Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

Di ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Stadi Al-qur’an


Dosen Pengampu :
Masyhudan Dardiri, S.Sy, M.H

Disusun Oleh :
Nur Hasanatun Naila (1996144041)
Royatul Islamiyah (1996144049)
Ahmad Akbar Febrian (1996144074)

PROGRAM STUDI AL-QUR’AN


PRODI MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMi
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARI
TEBUIRENG JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syuku kami panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan Rahmat dan
KaruniaNya berupa ilmu pengetahuan dan kesehahtan sehingga kami dapat
meenyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah STUDI
AL-QUR’AN dengan judul ULUM AL-QUR’AN Tak lupa terimakassih juga kepada
teman-teman yang telah memberikan ide-idenya sehingga dapat menyelesaikan maklah
ini bersama-sama.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna,sehingga kami berharap
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar tercapai makalah yang lebih
baik di makalah selanjutnya. Besar harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Jombang,29 Januari 2020

Penyusun kelompok
DAFTAR ISI

COVER
KATAPENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Definisi Ulumul Qur’an
2. Ruang lingkup Ulumul Qur’an
3. Sejarah Ulumul Qur’an
4. Urgensi mempelajari Ulumul qur’an

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran dan Penutup

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam pembahasan makalh ini, marilah kita mengenal lebih jauh mengenai
pengertian dan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur’an.
Al-quran adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW
dengan perantara malaikat jibril sebagai mukjizat.
Al- quran adalah sumber ilmu sebagai kaum muslim yang merupakan dasar-
dasar hukum yang mencakup segala hal.   
A-quran diturunkan dalam Bahasa Arab. Oleh karna itu, ada anggapan bahwa
setiap orang yang mengerti Bahasa Arab dapat mengerti isi Al-quran. Lebih dari itu,
ada orang yang merasa telah dapat  memahami dan menafsirkan Al-quran drngan
bantuan terjemahanya, sekalipun tidak mengerti Bahasa Arab. Padahal orang-orang
Arab sendiri banyak yang tidak mengerti kandungan Al-quran.
Maka dari itu, umtuk dapat mengetahui atau memahami isi kandungan Al-
quran diperlukan ilmu yang mempelajari bagaimana tata cara menafsiri Al-quran
yaitu Ulumul Quran dan juga terdapat faedah-faedahnya. Dengan adanya pembahasan
ini kita sebagai generasi Islam supaya lebih mengenal Al-quran. 

B. Rumusan Masalah
            Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa Definisi dari Ulumul Qur’an?
2. Apa Ruang lingkup Ulumul Qur’an?
3. Bagaimana Sejarah Ulumul Qur’an ?
4. Apa Urgensi mempelajari Ulumul Quran?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui  Definisi Ulumul Qur’an
2. Untuk Mengetahui Ruangng lingkup Ulumul Qur’an
3. Untuk Mengetahui Sejarah Ulumul Qur’an
4. Untuk Mengetahui Urgensi mempelajari Ulumul Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Ulum Al-qur’an

Ulumul Al-quran dalam Bahasa Arab yang artinya ilmu ilmu al-qur’an adalah ilmu
yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berkaitan dengan Al-qur’an.

Adapun Al-qur’an karim adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu di
perkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia di turunkan allah kepad rasulallah .
Mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing
mereka ke jalan yang lurus. Rasuluallah SAW. Menyampaikan Qur’an itu kepada para
sahabatnya orang-orang arab asli sehingga mereka dapat memahaminya berdasarkan naluri
mereka.

Bukhari dan Muslim serta yang lainnya meriwayatkan dari Ibn Mas’ud dengan
mengatakan: banyak orang yang meresah resah. Lalu mereka bertanya kepada Rasuluallah
SAW ‘Ya Rasuluallah, siapakah di antara kita yang tidak berbuat kezaliman terhadap
dirinya? ’Nabi menjawab: ‘kezaliman disini bukan seperti yang kamu pahami. Tidak kah
kamu pernah mendengar apa yang telah dikatakan oleh seorang hamba Allah yang shaleh
sesungguhnya kemusyrikan adalah bener-bener kezaliman yang besar . jadi yang dimaksud
dengan kezaliman di sini ialah kemusyrikan.’’’

