Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

SEPUTAR LANSIA

Sub bab 1

1.1 LUKA DIABETES MELLITUS

1.1.1. Gambaran Umum dan Gambaran Medis

Luka diabetic secara umum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik.
Diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat. Penderita Diabetes melitus berisiko 29 kali
terjadi komplikasi luka diabetik. Luka diabetik merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati. Organ yang paling sering terkena komplikasi diabetes
mellitus antara lain yaitu pembuluh darah kaki. Gangguan pembuluh darah yang
sering terjadi pada diabetes yaitu pada tungkai dan kaki.

Luka diabetik adalah salah satu bentuk komplikasi kronik Diabetes


mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat. (Hastuti R., 2008). Penderita Diabetes melitus berisiko
29 kali terjadi komplikasi luka diabetik. Luka diabetik merupakan luka terbuka pada
permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler
insusifiensi dan neuropati. Luka diabetik mudah berkembang menjadi infeksi
karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi menjadi
tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman.(Boediardja S.A., dkk, 2009).

1.1.2. Penanganan Luka Diabetes

Penanganan luka diabetes yang terbaru yaitu dengan modern dressing


mampu mempengaruhi penurunan derajat luka.Terdapatnya penurunan derajat luka
disebabkan oleh metode perawatan luka dengan hydrocolloid yang dapat menjaga
dan mempertahankan moist balance, mendukung autolisis jaringan nekrosis,
sehingga mempercepat regenerasi penyembuhan luka. Penelitian lain yang
mendukung yaitu Gitarja et al (2018), menyatakan bahwa modern dressing
(metcovazine) topikal krim yang dapat berfungsi untuk menjaga kelembapan di
dalam luka dan dapat memfasilitasi regenerasi jaringan. Hal ini berhubungan
dengan kandungan metcovazine terdiri dari krim berbasis seng/ zinc, citosan dan
minyak jelly yang dapat digunakan sebagai balutan luka primer. Penelitian lain
yang mendukung yaitu Damsir et al (2018), menyatakan perawatan luka dengan
modern dressing (metcovazine) efektif terhadap proses penyembuhan luka. Hal
ini berhubungan dengan balutan modern (metcovazine) topikal terapi terkandung
zinc, metronidazole dan nistatin yang berfungsi mendukung autolisis debridement,
menjaga kelembapan pada area luka, membuang jaringan nekroti, kontrol infeksi
atau invasi bakteri, mempercepat proses penyembuhan luka, mengurangi nyeri saat
balutan dibuka dan menghindari trauma dibandingkan dengan balutan konvensional
cenderung kering sehingga menghambat proses penyembuhan. Berdasarkan
penelitian Winter (1962) yaitu metode perawatan luka dengan konsep moist atau
tertutup mempunyai penyembuhan luka 2 kali lebih efektif dibanding hanya
menggunakan metode konvensional.

