Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH JARH WA TA’DIL

Dosen Pengampu :
M.Syam’un Rosyadi,M.H

Nama Kelompok :
1. Dwi Agustin (1996144038)
2. Sri Wahyuningsih (1996144064)
3. Hasanuddin (1996144069)

UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI


FAKULTAS EKONOMI
PRODI MANAJEMEN
TAHUN 2019/2020
Kata Pngantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan petunjuk
untuk menyelesaikan tugas makalah ini tanpa pertolongannya kami sekelompok tidak
akan bisa menyelesaikan makalah dengan baik.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah
dititipkan oleh dititipkan kepada kelompok kami. Makalah ini disusun dengan
menghadapi beberapa rintangan, namun kami selalu bersabar agar makalah ini dapat
disusun secara sempurna.
Makalah ini memuat tentang “Teori, ILMU TAKHRIJ”. Tema yang akan dibahas
di makalah ini sengaja dipilih oleh dosen pengampu kami untuk kami pelajari lebih
dalam. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mendalami materi ini sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak kepada Dosen Pengampu yang
telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
yang kami buat ini dapat dinilai dengan baik dan dihargai oleh pembaca meski
makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku penyusun mohon kritik dan
sarannya. Terima kasih.

Jombang, 26 November 2020


Penyusun
Daftar isi

A. Latar belakang............................................................................................
B. Rumusan masalah......................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................

BAB II Pembahasan
A. Pengertian Takhrij...................................................................................
B. Latar Belakang Takhrij al-Hadits…………..........................................
C. Tujuan dan Manfaat Takhrij al-Hadits ................................................

BAB Ill Kesimpulan


A.Kesimpulan...................................................................................................
B.Saran.............................................................................................................
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kekuatan dan petunjuk
untuk menyelesaikan tugas makalah ini tanpa pertolongannya kami sekelompok tidak
akan bisa menyelesaikan makalah dengan baik.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas dari proses pembelajaran yang telah
dititipkan oleh dititipkan kepada kelompok kami. Makalah ini disusun dengan
menghadapi beberapa rintangan, namun kami selalu bersabar agar makalah ini dapat
disusun secara sempurna.
Makalah ini memuat tentang “Teori, TAKHRIJ HADITS”. Tema yang akan
dibahas di makalah ini sengaja dipilih oleh dosen pengampu kami untuk kami pelajari
lebih dalam. Butuh waktu yang cukup panjang untuk mendalami materi ini sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami selaku penyusun mengucapkan banyak kepada Dosen Pengampu yang
telah banyak membantu dalam proses penyelesaian makalah ini. Semoga makalah
yang kami buat ini dapat dinilai dengan baik dan dihargai oleh pembaca meski
makalah ini masih mempunyai kekurangan, kami selaku penyusun mohon kritik dan
sarannya. Terima kasih.