2. Ruang Lingkup dan Pembahasan Ulumul Qur’an

Ruang lingkup dan pembahasan ulumul Qur’an sangat luas. Dalam kitab Al-itqon, al-
suyuti, menguraikan sebanyak 80 cabang ilmu. Dari tiap-tiap cabang terhadap beberapa
macam cabang ilmu lagi. Kemudian al-suyuti mengutip Abu Bakar ibnu Al-arabi yang
mengatakan bahwa ulumul qur’an terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini di dasarkan kepada jumlah
kata yang terdapat dalam Al-quran dengan dikalikan 4.
Sebab, setiap kata dalam Al-quran mengandung makna dzahir, batin, terbatas, dan tidak
terbatas. Perhitungan ini dilihat dari sudut bentuk mufrodatnya. Adapun dilihat dari sudut
hubungan kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung. Menurut Quray
Shihab, materi pembahasan ulumul qur’an dapat dibagi dalam 4 komponen:

1. Pengenalan terhadap Al-quran


2. Qaidah-qaidah tafsir
3. Metode-metode tafsir
4. Kitab-kitab tafsir dan ilmu tafsir

Sementara itu Jalal Al-din Al-Bulqini membagi kajian ilmu Al-quran menjadi 6 kelompok
besar:
1. Nuzul
2. Sanad
3. Ada’
4. Al-fadz
5. Ma’nan muta’alliq bi Al-ahkam
6. Ma’nan muta’alliq bil Al-fadz.

Enam kelompok ini dibagi lagi menjadi 50 persoalan seputar pembahasan ulumul
qur’an senada dengan pandangan Al-bulqiny, Hasby Al-siddiqy berpendapat dari segala
macam pembahasan ulumul qur’an itu kembali ke beberapa pokok pembahasan saja seperti:

1. Nuzul
Adalah ayat-ayat yang menunjukkan tempat dan waktu turunya ayat Al-quran misalnya
makkiyah, madaniyah, hadhaliyah, safariyah, nahariyah, lailiyah, sittaiyah, saifiyah, dan
firasiyah.

2. Sanad
Adalah sanad yang mutawattir, ahad, sayadz, bentuk-bentuk qiraat nabi, para periwayatan
dan para penghafal Al-quran, dan cara tahammul (penerimaan riwayat).

3. Ada’ Al-Qiru’ah
Menyangkut waqaf, ibtida’, imalah, mad, takhfif, idghom.

4. Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-quran, yaitu tentang gharib, mu’rab, majaz,
mustarak, murodif, istiarah, dan tasybih.

5. Pembahasan makna Al-qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang
bermakna ‘am dan tetap dalam keumumanya, ‘am yang dimaksudkan khusus, ‘am yang
dikhususkan oleh Sunnah, nash, dzahir, mujmal, mufashal, mantuq, mafhum, muthlaq,
muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nashiqoh, Mansukh, muqoddam, muakkad,
mamul, pada waktu tertentu dan mamul oleh seorang saja.