1.1.3. Mitos atau fakta


1.1.4. Gambar Luka Diabetes
Sub bab 2

2.1 HIPERTENSI DAN NYERI DADA PADA LANSIA


Hipertensi adalah penyakit yang didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah secara menetap . Umumnya, seseorang dikatakan mengalami
hipertensi jika tekanan darah berada di atas 140/90 mmHg. Hipertensi dibedakan
menjadi dua macam, yakni hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder.
Hipertensi dipicu oleh beberapa faktor risiko, seperti faktor genetik, obesitas,
kelebihan asupan natrium, dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi
vitamin D (Dharmeizar, 2012). Prevalensi hipertensi yang terdiagnosis dokter di
Indonesia mencapai 25,8% dan Yogyakarta menduduki peringkat ketiga prevalensi
hipertensi terbesar di Indonesia. Tingkat prevalensi hipertensi diketahui meningkat
seiring dengan peningkatan usia dan prevalensi tersebut cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah atau masyarakat yang tidak bekerja .
Penyakit hipertensi dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit
kardiovaskular termasuk nyeri dada . Setiap peningkatan 20 mmHg tekanan darah
sistolik atau 10 mmHg tekanan darah diastolik dapat meningkatkan risiko kematian
akibat penyakit jantung iskemik dan strok (Chobanian, dkk., 2003). Terkontrolnya
tekanan darah sistolik dapat menurunkan risiko kematian, penyakit kardiovaskular,
strok, dan gagal jantung. Menjalankan pola hidup sehat setidaknya selama 4–6 bulan
terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan secara umum dapat menurunkan risiko
permasalahan kardiovaskular. Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan di
antaranya :
A. penurunan berat badan
B. mengurangi asupan garam
C. olahraga
D. mengurangi konsumsi alcohol
E. berhenti merokok
Munculnya masalah kesehatan tidak hanya disebabkan oleh kelalaian
individu, namun dapat pula disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat sebagai akibat
dari kurangnya informasi yang benar mengenai suatu penyakit . Rendahnya
pengetahuan tenaga kesehatan, pasien, dan masyarakat tentang hipertensi merupakan
penyebab utama tidak terkontrolnya tekanan darah, terutama pada pasien hipertensi
di Asia .Hal-hal yang dapat dilakukan sebagai upaya perbaikan kesehatan bukan
sekadar memperbaiki kerusakan atau kelainan fisik, tetapi melibatkan kompleksitas
kebutuhan, motivasi, dan prioritas individu yang dapat dilakukan melalui komunikasi
intrapersonal yang melibatkan jiwa, kemauan, kesadaran, dan pikiran (Arianto,
2013). Masih kurangnya informasi mengenai perbaikan pola makan bagi penderita
hipertensi juga membuat pengetahuan masyarakat tentang perbaikan pola makan
masih rendah. Komunikasi merupakan pengalihan suatu pesan/informasi dari sumber
ke penerima yang disampaikan dengan sebaik-baiknya agar dapat dipahami dengan
baik. Komunikasi kesehatan diperlukan, terutama untuk menyampaikan pesan dan
pengambilan keputusan yang dapat berpengaruh pada pengelolaan kesehatan dengan
cara memberikan informasi, menciptakan kesadaran, mengubah sikap, dan
memberikan motivasi kepada masyarakat untuk menjalankan pola hidup sehat.
Pemberian informasi kesehatan diharapkan dapat mencegah dan mengurangi angka
kejadian suatu penyakit dan sebagai sarana promosi kesehatan .
Sub bab 3

3.1 Osteoporosis dan Resiko Jatuh Pada Lansia


Pengertian osteoporosis
Orang lanjut usia atau lansia rentan mengalami berbagai masalah
kesehatan. Salah satunya adalah osteoporosis. Kondisi ini dapat meningkat risikonya
jika kamu tidak menjaga kesehatan tulang sejak masih muda. Osteoporosis sangat
berkaitan dengan kepadatan tulang, sedangkan seiring penuaan, massa tulang akan
lebih mudah menurun.
Pengobatan Osteoporosis
Sebelum menentukan pengobatan osteoporosis pada lansia, dokter geriatri biasanya
akan mengevaluasi kesehatan pengidap terlebih dahulu. Jika diperlukan, dokter
geriatri bisa bekerja sama dengan tim medis lain untuk menentukan pengobatan dan
perawatan yang tepat. 
Untuk menangani osteoporosis pada lansia, dokter geriatri bersama tim medis lain
dapat melakukan perawatan seperti:
1.Terapi Fisik atau Fisioterapi
dapat menganjurkan pasien lansia untuk menjalani fisioterapi. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan dan menjaga kelenturan, keseimbangan, serta kemampuan
gerak.Selain pada lansia pengidap osteoporosis, fisioterapi bisa dilakukan pada lansia
yang mengidap radang sendi, stroke, penyakit Parkinson, demensia, dan penyakit
Alzheimer.
2.Pengelolaan Pemberian Obat-obatan
Masalah kesehatan tertentu dapat menyebabkan lansia mengonsumsi obat dalam
jumlah banyak. Untuk meminimalkan efek samping dari konsumsi obat yang terlalu
banyak, dokter geriatri dapat mengevaluasi ulang obat yang dikonsumsi. Lalu, dokter
geriatri akan memilah obat mana yang perlu dikonsumsi dan mana yang tidak perlu.
Ada beberapa metode pengobatan lain yang bisa diberikan untuk menangani
osteoporosis pada lansia. Misalnya, pengobatan hormonal yang mencakup pemberian
hormon estrogen, obat penumbuh tulang, kalsitonin, serta pengobatan non-hormonal,
seperti pemberian suplemen kalsium dan vitamin D.
Resiko Jatuh Pada lansia

