Anda di halaman 1dari 48

BAB II

PENGKAJIAN SISTEM PENGOLAHAN

2.1 Bahan Baku


a. Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang
mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Kelapa
sawit juga merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup penting
sebagai penghasil devisa negara sesudah minyak dan gas. Indonesia merupakan
negara produsen dan eksportir kelapa sawit terbesar dunia (BPS, 2014).
Perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia juga telah menyebar ke
berbagai daerah dan menjadi tanaman unggulan perkebunan. Hal ini disebabkan
kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditas pertanian Indonesia yang
pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis dalam perekonomian
nasional (Departemen Perindustrian, 2009), serta mampu menjadi pendorong
perekonomian yang baik. Saat ini luas areal perkebunan produksi minyak kelapa
sawit terus bertambah seperti dapat dilihat dari Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Luas Areal Perkebunan dan Produksi Minyak Kelapa Sawit
Indonesia dari Tahun 2000-2015
Luas Areal Perkebunan Produksi Minyak
Tahun
(Ha) Kelapa Sawit (Ton)
2009 7.949.389 21.390.326
2010 8.548.828 22.496.857
2011 9.102.296 23.995.973
2012 10.133.322 26.015.519
2013 10.465.020 27.782.004
2014* 10.956.231 29.344.479
2015** 11.444.808 30.948.931
Sumber : BPS (2014)
Keterangan : * = Data Sementara
** = Data Sangat Sementara
Berdasarkan data pada Tabel 2.1, dapat diketahui bahwa luas areal perkebunan
kelapa sawit Indonesia selama tujuh tahun terakhir cenderung menunjukkan
peningkatan sekitar 3,27%-11,33% per tahun. Pada tahun 2009 lahan perkebunan

5
kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 7.949.389 Ha, meningkat menjadi 10.465.020
Ha pada tahun 2013. Pada tahun 2014 diperkirakan luas areal perkebunan kelapa
sawit masih meningkat sebesar 491.211 Ha atau sekitar 4,69% dari tahun 2013
menjadi 10.956.231 Ha dan di tahun 2015 meningkat sebesar 488.577 Ha atau
sekitar 4,46% menjadi 11.444.808 Ha.

2.2 Produk
a. Biogasoline
Gasoline adalah suatu campuran yang kompleks yang mempunyai antara 6
sampai 11 atom karbon. Rentang titik didih senyawa gasoline antara 40 oC sampai
220oC. Sifat pembakaran yang dinyatakan dalam angka oktan, sifat volatilitas seperti
kurva distilasi dan Read Vapor Pressure (RVP), dan sifat stabilitas (Budiaman, dkk.,
2010). Biogasoline (bio-bensin) merupakan jenis gasolin (bensin) yang terbuat dari
sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Jenis biogasoline adalah jenis premium
dengan proses konversi, yaitu proses untuk mengubah ukuran dan struktur senyawa
hidrokarbon (Rahayu, 2012). Biogasoline dapat diproduksi dengan proses
hydrocracking, dimana hydrocracking merupakan proses pemutusan rantai karbon
panjang menjadi rantai karbon lebih pendek dengan bahan baku minyak nabati. Hal
ini dapat dilakukan karena minyak nabati terdiri dari komponen asam lemak dengan
rantai karbon panjang (Rasyid, dkk., 2015). Sifat-sifat fisika gasoline dapat dilihat
pada tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisika Gasoline
Sifat Fisika Gasoline
Formula kimia C4 – C10
% berat
Karbon 85 – 88
Hidrogen 12 – 15
Oxigen 0
Nilai Oktan
Research Octane 90 – 100
Motor Octane 81 – 90
Densitas (lb/gal) 6,0 – 6,5
Titik didih (oF) 80 – 437
Titik beku (oF) -40
Titik nyala (oF) -45
Nilai Panas
Tinggi (Btu/gal) 124800

6
Rendah (Btu/gal) 115000
Panas Spesifik (Btu/lb oF) 0,48
(Wiratmaja, 2010)

2.3 Penggunaan Katalis


Zeolite adalah kristal alumina silikat yang memiliki bentuk pori teratur
(Sadeighbeigi, 2000). Zeolite merupakan salah satu kelompok penting dari katalis
padat. Dalam industri petrokimia zeolite digunakan untuk perengkahan (cracking)
dan isomerisasi (Sprung dan Weckhuysen, 2014Dasar bangunan silika-alumina dari
zeolit adalah tetrahedral. Masing-masing tetrahedral terdiri dari atom silika atau
alumina pada bagian tengah tetrahedral dengan atom oksigen pada bagian sudut
(Sadeighbeigi, 2000). Struktur bangun utama dari zeolite dapat dilihat pada gambar
2.1 berikut.

Gambar 2.1 Struktur Bangun Utama dari Zeolit (Georgiev, dkk., 2009)
Saat ini lebih dari 150 zeolit yang telah disintesis. Beberapa zeolit sintesis yang
umum adalah zeolit A, X, Y dan ZSM-5 (Polat, dkk., 2004). Komisi dari
International Zeolite Association (IZA) memberikan informasi dari semua tipe zeolit.
Ada tiga kode huruf (seperti : FAU untuk X dan Y zeolit, MFI untuk ZSM-5, LTA
untuk zeolit A dan lainnya) sebagai tanda dari masing-masing struktur zeolit
(Figueiredo, dkk., 2008). Jenis dari ukuran dan model oksigen packing dari zeolit
dapat dilihat dari tabel 2.4 karakteristik beberapa katalis.
Table 2.4 Karakteristik Beberapa Katalis
Katalis Kristalinitas Struktur Ukuran Luas Kation Selektifitas
pori permukaan
(Ao) (m2/g)
Silica Amorf Na 114 211 Netral Tidak
Ɣ-Silika Amorf Na 149 241 Netral Tidak
Silica- Amorf Na 31,5 321 Netral Tidak

7
Alumina
USY Sangat Cubic 7,4 H
mengkristal
Modernite Sangat Ortohombik 6,7 112 H
mengkristal
Erionite Sangat Heksagonal 3,8 “N” Sangat
mengkristal tinggi
ZSM-5 Sangat Tetrahedral 5,5 425 H Sangat
mengkristal tinggi
(Benson, 2008)

2.4 Teknologi Cracking


Perengkahan (cracking) merupakan proses dekomposisi secara termal yang
terjadi pada hidrokarbon rantai panjang yang memiliki titik didih relatif tinggi
menjadi hidrokarbon dengan fraksi lebih ringan (titik didih lebih rendah) yang
memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Proses cracking dapat dijalankan dalam 3
metode, yaitu catalytic cracking, thermal cracking dan hydrocracking.
2.4.1 Catalytic cracking
Catalytic cracking atau perengkahan berkatalis adalah suatu cara untuk
memecah hidrokarbon kompleks menjadi molekul yang lebih sederhana (Tadeus,
dkk., 2013). Penggunaan katalis dalam perengkahan dapat mengurangi terjadinya
reaksi samping yang tidak diinginkan (Nugrahanti dan Istiqomah, 2014). Katalis
yang digunakan umumnya adalah katalis heterogen yang memiliki luas permukaan
dan situs asam yang tinggi. Katalis dibuat dengan mendispersikan satu atau lebih
logam aktif kedalam bahan pengemban sebagai katalis (Sihombing, dkk., 2014).
Dewasa ini proses catalytic cracking lebih umum diterapkan dibanding proses
thermal cracking. Hal ini dikarenakan catalytic cracking memberikan lebih banyak
produk berupa gasoline dengan nilai oktan yang lebih tinggi serta yield untuk produk
gas dan minyak bakar (fuel oil) lebih kecil. Gas yang dihasilkan dari proses catalytic
cracking lebih banyak mengandung olefin dibanding dengan hasil proses thermal
cracking (Nugrahanti dan Istiqomah, 2014).
2.4.2 Thermal Cracking
Thermal cracking merupakan proses petrokimia dimana produk yang
dihasilkan berupa olefin, seperti etilen, propilen, buten, butadien, dan juga aromatik

