Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. S DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS DI POTORONO


BANGUNTAPAN BANTUL
YOGYAKARTA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Stase Keperawatan Gerontik

Oleh:
Kelompok VB

Niluh Miftahul Janah : 24.201466


Mega Muslima : 24.201467
Rachmad Jaka Pangestu : 24.201468
Nurhafni : 24.201469
Maria Giovani Sa Longa : 24.201470
Irmawati : 24.201406

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXVI


STIKES SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2021
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA
GLOBAL YOGYAKARTA PROGRAM STUDI
PROFESI NERS ANGKATAN XXVI

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disahkan “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN


KEPERAWATAN PADA NY.S DENGAN RHEUMATOID
ARTHRITIS DI POTORONO BANGUNTAPAN BANTUL
YOGYAKARTA”, guna memenuhi tugas Stase Keperawatan Gerontik
STIKes Surya Global Yogyakarta tahun 2021.

Yogyakarta, Oktober 2021

Diajukan oleh:
Kelompok VB

Mengetahui
Pembimbing Akademik

(Fitri Dian K., S.Kep., Ns., M.Kep)


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No.13/Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. (Dewi, 2014)
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-
angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
dan luar tubuh, seperti didalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang
isinya menyatakan bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang
bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
sosial masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin
meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara
lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian
nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah, 2016).
2. Batasan Lansia
Batasan Lansia
a. WHO (1999) dalam Kholifah (2016), menjelaskan batasan lansia
adalah sebagai berikut:
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun.
2) Usia tua (old): 75-90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia >90 tahun.
b. Depkes RI (2005) dalam Kholifah (2016), menjelaskan bahwa batasan
lansia dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atas dengan masalah kesehatan.
3. Klasifikasi Lansia
Menurut Dewi, 2014. Mengklasifikasikan lansia dalam katagori berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih /
seseorang yang berusia atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
dapat menghasilkan jasa/barang.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut:
a. Elderly : 60-74 tahun
b. Old : 75-89 tahun
c. Very old : > 90 tahun
Sedangkan klasifikasi lansia menurut Dep.Kes.RI (2017) adalah sebagai
berikut:
a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun), keadaan ini dikatakan
sebagai masa virilitas.
b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun), sebagai masa presenium.
c. Kelompok kelompok usia lanjut (> 65 tahun), yang dikatakan sebagai
masa senium.
4. Proses Penuaan
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak
hanya dimulai dati suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah
melalui tiga tahap kehidupannya yaitu, anak, deawasa, dan tua. Tiga tahap ini
berbeda, baik secara biologis maupun secara psikologis. Memasuki usia tua
berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan
kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kuran
jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan postur tubuh yang
tidak proposional (Djibrael, 2018).
Menurut Sunaryo, 2016) terdapat beberapa teori penuaan (aging process)
yaitu:
a. Teori Biologis
Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan
seseorang dari lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi
pada tubuh dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi.
Proses menua merupakan terjadinya perubahan struktur dan fungsi
tubuh selama fase kehidupan. Teori biologis lebih menekan pada
perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk pengaruh agen
patologis.
b. Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)
Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon
perkembangannya. Perkembangan seseorang akan terus berjalan
walaupun seseorang tersebut telah menua. Teori psikologi terdiri dari
teori hierarki kebutuhan manusia maslow (maslow’s hierarchy of
human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari tingkat
yang paling rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman,
kasih saying dan harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi
diri).
Teori individualisme jung (jung’s theory of individualisme),
yaitu sifat manusia terbagi menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver.
Pada lansia akan cenderung introver, lebih suka menyendiri. Teori
delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s eight stages of life),
yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai seseorang
adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu
mencapai tugas ini maka dia akan berkembang menjadi orang yang
bijaksana (menerima dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti,
menjadi lansia yang bertanggung jawab dan kehidupannya berhasil).
c. Teori Kultural
Teori kultural menjelaskan bahwa tempat kelahiran seseorang
berpengaruh pada budaya yang dianutnya. Budaya merupakan sikap,
perasaan, nilai dan kepercayaan yang terdapat pada suatu daerah dan
dianut oleh kaum orang tua. Budaya yang dimiliki sejak ia lahir akan
selalu dipertahankan sampai tua.
d. Teori Sosial
Teori sosial meliputi teori aktivitas (lansia yang aktif dan
memiliki banyak kegiatan sosial), teori pembebasan (perubahan usia
seseorang mengakibatkan seseorang menarik diri dari kehidupan
sosialnya) dan teori kesinambungan (adanya kesinambungan pada
siklus kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan meninggalkan
peran dalam proses penuaan).
e. Teori Genetika
Teori genetika adalah proses penuaan memiliki komponen
genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa anggota keluarga yang
cenderung hidup pada umur yang sama dan mereka mempunyai umur
yang rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat
kecelakaan atau penyakit.
f. Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk
mengenali dirinya berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel,
perubahan ini disebut peristiwa autoimun.
g. Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada zaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang
botak, kebingungan, pendengaran yang menurun atau disebut dengan
“budeg” bungkuk, dan beser atau inkontinensia urin.
h. Teori Kejiwaan Sosial
Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang
menyatakan bahwa lansia adalah orang yang aktif dan memiliki
banyak kegitan social. Continuity theory adalah perubahan yang
terjadi pada lansia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimilikinya,
dan disengagement theory adalah akibat bertambahnya usia seseorang
mereka mulai menarik diri dari pergaulan.