6. Pembahasan makna Alqur’an yang berhubungan dengan lafadz yaitu fasl, wasl, ijaz, itnab,
musawah dan qasar.

3. Sejarah Ulum Al-qur’an

Pada Jaman Rasulullah, Rasulullah telah mengangkat para penulis wahyu qur’an dari
sahabat-sahabat terkemuka, seperti Ali, Mu’awiyah, ‘Ubai bin Ka’b dan Zait bin Sabit. Bila
ayat turun, ia memerintahkan mereka menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut
dalam surga, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan di dalam hati.
Di samping itu sebagian sahabatpun menuliskan Qur’an yang turun itu atas kemauan
mereka sendiri, tampa di perintah oleh nabi; mereka menuliskannyan pada pelepah kurma,
lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang
binatang. Zait bin Sabit berkata: ‘kami menyusun Qur’an di hadapan Rasullah pada kulit
binatang.
Ini menunjukan betapa besar kesulitan yang di pikul para sahabat dalam menuliskan
Qur’an. Alat-alat tulis tidak cukup tersedia bagi mereka, selain sarana-sarana tersebut. Dan
dengan demikian, penulisan qur’an semakin menambah pengafalan mereka.
Para sahabat senatiasa menyodorkan Qur’an kepada Rasullah baik dalam bentuk
hapalan maupun tulisan.
Tulisan-tulisan Quran pada masa Nabi tidak terkumpul dalam sati mushaf: pada
seseorang belum tentu di muliki oleh yang lain. Para ulama’ telah menyampaikan bahwa
segolongan dari mereka, di antaranya Ali bin Abi Talib, Mu’az bin Jabal, Ubai bin Ka’b,
Zaid bin Sabit dan Abduallah bin Mas’ud telah menghafal seluruh isi Qur’an di masa
Rasuluallah. Dan mereka mrnyebutkan pula Zaid bin Sabit adalah orang yang terakhir kali
membacakan Qur’an di hadapan Nabi di antara mereka yang disebutkan di atas.
Rasuluallah berpulang kerahmatullah di saat Qur’an telah di hafal dan tertulis dalam
mazhab dengan susunan seperti di sebutkan di atas; ayat-ayat dan surah-surah di pisahkan
atau di tertibkan ayat-ayatnya saja dan setiap surah berada dalam satu lembaran secara
terpisah dan dalam tujuh huruf, tetapi Qur’an belum di kumpulkan dalam satu muzhab yang
menyeluruh (lengkap).
Bila wahyu turun segeralah di hafal oleh para qurra (orang yang menghapalkan
wahyu) dan di tulis oleh para penulis; tetapi pada saat itu belum di perlukan mebukukannya
dalam satu muzhab, sebab nabi selalu menanti turunnya wahyu dari waktu kewaktu. Di
samping itu terkadang pula terdapat ayat yang me-nasikh (menghapuskan) sesuatu yang
turun sebelumnya. Susunan atau tertib penulisan Qur’an itu tidak menurut tertib nuzulnya,
tetapi setiap ayat yang turun di tuliskan di tempat penulisan sesuai dengan petunjuk Nabi. Ia
menjelaskan bahwa ayat ini harus di letakkan dalam surah ini.
Andaikata (pada masa Nabi) Qur’an itu seluruhnya di kumpulkan di antara dua
sampul dalam satu mushaf, hal yang demikian tentu akan membawa perubahan bila wahyu
turun lagi. Az-Zarkasyi berkata: “Qur’an tidak di tulisakan dalam satu mushaf pada zaman
Nabi agar ia tidak berubah pada setiap waktu. Oleh sebab itu, penulisannya di lakukan
kemudian sesudah Qur’an selesai turun semua, yaitu dengan wafatnya Rasuluallah.”
Dengan pengertian inilah di tafsirkan apa yang di riwayatkan dari Zaid bin Sabit yang
mengatakan: “Rasuluallah telah wafat sedangkan Qur’an belum di kumpulkan sama sekali.”
Maksudnya ayat-ayat dan surah-surahnya belum di kumpulkan secara tertib dalam satu
mushaf.
Al-Khattabi berkata: “Rasuluallah tidak mengumpulkan Qur’an dalam satu mushaf
itu karena ia senantiasa menunggu ayat nasikha terhadap sebagian hukum-hukum atau
bacaannya.
Sesudah berakhir masa turunnya dengan wafatnya Rasuluallah maka Allah meng
ilhamkan penulisan mushaf secara lengkap kepada para Khulafaur Rasidin sesuai dengan
janjinya yang bener kepada umat ini tentang jaminan pemeliharaannya. Dan hal ini terjadi