Jombang, 12 November 2020


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Al-Hadits merupakan sumber hukum islam ke-2 setelah Al-Qur’an, karena ia
mempunyai peranan penting, terutama sebagai hujjah dalam menetapkan hukum. Oleh
karena itu validasi sebuah hadits harus menjadi perhatian. Hadits mempunyai tiga unsur
penting yakni, sanad, matan dan perawi. Sebuah hadits belum dapat ditentukan apakah boleh
diterima (maqbul) secara baik atau ditolak (mardud) sebelum keadaan sanadnya, apakah
mereka muttashilataukah munqathi’. Sanad berperan menentukan nilai hadits, karena sanad
adalah mata rantai para perawi yang mengantarkan sebuah matan.
Sedangkan matan  merupakan lafadh yang menunjuk pada isi sebuah hadits. Dari segi
periwayatannya, posisi dan kondisi para perawi yang berderet dalam sanad sangat
menentukan status sebuah hadits, apakah ia shahih, dha’if, atau lainnya. Dengan demikian
ke-a’dalahan, ketsiqohan dan kedhabithan setiap perawi sangat menentukn status hadits.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari Ilmu Takhrij ?
2.      Apa yang melatar belakangi munculnya Ilmu Takhrij ?
3.      Apa tujuan dari Ilmu Takhrij ?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui sumber asal hadits yang ditakhjir.
2.Untuk mengetahui ditolak atau diterimanya hadits –hadits tersebut sehingga hadits tersebut
menjadi jelas.
3.Untuk memperjelas keadaan sanad.
4.Untuk memperjelas hukum (kualitas) hadits dengan banyaknya riwayat itu.
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Takhrij
Kata takhrij  ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫)خرّج‬ yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.  Takhrij juga bisa berarti Ijtima’ al-amra’aini
al-muttadla diin fi syai’in wahid (berkumpulnya dua persoalan yang bertentangan dalam
suatu hal), al-istimbath (mengeluarkan dari sumbernya), at-Tadrib (latihan), at-
Taujih (menjelaskan duduk persoalan, pengarahan).[1] Sedang menurut Syaikh Manna’ Al-
Qaththan, takhrij berasal dari kata Kharaja yang artinya nampak dari tempatnya, atau
keadaan terpisah dan kelihatan. al-Kharaja artinya menampakan dan memperlihatkannya,
dan al-Makhraja artinya tempat keluar, dan Akhraja al-khadits wa kharajahu artinya
menampakkan dan memperlihatkan hadits kepada orang dengan menjelaskan tempat
keluarnya.[2]
Sedangkan menurut pengertian terminologis, takhrij berarti;
‫راد‬44‫الم‬  ‫ة‬44‫د الحاج‬44‫ ثم بيان مرتبته عن‬.‫االتخريج هو الداللة على موضع الحديث في مصادره األصلية التي أخرجته بسنده‬
.‫ أخرجه البخاري في صحيحه إلخ‬:‫ ذكر المؤلف التي يوجد فيها ذلك الحديث كقولنا مثال‬,‫بالداللة على موضع الحديث‬
“Menunjukkan letak Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) di mana
diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber-sumber yang
asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits
itu bila perlu. Menunjukkan letak suatu Hadits berarti menunjukkan sumber- sumber dalam
Hadits itu diriwayatkan, misalnya pernyataan “Al-Bukhori mengeluarkan Hadits dari kitab
sahihnya”.[3]
Takhrij menurut Nizar Ali, mempunyai pengertian :
1.    Mengungkapkan atau mengeluarkan hadits kepada orang lain dengan menyebutkan para
perowi yang berada dalam rangkaian sanadnya sebagai yang mengeluarkan hadits.
2.    Mengeluarkan sejumlah hadits dari kandungan kitabnya dan meriwayatkan kembali.
3.    Petunjuk yang menjelaskan kepada sumber asal hadits.
4.    Petunjuk tentang tempat atau letak hadits pada sumber aslinya yang diriwayatkan
dengan menyebutkan sanadnya, kemudian dijelaskan martabat/kedudukannya manakala
diperlukan.
Sedangkan takhrij menurut istilah ahli hadits, mempunyai pengertian:
1.    Menunjukan asal usul hadits dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai
kitab hadits yang disusun Mukhorrijnya langsung, kegiatan takhrij seperti ini
sebagaimana yang dilakukan oleh para penghimpun hadits dari kitab-kitab hadits,
misalnya Ibnu Hajar al-‘Asqalani yang menyusun kitab Bulugh al-Maram.
2.    Mengemukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits atau
berbagai kitab yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayat sendiri atau para
gurunya atau temannya atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatannya dari
para penyusun kitab ataupun karya yang dijadikan sumber acuan, kegiatan ini, seperti
yang dilakukan oleh Imam Bukhori yang banyak mengambil hadits dari kitab al-Sunan
karya Abu al-Hasan al-Basri al-Safar, lalu al-Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.