8
seperti benzen, toluen, dan xylen. Reaksi perengkahan merupakan reaksi pemecahan
rantai karbon pada suhu yang cukup tinggi. Pada proses perengkahan ini, umpan
berupa hidrokarbon rantai panjang diinjeksi dengan steam untuk memecah molekul
hidrokarbon (Nugrahanti dan Istiqomah, 2014). Reaksi dilakukan dalam reaktor pipa
atau langsung di dalam suatu furnace. Reaksi perengkahan terjadi pada suhu di atas
637 oC tanpa katalis dan tekanan atmosferis (Kuncoro dan Mahasti, 2010).
2.4.3 Hydrocracking
Hydrocracking merupakan proses pemutusan rantai karbon panjang menjadi
rantai karbon lebih pendek (Burnens dkk., 2011). Hydrocracking merupakan suatu
metode untuk mengkonversi trigliserida pada minyak nabati menghasilkan campuran
senyawa hidrokarbon rantai lurus (n-C15-n-C18) yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif. Proses ini dilakukan dengan bantuan suatu katalis dan
berlangsung pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi (Dahyaningsih, dkk.,
2013). Bantuan katalis bertujuan untuk menurunkan suhu dan tekanan pada saat
reaksi. Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit yang telah diaktivasi
(Nasruddin dan Gatot, 2010).
Proses diterapkan dalam memproduksi biogasolin, biokerosin, dan biogasoil
dengan bahan baku minyak nabati. Hal ini dapat dilakukan karena minyak nabati
terdiri dari komponen asam lemak dengan rantai karbon panjang, seperti : laurat,
Palmitat, Stearat, Oleat, Linoleat, Linolenat, Arachidat, dan lain-lain (Rasyid, 2015).
Proses ini memberikan konversi yang tinggi, yield ke arah middle distilat juga tinggi,
kualitas alkana yang dihasilkan mepunyai bilangan setana yang tinggi (Nugroho,
dkk., 2014). Pada tabel 2.5 berikut merupakan pemilihan proses teknologi cracking.
Tabel 2.5 Pemilihan Proses Teknologi Cracking
Faktor Pertimbangan
Jenis Proses Kondisi
Teknologi Proses Peralatan
Operasi
Thermal Menghasilkan cake lebih banyak Reaktor fixed
Suhu tinggi
Cracking dan yield dari fraksi ringan kecil bed
Catalytic - Adanya katalis dapat Reaktor Suhu lebih
Cracking mempercepat reaksi fluidized bed rendah
- Katalis dapat mengurangi
reaksi samping yang tidak

9
diinginkan
Hidrogen dapat mengurangi
Catalytic terbentuknya cake dan Reaktor Suhu lebih
Hydrocracking meningkatkan yield dari fraksi fluidized bed rendah
ringan
(Nurhayanti dan Istiqomah, 2014)

2.5 Seleksi Proses


Dari jenis-jenis proses pembuatan biogasoline diatas yaitu dapat dilihat bahwa
proses hydrocracking akan menghasilkan yield biogasoline yang tertinggi. Oleh
karena itu, pada tugas akhir pra rancangan pabrik ini digunakan proses
hydrocracking dan menggunakan reaktor fluidized bed yang mempunyai perpindahan
panas dan massa yang baik dan menggunakan gas hidrogen sebagai gas untuk
menghidrogenasi dan mencegah deaktivasi pada katalis yang ada didalam rektor
tersebut.

2.6 Deskripsi Proses Utama


Proses pembuatan bio oil dengan pirolisis cepat terdiri dari tiga proses utama
yaitu:
1. Tahap persiapan bahan baku
2. Proses hydrocracking
3. Tahap pemurnian
2.6.1 Tahap Persiapan Bahan Baku
CPO atau palm oil mill dikumpulkan dari beberapapa pabrik PKS. Kemudian
disimpan di tanki penyimpanan CPO. Adapun katalis yang dipakai yaitu zeolit yang
dibeli dengan kondisi telah teraktivasi.

2.6.2 Proses Hydrocracking


Proses utama dari pembuatan biogasoline dari CPO adalah proses
hydrocracking. Pada proses hydrocracking ini menggunakan suhu 380-420 oC dan
gas hidrogen sebagai fluidisasi di dalam reaktor. Kompresor digunakan untuk
menaikkan tekanan hidrogen tersebut. Selanjutnya bahan baku CPO yang ada di
dalam reaktor fluidized bed dipanaskan melalui jaket reaktor. Gas yang dihasilkan

10
dari proses ini dialirkan ke dalam cyclone untuk memisahkan antara gas dan padatan.
Padatan tersebut kemudian ditampung di tanki penampungan dan gas alirkan ke
kondensor.

2.6.3 Tahap Pemurnian


Tahap terakhir dari pembuatan biogasoline adalah tahap pemurnian. Gas yang
telah dikondensasikan dalam kondensor selanjutnya akan dialirkan ke menara
quench untuk memisahkan antara gas dan cairan yang terbentuk. Cairan yang
terkondensasi itulah yang disebut sebagai biogasoline. Gas yang tidak terkondensasi
akan dialirkan ke tanki penyimpanan. Biogasoline yang telah diperoleh didinginkan
hingga suhu tertentu dan ditampung di dalam tanki penyimpanan.

2.7 Sifat-Sifat Bahan Baku dan Produk


Bahan baku untuk proses pembuatan biogasoline ini adalah CPO yang
diperoleh dari PKS dan zeolit yang sudah diaktivasi. Bahan baku pendukung yang
digunakan adalah hidrogen.

2.7.1 Palm Oil Mill (CPO)


CPO dapat diperoleh dari beberapa pabrik PKS. Beberapa sifat bahan baku
CPO yaitu:
- Titik lebur : 33-39
- Densitas : 0,880-0,940
- Penampilan : Kuning cair
- Titik nyala : > 250 0F
- Kelarutan : Tidak larut dalam air, larut dalam hidrokarbon
(BlueDiamond, 2006)

2.7.2 Zeolit
Beberapa spesifikasi zeolit antara lain:
- Warna : Abu-abu hijau granular
- Bentuk : Padat
- Titik lebur : >1.000 ºC

11
- Densitas : 200-2440 (kg/m3)
- Titik nyala : Up to 600 ̊C neg
- Stabilitas asam : 79,5%
- Stabilitas Panas : Up to 400 ̊C
(MSDS, 2007)

2.7.3 Hidrogen
Beberapa spesifikasi hidrogen antara lain:
- Penampilan : Gas
- Berat molekul : 2,016
- Titik lebur : -434.56°F (-259.2°C) (pada tekanan 1 atm)

- Titik didih : -422.97°F (-252.76°C) (pada tekanan 1 atm)


- Tekanan Uap : 68°F (20°C)
- Densitas uap : 70°F (21.1°C) and 1 atm: 0.0052 lb/ft3 (0.083 kg/m3)
(MSDS, 2007)

2.8 Spesifikasi Produk


2.8.1 Produk Utama
Produk utama yang diperoleh dari hasil hydrocraking ini adalah biogasoline.
Spesifikasi senyawa tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
2.8.1.1 Biogasoline
Beberapa spesifikasi biogasoline antara lain:
- Penampilan : Cair
- Warna : Kurang berwarna
- Bau : Hidrokarbon
- Tekanan : 45-60 kPa
- Titik Nyala : <21 °C
- Titik didih : 30 - 260 °C
- Densitas : 720-775 kg/m3
(MSDS, 2014)

12
2.8.2 Produk Samping
Produk samping yang diperoleh dari hasil hydrocraking ini adalah kerosine dan
diesel. Beberapa spesifikasi senyawa tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
2.8.2.1 Kerosine
Beberapa spesifikasi kerosine antara lain:
- Penampilan : Cairan
- Warna : Tidak berwarna (jernih)
- Bau : mild odour
- Titik didih : > 177 °C
- Tekanan uap : 100 kPa
- Titik nyala : 40 °C
- Spesifik gravitasi : 0,825 (15/4 °C)
- Korosif : Tidak korosif
(MSDS, 1999)

2.8.2.2 Biodiesel
Beberapa spesifikasi biodiesel antara lain:
- Bentuk : Cair
- Penampilan : Tidak berwarna (kekuningan)
- Titik didih : 170 - 390 °C /
- Titik nyala : > 55 °C / 131 °F
- Tekanan uap : 1 hPa at 20 °C / 68 °F
- Densitas : 0.8 - 0.89 g/cm3 at 15 °C / 59 °F
- Kinematik viskositas : 1.5 - 6 mm2/s at 40 °C / 104 °F
(MSDS, 2014)

2.8.2.3 Karbondioksida
Beberapa spesifikasi karbondioksida antara lain:
- Berat molekul : 44,01

13
- Titik didih : -78,5°C (-109,3°F)
- Titik beku : -56,6°C / -69,9°F
- Tekanan kritikal : 1,070 psia (72,9 atm)
- Temperature kritikal : 31,0°C / 87,9°F
- Densitas cair : 68,74 lb/cu.ft
- Densitas gas : 0,115 lb/cu.ft
- Densitas padat : 97,4 lb/cu.ft
(Air Products, 2014)

2.8.2.4 Karbon
Beberapa spesifikasi karbon antara lain:
- Warna : Hitam
- Berat molekul : 12,01
- Spesifik Gravitasi : 2-2,5 g/cc
- Titik didih : 4826,6°C (8720°F)
- Titik beku : 365`,6°C / 6605°F
(Tedpella, 2012)

