Anda di halaman 1dari 27

ANALISA JURNAL

PENGARUH RANGE OF MOTION UNTUK MENURUNKAN NYERI


SENDI PADA LANSIA DENGAN OSTEOARTRITIS DI WILAYAH
PUSKESMAS GODEAN I SLEMAN YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Stase Keperawatan Gerontik


Profesi Ners XXVI Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Surya Global Yogyakarta

Disusun Oleh :

KELOMPOK V B

Niluh Miftahul Janah 24.20.1466


Mega Muslima 24.20.1467
Rachmat Jaka Pangestu 24.20.1468
Nurhafni 24.20.1469
Maria Giovani Sa Longa 24.20.1470
Irmawati 24.20.1406

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XXVI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI
ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA

HALAMAN PENGESAHAN

Telah Disahkan Analisa Jurnal Dengan Judul “Pengaruh Range Of Motion


Untuk Menurunkan Nyeri Sendi Pada lansia Dengan Osteoartritis di Wilayah
Puskesmas Godean I Sleman Yogyakarta” Guna Memenuhi Tugas Stase
Keperawatan Gerontik Program Pendidikan Profesi Ners STIKES Surya Global
Yogyakarta Tahun 2021.

Yogyakarta,08 Oktober 2021

Mahasiswa

KELOMPOK V B

Niluh Miftahul Janah 24.20.1466


Mega Muslima 24.20.1467
Rachmat Jaka Pangestu 24.20.1468
Nurhafni 24.20.1469
Maria Giovani Sa Longa 24.20.1470
Irmawati 24.20.1406

Mengetahui

Pembimbing Akademik
(Fitri Dian Kurniati, S.Kep., Ns., M.Kep)
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring penuaan, serat otot akan mengecil. Kekuatan otot
berkurang seiring berkurangnya masa otot mengakibatkan berkurangnya
aktivitas atau gerakan sehingga menurunkan kualitas hidupnya. Masa
tulang juga berkurang. Lansia yang berolahraga teratur tidak mengalami
kehilangan yang sama dengan lansia yang tidak aktif. Penurunan sistem
muskuloskeletal ini ditandai dengan adanya nyeri pada daerah persendian
salah satunya pada sendi lutut. Nyeri lutut merupakan suatu penyakit
regeneratif sendi dan salah satu tanda dan gejala dari osteoartritis. Salah
satu upaya untuk mengurangi nyeri lutut adalah dengan terapi non
farmakologis dengan senam lansia. Nyeri merupakan gejala yang paling
sering ditemukan pada gangguan muskuloskeletal. Kebanyakan pasien
dengan penyakit atau kondisi traumatik, baik yang terjadi pada otot,
tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri. Rasa nyeri berbeda dari satu
individu ke individu yang lain berdasarkan atas ambang nyeri dan toleransi
nyeri masing-masing pasien (Warsito, 2012 & Helmi, 2014).
Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan mengondisikan
tubuh, meningkatkan kesehatan, dan mempertahankan kebugaran, atau
dapat digunakan sebagai tindakan terapeutik. Program aktivitas fisik
terbaik meliputi kombinasi olahraga yang menghasilkan berbagai manfaat
fisiologis dan psikologis. Olahraga rentang gerak (Range of Motion) yang
disertakan dalam aktifitas harian dapat melibatkan satu atau seluruh sendi
tubuh. Latihan Range Of Motion (ROM) dapat digunakan sebagai terapi
non farmakologis dalam menurunkan nyeri lutut pada lansia yang
mengalami osteoartritis (Bell, 2014).
Pada analisis jurnal kali ini penulis menganalisi jurnal yang
berjudul “Pengaruh Range Of Motion Untuk Menurunkan Nyeri Sendi
Pada lansia Dengan Osteoartritis di Wilayah Puskesmas Godean I Sleman
Yogyakarta”.
B. Tujuan analisis jurnal
Adapun tujuan dari analisis jurnal ini adalah:
1. Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan jurnal
2. Untuk mengaplikasikan di lahan praktik hasil penelitian yang
dilakukan oleh penulis
3. Untuk membantu mengurangi nyeri sendi pada lansia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Lansia