Ada empat teori pokok dari penuaan menurut (Kholifah, 2016) yaitu:
a. Teori Wear and Tear
Tubuh dan sel mengalami kerusakan karena telah banyak
digunakan (overuse) dan disalahgunakan (abuse).
b. Teori Neuroendokrin
Teori ini berdasarkan peranan berbagai hormon bagi fungsi organ
tubuh yaitu dimana hormon yang dikeluarkan oleh beberapa
organ yang dikendalikan oleh hipotalamus telah menurun.
c. Teori Kontrol Genetik
Teori ini fokus pada genetik memprogram genetik DNA, dimana
kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, dimana penuaan dan
usia hidup kita telah ditentukan secara genetik.
d. Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena
terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel
sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul
yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas
memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecenderungan menarik
elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal
oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul
lain.
5. Tipe lansia
Menurut Padila, 2014. Ada beberapa tipe lansia antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan
menjadi panutan
b. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman bergaul,
serta memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir dan batin, menentang
proses penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya Tarik jasmani, kehilangan kekuasaan status, teman
yang disayang, pemarah, tidak sabra, mudah tersinggung,
menuntut, sulit dilayani dan pegkritik.
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan beribadah, melakukan berbagai jenis pekerjaan.
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh. Lansia dapat
pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial dan ekonominya, antara lain:
a. Tipe optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memandang
lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasif.
b. Tipe konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menikmati hidup, mempunyai
toleransi tinggi, humoris, fleksibel, dan sadar diri. Biasanya sifat ini
terlihat sejak muda
c. Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat, tetapi selalu
pasif, tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif,
dan tidak praktis dalam bertindak.

d. Tipe defensive
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang tidak
stabil, selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
memegang teguh kebiasaan, bersifat konflusif aktif, takut mejadi
tua, dan menyenangi masa pension.
e. Tipe militant atau serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, dan
bisa menjadi panutan.
f. Tipe pemarah prustasi
Lansia pemarah, tidak sabra, mudah tersinggung, selalu
menyaahkan orang lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk,
dan sering mengekpresikan kepahitan kehidupan.
g. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu menganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga. Umumnya
memiliki pekerjaan yang tidak setabil saat muda, menganggap
menjadi tua itu tidak baik, takut mati, iri hati pada orang yang lain
yang masih muda, senang mengadu untung pekerjaan, dan aktif
mengindari masa yang buruk.
h. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri, tidak memiliki ambisi,
mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan
diri, lansia tidak hanya mengalami kemarahan, tetapi juga depresi,
menganggap usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan
berguna.
6. Kebutuhan Dasar Lansia
Menurut (Bandiyah, 2017) kebutuhan lanjut usia adalah kebutuhan
manusia pada umumnya, yaitu kebutuhan makan, perlindungan makan,
perlindungan perawatan, kesehatan dan kebutuhan sosial dalam
mengadakan hubunagan dengan orang lain, hubungan antar pribadi
dalam keluarga, teman-teman sebaya dan hubungan dengan organisasi-
organisasi sosial, Adapun Kebutuhan utama Lansia, yaitu :
a. Kebutuhan fisiologi/biologis seperti, makanan yang bergizi, seksual,
pakaian, perumahan/tempat berteduh.
b. Kebutuhan ekonomi berupa penghasilan yang memadai
c. Kebutuhan kesehatan fisik, mental, perawatan pengobatan
d. Kebutuhan psikologis, berupa kasih sayang adanya tanggapan dari
orang lain, ketentraman, merasa berguna, memilki jati diri, serta
status yang jelas
e. Kebutuhan sosial berupa peranan dalam hubungan-hubungan dengan
orang lain, hubungan pribadi dalam keluarga, teman-teman dan
organisasi social
7. Penyakit yang sering terjadi pada lansia
a. Perubahan fisik:
Menurut Padila,2014. Ada beberapa perubahan atau penyakit pada
system kardiovaskuler, respirasi, musculoskeletal yang dialami
lansia antara lain :
1) Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darahsistolik
sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
lebih tinggi dari 90 mmHg, yang terjadi karena menurunnya
elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak ditangani,
hipertensi dapat memicu terjadinnya stroke, kerusakan
pembuluh darah, gagal jantung dan gagal ginjal.
2) Penyakit jantung koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah
menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah
nyeri dada, sesak nafas, pingsan, hingga kebingungan.
3) Tuberkolosis
Tuberkolosis pada lansia sering dilupakan, karena beberapa hal
antara lain keluhan, gejala klinik maupun gambaran radiologic
tidak khas. Sepertilazimnya, penyebab infeksi adalah kuman
tahan asam, M tuberculosis.

4) Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM)


PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan
fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas. Yang
termasuk PPOM adalah Bronkitis kronis, empisema paru, dan
penyakit saluran nafas perifer.
5) Stroke
Stroke merupakan keadaan yang sangat berbahayadan butuh
pertolongan cepat untuk meminimalkan kerusakan otak. Stroke
terjadi saat suplai darah ke bagian otak tidak terpenuhi,
sehingga jaringan otak tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi
cukup untuk melakukan fungsinnya.
6) Artritis (radang sendi)
Peradangan pada salah satu atau lebih pada sendi. Penyakit ini
ditandai dengan adannya nyeri, kekakuan, dan bengkak pada
sendi, sehingga dapat menyebabkan pergerakan terganggu atau
terbatas.
7) Perubahan kognitif
a) Memori (daya ingat atau ingatan)
Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima,
mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali
rangsangan atau peristiwa yang pernah dialami seseorang.
Pada lanjut usia, daya ingat atau memori merupakan salah
satu fungsi kognitif yang sering kali paling awal
mengalami penurunan. (Azizah, 2011).
8) Perubahan psikososial
Menurut Azizah, 2011. Ada beberapa perubahan psikososial
pada lansia antara lain:
a) Pensiun
Pensiun adalah tahap kehidupan yang dicirikan oleh
adanya transisi dan perubahan peran yang menyebabkan
stress psikososial
b) Perubahan aspek kepribadian
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka akan
mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.
Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian sehingga menyebabkan
reaksi atau prilaku lansia menjadi lambat. Sedangkan
fungsi fsikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat lansia kurang
cekatan.
c) Perubahan dalam peran sosial masyarakat
Akibat kurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan,
gerak fisik maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk,
pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan
sebagiannya sehingga sering menimbulkan keterasingan.
d) Perubahan tingkat depresi
Tingkat epresi adalah kemampuan lansia dalam menjalani
hidup dengan tenang,damai serta menikmati masa
pensiunan bersama anak dan cucu tercinta dengan penuh
kasih saying. (Padila, 2014)
e) Perubahan stabilitas emosi
Kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi
tekanan atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik,
maupun sosial-psikologis yang dialaminya dan
kemampuan untuk mencapai keselarasan antara tuntutan
dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang
disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme
psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah
baru. (Padila, 2014)
9) Perubahan spiritual
Lansia makin teratur dalam kehidupan keagamaan. Hal ini
dapat dilihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari, karena
aliran siklus kehilangan terdapat pada kehidupan lansia,
keseimbangan hidup tersebut dipertahankan sebagai efek
positif harapan dari kehilangan tersebut. Lansia yang telah
mempelajari cara menghadapi perubahan hidup melalui
mekanisme keimanan akhirnya dihadapkan pada tantangan
akhir yaitu kematia. Harapan memungkinkan individu dengan
keimanan spiritual atau religius untuk bersikap menghadapi
krisis kehilangan dalam hidup sampai kematian.
10) Penurunan fungsi dan potensi seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia
seringkali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik.
Seperti ganguan jantung, gangguan metabolisme. Pada wanita
mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti
fungsi seksual mengalami penurunan.
8. Pengkajian Pada Lansia
a. Pengkajian status fungsional
Menurut (Kholifah, 2016) pengkajian status fungsional meliputi:
1) Katz Indeks
Pengkajian status fungsional adalah suatu pengukuran
kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari hari secara mandiri.Indeks Katz adalah alat yang secara
luas digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis
pada lansia dan penyakit kronis.Format ini menggambarkan
tingkat fungsional klien dan mengukur efek tindakan yang
diharapkan untuk memperbaiki fungsi. Indeks ini merentang
kekuatan pelaksanaan dalam 6 fungsi : mandi, berpakaian,
toileting, berpindah, kontinen dan makan.
Tingkat Kemandirian Lansia :
a) A : kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
kamar mandi, berpakaian dan   mandi
b) B : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tambahan
c) C : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
d) D : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
e) E : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
f) F : kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil
g) G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