2.8.2.5 Air
Beberapa spesifikasi air antara lain:
- Merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau
- Merupakan elektrolit lemah dan dapat terionisasi menjadi H3O+ dan OH-
- Berat Molekul : 18,016 gr/mol
- Densitas : 1 gr/ml
- Viskositas : 0,01002 cp
- Panas Spesifik : 1 kal/gr
- Tekanan Uap : 760 mmHg
- Tegangan Permukaan : 73 dyne/cm
- Panas Laten : 80 kal/gr
- Indeks Bias : 1,333
- Mempunyai kemampuan katalitik tertentu, terutama pada oksidasi logam
(Science lab. 2005)

14
2.9 Neraca Massa
Basis perhitungan : 1 jam operasi
Satuan operasi : kg/jam
Bahan baku : Minyak Kelapa Sawit
Produk akhir : Biogasoline
Jumlah hari operasi : 300 hari
Jumlah jam operasi : 24 jam
Kapasitas produksi : 285.172,27 ton/tahun
:

ton 1000 kg 1 tahun 1 hari


285.172,27 x x x
tahun 1ton 300 hari 24 jam
: 39.607,26 kg/jam

2.9.1 Neraca Massa pada Reaktor (R-101)

6 Biogasolin
2
Biokerosin
CPO R-101 Biodiesel
Air Karbon
Hidrogen 4 CO2
CO
Air
Neraca massa total reaktor
F2 + F4 = F6
Neraca masuk
Alur 2 :
F2total : 68.000,00 kg/jam
Komposisi bahan baku alur 2 :
CPO : 99,98 %
Air : 0,12 %
F2CPO : 67.918,40 kg/jam
F2air : 81,60 kg/jam
Alur 4 :
F4Hidrogen : 3.663,84 kg/jam

15
Neraca Keluar
Alur 6 :
F2 + F4 = F6
68.000,00 + 3.659,44 = 71.659,44 kg/jam
Komposisi pada alur 6 :
Biogasolin : 58,25 %
Biokerosin : 0,59 %
Biodiesel : 0,59 %
Karbon : 2,41 %
CO2 : 23,55 %
CO : 14,49 %
Air : 0,11 %
Komponen pada alur 6 :
Fbiogaolin6 : 58,25 % x 71.659,44 = 41.746,02 kg/jam
Fbiokerosin6 : 0,59 % x 71.659,44 = 422,79 kg/jam
Fbiodiesel6 : 0,59 % x 71.659,44 = 422,79 kg/jam
Fkarbon6 : 2,41 % x 71.659,44 = 1.726,99 kg/jam
FCO26 : 23,55 % x 71.659,44 = 16.875,80 kg/jam
FCO6 : 14,49 % x 71.659,44 = 10.383,45 kg/jam
Fair6 : 0,11 % x 71.659,44 = 81,60 kg/jam

Tabel 2.6 Neraca Massa pada Reaktor (R-101)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
Alur 2 Alur 4 Alur 6
CPO 67.918,40    
Hidrogen   3.659,44  
Biogasolin     41.746,02
Biokerosin     422,79
Biodiesel     422,79
Karbon     1.726,99
Karbon dioksida     16.875,80
Karbon monoksida 10.383,45
Air 81,60    81,60
Subtotal 68.000,00 3.659,44 71.659,44
TOTAL 71.659,44 71.659,44

16
2.9.2 Neraca Massa Pada Combuster (B-101)
Combuster berfungsi untuk mencampur udara dan bahan bakar digunakan
untuk memanaskan reaktor fluidized bed. Pemanasan terjadi dengan membakar gas
dengan udara. Gas mask pada selimut reaktor pada suhu 30 oC dan diharapkan
mampu memanaskan reaktor hingga suhu 420oC.

Neraca Massa Komponen LPG Alur 5


CH4 = 235,12 kg/jam = 14,69 kmol/jam
 Menghitung produk pembakaran gas CH4
CH4 + 2O2 CO2 + H2O
Masuk : 14,69 0 0
Reaksi : σCH4× r σO2 × r σCO2× r σH2O× r
Out : N 50
CH 4
N 50
O2
N 50
CO 2
N 50
H O2

CH4 yang terbakar = 100%


CH4 + 2O2 CO2 + H2O
Masuk : 14,69 35,26
Reaksi : 14,69 29,39 14,69 29,39
Out : 0 5,86 14,69 29,39

Komponen udara Fraksi


N2 0,79
O2 0,21

N 50
CH Teoritis
4
= 29,39 kmol/jam

N 28
Udaraberlebih = 20%

N 28
O dalam udara berlebih
2
= 14,69 x (2 + 0,4) = 35,26 kmol/jam

F 28
O dalam udara berlebih = 1.128,19 kg/jam
2

17
0,79
N 28
N dalamudara berlebih = x 35,26 = 132,63 kmol/jam
2
0,21
F 28
N dalam udara berlebih
2
= 3.713,64 kg/jam

N 50
CO 2
= 14,69 kmol/jam

F 50
CO 2
= 14,69 kmol/jam x 44 kg/kmol
= 646,36 kg/jam

N 50
H 2O
= 29,39 kmol/jam

F 50
H 2O
= 29,39 kmol/jam x 18 kg/kmol
= 529,02 kg/jam

N 50
N 2
= 132,63 kmol/jam

F 50
N 2
= 132,63 kmol/jam x 28 kg/kmol
= 3.713,64 kg/jam

N 50
O 2
= 5,86 kmol/jam

F 50
O 2
= 5,86 kmol/jam x 32 kg/kmol
= 187,52 kg/jam

Tabel 2.7 Neraca Massa Pada Combuster


Massa masuk (kg/jam) Massa keluar (kg/jam)
Komponen
Alur 5 Alur 28 Alur 50
CH4 235,12 - -
CO2 - - 646,36
H2O - - 529,02
O2 - 1.128,19 187,52
N2 - 3.713,64 3.713,64
Sub total 235,12 4.841,83 5.076,54
Total 5.076,95 5.076,54

18
2.9.3 Neraca Massa pada Cyclone Separator (CS-101)

Biogasolin
8 Biogasolin
Biokerosin 7
Biokerosin
Biodiesel CS-101 Biodiesel
Karbon
CO2
CO2 Karbon
9 CO
CO
Air
Air
Neraca massa total cyclone separator
F7 = F8 + F9
Neraca masuk
Alur 7 :
Ftotal7 : 71.659,44 kg/jam
Komponen pada alur 7 :
Fbiogaolin7 : 41.746,02 kg/jam
Fbiokerosin7 : 422,79 kg/jam
Fbiodiesel7 : 422,79 kg/jam
Fkarbon7 : 1.726,99 kg/jam
FCO27 : 16.875,80 kg/jam
FCO7 : 10.383,45 kg/jam
Fair7 : 81,60 kg/jam

Neraca Keluar
Alur 9 :
Karbon : 100%
Fkarbon9 : 1.726,99 kg/jam

Alur 8 :
F8 = F7 - F9
F8 = 71.659,44 – 1.726,99 = 69.932,45 kg/jam
Komposisi pada alur 8 :
Biogasolin : 59,69 %

19
Biokerosin : 0,60 %
Biodiesel : 0,60 %
CO2 : 24,13 %
CO : 14,85 %
Air : 0,12 %
Komponen pada alur 8 :
Fbiogaolin8 : 59,69 % x 69.932,45 = 41.746,02 kg/jam
Fbiokerosin8 : 0,60 % x 69.932,45 = 422,79 kg/jam
Fbiodiesel8 : 0,60 % x 69.932,45 = 422,79 kg/jam
FCO28 : 24,13 % x 69.932,45 = 16.875,80 kg/jam
FCO8 : 14,85 % x 69.932,45 = 10.383,45 kg/jam
Fair8 : 0,12 % x 69.932,45 = 81,60 kg/jam

Tabel 2.8 Neraca Massa pada Cyclone Separator (CS-101)


Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
Komponen
Alur 7 Alur 9 Alur 8
Biogasolin 41.746,02 41.746,02
Biokerosin 422,79 422,79
Biodiesel 422,79 422,79
Karbon 1.726,99 1.726,99
CO2 16.875,80 16.875,80
CO 10.383,45 10.383,45
Air 81,60 81,60
Sub total 71.659,44 1.726,99 69.932,45
Total 71.659,44 71.659,44

2.9.4 Neraca Massa pada Menara Quench (Q-101)

Air
Biogasolin Biogasolin
Biokerosin 37 CO2
Biodiesel CO
CO2 12 13
CO Q-101
Air 14 Biokerosin
Biodiesel
Air
20
Neraca massa total pada menara quench :
F12 + F37 = F13 + F14
Neraca masuk
Alur 12 :
F12 = 69.932,45 kg/jam
Komponen pada alur 12 :
Fbiogaolin12 : 59,69 % x 69.932,45 = 41.746,02 kg/jam
Fbiokerosin12 : 0,60 % x 69.932,45 = 422,79 kg/jam
Fbiodiesel12 : 0,60 % x 69.932,45 = 422,79 kg/jam
FCO212 : 24,13 % x 69.932,45 = 16.875,80 kg/jam
FCO12 : 14,85 % x 69.932,45 = 10.383,45 kg/jam
Fair12 : 0,12 % x 69.932,45 = 81,60 kg/jam