1. Definisi
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan
proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13
tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan
nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah
menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia
harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin
bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan
mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada
hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya
bangsa (Kholifah, 2016).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) dalam Kholifah (2016), menjelaskan batasan lansia
adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun.
2) Usia tua (old): 75-90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun.
b. Depkes RI (2005) dalam Kholifah (2016), menjelaskan bahwa
batasan lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
3. Proses manua pada lansia
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dati suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya
yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara
biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kuran jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat, dan postur tubuh yang tidak proposional (Djibrael, 2018).
4. Ciri-ciri Lansia
Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016), antara lain sebagai
berikut:
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik
dan faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan
lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
lain sehingga sikap sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia menduduki jabatan
sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh: lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak
dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap pola
pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik
diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga
diri yang rendah.
5. Masalah yang sering muncul pada lansia
Masalah kesehatan yang sering timbul pada lansia meliputi
kecemasan, depresi, insomnia, paranoid, dan demensia (Maryam dkk,
2008 dalam Lestari, 2019).
a. Kecemasan
1) Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional akan kejadian
yang akan terjadi.
2) Sulit tidur sepanjang malam.
3) Rasa tegang cepat marah.
4) Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir
terhadap penyakit yang berat, misalnya kanker dan penyakit
jantung yang sebenarnya tidak dideritanya.
5) Sering membayangkan hal-hal yang menakutkan.
6) Rasa panit terhadap masalah yang ringan.
b. Depresi
1) Sering mengalami gangguan tidur atau sering terbangun sangat
pagi yang bukan merupakan kebiasaanya sehari-hariSering
kelelahan, lemas, dan kurang dapat menikmati kehidupan
sehari-hari.
2) Kebersihan dan kerapihan diri sering diabaikan.
3) Cepat sekali menjadi marah atau tersinggung.
4) Daya konsentrasi berkurang.
5) Pada pembicaraan sering disertai topic yang berhubngan
dengan rasa pesimis atau perasaan putus asa.
6) Berkurang atau hilangnya nafsu makan sehingga berat badan
menurun secara cepat.
7) Kadang-kadang dalam pembicaraannya ada kecenderungan
untuk bunuh diri.
c. Insomnia
1) Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga
mereka masih semangat sepanjang malam.
2) Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari.
3) Gangguan cemas dan depresi.
4) Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman.
5) Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum
pada malam hari.
6) Infeksi saluran kemih
d. Paranoid
1) Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman,
atau orang-orang disekelilingnya.
2) Lupa akan barang-barang yang disimpannya kemudian
menduuh orang-orang disekelilingnya mencuri atau
menyembnyikan barang miliknya.
3) Paranoid dapat merupakan manifestasi dari masalah lain,
seperti depresi dan rasa marah yang ditahan.
e. Demensia
1) Meningkatnya kesulitan dalam melaksanakan kegiatan sehari-
hari.
2) Mengabaikan kebersihan diri.
3) Sering lupa akan kejadian-kejadian yang dialami, dalam
keadaan yang makin berat, nama orang atau keluarga dapat
dilupakan.
4) Pertanyaan atau kata-kata sering diulang-ulang.
5) Tidak mengenal demensia waktu, misalnya bangun dan
berpakaian pada malam hari.
6) Tidak dapat mengenal demensia ruang atau tempat.
7) Sifat dan perilaku berubah menjadi keras kepala dan cepat
marah.
8) Menjadi depresi dan menangis tanpa alasan yang jelas.
B. Konsep Nyeri Sendi pada Lansia
1. Definisi
Osteoarthritis dalah penyakit sendi Degeneratif dan Inflamasi
yang ditandai dengan perubahan patologik pada seluruh struktur sendi.
Perubahan patologis yang terjadi meliputi hilangnya tulang rawan
sendi hialin, diikuti penebalan dan sklerosis tulang subkondral,
pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, teregangnya kapsul sendi,
sinovitis ringan dan kelemahan otot yang menyokong sendi karena
kegagalan perbaikan kerusakan sendi yang disebabkan oleh stress
mekanik yang berlebih (Winangun, 2019).
2. Etiologi
Berdasarkan etiopatogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua
yaitu osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis
primer disebut juga osteoartritis idiopatik yaitu osteoartritis yang
kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit
sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan
osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin (seperti acromegaly, hyperparathyroidisme dan
hyperuricemia), inflamasi, post-traumatik, metabolik (seperti rickets,
hemochromatis, chondrocalcinosis, dan ochronosis), kelainan
pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang
terlalu lama (Winangun, 2019).
3. Manifestasi Klinis
Pasien OA biasanya berusia lebih dari 40 tahun dan
osteoartritis lutut lebih banyak terjadi pada penderita dengan kelebihan
berat badan. Pada umumnya, pasien osteoartritis mengatakan bahwa
keluhan-keluhan yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi
berkembang secara perlahan. Berikut adalah keluhan yang dapat
dijumpai pada pasien osteoarthritis menurut Winangun (2019), yaitu:
a. Nyeri Sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Perubahan ini dapat ditemukan meski osteoartritis masih tergolong
dini (secara radiologis). Umumnya rasa nyeri tersebut akan
semakin bertambah berat sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan
menjadi kontraktur, hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah
gerakan) maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja).
Berdasarkan hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI), didapat
bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari
peradangan sendi (sinovitis), efusi sendi, dan edema sumsum
tulang. Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri.
Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian
dasar tulang hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang
sedang berkembang. Hal ini akan menimbulkan nyeri.
b. Hambatan Gerakan Sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan dengan pertambahan rasa nyeri. Gangguan pergerakan pada
sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul, osteofit atau
iregularitas permukaan sendi.
c. Kaku Pagi
Hari Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau
mobil dalam waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur
di pagi hari.
d. Krepitasi atau rasa gemeretak dapat timbul pada sendi yang sakit
Gejala ini umum dijumpai pada pasien osteoartritis lutut. Pada
awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah
atau remuk.
e. Perubahan Bentuk Sendi (Deformitas)
Perubahan bentuk sendi ditemukan akibat kontraktur kapsul serta
instabilitas sendi karena kerusakan pada tulang rawan sendi.
f. Pembengkakan Sendi Yang Asimetris
Pembengkakan sendi yang dapat timbul dikarenakan terjadi efusi
pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau karena
adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
g. Tanda-Tanda Peradangan
Adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan) karena adanya
sinovitis. Biasanya tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai
pada osteoartritis lutut .Perubahan gaya berjalan.Gejala ini dapat
mengganggu kemandirian pasien osteoartritis, terlebih pada pasien
lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri, karena
menjadi tumpuan berat badan. Perubahan gaya berjalan terutama
terjadi pada osteoartritis lutut.
4. Patofisiologi
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik,
tidak meradang, dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan
proses penuaan, rawan sendi mengalami kemunduran dan degenerasi
disertai dengan pertumbuhan tulang baru pada bagian tepi sendi.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit
yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut
diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim
lisosom menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang
membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga mengakibatkan
kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah sendi
yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi.
Osteoartritis pada beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya
gerakan. Hal ini disebabkan oleh adanya rasa nyeri yang dialami atau
diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang digunakannya sendi
tersebut.  Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi
deformitas congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan
menyebabkan trauma pada kartilago yang bersifat intrinsik dan
ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada ligamen atau adanya
perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya mengakibatkan
tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal
dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki
kripitasi, deformitas, adanya hipertropi atau nodulus (Winangun,
2019).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan osteoarthritis menurut Winangun (2019), adalah:
a. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk
osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat
yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit,
meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-
obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik
dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
1) Analgesic yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-
4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup
efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan
ginjal
2) Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka
OAINS, seperti fenofrofin, piroksikam, ibuprofen dapat
digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis
penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya
untuk jangka panjang, efek samping utama adalah gangguan
mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
3) Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid
pada engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu.
4) Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam
hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang.
Tindakan ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
b. Perlindungan sendi
Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme
tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan
pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang
dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban
pada lutut berlebihan karena kaki yang tertekuk (pronatio).
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang
gemuk harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis.
Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya
keluhan dan peradangan.
d. Dukungan psikososial
Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis oleh karena
sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut
memikirkan penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan
untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor psikologis.
e. Persoalan Seksual
Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis
terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi
karena ini harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan
mengutarakannya.
f. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan
yang tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang
masih aktif sebaiknya diberi dingin dan obat-obat gosok jangan
dipakai sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai
seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah,
mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot
yang biasanya atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan
isometrik lebih baik dari pada isotonik karena mengurangi
tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang timbul
pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke
sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular
memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari
beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
g. Operasi
Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan
kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy
untuk mengoreksi ketidaklurusan atau ketidaksesuaian,
debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang rawan
sendi, pebersihan osteofit.
1) Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan
diangkat dan diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau
metal yang disebut prostesis.
2) Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang
akan mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan
mengganggu pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang
bergerak.
3) Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak
dan remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak
menerima beban saat bergerak.
h. Terapi konservatif 
Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat,
penurunan berat badan, upaya untuk mengistirahatkan sendi serta
menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-
alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi
(bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi
okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penanganan mandiri.
Proses Penuaan Trauma