Menua atau menjadi tua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan


kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita.
Ketika seseorang memasuki usia lanjut, ada beberapa tanda yang terlihat, seperti:

1. Kekuatan tubuh menurun, contoh: mudah lelah, kulit keriput, gigi tanggal atau
goyang, air liur berkurang

2. Daya ingat menurun, contoh: mudah lupa, tidak merasa haus, nafsu makan
berkurang, kebutuhan jam tidur berkurang

3. Pendengaran atau penglihatan berkurang

4. Gangguan keseimbangan misalnya mudah jatuh

5. Kekebalan menurun misalnya lebih rentan terkena infeksi

6. Gangguan Pencernaan misalnya mudah diare, sembelit, kembung

 Seseorang yang telah lanjut usia memiliki faktor risiko untuk jatuh, yaitu:

1. Faktor Intrinsik, yang meliputi:

 Kondisi fisik dan neuropsikiatrik


 Penurunan visus dan pendengaran
 Perubahan neuromuscular, gaya berjalan dan reflek postural karena proses
menua

2. Faktor Ekstrinsik, yang meliputi:

 Obat-obatan yang diminum.


 Alat bantu berjalan (salah pemilihan alat bantu berjalan)
 Lingkungan yang tidak mendukung (berbahaya) misalnya dalam lingkungan
rumah

Lansia dapat jatuh di mana saja, bahkan di rumah. Penyebab jatuh di lingkungan


rumah, yaitu:

1. Penerangan yang kurang baik (kurang atau menyilaukan)


2. Lantai yang licin dan basah misalnya di toilet

3. Tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang

4. Alat-alat rumah tangga yang diletakkan dibawah seperti perabot, kabel


(tersandung)

5. Keadaan permukaan lantai yang tidak rata atau rusak

Lansia yang jatuh rentan terkena risiko cedera, seperti:

1. Cedera (injury) menyebabkan kerusakan fisik dan psikologis

a. Kerusakan fisik misalnya patah tulang panggul, pergelangan tangan, lengan atas


dan pelvis

b. Psikologis misalnya syok setelah jatuh, rasa takut seperti cemas, hilang percaya


diri, pembatasan aktivitas sehari hari.

2. Disabilitas

3. Kematian

Bagi para lansia, perhatikan kondisi tubuh Anda, seperti:

1. Berkurangnya kemampuan gerak, keterbatasan gerak, nyeri pinggang atau nyeri sendi

2. Adanya fraktur atau patah tulang yang terlihat

3. Gangguan BAB maupun BAK (tidak terkontrol)

4. Demam

5. Gangguan panca indera (penglihatan, pendengaran)

6. Gangguan tidur (nyeri)

Risiko jatuh pada lansia dapat dicegah. Berikut langkah pencegahannya:

1. Identifikasi faktor resiko


2. Faktor instrinsik risiko jatuh, pemeriksaan keadaan sensorik, neurologis, kesehatan
mata, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering menyebabkan
jatuh (penilaian keseimbangan dan gaya berjalan/gait)

3. Pemeriksaan rutin kesehatan secara berkala (serangan akut atau penyakit tertentu


yang diderita lansia)  

4. Memastikan keamanan di lingkungan rumah seperti:

 Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan


 Lantai rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah dilihat
 Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat bergeser sendiri)
 Kamar mandi diupayakan tidak licin sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya,
pintu yang mudah dibuka. WC Sebaiknya dengan kloset duduk dan diberi pegangan di
dinding

