikit antaranya adalah orang mendirikan
gelanggang dalam negeri Bukit Betabuh namanya. Pada masa itu
Tuanku nan Tuo menghimpunkan segala manku-tuanku dan
penghulu-penghulu ialah hendak menegah¬kan gelanggang itu, tetapi
dengan bicara saja hanya.
Maka ketika berhimpun tuanku-tuanku dan penghulu-penghulu
hen¬dak mufakat, datanglah segala hulubalang serta orang setenggar
dan tuanku-tuanku lari semuanya, karena tidak mungkin ditolakkan,
me¬lainkan dengan memasang bedil dan senapan. Maka saya Faqih
Saghir bsrbicara sekira-kira enam orang : "Jikalau tidak kita jadikan
perang sekarang ini juga, tidaklah habis main kita yang terdahulu,
laIu kepada anak cucu kita dan sampallah habis larangan dan
pegangan. Baiklah kita pasang jua sekarang : barangkali ia luka dan
mati akan balas masjid kita nan runt-uh ketika itu." Saya, Faqih
Saghir memasang setenggar adanya digerakkan Allah sampailah luka
orang Bukit Betabuh, lalu kepada mati dan dipotong orang pula
seorang yang lainny-a dan sem¬pu rnalah jadi perang sehari itu " (hal.
20 — 23).
Dalam hikayat ini tampak bahwa sayap 'keras' dari golongan
ulama mempergunakan senjata ranpa kebijaksanaan yang tepat.
Tuanku nan Tuo, disokong oleh Jalaluddin, menentang penyelesaian
melalui kekerasan ini. Mereka juga menentang usaha pembakaran
desa selama di sana masih ada orang mukmin, menentang
pernenggalan/pengrusakan tubuh musuh yang mati dalam perang,
serta menentang pengambilan wanita musuh sebagai selir.
Hikayat Jalaluddin pernah diterbitkan oleh Meursinge, dan
ditetjemah¬kan oleh Dr. W. R van Hoevell dalam taltun 1849, dan
kemudian dicetak da¬lam resensi lebih panjang oleh Hollander.
Tetapi terbitan itu penuh dengan kalimat-kalirn at yang ku rang jelas
sehingga uraiannya menjadi kabur. Sayang sekali belum pernah
diterbitkan suatu edisi kritis dan ilmiah sehingga menjadi sumber
penting untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang gerakan
'Paderi' sebagai gerakan reformis.

44 Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia A bad ke-19

Sumber Primer Lain


Di sekitar tahun 1914 Kantoor voor lnlandsche Zaken, yaitu
Kantor Kolonial yang memberikan nasehat kepada Gubernur Jenderal
tentang per¬soalan mendirikan cabang pertama di Sumatera Barat,
walau akhir¬nya cabang ini tidak dilanjutkan. (Usaha keduajuga
gagal pada tahun 1929 di bawah pimpinan Dr. L. de Vries). Usaha ini
menghasilkan beberapa karya ilmiah. Dr. S. van Ronkel, staf ahli
cabang ini, sebeiumnya dosen bahasa Melayu pada Gymnasium —
Gymnasium Willem III di Batavia — di samping tugasnya di bidang
politik dan administrasi, juga giat mengadakan penelitian di Sumatera
Barat, khususnya mencari naskah-naskah lama. Di kota Bonjol, van
Ronkel antara Lain menemukan sebuah naskah lama, ukuran folio,
sete¬bal 318 halaman, berisi riwayat gerakan 'Paderi,' di bawah
Bonjol, yang ditu¬Iis oleh Imam Bonjol sendiri dan dilanjutkan oleb
anaknya. Oleh karena nas-kah itu disimpan sebagai pusaka, maka
diperbolehkan meminjamnya beberapa hari. (Ekstrasinya kemudian
diterbitkan dalam SNI 1915).
Dalam naskah tersebut dijelaskan bahwa para pemimpin 'Paderi'
juga masih mengikuti kebiasaan Melayu yang tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Empat tuanku dari Banjo! selalu menetapkan hari yang
baik untuk usaha¬usaha pentung menurut perhitungan zaman dulu,
selalu melakukan 'ramalan' langkah setiap akan berangkat. Dalam
nasehatnya terakhir kepada anaknya — sebelurn menyembunyikan
diri dari tentara BeIanda — Imam Banjo! antara lain menganjurkan
anaknya agar mencari hikmah para ulama, yang menge¬tahui mans
yang haram dan mana yang halal dan menaati perintah para
peng¬hulu adat, Kalau perintah mereka mustahil dipamhi, maka
perintah itu salah; tetapi kalau secara fisik perintah itu bisa ditaati,
berarti perintah itu sah. Menurut van Ronkel, dari tulisan ini ternyata
"hoezeer de oude strijder voor de beginselen der 'Padri's' aan de
overgeerfde adat-instellingen gehecht beleef". Artinya, para pejuang
'Padri' ini tetap raau menaati peraturan adat yang diterim a turtin-
temunin (Van Ronkel 1945, hal. 1116; lihat juga Dobbin 1972).
Dada Meuraxa, dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Sumatera,
mengu¬tip sebuah sya'ir yang menurutnya juga karangan Imam
Bonjol. Sayang sekali Meuraxa tidak memberikan referensi tentang
naskah atau sumhernya, sehing¬ga bahan tersebut tidak dapat
dijadikan bahan untuk mengenal dunia pemi¬kiran pemimpin kaum
putih. Dalam buku tersebut hanya dikemukakan "Dari naskah-naskah
tua yang ditulisnya dengan tangan, beliau meninggalkan serangkum
syairnya yang dalam sekali isinya ... " (o.e. 507). Kalau me¬mang ada
naskah Imam Banjo! atau tokoh-tokoh lain, sepatutnya sumber dan
tempat simpanannya disebut dengan jelas, atau
fotocopi/rnicrofilmnya di

serahkan kepada iernbaga iimiah, supaya karya para tokoh


'nasionar itu bisa dimanfaatkan oleh seturuh bangsa

Anda mungkin juga menyukai