Intrinsik
Ekstrinsik
Pemecahan Perubahan
kondrosit Komponen sendi
6. Pathway
Kolagen Perubahan
Progteogtikasi metabolisme sendi
Proses penyakit Jaringan sub
degeneratif kondrial
yang panjang

MK: Pengeluaran
Kerusakan enzim lisosom
Penatalaksanaan
lingkungan
Kerusakan
Kurang matrik kartilago
kemampuan
mengingat
Kesalahan Penebalan Perubahan
interpretasi tulang sendi fungsi sendi

Penyempitan Deformitas
MK: Kurang rongga sendi sendi
pengetahuan Kontraktur
PenurunanKeku MK: Kerusakan
atan mobilitas fisik
nyeri

MK: Gangguan Hipertrofi


MK: Kurang Citra tubuh
perawatan diri

Distensi Cairan

MK: Nyeri
akut
7. Komplikasi
Komplikasi yang umum adalah kekakuan sendi dan nyeri
tumpul yang dalam, terutama pada pagi hari. Pemakaian sendi
berulang-ulang cenderung menambah nyeri. Krepitus, suara berderak
akibat permukaan yang terpajan saling bergesekan, sering terdengar
pada kasus yang berat. Biasanya sendi agak bengkak, dan mungkin
terjadi efusi ringan (Winangun, 2019).
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Untuk OA tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diagnostik,
tetapi pemeriksan laboratorium yang spesifik dapat membantu
mengetahui penyakit yang mendasari pada OA sekunder.
b. Dengan uji serologik dengan pendeteksian di dalam cairan
sinovium dan/ serum adanya makromolekul (mis,
glikosaminoglikan) yang dilepas oleh tulang rawan / tulang yang
mengalami degenerasi. 
c. Sinar-X. Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan
perubahan yang terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.
d. Tes darah. Tes darah akan membantu memberi informasi untuk
memeriksa rematik.
e. Analisa cairan engsel. Dokter akan mengambil contoh sampel
cairan pada engsel untuk kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu
tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
f. Artroskopi. Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang
diletakkan dalan engsel tulang. Dokter akan mengamati
ketidaknormalan yang terjadi.
g. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago
sendi sebagai penyempitan rongga sendi
9. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi.
Hasil yang diharapkan/Kriteria evaluasi
1) Menunjukkan nyeri berkurang atau terkontrol
2) Terlihat rileks, dapat istirahat, tidur dan berpartisipasi dalam
aktivitas sesuai kemampuan.
3) Mengikuti program terapi.
4) Menggunakan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke
dalam program kontrol nyeri.
Intervensi:
1) Kaji keluhan nyeri; catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0 –
10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda
rasa nyeri non verbal
2) Beri matras/kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur
sesuai kebutuhan saat klien beristirahat/tidur.
3) Bantu klien mengambil posisi yang nyaman pada waktu tidur
atau duduk di kursi. Tingkatan istirahat di tempat tidur sesuai
indikasi. 
4) Pantau penggunaan bantal.
5) Dorong klien untuk sering mengubah posisi.
6) Bantu klien untuk mandi hangat pada waktu bangun tidur.
7) Bantu klien untuk mengompres hangat pada sendi-sendi yang
sakit beberapa kali sehari.
8) Pantau suhu kompres.
9) Berikan masase yang lembut.
10) Dorong penggunaan teknik manajemen stress misalnya