[4]
3.    Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan peristiwanya dengan
sanad lengkap serta dengan menyebutkan metode yang mereka tempuh, inilah yang
dilakukan para penghimpun dan penyusun kitab hadits, seperti al-Bukhari yang
menghimpun kitab hadits Sakhih al-Bukhari.
4.    Mengemukakan hadits berdasarkan kitab tertentu dengan disertakan metode
periwayatannya dan sanadnya serta penjelasan keadaan para periwayatnya serta kualitas
haditsnya, pengertian al-takhrij seperti ini dilakukan oleh Zain al-Din ‘Abd al-Rahman
ibn al-Husai al-‘Iraqi yang melakukan takhrij terhadap hadits-hadits yang dimuat dalam
kitab Ihya’ ‘Ulumuddin karya al-Gazali dengan judul bukunya Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar
al-Ikhya’.
5.    Menunjukkan tempat hadits pada sumber-sumber aslinya, didalamnya dikemukakkan
hadits itu secara lengkap dengan sanadnya masing-masing, kemudian menjelaskan
derajatnya jika diperlukan.[5]
Dengan demikian pengertian takhrij dalam makalah ini adalah penelusuran atau
pencarian hadits dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matan serta
sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas haditsnya.
B.       Latar Belakang Takhrij al-Hadits.
Sesuai dengan sejarah perjalanan hadits, ternyata tidak semua yang disebut hadits itu,
benar-benar berasal dari Nabi, apalagi kita mengetahui hadits palsu itu berkeliaran
dipermukaan bumi ini, baik yang dibuat secara sengaja oleh umat Islam sendiri, karena
alasan politik, perbedaan mazhab dan cinta kebaikan serta bodoh agama, atau dibuat oleh
kelompok yang tidak menyukai kehadiran Islam. Kenyataan seperti ini, bertolak belakang
dari pemikiran semula yang mengira bahwa semua hadits itu segala sesuatu yang di
nisbahkan kepada Nabi yang fungsinya sebagai rujukan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran Islam, begitu juga apa yang dinisbahkan kepada sahabatpun disebut
hadits, bahkan yang disandarkan kepada tabi’in, maka persoalannya mana hadits yang bisa
diterima sebagai dalil agama karena diduga keras berasal dari Nabi, dan mana yang tidak
bisa sebagai hujjah karena hadits itu palsu, persoalan-persolan seperti itu selalu membias
dan menghantui pemikiran kaum muslimin, maka mulai ada titik terang, ketika ahli hadits
bangkit dengan memunculkan apa yang dinamakan dengan kutub at-takhrij.
Ilmu at-takhrij pada awal perkembangan sumber hukum Islam tidaklah begitu urgen
karena penguasaan para ulama terhadap sumber-sumber as-Sunnah begitu luas, sehingga
mereka tidak terlalu sulit jika disebutkan suatu hadits untuk mengetahuinya dalam kitab
kitab as-Sunnah, maka tidak mengherankan, jika ilmu tahrij al-hadits tidak dikenal dan tidak
untuk dipelajari, bahkan belum dibutuhkan karena, mereka mempunyai pengetahuan syari’at
yang luas dan ingatan yang kuat terhadap sumber hukum yang langsung datang dari
Rasulullah Muhammad saw . Sebagaimana diungkapkan oleh Muh. Zuhri bahwa: Para
ulama terdahulu tidak membutuhkan metode takhrij al-Hadits, karena pengetahuan mereka
terhadap sumber-sumber syari’at sangat luas dan ingatan mereka sangat kuat, ketika
membutuhkan sebuah hadits sebagai dalil, dalam sekejap mereka dapat menemukannya, di
kitab mana hadits itu berada. Kemudian kalau ada hadits yang belum dibukukan, mereka
mudah menemukan, diriwayatkan oleh siapa hadits yang dimaksud dan melalui jalur mana
saja, karenanya ada beberapa penulis ilmu tertentu memasukan hadits didalamnya melelalui
jalur yang di ketahuinya tanpa merujuk kitab tertentu.[6] Misalnya al-Thabari dalam kitab
tarihnya, Imam Syafi’i dalam menulis kitab ar-Risalah atau al-Umm dan Ibn Katsir dalam
menulis tafsirnya memasukan hadits dengan jalurnya sendiri.
Ketika semangat belajar generasi berikutnya semakin lemah, mereka kesulitan untuk
mengetahu tempat–tempat hadits yang dijadikan rujukan ilmu-ilmu syar’i, bahkan yang
lebih fatal mereka seringkali mengambil hadits atau dalil dengan cara merujuk kitab-kitab
sembarangan, disisi lain, tidak semua hadits yang dimuat dalam buku rujukan berkualitas
layak. Maka untuk menjawab berbagai permasalahan sebagaian dari ulama bangkit dan
memperlihatkan hadits hadits yang ada pada sebagaian kitab dan menjelaskan sumbernya
dari kitab-kitab as-sunnah yang asli, menjelaskan metodenya, dan menerangkan hukumnya
dari yang shaheh atas yang dhaif, untuk menelusuri hadits atau dalil dan mengkanter hal
tersebut diperlukan ilmu yang disebut tahrij al-hadits.