Alur 37 :
Asumsi : Air yang masuk 10% dari F11.
F37 = 6.993,25 kg/jam
Komponen pada alur 37 :
Fair37 = 6.993,25 kg/jam

Neraca keluar
Alur 13 :
F13 = FCO211 + FCO11 + Fbiogasolin11
F13 = 16.875,80 + 10.383,45 + 41.746,02 = 69.005,27 kg/jam
Komposisi pada alur 13 :
CO2 : 24,46 %
CO : 15,05 %
Biogasolin : 60,50 %
Komponen pada alur 13 :
Fbiogaolin13 : 60,50 % x 69.005,27 = 41.746,02 kg/jam
FCO213 : 24,46 % x 69.005,27 = 16.875,80 kg/jam
FCO13 : 15,05 % x 69.005,27 = 10.383,45 kg/jam

21
Alur 14 :
F14 = F11 + F37 - F13
F14 = 69.932,45 + 6.993,45 – 69.005,27 = 7.920,43 kg/jam
Komposisi pada alur 14 :
Biokerosin : 5,34 %
Biodiesel : 5,34 %
Air : 89,32 %
Komponen pada alur 14 :
Fbiokerosin14 : 5,34 % x 7.920,43 = 422,79 kg/jam
Fbiodiesel14 : 5,34 % x 7.920,43 = 422,79 kg/jam
Fair14 : 89,32 % x 7.920,43 = 7.074,85 kg/jam

Tabel 2.9 Neraca Massa Pada Menara Quench (Q-101)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 12 Alur 37 Alur 13 Alur 14
Biogasolin 41.746,02 41.746,02
Biokerosin 422,79 422,79
Biodiesel 422,79 422,79
CO2 16.875,80 16.875,80
CO 10.383,45 10.383,45
air 81,60 6.993,25 7.074,85
Sub total 69.932,45 6.993,25 69.005,27 7.920,43
Total 76.925,70 76.925,70

2.9.5 Neraca Massa pada Knock Out Drum (KO-101)

CO2
15 16
CO CO2
Biogasolin KO-101 CO

Biogasolin 17

Neraca massa total knock out drum :

22
F15 = F16+ F17
Neraca masuk
Alur 15 :
F15 = 69.005,27 kg/jam
Komponen pada alur 15 :
FCO215 : 16.875,80 kg/jam
FCO15 : 10.383,45 kg/jam
Fbiodiesel15 : 41.746,02 kg/jam

Neraca keluar
Alur 16 :
F16 = FCO215 + FCO15 : 27.259,25 kg/jam
Komposisi pada alur 16 :
CO2 : 61,91 %
CO : 38,09 %
Komponen pada alur 16 :
FCO216 : 61,91 % x 27.259,25 = 16.875,80 kg/jam
FCO16 : 38,09 % x 27.259,25 = 10.383,45 kg/jam

Alur 17 :
F17 = Fbiogasolin15 : 41.746,02 kg/jam
Komponen pada alur 17 :
Fbiogasolin17 : 41.746,02 kg/jam

Tabel 2.10 Neraca Massa pada Knock Out Drum (KO-102)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 15 Alur 16 Alur 17
CO2 16.875,80 16.875,80
CO 10.383,45 10.383,45
Biogasolin 41.746,02 41.746,02
Sub total 69.005,27 27.259,25 41.746,02
Total 69.005,27 69.005,27

23
2.9.6 Neraca Massa pada Kolom Absorpsi I (KA-101)

CO2
CO
Air 20

CO2 16 18 CO2
CO
KA-101 CO

19 CO2
CO
Air
Neraca massa total pada kolom absorpsi I :
F16 + F20 = F18 + F19
Neraca masuk
Alur 16 :
F16 = 27.259,25 kg/jam
Komponen pada alur 16 :
FCO216 : 16.875,80 kg/jam
FCO16 : 10.383,45 kg/jam

Alur 20 :
F20 = 6.818,92 kg/jam
Komponen pada alur 20 :
FCO220 : 3.375,16 kg/jam
FCO20 : 399,76 kg/jam
Fair20 : 3.044,00 kg/jam

Alur 18 :
Asumsi : Alur 18 mengandung 25% CO2 dari FCO216 dan 96,25% CO dari
FCO16
F18 = 14.213,02 kg/jam
Komponen pada alur 18 :
FCO218 : 25,00 % x 16.875,80 = 4.218,95 kg/jam
FCO18 : 96,25 % x 10.383,45 = 9.994,07 kg/jam

24
Alur 19 :
F19 = F16 + F20 - F18
F19 = 19.865,15 kg/jam
Komponen pada alur 19 :
FCO219 = FCO216 + FCO220 - FCO218 = 16.032,01 kg/jam
FCO19 = FCO16 + FCO20 - FCO18 = 789,14 kg/ jam
Fair19 = Fair20 = 3.044,00 kg/jam

Tabel 2.11 Neraca Massa pada Kolom Absorpsi I (KA-101)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 16 Alur 20 Alur 18 Alur 19
CO2 16.875,80 3.375,16 4.218,95 16.032,01
CO 10.383,45 399,76 9.994,07 789,14
air 3.044,00 3.044,00
Sub total 27.259,25 6.818,92 14.213,02 19.865,15
Total C D 34.078,17 34.078,17
P

2.9.7 Neraca Massa pada Kolom Absorpsi II (KA-102)

Air 48

CO2 18 21 CO2
CO
KA-102 CO

20 CO2
CO
Air
Neraca massa total pada kolom absorpsi I :
F18 + F40 = F17 + F18
Neraca masuk
Alur 18 :
F18 = 14.213,02 kg/jam

25
Komponen pada alur 18 :
FCO218 : 4.218,95 kg/jam
FCO18 : 9.994,07 kg/jam
Alur 48 :
Asumsi : air yang masuk 3.044,00 kg/jam
F48 = 3.044,00 kg/jam
Komponen pada alur 48 :
Fair48 : 3.044,00 kg/jam

Neraca keluar
Alur 21 :
Asumsi : Alur 21 mengandung 20% CO2 dari FCO218 dan 96% CO dari FCO18
F21 = 10.438,10 kg/jam
Komponen pada alur 21 :
FCO221 : 20,00 % x 4.218,95 = 8.43,79 kg/jam
FCO21 : 96,00 % x 9.994,07 = 9.594,31 kg/jam

Alur 20 :
F20 = F18 + F48 - F21
F20 = 6.818,92 kg/jam
Komponen pada alur 20 :
FCO220 = FCO218 - FCO221 = 3.375,16 kg/jam
FCO20 = FCO18 - FCO21 = 399,76 kg/jam
Fair20 = Fair48 = 3.044,00 kg/jam

Tabel 2.12 Neraca Massa pada Kolom Absorpsi II (KA-102)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 18 Alur 48 Alur 21 Alur 20
CO2 4.218,95   843,79 3.375,16
CO 9.994,07 9.594,31 399,76
air 3.044,00 3.044,00
Sub total 14.213,02 3.044,00 10.438,10 6.818,92
Total 17.257,02 17.257,02

26
2.9.8 Neraca Massa pada Kolom Distilasi (D-101)

Biokerosin
Biodiesel 14 22
Air
Air D-101
Biokerosin 23
Biodiesel

Neraca massa total kolom distilasi I :


F14 = F22+ F23
Neraca masuk
Alur 14 :
F14 = 7.920,43 kg/jam
Komponen pada alur 14 :
Fbiokerosin14 : 422,79 kg/jam
Fbiodiesel14 : 422,79 kg/jam
Fair14 : 7.074,85 kg/jam
Neraca keluar
Alur 22 :
F22 = 7.074,85 kg/jam
Komponen pada alur 22 :
Fair22 : 7.074,85 kg/jam

Alur 23 :
F23 : F14 – F22 = 845,58 kg/jam
Komponen pada alur 23 :
Fbiokerosin23 : 422,79 kg/jam
Fbiodiesel23 : 422,79 kg/jam

Tabel 2.13 Neraca Massa pada Kolom Distilasi I (D-101)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 14 Alur 22 Alur 23
Biokerosin 422,79 422,79
Biodiesel 422,79 422,79

27
Air 7.074,85 7.074,85
Sub total 7.920,43 7.074,85 845,58
Total 7.920,43 7.920,43

2.9.9 Neraca Massa pada Kolom Distilasi II (D-102)


Biokerosin 23 24
Biokerosin
Biodiesel D-102

Biodiesel 25

Neraca massa total kolom distilasi II :


F23 = F24+ F25
Neraca masuk
Alur 23 :
F23 = 845,58 kg/jam
Komponen pada alur 23 :
Fbiokerosin23 : 422,79 kg/jam
Fbiodiesel23 : 422,79 kg/jam