relaksasi progresif sentuhan terapeutik bio feedback,
visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian
nafas.
11) Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi
individu.
12) Beri obat sebelum aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk.
13) Bantu klien dengan terapi fisik.
b. Kerusakan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Deformitas
skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan, Penurunan kekuatan otot.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi
1) Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak
hadirnya/pembatasan kontraktor
2) Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi
dari kompensasi bagian tubuh
3) Mendemonstrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.
Intervensi:
1) Pantau tingkat inflamasi/rasa sakit pada sendi 
2) Pertahankan tirah baring/duduk jika diperlukan 
3) Jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang
terus-menerus dan tidur malam hari tidak terganggu.
4) Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan
resistif dan isometric jika memungkinkan
5) Dorong untuk mempertahankan posisi tegak dan duduk tinggi,
berdiri, dan berjalan.
6) Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi/kloset, menggunakan pegangan tinggi dan bak dan toilet,
penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda penyelamat
7) Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vasional.
c. Gangguan Citra Tubuh/Perubahan Penampilan Peran berhubungan
dengan Perubahan kemampuan melakukan tugas-tugas umum,
Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Hasil yang diharapkan/kriteria evaluasi:
1) Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya
hidup dan kemungkinan keterbatasan.
2) Menyusun tujuan atau rencana realistis untuk masa mendatang.
Intervensi:
1) Dorong klien mengungkapkan mengenai masalah tentang
proses penyakit, harapan masa depan.
2) Diskusikan dari arti kehilangan/perubahan pada seseorang.
Memastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam
memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk aspek-aspek
seksual
3) Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan,
ketergantungan
4) Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau
terlalu memperhatikan tubuh/perubahan.  
5) Susun batasan pada perilaku maladaptif, bantu klien untuk
mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu
koping.
6) Bantu kebutuhan perawatan yang diperlukan klien.
7) Ikut sertakan klien dalam merencanakan dan membuat jadwal
aktivitas.
BAB III

KASUS DAN ANALISIS JURNAL

A. Kasus atau Skenario klinis


Ny.S umur 70 tahun mengeluh nyeri pada lutut sejak sekitar 5
tahun yang lalu. Nyeri pada sendi kedua lutut, memberat bila digerakkan
dan pasien merasa lututnya kaku dan berbunyi saat berjalan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian kasus diatas maka rumusan masalahnya adalah
“Bagaimana implementasi untuk mengurangi nyeri sendi pada lansia”.

P (Problem) I (Intervensi) C (Comparison) O (Outcome)

Nyeri sendi Intervensi ROM Tidak ada Penerapan


pada lansia merupakan latihan latihan range of
fisik yang dilakukan motion untuk
2 kali seminggu menurunkan
selama 4 minggu skala nyeri sendi
pada lansia yang pada lansia.
mengalami nyeri
sendi.