C.      Tujuan dan Manfaat Takhrij al-Hadits.


Adapun tujuan utama dilakukan tahrij al-hadits diantaranya adalah :
1.      Mengetahui sumber asli asal hadits yang di takhrij.
2.    Mengetahui keadaan/kualitas hadits yang berkaitan dengan maqbul/diterima maupun
mardudnya/ditolaknya.[7]
Sumber-sumber Hadits yang asli dimaksud adalah kitab-kitab Hadits , dimana para
penyusunnya menghimpun Hadits-hadits itu melalui penerimaan dari guru-gurunya
dengan rangkaian sanad yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW, seperti kitab al-
Sittah (sahih al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, al-Nasa’i dan Ibnu Majah).
Adapun penjelasan terhadap nilai-nilai Hadits, diterima atau tidaknya sebuah hadits atau
sahih, hasan atau daifnya dan lain-lain, dilakukan bila perlu saja dan tidak merupakan
yang esensial dalam tahrij.
Takhrij al-Hadits sangat berguna untuk memperluas pengetahuan seseorang tentang seluk
beluk kitab-kitab Hadits dalam berbagai bentuk dan system penyusunannya,
mempermudah seseorang dalam mengembalikan sesuatu Hadits yang ditemukannya
kedalam sumber-sumber aslinya, sehingga dengan demikian akan mudah pula untuk
mengetahui derajat keshahihan tidaknya Hadits tersebut, Selain itu, dengan takhrij al-
Hadits secara tidak langsung seseorang akan mengetahui hadits-hadits lain yang
sebenarnya tidak dicari dan sempat membacanya dalam kitab-kitab itu.
Ismail mengemukakan: sedikitnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya
kegiatan takhrij al-hadits dalam melaksanakan penelitian hadits, yaitu :
1.         Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti;
2.         Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti;
3.         Untuk mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang akan diteliti.
[8]
Sedangkan manfaat dari kegiatan takhrij al-hadits diantaranya adalah :
1.         Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal di mana suatu hadits
berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
2.         Dapat menambah perbendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
dirujuknya, semakin banyak kitab asal yang memuat suatu hadits, semakin banyak
pula perbendaharaan sanad yang kita miliki.
3.         Dapat memperjelas keadaan sanad, dengan membandingkan riwayat hadits yang
banyak itu, maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dal dan lain-
lain, demikian juga dapat diketahui, apakah status riwayat tersebut sahih, hasan atau
daif.
4.         Dapat memperjelas kualitas suatu hadits dengan banyaknya riwayat, suatu hadits
dhaif kadang diperoleh melalui satu riwayat, namun takhrij memungkinkan akan
menemukan riyawat lain yang sahih, hadits yang sahih itu mengangkat kualitas
hadits yang daif tersebut kederajat yang lebih tinggi.
5.         Dapat memperjelas periwayat hadits yang samar, dengan adanya takhrij
kemungkinan dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara lengkap.
6.         Dapat memperjelas periwayat hadits yang tidak diketahui namanya, yaitu melalui
perbandingan diantara sanad yang ada.
7.         Dapat menafikkan pemakaian lambang periwayatan ‘an dalam periwayatan hadits
oleh seorang mudallis.
8.         Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya riwayat dan memperjelas nama
periwayat yang sebenarnya.
9.         Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
10.     Dapat menghilangkan unsur syaz dan membedakan hadits yang mudraj.
11.     Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh
periwayat.
12.     Dapat membedakan antara periwayatan secara lafal dengan periwayatan secara
makna.
13.     Dapat menjelaskan waktu dan tempat turunnya hadits dan lain-lain.[9]
Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al-hadits peneliti dapat mengumpulkan
berbagai sanad dari sebuah hadits, dan juga dapat mengumpulkan berbagai redaksi dari
sebuah matan hadits.
BAB III
KESIMPULAN

A.      Kesimpulan
Kata takhrij  ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫)خرّج‬ yang secara bahasa
berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.
Sedangkan menurut pengertian terminologis, takhrij berarti;
‫راد‬44‫الم‬  ‫ة‬44‫د الحاج‬44‫ ثم بيان مرتبته عن‬.‫االتخريج هو الداللة على موضع الحديث في مصادره األصلية التي أخرجته بسنده‬
.‫ أخرجه البخاري في صحيحه إلخ‬:‫ ذكر المؤلف التي يوجد فيها ذلك الحديث كقولنا مثال‬,‫بالداللة على موضع الحديث‬
“Menunjukkan letak Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) di mana
diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber-sumber yang
asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits
itu bila perlu. Menunjukkan letak suatu Hadits berarti menunjukkan sumber- sumber dalam
Hadits itu diriwayatkan, misalnya pernyataan “Al-Bukhori mengeluarkan Hadits dari kitab
sahihnya”.
Adapun tujuan utama dilakukan tahrij al-hadits diantaranya adalah :
1. Mengetahui sumber asli asal hadits yang di takhrij.
2. Mengetahui keadaan/kualitas hadits yang berkaitan dengan maqbul/diterima
maupun mardudnya/ditolaknya.

B.       Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan maka oleh dari itu saran serta kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaannya.

[1] Nizar Ali, Makalah Studi al-Hadits Program Magister, (Jakarta, 2008), hlm. 2


[2] Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), Cet.II. hlm.
189.
[3] Mahmud at-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid, (Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 1978),
hlm. 9
[4] Nizar Ali, Op.Cit, hlm. 43.
[5] Muhammad Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 42.
[6] Muhammad Zuhri, Hadits Nabi, Telaah Historis dan Metodologis, (Yogjakarta: Tiara Wacana, 2003),
cet. II, hlm. 149.

[7] Nizar Ali, Op.Cit, hlm. 2.
[8] Muhammad Syuhudi Ismail, Op.Cit, hlm. 71.
[9] Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Metodologi Penelitian, (Yogjakarta: 2006), hlm. 11-14.

Anda mungkin juga menyukai