pertama kalinya pada masa Abu Bakar atas pertimbangan usulan Umar.
Al-qur’an pertama kali di kumpulkan pada masa Khalifah Abu Bakar setelah
terjadinya perang yamamah. Abu bakar menjalankan urusan Islam sesudah wafatnya
rasulullah. Yang dihadapkan kepada peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan kemurtadan
sebagian orang Arab. Karna itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkanya untuk
memerangi orang yang murtad itu. Peperangan yang terjadi pada tahun 12 hijriyyah
melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Alquran. Dalam peperangan ini 70 qari dari
para sahabat gugur.
Umar bin Khathab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap
Abu bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Qur’an
karna dikhawatirkan akan musnah, karna peperangan yamamah telah banyak membunuh para
qari. Di segi lain Umar merasa khawatir juga kalo peperangan di tempat tempat lain akan
membunuh banyak khari pula sehingga Qur’an hilang dan musnah. Abu Bakar menolak
usulan ini dan berkeberatan melakukan apa yang tidak pernah di lakukan Rasuluallah.
Tetapi umar tetap membujuknya, sehingga Allah membukakan hati Abu Bakar untuk
menerima usulan umar tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Sabit,
mengingat jedudukannya dalam qira’at penulisan, pemahaman dan kecerdasannya serta
kehadirannya pada pembacaan yang terakhir kali. Abu Bakar menceritakan kepadanya
kekhawatiran dan usulan Umar. Pada mulanya Zaid menolak seperti halnya Abu Bakar
sebelum itu.
Keduanya lalu bertukar pendapat, sampai akhirnya Zaid dapat menerima lapang dada
perintah penulisan Qur’an itu. Zaid bin Sabit memulai tugasnya yang berat ini dengan
bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para qura dan catatam yang ada pada para penulis
kemudian lembaran-lembaran (kumpulan) itu di simpan di tangan Abu Bakar. Setelah wafat
pada tahun 1H, lembaran-lembaran itu berpindah ketangan Umar dan tetep berada di
tangannya sehingga ia wafat.
Kemudian mushaf itu berpindah ketaman hapsah, putri umar. Pada permulaan
kekhalifahan Usman, Usman memintanya dari tangan Hafsah.
Sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ulum al-Qur’an tidak lahir sekaligus,
melainkan melalui proses pertumbuhan dan perkembangan. Istilah ulum al-Qur’an itu sendiri
tidak dikenal pada masa awal pertumbuhan Isam. Istilah ini baru muncul pada abad ke 3,
tapi sebagaian ulama berpandangan bahwa istilah ini lahir sebagai ilmu yang berdiri sendiri
pada abad ke 5.
Karena ulumul Qur’an dalam arti, sejumlah ilmu yang membahas tentang Al-
Qur’an, baru muncul dalam karya Ali bin Ibrahim al-Hufiy (w.340), yang berjudul al-
Burhan fiy Ulum al-Quran (Al Zarqaniy :35).
Untuk mendapatkan gambaran tentang perkembangan ulum al-Qur’an, berikut ini
akan diuraikan secara ringkas sejarah perkembangannya.
Pada masa Rasulullah saw, hingga masa kekhalifahan Abu Bakar (12 H–13 H) dan
Umar (12 H-23H) ilmu Al-Qur’an masih diriwayatkan secara lisan. Ketika zaman
kekhalifaan Usman (23H-35H) dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non
Arab, pada saat itu Usman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegangan pada mushaf
induk, dan membakar mushaf lainnya yang mengirimkan mushaf kepada beberapa daerah
sebagai pegangan.
Dengan demikian, usaha yang dilakukan oleh Usman dalam mereproduksikan
naskah Al-Qur’an berarti beliau telah meletakkan dasar ilm rasm al-Qur’an (Subhiy Salih:
1977).
Selanjutnya, pada masa kekhalifaan Ali bin Abi Thalib, (35H-40H) beliau telah
memerintahkan Abu al-Aswad al-Duwali (w.69 H) untuk meletakkan kaedah-kaedah bahasa
Arab. Usaha yang dilakukan oleh Ali tersebut, dipandang sebagai peletakan dasar ilmu I’rab
al-Qur’an.