5. Perhatikan penggunaan obat-obatan (efek samping mengantuk atau pening)


6. Aktivitas fisik yang sesuai kemampuan, fokus memperbaiki keseimbangan, dan
koordinasi
Sub bab 4
4.1 Tips Kesehatan lansia

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbaikan sosial ekonomi


berdampak pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan usia harapan hidup,
sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Peningkatan jumlah penduduk
lansia ini akan membawa dampak terhadap berbagai kehidupan. Dampak utama
peningkatan lansia ini adalah peningkatan ketergantungan lansia. Ketergantungan
ini disebabkan oleh kemunduran fisik, psikis, dan sosial lansia yang dapat
digambarkan melalui empat tahap, yaitu kelemahan, keterbatasan fungsional,
ketidakmampuan, dan keterhambatan yang akan dialami bersamaan dengan proses
kemunduran akibat proses menua. Proses menua merupakan suatu kondisi yang
wajar dan tidak dapat dihindari dalam fase kehidupan.
Salah satu usaha untuk mencapai kesehatan dengan berolahraga sehingga
bagi lanjut usia untuk dapat memperoleh tubuh yang sehat salah satunya harus rutin
melakukan aktivitas olahraga. Olahraga apa yang cocok untuk lansia itu yang harus
diperhatikan .
Lansia juga mengalami kendala pengaturan keseimbangan karena
menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan perifer,
menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi spatial. Kondisi ini berakibat
meningkatnya risiko jatuh pada Lansia. Olahraga yang ditujukan untuk
memperbaiki keseimbangan sangat bermanfaat, misalnya Tai Chi, dansa Latihan
aerobik meliputi aktivitas yang membuat seseorang menahan beban tubuhnya
sendiri (weight bearing), misalnya berjalan atau aktivitas yang tidak secara
langsung tubuh menahan berat badannya sendiri (nonweight bearing), misalnya
bersepeda, berenang. Latihan penguatan otot dilakukan dengan nyeri sebagai acuan.
Latihan fleksibilitas dilakukan dengan melibatkan sendi yang terkena artritis,
namun dengan batasan ROM yang bebas nyeri.
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30
menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam seminggu. Berpartisipasi
dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah, dan naik
turun tangga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Lansia dengan usia lebih dari
65 tahun disarankan melakukan olahraga yang tidak terlalu membebani tulang,
seperti berjalan, latihan dalam air, bersepeda statis, dan dilakukan dengan cara yang
menyenangkan. Bagi Lansia yang tidak terlatih harus mulai dengan intensitas
rendah dan peningkatan dilakukan secara individual berdasarkan toleransi terhadap
latihan fisik.
Olahraga yang bersifat aerobik adalah olahraga yang membuat jantung dan
paru bekerja lebih keras untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan oksigen,
misalnya berjalan, berenang, bersepeda, dan lain-lain. Latihan fisik dilakukan
sekurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, 5 hari dalam seminggu atau 20
menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau kombinasi 20 menit
intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan 30 menit dengan intensitas sedang 2
hari dalam seminggu.
Pola hidup yang sehat dan harus di jaga oleh lansia adalah :
1. Tidur yang cukup
Tidur adalah waktu bagi tubuh untuk beristirahat sehingga memungkinkan sel
,jaringan dan organ bekerja lebih baik esoknya .
Pada orang berusia 60-64 tahun, durasi tidur malam sekitar 7-9 jam .
2. Pola makan yang sehat
Tingkatkan asupan sayur dan buah-buah an ,makanan sumber protein,vit
B12 ,Asam folat,zinc ,kalsium. Karena di usia lanjut sangat rawan akan
gangguan Kesehatan jika tidak di imbangi dengan mengkonsumsi makanan
yang sehat .
3. Perbanyak minum air putih
Air putih yang diperlukan oleh tubuh agar tidak terjadi dehidrasi , karena
pada usia lanjut terkadang lebih suka haus . tetapi pada lansia yang terkena
penyakit yang berhubungan dengan ginjal tidak di perbolehkan untuk minum
terlalu banyak

Anda mungkin juga menyukai