No Aktivitas Mandiri Tergantung


1 Mandi
Mandiri :
Bantuan hanya pada satu bagian mandi (
seperti punggung atau ekstremitas yang tidak
mampu ) atau mandi sendiri sepenuhnya
Tergantung :
Bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh,
bantuan masuk dan keluar dari bak mandi,
serta tidak mandi sendiri
2 Berpakaian
Mandiri :
Mengambil baju dari lemari, memakai
pakaian, melepaskan pakaian,
mengancingi/mengikat pakaian.
Tergantung :
Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian
3 Ke Kamar Kecil
Mandiri :
Masuk dan keluar dari kamar kecil
kemudian membersihkan genetalia sendiri
Tergantung :
Menerima bantuan untuk masuk ke kamar
kecil dan menggunakan pispot

4 Berpindah
Mandiri :
Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk
duduk, bangkit dari kursi sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam naik atau turun dari tempat
tidur atau kursi, tidak melakukan satu, atau
lebih perpindahan
5 Kontinen
Mandiri :
BAK dan BAB seluruhnya dikontrol sendiri
Tergantung :
Inkontinensia parsial atau total;
penggunaan kateter,pispot, enema dan
pembalut ( pampers )
6 Makan
Mandiri :
Mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya sendiri
Bergantung :
Bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama
sekali, dan makan parenteral ( NGT )
Keterangan :
Beri tanda ( v ) pada point yang sesuai kondisi klien
Analisis Hasil :
- Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen ( BAK/BAB ),
berpindah, kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
- Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
tersebut
- Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu
fungsi tambahan
- Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
berpakaian, dan satu fungsi tambahan
- Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, ke kamar kecil,dan satu fungsi tambahan.
- Nilai F: Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
berpakaian, ke kamaar kecil,berpindah dan satu fungsi tambahan
- Nilai G: Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut
2). Barthel Indeks
Indeks Barthel merupakan suatu instrument pengkajian yang
berfungsi mengukur kemandirian fungsional dalam hal
perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai
kriteria dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-
pasien yang mengalami gangguan keseimbangan. menggunakan
10 indikator, yaitu :
No Item yang dinilai Skor Nilai
.
1. Makan (Feeding) a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll.
c. 2 = Mandiri
2. Mandi (Bathing) a. 0  =    Tergantung orang lain
b. 1  =    Mandiri
3. Perawatan a. 0 = Membutuhkan bantuan orang
diri (Grooming) lain
b. 1 = Mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi, dan bercukur
4. Berpakaian (Dressing a. 0 = Tergantung orang lain
) b. 1 = Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
c. 2 = Mandiri
5. Buang air a. 0 = Inkontinensia atau pakai
kecil (Bowel) kateter dan tidak terkontrol
b. 1 = Kadang Inkontinensia (maks,
1x24 jam)
c. 2 = Kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang a. 0  =    Inkontinensia (tidak teratur
air besar (Bladder) atau perlu enema)
b. 1  =    Kadang Inkontensia (sekali
seminggu)
c. 2  =    Kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet a. 0 = Tergantung bantuan orang
lain
b. 1 = Membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa hal
sendiri
c. 2 = Mandiri
8. Transfer a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
c. 2 = Bantuan kecil (1 orang)
d. 3 = Mandiri
9. Mobilitas a. 0 = Immobile (tidak mampu)
b. 1 = Menggunakan kursi roda
c. 2 = Berjalan dengan bantuan satu
orang
d. 3 =
Mandiri (meskipun menggunakan
alat bantu seperti, tongkat)
10. Naik turun tangga a. 0 = Tidak mampu
b. 1 = Membutuhkan bantuan (alat
bantu)
c. 2 = Mandiri
Interpretasi hasil :
20        : Mandiri
12-19   : Ketergantungan Ringan
9-11     : Ketergantungan Sedang
5-8       : Ketergantungan Berat
0-4       : Ketergantungan Total
b. Pengkajian status kognitif/afek
Menurut (Sunaryo, 2016) memeriksa status mental sehingga dapat
memberikan gambaran prilaku dan kemampuan mental dan fungsi
intektual, menekankan pada pengkajian tingkat kesadaran,
perhatian, ketrampilan bahasa, ingatan interprestasi bahasa,
ketrampilan menghitung dan menulis, serta kemapuan
konstruksional. Pengkajian meliputi:
1) SPMSQ 
SPMSQ (short portable mental status quetionnaire)
Digunakan untuk mendeteksi adanya dan tingkat kerusakan
intelektual terdiri dari 10 hal yang menilai orientasi, memori
dalam hubungan dengan kemampuan perawatan diri, memori
jauh dan kemampuan matematis