C. Metode atau Strategi Penelusuran Bukti


1. Mencari pada google cendekia dengan kata kunci jurnal
penatalaksanaan nyeri sendi pada lansia.
2. Dari daftar jurnal yang muncul kami mengambil jurnal tentang
“Pengaruh Range of Motion untuk Menurunkan Nyeri Sendi pada
Lansia dengan Osteoporosis di Wilayah Kerja Peuskesmas Godean I
Sleman Yogakarta” dan mendownload jurnal tersebut dalam versi PDF
full.

D. Hasil Penelusuran Bukti


Dari hasil penelusuran bukti didapatkan hasil dengan jurnal
“Pengaruh Range of Motion untuk Menurunkan Nyeri Sendi pada Lansia
dengan Osteoporosis di Wilayah Kerja Peuskesmas Godean I Sleman
Yogakarta”.

E. Telaah Kritis Menggunakan VIA


No VIA Resume Kritisi

1. Validity

a. Desain Quasi eksperiment Desain penelitian ini sudah


pretest-posttest control sesuai dengan tujuan dari
group design. penelitian ini yang bertujuan
untuk membuktikan pengaruh
Range of Motion untuk
Menurunkan Nyeri Sendi pada
Lansia dengan Osteoporosis
sebelum dan sesudah. Karena
penelitian dengan metode
eksperimen adalah metode
penelitian yang digunakan
untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap
yang lain dalam kondisi yang
terkendalikan (Sugiono, 2015).

b. Populasi dan Populasi: Sudah sesuai menurut


sampel Notoatmodjo (2012) yang
Populasi pada mengatakan bahwa dalam
penelitian ini adalah penelitian memiliki populasi
lansia dengan dan sampel. Populasi
osteoartritis di wilayah merupakan wilayah
Puskesmas Godean I generalisasi yang terdiri atas
berjumlah 474 orang. obyek/subyek yang mempunyai
Sampel: kualitas dan karakteristik
Sampel yang diperlukan tertentu yng ditetapkan oleh
untuk masing-masing peneliti untuk dipelajari dan
kelompok adalah 36 kemudian ditarik kesimpulan
responden terbagi (Sugiyono, 2015). Sedangkan
menjadi 18 orang sampel adalah sebagian atau
kelompok intervensi wakil populasi yang diteliti
dan 18 orang kelompok (Arikunto, 2014).
kontrol.

c. Instrument Numeric Rating Scale Sudah sesuai, menurut


(NRS). Notoatmodjo (2012), instrumen
penelitian bisa berupa
kuesioner (formulir),
wawancara, dan lembar
obervasi.

2. Importance

a. Karakteristik Sampel dalam Sudah sesuai menurut


Subjek penelitian ini adalah Sugiyono (2015), yang
lansia dengan mengatakan karakteristik
osteoarthritis dengan responden merupakan pihak-
karakteristik responden pihak yang dijadikan sampel
jenis kelamin, usia, penelitian, dimana karakteristik
agama, pendidikan dan ini bisa berupa usia, jenis
jenis pekerjaan. kelamin, pendidikan dll.

b. Beda Mean. Berdasarkan hasil Jurnal ini memiliki hubungan


Nilai p, dll. analisis dengan yang kuat dengan melihat
Wilcoxon Test pada evaluasi hasil yang didapatkan
kelompok intervensi efektif pada penerapan Range
dan kelompok kontrol of Motion untuk Menurunkan
menunjukkan bahwa p Nyeri Sendi pada Lansia
value pre-test dan post- dengan Osteoporosis.
test kelompok
intervensi adalah 0.000,
sedangkan p value pre-
test dan post-test
kelompok kontrol
adalah 0.000, keduanya
menunjukkan nilai p
value < 0.05, sehingga
hasil penelitian pada
kedua kelompok,
intervensi dan kontrol
menunjukkan adanya
penurunan nyeri.