Neraca keluar
Alur 24 :
F24 = Fbiokerosin23 : 422,79 kg/jam
Komponen pada alur 24 :
Fbiokerosin24 : 422,79 kg/jam

Alur 25 :
F25 = Fbiodiesel23 : 422,79 kg/jam
Komponen pada alur 25 :
Fbiodiesel25 : 422,79 kg/jam

Tabel 2.14 Neraca Massa pada Kolom Distilasi II (D-102)


Kompone Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
n Alur 23 Alur 24 Alur 25

28
Biokerosin 422,79 422,79
Biodiesel 422,79 422,79
Sub total 845,58 422,79 422,79
Total 845,58 845,58

29
Gambar 2.2 Flowsheet Proses Pembuatan Biogasoline

30
2.10. Akumulasi Neraca
a. Bahan Baku
1. Minyak Jelantah : 68.000 kg/jam
2. Hidrogen : 3.659,44 kg/jam

b. Neraca Massa
No. Alat Masuk (kg/jam) Keluar (kg/jam)
1. Reaktor 71.659,44 71.659,44
2. Combuster 5.076,95 5.076,54
3. Cyclone separator 71.659,44 71.659,44
4. Menara Quench 76.925,70 76.925,70
5. Knock Out Drum 69.005,27 69.005,27
6. Kolom Absorpsi I 34.078,17 34.078,17
7. Kolom Absorpsi II 17.257,02 17.257,02
8. Kolom Distilasi I 7.920,43 7.920,43
9. Kolom Distilasi II 845,58 845,58

c. Neraca Panas
No
Alat Masuk (kJ/jam) Keluar (kJ/jam)
.
1. Heater 4.143.212,86 4.143.212,86
2. Reaktor 42.837.629,89 42.837.629,89
3. Heat Exchanger I 46.316.485,59 46.316.485,59
4. Heat Exchanger 2 31.510.441,07 31.510.441,07
5. Heat Exchanger 3 18.685.293,64 18.685.293,64
6. Menara Quench 6.956.109,30 6.956.112,29
7. Heat Exchanger 4 6.040.703,37 6.040.703,37
8. Kolom Distilasi I 905.510,41 905.510,41
9. Kolom Distilasi II 153.725,37 153.725,37
10. Condensor I 164.439,36 164.439,36
11. Heat Exchanger 5 150.985,42 150.985,42
12. Cooling Conveyor 830.483,39 830.483,39
2.11. Kebutuhan Steam dan Air
1. Kebutuhan Steam/Uap
Steam yang dibutuhkan selama proses pembuatan biogasoline ialah:
- Pada Heater dibutuhkan 25.556,87 kg/jam
- Pada Distilasi I dibutuhkan 33.026,12 kg/jam
- Pada Distilasi II dibutuhkan 738,71 kg/jam

31
Sehingga total steam yang dibutuhkan ialah 59.321,71 kg/jam
Adapun steam yang diguhnakan ialah saturated steam dengan suhu 250oC dan
tekanan 40 bar.

Diperkirakan 80% kondensat dapat digunakan kembali, sehingga :


Kondensat yang digunakan kembali = 80% × 59.321,71 kg/jam
= 47.457,37 kg/jam
Kebutuhan tambahan untuk ketel uap = 20% × 59.321,71 kg/jam
= 11.864,34 kg/jam

2. Kebutuhan Air
2.1. Kebutuhan Air untuk Ketel Uap
Total air yang dibutuhkan untuk ketel ialah 11.864,34 kg/jam

2.2. Kebutuhan Air Proses


Dalam proses produksi, air memegang peranan penting, baik untuk kebutuhan
air absorpsi, air menara quench, air pendingin maupun kebutuhan domestik.
Kebutuhan air pada pabrik pembuatan Biogasolin dari bahan baku minyak kelapa
sawit (CPO) melalui proses hydrocracking adalah sebagai berikut.
Tabel 7.1 Kebutuhan Air Pendingin Pabrik
No. Nama Alat Kode Alat Air Pendingin (kg/jam)
1. Heat Exchanger HE-101 202.612,11
2. Heat Exchanger HE-102 167.184,30
3. Heat Exchanger HE-103 151.561,24
4. Heat Excahnger HE-104 46.758,85
5. Condenser C-101 878,96
6. Heat Exchanger HE-105 516,39
Total 569.511,85
Faktor keamanan = 20%
Total kebutuhan air pendingin, Wc = 1,2 x 569.511,85 = 683.414.2 kg/jam

Untuk menara quench dan kolom absorpsi air yang diperlukan sebesar :
Tabel 7.2 Kebutuhan Air Proses

32
No. Nama Alat Kode Alat Air Proses (kg/jam)

1. Kolom Absorpsi KA-102 3.044,00

2. Menara Quench Q-101 6.993,25


Total 78.756,19

Faktor keamanan = 20%


Wc kolom absorpsi = 1,2 x 3.044,00 = 3652,8 kg/jam

Wc quench = 1,2 x 6.993,25 = 8391,9 kg/jam


Total Kebutuhan air proses, Wc = 12.044,7 kg/jam
Pada menara quench dan kolom absorbsi, dengan menganggap terjadi
kehilangan air selama proses sirkulasi, maka air tambahan yanng diperlukan adalah
jumlah air yang hilang karea penguapan, drift loss, dan blowdown (Perry dan Green,
2008).
Air yang hilang karena penguapan untuk mennara quench dapat dihitung
dengan persamaan :
We = 0,00085 Wcquench (T2-T1) (Perry dan Green, 2008)
Dimana :
Wcquench = jumlah air proses menara quench yang diperlukan = 8391,9 kg/jam
T1 = temperatur air pendingin yang masuk = 30 °C = 86 °F
T2 = temperatur air pendingin keluar = 40 °C = 104 °F
We = 0,00085 × 8391,9 × (104 – 86) = 128,39 kg/jam
Air yang hilang karena drift loss sekitar 0,1~ 0,2 % dari air proses yang
masuk ke kolom absorbsi dan menara quench (Perry dan Green, 2008). Ditetapkan
drift loss 0,2 %, maka :
Wd = 0,002 × Wc = 0,002 × 12.044,7 = 24,0894 kg/jam
Air yang hilang karena blowdown bergantung pada jumlah siklus sirkulasi air pada
menara quench, sekitar 3~5 siklus (Perry dan Green, 2008). Ditetapkan 5 siklus,
maka :
We
Wb = S -1

33
128,39
Wb = 5 -1
= 32,09 kg/jam
Sehingga make up air proses yang diperlukan (Wm) :
Wm = We + Wd + Wb
= 128,39 + 24,08 + 32,09 = 184,58 kg/jam

2.3. Kebutuhan Air Lainnya


Adapun kebutuhan air lainnya dalam proses adalah :
a. Kebutuhan air domestik
Kebutuhan air domestik untuk tiap orang/shift adalah 40-100 liter/hari
(Metcalf, 1991).
Diambil 60 liter/hari = 2,5 liter/jam
o
ρair pada 30 C = 995,68 kg/m3
Jumlah karyawan = 199 orang
Maka total air domestik = 2,5 liter/jam x 199
= 497,5 liter/jam x 0,99568 kg/liter
= 495,35 kg/jam

b. Kebutuhan air laboratorium


Kebutuhan air untuk laboratorium adalah 1000-1800 liter/hari (Metcalf dan
Eddy, 1991). Maka diambil 1400 liter/hari = 58,33 liter/jam = 58,08 kg/jam

c. Kebutuhan air kantin dan tempat ibadah


Kebutuhan air untuk kantin dan rumah ibadah adalah 40-120 liter/hari (Metcalf
dan Eddy, 1991).
Diambil 96 liter/hari = 4 liter/jam
ρair pada 30oC = 995,68 kg/m3
Pengunjung rata-rata = 150 orang
Maka total kebutuhan airnya = 4 x 150
= 600 liter/jam
= 597,40 kg/jam

d. Kebutuhan air poliklinik

34
Kebutuhan air untuk poliklinik adalah 400-600 liter/hari (Metcalf dan Eddy,
1991). Maka diambil 528 liter/hari = 22 liter/jam = 21,90 kg/jam
Tabel 7.3 Pemakaian Air untuk Berbagai Kebutuhan

Tempat Jumlah (kg/jam)


Domestik 495,35
Laboratorium 58,08
Kantin dan tempat Ibadah 597,40
Poliklinik 21,90
Total 1.172,744

Total air untuk berbagai kebutuhan domestik, Wd = 1.172,744 kg/jam


Sehingga total kebutuhan air adalah :
Total kebutuhan air = kebutuhan air pendingin + kebutuhan air proses + kebutuhan
air domestik + air untuk ketel
= (683.414.2 + 12.044,7 + 1.172,744 + 11.864,34) kg/jam
= 708.496 kg/jam

2.12. Unit Pengolahan Air


Untuk menjamin kelangsungan penyediaan air, maka dilokasi pengambilan air
dibangun fasilitas penampungan air (water intake) yang juga merupakan tempat
pengolahan awal air sungai. Pengolahaan ini meliputi penyaringan sampah dan
kotoran yang terbawa bersama air. Selanjutnya air dipompakan ke lokasi pabrik
untuk diolah dan digunakan dengan keperluannya.
Pengolahan air dipabrik terdiri dari beberapa tahap, yaitu :
1. Screening
2. Sedimentasi

35
3. Klarifikasi
4. Filtrasi
5. Demineralisasi
6. Deaerasi

2.12.1. Screening
Penyaringan merupakan tahap awal dari pengolahan air. Pada screening,
partikel-partikel padat yang besar akan tersaring tanpa bantuan bahan kimia.
sedangkan partikel-partikel lebih kecil akan terikut bersama air menuju unit
pengolahan selanjutnya. Selain itu, screening dilakukan untuk menjaga struktur alur
dalam utilitas terhadap objek besar yang memungkinkan dapat merusak fasilitas unit
utilitas (Degremont, 1991).