Adapun tokoh-tokoh yang berjasa dalam menyebarkan ulum al- Qur’an


melalui periwayatan, adalah :

1. Khulafa al-Rasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa
al-Asya’ariy, dan Abdullah bin Zubair. Mereka itu dari golongan sahabat.
2. Mujahid, Ata, Tkrimah, Qatadah, Hasan Basri, Said bin Jubair, dan Zaid bin Aslam. Mereka
golongan tabi’in di Madinah.
3. Malik bin Anas, dari golongan tabi’I tabi’in, beliau memperoleh ilmunya dari Zaid bin
Aslam.
4. Mereka inilah yang dianggap orang-orang yang meletakkan apa yang sekarang ini
dikenal dengan ilmu tafsir, ilmu asbab al-Nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu garib
al-Qur’an, dan lain-lain. (Al Zarqaniy : 30 – 31)

Pada abad kedua hijriah, upaya pembukaan ulum al-Qur’an mulai dilakukan, namun
pada masa ini perhatian ulama lebih banyak terfokus pada tafsir. Diantara ulama tafsir pada
masa ini adalah : Sufyan Sau’ry (w.161 H), Sufyan bin Uyainah (w.198 H). wakil-wakil al-
Jarah (w.197 H), Sybah bin al-Hajjaj (w.160 H). Muqatil bin Sulaiman (w.150 H). Tafsir-
tafsir mereka umumnya memuat pendapat-pendapat sahabat dan tabi’in. (Abu Syahbah:
1992).
Pada masa selanjutnya, abad ke 3 H, muncullah Muhammad ibn Jarir al-Tabariy
(w.310 H) yang menyusun kitab tafsir yang bermutu karena banyak memuat
hadis-hadis sahih, ditulis dengan rumusan yang baik. Di samping itu, juga memuat
I’rab dan kajian pendapat.
Pada abad ke 4 H, lahir beberapa kitab ulum al-Qur’an, seperti: Aja’ib ulum al-
Qur’an karya Abu Bakar Muhammad ibn al-Qasim al-Anbary (w.328 H), dalam kitab ini
dibahas tentang kelebihan dan kemuliaan Al-Qur’an, turunnya Al-Qur’an dalam tujuh huruf,
penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan kata dalam Al-Qur’an.
Di samping itu, Abu al-Hasan al-Asy’ary (w.324 H) menyusun kitab al-
Mukhtazan fiy Ulum al-Quran, Abu Bakar al-Sajastaniy (w.330 H) menyusun kitab tentang
Garib al-Qur’an, Abu Muhammad al-Qasab Muhammad ibn Ali al-Karkhiy (w.sekitar 360 H)
menyusun kitab Nakt al-Qur’an al-Dallah al-Bayan fiy Anwa al-Ulum wa al-Ahkam al-
Munabbiah’an Ikhtilaf al-Anam. Pada masa ini juga Muhammad ibn Ali al-Adfawiy
(w.388 H) menyusun al-Istigna’ fiy Ulum al-Qur’an.
Demikianlah perkembangan ulum al- Qur’an pada abad pertama hingga abad
keempat, dapat dilihat bahwa para tokoh hanya membahas cabang-cabang ulumu al –
Qur’an, secara terpisah-pisah.
Selanjutnya, pada pada abad ke 5 muncullah Ali bin Ibrahim ibn Sa’id al Hufiy
(w.430 H) yang menghimpun bagian-bagian dari ulum al Qur’an dalam karyanya al-Burhan
fiy Ulum al-Qur’an. Dalam kitabnya ini, beliau membahas Al-Qur’anmenurut suruh dalam
mushaf, selanjutnya beliau menguraikannya berdasarkan tinjauan al-Nahwu dan al-Lugah,
kemudian
mensyarahnya dengan tafsir bi al-Masur dan tafsir bi al-Ma’qul, lalu dijelaskan pula tentang
waqaf (aspek qira’at), bahkan tentang hokum yang terkandung dalam ayat.