3. Applicability

Hasil diskusi Dari jurnal tersebut Berasarkan hasil diskusi


didapatkan: kelompok kami, hasil
penelitian jurnal ini dapat
Berdasarkan hasil diaplikasikan di asuhan
Mann-Whitney Test keperawatan pada lansia
terhadap penurunan dengan nyeri sendi karena dari
skala nyeri sendi lansia analisis jurnal yang diperoleh
antara kedua kelompok ROM dapat mengurangi nyeri
diperoleh nilai p value sendi pada lansia.
sebesar 0.000 dan nilai
Z -4,21. Nilai p
value<0,05, maka dapat
disimpulkan bahwa ada
pengaruh terhadap
penurunan skala nyeri
sendi setelah pemberian
intervensi ROM selama
4 minggu 8 kali
pertemuan.

F. Diskusi: Perbandingan antara jurnal dengan kondisi rill


Berdasarkan analisis jurnal, jurnal merekomendasikan ROM
dapat mengurangi nyeri sendi pada lansia. Responden lansia sebelum
diberikan intervensi kombinasi ROM mengalami nyeri sedang. Terdapat
perubahan skala nyeri sendi responden sesudah diberikan intervensi
ROM mengalami nyeri ringan. ROM merupakan latihan ringan yang
dapat digunakan untuk mengurangi nyeri serta mencegah kekakuan pada
sendi, sehingga ROM ini sangat bermanfaat bagi lansia jika diterapkan
secara rutin. Diharapkan supaya petugas kesehatan membuat program
kesehatan lansia yang mampu untuk memudahkan lansia dalam
mengatasi nyeri sendi seperti gerakan ROM.
BAB IV

KESIMPULAN

Berdasar hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai


berikut:

1. Range of Motion untuk Menurunkan Nyeri Sendi pada Lansia dengan


Osteoporosis

2. Pemberian intervensi ROM selama 4 minggu 8 kali pertemuan.

3. Wilcoxon Test pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan


bahwa p value pre-test dan post-test kelompok intervensi adalah 0.000,
sedangkan p value pre-test dan post-test kelompok kontrol adalah 0.000,
keduanya menunjukkan nilai p value < 0.05, sehingga hasil penelitian pada
kedua kelompok, intervensi dan kontrol menunjukkan adanya penurunan
nyeri.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2014. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Rineka cipta.


Jakarta.

Djibrael, F. F. 2018. Asuhan Keperawatan Lansia Ny F.P Dengan Demensia Di


Wisma Teratai UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung
Kupang. Karya Tulis Ilmiah. Diunduh pada 8 Februari 2021
<http://respiratory.poltekeskupang.ac.id>

Kholifah, S. N. 2016. Keperawatan Gerontik. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Lestari, N. F.A. 2019. Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Klien Ny. M dan Tn.K
dengan Depresi yang Mengalami Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Koping di UPT Pelayananan Sosial Tresna Werdha Jember Tahun 2019.
Laporan Tugas Akhir. Jember: Universitas Jember

Moorhead et al. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Ed. Fourth

Nanda. 2014. Nursing Diagnosis Definition & Classification. Philadelphia.

Notoatmodjo, 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

Sugiyono. 2015. Metode penelitin pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif


dan R & D. Alfabeta. Bandung.

Taufandas, M., Rosa, E. M., & Afandi, M. 2018. Pengaruh Range Of Motion
Untuk Menurunkan Nyeri Sendi Pada lansia Dengan Osteoartritis di
Wilayah Puskesmas Godean I Sleman Yogyakarta. Jurnal Care Vol .6,
No.1,Tahun 2018. Diunduh pada 20 Maret 2021 <jurnal.unitri.ac.id>

Winangun. 2019. Diagnosis Dan Tatalaksana Komprehensif Osteoartritis. Jurnal


Kedokteran p-ISSN 2460-9749 Vol. 05 No.01 Desember 2019. Diunduh
pada 20 Maret 2021 <e-journal.unizar.ac.id>

Anda mungkin juga menyukai