2.12.2. Sedimentasi
Setelah air disaring ada screening, di dalam air tersebut masih terdapat
partikel-partikel padatan kecil yang tidak tersaring pada screening. Untuk
menghilangkan padatan tersebut, maka air yang sudah disaring dimasukkan ke dalam
bak sedimentasi untuk mengendapkan partikel-partikel padatan.

2.12.3. Klarifikasi
Klarifikasi merupakan proses penghilangan kekeruhan di dalam air dengan
cara mencampurkannya dengan larutan Al2(SO4)3 dan Na2CO3 (soda abu). Larutan
Al2(SO4)3 berfungsi sebagai koagulan utama dan larutan Na2CO3 sebagai bahan
koagulan tambahan yaitu berfungsi sebagai bahan pambantu untuk mempercepat
pengendapan dan penetralan pH. Pada bak clarifier, akan terjadi proses koagulasi
dan flokulasi. Tahap ini bertujuan menyingkirkan Suspended Solid (SS) dan koloid
(Degremont, 1991).
Koagulan yang biasa dipakai adalah koagulan trivalen. Reaksi hidrolisis akan
terjadi menurut reaksi:
M3+ + 3H2O M(OH)3 + 3 H+
Dalam hal ini, pH menjadi faktor yang penting dalam penyingkiran koloid.
Kondisi pH yang optimum penting untuk terjadinya koagulasi dan flokulasi.

36
Koagulan yang biasa dipakai adalah larutan alum Al2(SO4)3. Sedangkan koagulan
tambahan dipakai larutan soda abu Na2CO3 yang berfungsi sebagai bahan pembantu
untuk mempercepat pengendapan dan penetralan pH.
Dua jenis reaksi yang akan terjadi adalah (Degremont, 1991):
Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 2Al(OH)3↓ + 12Na+ + 6HCO3- + 3SO43-
2Al2(SO4)3 + 6 Na2CO3 + 6H2O 4Al(OH)3↓ + 12Na+ + 6CO2 + 6SO43-
Reaksi koagulasi yang terjadi :
Al2(SO4)3 + 3H2O + 3Na2CO3 2Al(OH)3 + 3Na2SO4 + 3CO2
Selain penetralan pH, soda abu juga digunakan untuk menyingkirkan
kesadahan permanen menurut proses soda dingin menurut reaksi (Degremont, 1991):
CaSO4 + Na2CO3 Na2SO4 + CaCO3
CaCl4 + Na2CO3 2NaCl + CaCO3
Selanjutnya flok – flok yang akan mengendap ke dasar clarifier karena gaya
gravitasi, sedangkan air jernih akan keluar melimpah (overflow) yang selanjutnya
akan masuk ke penyaring pasir (sand filter) untuk penyaringan.
Pemakaian larutan alum umumnya berkisar 30- 50 ppm terhadap jumlah air
yang akan diolah, sedangkan perbandingan pemakaian alum dan abu soda = 1 : 0,54
(Crities, 2004). Untuk menjaga agar kebutuhan alum terpenuhi untuk situasi dimana
kekeruhan air sungai meningkat drastis seperti setelah hujan deras, perhitungan
kebutuhan alum menggunakan acuan kebutuhan 50 ppm.
Total kebutuhan air = 708.496 kg/jam
Pemakaian larutan alum = 50 ppm
Pemakaian larutan soda abu = 0,54  50 = 27 ppm
Massa alum yang dibutuhkan = 5010-6  696.631,7 kg/jam = 35,42 kg/jam
Massa abu soda yang dibutuhkan = 2710-6  696.631,7 kg/jam = 19,12 kg/jam

2.12.4. Filtrasi
Filtrasi dalam pemurnian air merupakan operasi yang sangat umum dengan
tujuan untuk memisahkan flok-flok dan koagulan yang masih terikut bersama air,
menyingkirkan Suspended Solid (SS), termasuk partikulat BOD dalam air (Metcalf &
Eddy, 1984).

37
Material yang digunakan dalam medium filtrasi dapat bermacam-macam :
pasir, antrasit (crushed anthracite coal), karbon aktif granular (Granular Carbon
Active atau GAC), karbon aktif serbuk (Powdered Carbon Active atau PAC) dan batu
garnet. Penggunaan yang paling umum dipakai di Afrika dan Asia adalah pasir dan
gravel sebagai bahan filter utama, menimbang tipe lain cukup mahal (Kawamura,
1991).
Unit filtrasi dalam pabrik pembuatan Biogasoline menggunakan media filtrasi
granular (Granular Medium Filtration) sebagai berikut :
1. Lapisan atas terdiri dari pasir hijau (green sand). Lapisan ini bertujuan
memisahkan flok dan koagulan yang masih terikut bersama air. Lapisan yang
digunakan setinggi 24 in (60,96 cm).
2. Untuk menghasilkan penyaringan yang efektif, perlu digunakan medium berpori
misalnya antrasit atau marmer. Untuk beberapa pengolahan dua tahap atau tiga
tahap pada pengolahan effluent pabrik, perlu menggunakan bahan dengan luar
permukaan pori yang besar dan daya adsorpsi yang lebih besar, seperti biolite,
pozzuolana ataupun Granular Active Carbon/GAC (Degremont, 1991). Pada
pabrik ini, digunakan anterasit setinggi 12,5 in (31,75 cm).
3. Lapisan bawah menggunakan batu kerikil/gravel setinggi 7 in (17,78 cm)
(Metcalf & Eddy, 1991).
Bagian bawah alat penyaring dilengkapi dengan strainer sebagai penahan.
Selama pemakaian, daya saring sand filter akan menurun. Untuk itu diperlukan
regenerasi secara berkala dengan cara pencucian balik (back washing). Dari sand
filter, air dipompakan ke menara air sebelum didistribusikan untuk berbagai
kebutuhan.
Untuk air proses, masih diperlukan pengolahan lebih lanjut, yaitu proses
demineralisasi dan deaerasi. Untuk air domestik, laboratorium, kantin, dan tempat
ibadah, serta poliklinik, dilakukan proses klorinasi, yaitu mereaksikan air dengan
klor untuk membunuh kuman-kuman di dalam air. Klor yang digunakan biasanya
berupa kaporit, Ca(ClO)2.

Perhitungan kebutuhan kaporit, Ca(ClO)2:


Total kebutuhan air domestik yang memerlukan proses klorinasi = 1.172,744 kg/jam

38
Kaporit yang digunakan direncanakan mengandung klorin 70%
Kebutuhan klorin = 2 ppm dari berat air (Gordon, 1968)
Total kebutuhan kaporit = (2.10-6 x 1.172,744)/0,7 = 0,0033 kg/jam

2.11.5. Demineralisasi
Air umpan kolom absorpsi dan menara quench harus murni dan bebas dari
garam-garam terlarut. Untuk itu perlu dilakukan proses demineralisasi. Alat
demineralisasi dibagi atas:
a. Penukar Kation (Cation Exchanger)
Penukar kation berfungsi untuk mengikat logam-logam alkali dan
mengurangi kesadahan air yang digunakan. Proses yang terjadi adalah pertukaran
antara kation Ca, Mg dan kation lain yang larut dalam air dengan kation dari resin.
Resin yang digunakan bertipe gel dengan merek IRR-122.
Perhitungan Kesadahan Kation
Air Sungai Bah Bolon mengandung kation Fe2+, Mn2+, Zn2+, Ca2+, Mg2+, Cu2+,
Pb2+, Cd2+ masing-masing 0,52 mg/l, 0,024 mg/l, 0,0012 mg/l, 75 mg/l, 27 mg/l, 0,02
mg/l, 0,784 mg/l, 0,02 mg/l (Tabel 7.5).
Total kesadahan kation = 103,3692 mg/l = 0,1033692 g/l
Jumlah air yang diolah = 707.323,3 kg/jam
707.323,3 kg/jam
= 3
× 1000 l/ m 3=710.520,6 l/jam
995,5 kg/ m
Kesadahan air = 0,1033692 g/l × 710.520,6 l/jam × 24 jam/hari × 10-3 kg/g
= 1762,703 kg/hari