Atas dasar inilah maka uluma menganggap al-Hofiy sebagai tokoh pertama yang
membukukan ulumul Qur’an. (Manna al Qattan : 1973)
Selanjutnya, pada abad ke-6, Ibn al-Jauziy (w.597 H) menyusun kitab Funun al-
Afinan fiy Ulum al-Qur’an, dan kitab al-Mujtaba fiy Ulum Tata’allaq bi al-Qur’an.
Selanjutnya disusul oleh Alamuddin al-Sakhawiy (w.641 H) pada abad ke 7 H dengan
kitabnya yang berjudul Jamal al-Qurra wa Kamal al-Iqara, kemudian Abu Syamah (w.665
H) menyusun kitab al-Mursyid al-Wajid fiy Ma Yata’allahq bi al-Qur’an al-Aziz. Pada abad
ke 8 al-Zarkasyi (w.794 H) menyusun kitab al-Burhan fiy Ulum al-Qur’an.
Lalu pada abad 9, Jalal al-Din al-Bulqniy (w.824 H) menyusun kitab Mawaqi’ al-
Ulum fiy Mawaqi al-Nujum. Pada masa ini pula Jalal al-Din al-Sayoty (w.911 H) menyusun
kitab al-Tahbir fiy Ulum al-Tafsir dan kitab al-itqan fiy Ulum al-Qur’an. Setelah wafatnya al-
Sayuti pada tahun 911 H, seolah-olah perkembangan ulum al-Qur’an telah mencapai
puncaknya, sehingga tidak terlihat penulis-penulis yang memiliki kemampuan seperti
beliau.
Hal ini menurut Ramli Abdul Wahid (1994) disebabkan karena meluasnya sikap
taklid di kalangan umat Islam, yang dalam sejarah ilmu-ilmu agama umumnya mulai
berlangsung setelah masa al-Sayuti (awal abad ke -10 H) sampai akhir abad ke-13 H.
Selanjutnya, sejak penghujung abad ke-13 H hingga saat ini, perhatian ulama
terhadap ulum al-Qur’an bangkit kembali. Pada masa ini pembahasan dan pengkajian
Al-Qur’an tidak hanya terbatas pada cabang-cabang ulum al-Qur ’an namun juga al-Qur’an
kedalam bahasa asing. Juga telah disusun berbagai kitab ulum al-Qur’an, diantaranya ada
mencakup bagian-bagian (cabang-cabang) ulum al-Qur’an secara keseluruhanya, ada pula
yang hanya sebagian.
Diantaranya ulama yang menyusun kitab Ulumul Qur’an yang mencakup sebagian
besar cabang-cabangnya adalah Tahir al-Jazayiri dalam bukunya : al-Tibyan li Ba’d al-
Mabahis al-Muta’alliqah bi al-Qur’an pada tahun 1335 H. begitu pula Syekh Mahmud Abu
Daqiqah, seorang ulama besar al-Azhar, menyusun kitab tentang ulum al-Qur’an.
Setelah itu, Muhammad Ali selama menyusun kitab Manhaj al-Furqan fiy Ulum
al-Qur’an yang mencakup berbagai cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an. Kemudian disusul oleh
Muhammamd Abd al-Azim al-Zarqaniy dengan bukunya Manihil irfan Fiy Ulum al-Qur’an.
Selanjutnya, Ahmad Aliy menyusun kitab Muzakkirah Ulum al-Qur’an dan Subhi Salih
menyusun kitab Mabahis fiy Ulum Qur’an.(Manna al Qattan :hal. 15)
Kitab-kitab lain yang juga lahir pada masa ini adalah Mahabis fiy Ulum al-Qur’an,
karya Manna’ al-Qattan, al-Tibyan fiy Ulum al-Qur’an, karya Ali al-Saboni, Ulum al-
Qur’an wa al-Hadis, karya Ahmad Muhammad Ali Daud. Dalam bahasa Indonesia dikenal
pula T.M. hasbi sh-Shiddieqy dengan karyanya: Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

4. Urgensi mempelajari ulumul quran

Ulumul quran sebagai dari ilmu yang memiliki koelasi positif dengan al-Quran
memiliki urgensi yang sangat penting untuk mempelajarinya, diantaranya adalah :

1. Untuk memahami kandungan kalamullah yaitu al-Quran.


2. Untuk mengetahui cara dan gaya serta methode yang digunakan oleh para musafir
dalam menafsirkan al-Quran disertai dengan penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir
kenamaan dan kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.
3. Untuk mengetahui persyarata-persyaratan dalam menafsirkan al-Quran.

Oleh karena itu, dengan mempelajari ulumul quran seseorang diharapkan dapat
memahami, menafsirkan dan menerjemahkan al-quran dan mempertahankan kesucian dan
kebenaran al-Quran. Begitu pentingnya mempelajari ulumul quran, sehingga az-Zarqoni
mengibaratkan ulumul quran, sebagai anak kunci bagi para mufasir sehingga sehingga
Manna’ Khalil al-Qattan menyebutnya dengan istilah ushul tafsir (dasar-dasar tafsir).
Karena yang dikaji adalah yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang harus
diketahui oleh seoarang mufassir sebagai sandaran dalam memahami makna-makna yang
tersurat maupun yang tersirat dalam al-Quran dan sebagai salah satu cara dalam menggali
ajaran-ajaran yang masih terpendam, menangkap isyarat-isyarat dan makna yang
tersembunyi, menafsirkan al-quran serta menjadikanya sebagai legislasi al-Quran.
Pembahasan tentang ulumul quran adalah meliputi semua ilmu yang berkaitan dengan
al-Quran itu sendiri, yaitu berupa ilmu tentang asbabun nuzul, urutan-urutan pengumpulanya,
penulisanya, qiraatnya, tafsirnya, kemukjizatanya, nasikh dan manshuknya, ayat-ayat
makiyah dan madaniyah, ayat muhkam dan mutasyabih, ilmu gharib al-Quran, ilmu bada’ al-
Quran, ilmu tansabul ayat al-Quran, aqsam al-quran, amtsal al-Quran, ilmu jidal al-Quran,
ilmu adabul tilawah al-Quran dan sebagainya.

REFERENSI :
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Mabahist Fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Mudzakir AS
dengan judul Studi Ilmu-ilmu Quran, cet II, Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa.1994.
Mahmud Adnan, Laonso Hamid, ulumul quran. Restu ilahi, Jakarta. 2005.
BAB III
PENUTUP

A. KESEIMPULAN
Berdasarkan dari makalah di atas Al-Qur’an sebagai “Hudan linnas” dan “Hudan
Lilmuttaqin “, maka untuk memahami kandungan Al-Qur’an agar mudah di terapkan dalam
pengamalan hidup sehari-hari memerlukan pengetahuan dalam mengetahui arti/maknanya,
Ta’wil, dan Tafsirnya sesuai dengan yang di contohkan Rasulullah SAW. Sehingga
kehendak tujuan Ayat AL-Qur’an tersebut tepat sasarannya.
Terjemah, Tafsir, dan Ta’wil di perlukan dalam memahami isi kandungan ayat-ayat
Al-Qur’an yang mulia. Pengertian terjemah lebih simple dan ringkas karna hanya merubah
arti dari Bahasa yang satu kebahasa yang lainnya. Sedangkan istilah tafsir lebih luas dari kata
terjemah dan ta’wil,di mana segala sesuatu yang berhubungan dengan Ayat, surat, Asbabun
nuzul, dan lain sebagainya di bahas dalam tafsir yang bertujuan untuk memberikan
kepahaman isi Ayat atau Surat tersebut, sehingga mengetahui maksud dan kehendak Firman-
Firman Allah SWT tersebut.

B. SARAN DAN PENUTUP


Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang ULUMUL QUR’AN .makalah inipun
tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang di capai. Adapun kiranya
terdapat kritik, saran maupun teguran di gunakan sebagi penunjang pada makalah ini.
Sebelumnya dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan. Manna’ Khalil, studi ilmu-ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al-Qattan; diterjemahkan
dari Bahasa Arab oleh Mudzakir AS. Cet. 16. Bogor:pustaka Litera Antar Nusa,2013.
Al-Qattan. Manna’ Khalil, studi ilmu-ilmu Qur’an / Manna’ Khalil al-Qattan; diterjemahkan
dari Bahasa Arab oleh Mudzakir AS. Cet. 17. Bogor:pustaka Litera Antar Nusa,2016

29 – Ulum Al Qur”an Sejarah dan Perkembangannya


jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No.1, Juni 2013

yang ada sebelumnya, melainkan telah berkembang, misalnya penterjemah Al-

Wahyudin dan Saifulloh - 26


jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No.1, Juni 2013

27 – Ulum Al Qur”an Sejarah dan Perkembangannya


jsh Jurnal Sosial Humaniora, Vol 6 No.1, Juni 2013 Pada abad kedua hijriah, upaya
pembukaan ulum al-Qur’an mulai dilakukan,

Anda mungkin juga menyukai