Ukuran Cation Exchanger


Jumlah air yang diolah = 710.520,6 l/jam
Dari Tabel 12.4, The Nalco Water Handbook, 1988 diperoleh :
- Diameter penukar kation = 2ft – 0in = 0,958 m
- Luas penampang penukar kation = 3,14ft2 = 0,292m2
- Jumlah penukar kation = 1 unit

Volume resin yang diperlukan

39
Total kesadahan air = 1762,703 kg/hari
Dari Tabel 12.5, Nalco, 1988, diperoleh :
- Kapasitas resin = 20 kg/ft3
- Kebutuhan regenerant = 6 lb H2SO4/ft3 resin
1.762,703 kg/hari
Kebutuhan resin = = 88,13
20 kg/ ft 3
ft3/hari
Volume minimum resin pada 30 in = 8 ft3 (Tabel 12.4, Nalco, 1988)
8
Tinggi resin dibutuhkan per alat penukar kation = = 2,548 ft
3,14
8 ft 3 ×20 kg/ ft3
Waktu regenerasi = = 0,09 hari
1.762,703 kg/hari
3
6 lb/ ft
Kebutuhan regenerant H2SO4 = 1.762,703 kg/hari ×
20 kg/ ft 3
= 528,81 lb/hari = 9,99 kg/jam

b. Penukar Anion (Anion Exchanger)


Penukar anion berfungsi untuk menukar anion yang terdapat dalam air
dengan ion hidroksida dari resin. Resin yang digunakan bermerek Dowex 2.
Perhitungan Kesadahan Anion
Air Sungai Bah Bolon mengandung Anion : SO4-, (PO43-), NO3-, Cl2-, CO32-,
masing-masing 5 mg/l, 0,245 mg/l, 0,084 mg/l, 60 mg/l, 95 mg/l (Tabel 7.5).
Total kesadahan anion = 160,329 mg/l = 0,160329 g/l
Jumlah air yang diolah = 710.520,6 l/jam
Kesadahan air = 0,160329 g/l ×710.520,6 l/jam × 24 jam/hari × 10-3 kg/g
= 2.734,009 kg/hari
Ukuran Anion Exchanger
Jumlah air yang diolah = 710.520,6 l/jam
Dari Tabel 12.4, The Nalco Water Handbook, diperoleh :
- Diameter penukar kation = 2ft – 0in = 0,958 m
- Luas penampang penukar kation = 3,14 ft2 = 0,292 m2
- Jumlah penukar kation = 1 unit
Volume resin yang diperlukan

40
Total kesadahan air = 2.734,009 kg/hari
Dari Tabel 12.7, The Nalco Water Handbook, 1988, diperoleh :
- Kapasitas resin = 12 kg/ft3
- Kebutuhan regenerant = 5 lb H2SO4/ft3 resin
2.734,009 kg/hari
Kebutuhan resin = = 136,7005 ft3/hari
20 kg/ ft 3
Volume minimum resin pada 30 in = 8 ft3 (Tabel 12.4, Nalco, 1988)
8
Tinggi resin yang dibutuhkan per alat penukar kation = = 2,548ft
3,14
8 ft 3 ×12 kg / ft 3
Waktu regenerasi = = 0,702 hari
136,7005 kg/hari
6 lb/ ft 3
Kebutuhan regenerant NaOH = 2.734,009 kg/hari ×
12 kg/ ft3
= 1.367,005 lb/hari = 25,8 kg/jam
2.12.6. Deaerasi
Deaerator berfungsi untuk memanaskan air dan menghilangkan gas terlarut
yang keluar dari alat penukar ion (ion exchanger) sebelum dikirim sebagai air umpan
ketel. Pada deaerator ini, air dipanaskan hingga 90°C supaya gas-gas yang terlarut
dalam air, seperti O2 dan CO2 dapat dihilangkan, sebab gas-gas tersebut dapat
menyebabkan korosi.
2.13 Kebutuhan Bahan Kimia
Total Bahan Kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan air ialah:

1. Alum (Al2(SO4)3) = 35,42 kg/jam


2. Soda abu (Na2CO3) = 19,12 kg/jam
3. Kaporit (Ca(ClO)2) = 0,0033 kg/jam
4. Asam sulfat (H2SO4) = 9,9 kg/jam

5. Natrium hidroksida (NaOH) = 25,8 kg/jam

41
Gambar 2.3 Flowsheet Utilitas Pabrik Pembuatan Biogasoline

42
2.14 Unit Pengolahan Limbah
Limbah dari suatu pabrik harus diolah sebelum dibuang ke badan air atau
atmosfer, karena limbah tersebut mengandung bermacam-macam zat yang dapat
membahayakan alam sekitar maupun manusia itu sendiri. Demi kelestarian
lingkungan hidup, maka setiap pabrik harus mempunyai unit pengolahan limbah.
Sumber-sumber limbah pabrik pembuatan Bio Gasoline meliputi :
1. Limbah proses berupa limbah cair yaitu kondensat bekas yang tidak dapat
digunakan kembali, limbah akibat zat-zat yang terbuang, bocor, atau tumpah. Khusus
limbah dari bahan baku monomer dan katalis, berdasarkan PP RI Nomor 18 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk
kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dari sumber yang spesifik
sehingga dalam penanganannya harus dikirim ke pengumpul limbah B3 sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.
2. Limbah cair hasil pencucian peralatan pabrik. Limbah ini diperkirakan
mengandung kerak dan kotoran kotoran yang melekat pada peralatan pabrik.
3. Limbah domestik dan kantor
Limbah ini mengandung bahan organik sisa pencernaan yang berasal dari kamar
mandi di lokasi pabrik, serta limbah dari kantin berupa limbah padat dan cair.
4. Limbah laboratorium
Limbah yang berasal dari laboratorium ini mengandung bahan-bahan kimia yang
digunakan untuk menganalisa mutu bahan baku yang dipergunakan dan mutu produk
yang dihasilkan, serta yang dipergunakan untuk penelitian dan pengembangan
proses. Limbah laboratorium termasuk kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) sehingga dalam penanganannya harus dikirim ke pengumpul limbah B3
sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Dalam pengelolaan
limbah B3 dikirim ke PPLI Cileungsi, Bogor, Indonesia.
Pengolahan limbah cair pabrik ini dilakukan dengan menggunakan activated
sludge (sistem lumpur aktif), mengingat cara ini dapat menghasilkan effluent dengan
BOD yang lebih rendah dengan efisiensi mencapai 95 % (Metcalf, 1991 ; Perry,
1999).
Perhitungan untuk Sistem Pengolahan Limbah

43
Diperkirakan jumlah air buangan pabrik :
1. Pencucian peralatan pabrik diperkirakan = 80 l/jam
2. Laboratorium diperkirakan = 15 l/jam
3. Limbah domestik dan kantor

Diperkirakan air buangan tiap orang untuk :


- Domestik = 100 l/hari (Metcalf, 1991)
- Kantor = 25 l/hari (Metcalf, 1991)

Jumlah karyawan = 199 orang


Jadi, jumlah limbah domestik dan kantor
= 199 × ((10 + 25) l/hari × (1 hari / 24 jam)) = 290,2 l/jam
Total air buangan pabrik = 80 + 15 + 290,2 = 385,2 l/jam = 0,386 m3/jam

1. Bak Penampungan (BP)


Fungsi : Tempat menampung air buangan sementara
Jumlah : 1 unit
Laju volumetrik air buangan = 0,386 m3/jam
Waktu penampungan air buangan = 15 hari
Volume air buangan = (0,386 × 15 × 24) = 139,27 m3/jam
Bak terisi 90 % maka volume bak = 139,27 /0,9 = 154,752 m3
Direncanakan ukuran bak sebagai berikut :
Panjang bak (p) = 2 × lebar bak (l) dan tinggi bak (t) = lebar bak (l)
Volume bak V = p × l × t
154,752 m3 = 2l × l × l
l = 4,26 m
Jadi, panjang bak (p) = 8,52 m
Lebar bak (l) = 4,26m
Tinggi bak (t) = 4,26 m
Luas bak A = 36,305 m 2

Tinggi air = 0,9 (4,26 m) = 3,83 m

44
2. Bak Netralisasi (BN)
Fungsi : Tempat menetralkan pH limbah.
Air buangan pabrik (limbah industri) yang mengandung bahan organik mempunyai
pH = 5 (Hammer, 1998). Limbah cair bagi kawasan industri yang terdiri dari bahan-
bahan organik harus dinetralkan sampai pH = 6 sesuai dengan
Kep.No.3/Menlh/01/1998. Untuk menetralkan limbah digunakan soda abu (Na2CO3).
Kebutuhan Na2CO3 untuk menetralkan pH air limbah adalah 0,15 gr Na 2CO3/30 ml
air limbah (Lab. Analisa FMIPA USU,1999).
Jumlah air buangan = 0,386 m3/hari = 386 l/hari
Kebutuhan Na2CO3= (386 l/hari)×(0,15 g/0,03l) ×(1hari/24 jam)
= 77,82 g/jam
= 0,07782 kg/jam
Laju alir larutan 30% Na2CO3 = 0,07782 /0,3 = 0,259 kg/jam
Densitas larutan 30% Na2CO3 = 1327 kg/m3(Perry, 1999)
Volume 30% Na2CO3 = 0,259/1327 = 0,000195 m3/jam

Laju alir limbah = 0,386 m3/jam


Diasumsikan reaksi netralisasi berlangsung tuntas selama 1 hari
Volume limbah = (0,386 + 0,000195m3) m3/jam ×1 hari× 24 jam/hari = 9,5 m3
Bak terisi 90 % maka volume bak = 9,5/0,9 =10,56 m3
Direncanakan ukuran bak sebagai berikut:
Panjang bak (p) = 2 × lebar bak (l) dan tinggi bak (t) = lebar bak (l)
Volume bak V = p × l × t
10,56 m3 = 2l × l × l
L = 1,73 m
Jadi, panjang bak p = 3,46 m
Lebar bak l = 1,73m
Tinggi bak t = 1,73 m
Luas bak A = 5,99 m2
Tinggi air = 0,9 (1,73) = 1,55 m

45
3. Unit Pengolahan Limbah dengan Sistem Activated Sludge (Lumpur Aktif)
Proses lumpur aktif merupakan proses aerobik di mana flok biologis (lumpur
yang mengandung biologis) tersuspensi di dalam campuran lumpur yang
mengandung O2. Biasanya mikroorganisme yang digunakan merupakan kultur
campuran. Flok biologis ini sendiri merupakan makanan bagi mikroorganisme ini
sehingga akan diresirkulasi kembali ke tangki aerasi.
Data:
Laju volumetrik (Q) = 0,386 m3/jam = 102,2 gal/jam
Diperkirakan karakteristik limbah untuk pabrik Bio Gasoline (Anomwibisono, 2013)
adalah :
- BOD5 (So) = 20.000 mg/L
- Mixed Liquor Suspended Solid = 243,67 mg/L
- Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (X) = 233,73 mg/L
Menurut Metcalf, 1991, untuk activated sludge diperoleh data sebagai berikut :

- Efisiensi (E) = 95 %
- Koefisien cell yield (Y) = 0,8 mg VSS/mg BOD5
- Koefisien endogenous decay (Kd) = 0,025 hari-1
Direncanakan :
Waktu tinggal sel (θc) = 10 hari

4. Kolam Aerasi I

Untuk menurunkan BOD suatu limbah industri, ada beberapa cara diantaranya
menggunakan kolam aerasi. Dengan kolam aerasi maka dibutuhkan mikroorganisme
yang mampu menurunkan BOD. Untuk mempertahankan mikroorganisme tersebut
maka perlu diperhatikan nutrisi dan kebuthan oksigen.

a. Penentuan BOD Effluent (S)


S o−S
E= × 100 (Metcalf, 1991)
So
So 20.000
S = So- E = 20.000 - 95 x = 1000 mg/l
100 100

46
Batas maksimum BOD Effluent S = 1000 mg/l belum dapat diterima, dimana batas
maksimum BOD5 menurut baku mutu limbah cair bagi kawasan industri sesuai
dengan Kep.No.3/Menlh/01/1998 , adalah 50-100 mg/l. Maka perlu dibuat kolam
aerasi yang kedua.

b. Penentuan Volume aerator (Vr)


θc ∙Q ∙ Y (So−S)
Vr =
X (1+kd ∙ θc)
(Metcalf, 1991)
(10 hari)(0,386 m3 / jam)( 0,8)(20.000−1000) mg/l
=
(233,73 mg/l)(1+0,025 × 10)
= 201,27 m3

c. Penentuan Ukuran Kolam Aerasi (AR)


Menurut Metcalf, 1991 diperoleh data sebagai berikut :
- Direncanakan tinggi cairan dalam aerator = 3 m
- Perbandingan lebar dan tinggi cairan = 3 : 1
- Lebar kolam aerator = 3 × 3 m = 9 m
- Faktor kelonggaran = 0,5 m diatas permukaan air
V=p×l×t
201,27 m3 = p × 9 × 3
p = 7,45 m
Jadi, ukuran aerator :
Panjang p = 7,45 m
Lebar l = 9 m
Tinggi t = (3 + 0,5) m = 3,5 m

5. Kolam Aerasi II
Dari kolam aerasi I diperoleh nilai BOD yang masih cukup tinggi yaitu 1000
mg/l, maka pada kolam aerasi yang II akan diturunkan BOD sampai batas baku mutu
BOD limbah yang siap dibuang ke lingkungan.
a. Penentuan BOD Effluent (S)

47
S o−S
E= × 100 (Metcalf, 1991)
So
So 1.000
S = So- E = 1.000 - 95 x = 50 mg/l
100 100
Batas maksimum BOD Effluent S =50 mg/l telah dapat diterima, dimana batas
maksimum BOD5 menurut baku mutu limbah cair bagi kawasan industri sesuai
dengan Kep.No.3/Menlh/01/1998 , adalah 50-100 mg/l.

b. Penentuan Volume aerator (Vr)


θc ∙Q ∙ Y (So−S)
Vr =
X (1+kd ∙ θc)
(Metcalf, 1991)
(10 hari)(0,386 m3 / jam)( 0,8)(1.000−50) mg/l
=
(233,73 mg/l)(1+ 0,025× 10)
= 10,06 m3

c. Penentuan Ukuran Kolam Aerasi (AR)


Menurut Metcalf, 1991 diperoleh data sebagai berikut :
- Direncanakan tinggi cairan dalam aerator = 3 m
- Perbandingan lebar dan tinggi cairan = 3 : 1
- Lebar kolam aerator = 2 × 2 m = 4 m
- Faktor kelonggaran = 0,5 m diatas permukaan air
V=p×l×t
10,06 m3 = p × 9 × 3
p = 0,83 m
Jadi, ukuran aerator :
Panjang p = 0,83 m
Lebar l = 4 m
Tinggi t = (3 + 0,5) m = 3,50 m

d. Penentuan Jumlah Flok yang Diresirkulasi (Qr)

48
Qe = Q = 2.913,81 gal/hari
Xe = 0,001 X = 0,001 × 233,73 mg/L = 0,23 mg/L
Xr = 0,999 X = 0,999 × 233,73 mg/L = 233,49 mg/L
Px = Qw × Xr (Metcalf, 1991)
Px = Yobs × Q × (So – S) (Metcalf, 1991)
Y
Yobs = (Metcalf, 1991)
1+ kdθc
0,8
Yobs = = 0,64
1+(0,025).10
Px = (0,64) (2.452,84 gal/hari) (3000 – 95) mg/L = 4.560.335 gal mg/L hari
Neraca massa pada tangki sedimentasi
Akumulasi = jumlah massa masuk – jumlah massa keluar
0 = (Q + Qr)X – QeXe – QwXr
0 = QX + QrX – Q(0,001X) - Px
Px 4.560 .335
Qr = - 0,999Q = - 0,999(2.452,84)
X 3000
= 930,28 gal/hari = 3,52 m3/hari

e. Penentuan Daya yang Dibutuhkan


Tipe aerator yang digunakan adalah surface aerator.

Kedalaman cairan = 3 m dan lebar kolom aerator = 9 m dari Tabel 10-11, Metcalf,
1991 diperoleh daya aerator sebesar 12 hp.

6. Tangki Sedimentasi
Fungsi : mengendapkan flok biologis dari Tangki Aerasi (AR) dan sebagian
diresirkulasi kembali ke Tangki Aerasi (AR)

49
Laju volumetrik air buangan = (2.452,84 + 930,28) gal/hari
= 3.383,13 gal/hari = 12,80 m3/hari
Diperkirakan kecepatan overflow maksimum = 33 m3/m2 hari (Perry, 1999)
Waktu tinggal air = 2 jam = 0,08 hari (Perry, 1999)
Volume bak (V) = 12,80 m3/hari × 0,0833 hari = 1,06 m3
Luas tangki (A) = (12,80 m3/hari) / (33 m3/m2 hari) = 0,38 m3
A = ¼ π D2 D = 0,75 m

Kedalaman tangki, H = V/A = 1,06 / 0,38 = 2,74

50
Gambar 2.4 Flowsheet Pengolahan Limbah Pabrik Pembuatan Biogasoline

51
52

Anda mungkin juga menyukai