Tabel. short portable mental status questionnaire (Sunaryo, 2016)


No Item Pertanyaan Benar Salah

1 Jam berapa sekarang ?


Jawab:
2 Tahun berapa sekarang ?
Jawab:
3 Kapan Bapak/Ibu lahir?
Jawab:
4 Berapa umur Bapak/Ibu sekarang ?
Jawab:
5 Dimana alamat Bapak/Ibu sekarang ?
Jawab:
6 Berapa jumlah anggota keluarga yang
tinggal bersama Bapak/Ibu?
Jawab:

7 Siapa nama anggota keluarga yang tinggal


bersama Bapak/Ibu ?
Jawab :

8 Tahun berapa Hari Kemerdekaan Indonesia


?
9 Jawab
Siapa :nama Presiden Republik Indonesia
sekarang ?
Jawab:
10 Coba hitung terbalik dari angka 20 ke 1 ?
Jawab :

JUMLAH
Analisis Hasil :

Skore Salah : 0-2 : Fungsi intelektual utuh


Skore Salah : 3-4 : Kerusakan intelektual Ringan
Skore Salah
: 5-7 : Kerusakan intelektual Sedang
Skore Salah
:8-10 : Kerusakan intelektual BERAT

2) Gds Pengkajian status psikologis Skala depresi: Geriatric


Depression Scale
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda puas dengan kehidupan ini?
2 Apakah anda meninggalkan kegiatan atau
kesenangan pada saat ini?
3 Apakah anda merasa kehidupan ini kosong?

4 Apakah anda sering merasa bosan?


5 Apakah anda mempunyai semangat yang
baik saat ini?
6 Apakah anda takut bahwa sesuatu yang
buruk akan terjadi pada suatu hari nanti?
7 Apakah anda biasanya merasa bahagia
untuk sebagian besar hidup ini?
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah
daripada keluar dan mengerjakan sesuatu
yang baru?
10 Apakah anda sering mempunyai banyak
masalah dengan daya ingat dibanding
kebanyakan orang?
11 Apakah anda berpikir bahwa hidup sekarang
ini menyenangkan?
12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti
perasaan saat ni?
13 Apakah anda merasa penuh semangat saat
ini?
14 Apakah anda merasa keadaan sekarang ini
tidak ada harapan lagi?
15 Apakah anda piker bahwa orang lain lebih
baik keadaannya dari diri sendiri?
Analisa hasil:
Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1
- Normal : 0-4
- Depresi ringan : 5-8
- Depresi sedang : 9-11
- Depresi berat : 12-15
3) Apgar Keluarga
Hubungan lansia dengan keluarga memerankan peran sentral pada
seluruh tingkat kesehatan dan kesejahteraan lansia. Alat skrining
singkat yang dapat digunakan untuk mengkaji fungsi social lansia
adalah APGAR Keluarga. Instrument disesuaikan untuk digunakan
pada klien yang mempunyai hubungan social lebih intim dengan
teman-temannya atau dengan keluarga. Nilai < 3 menandakan
disfungsi keluarga sangat tinggi, nilai 4-6 disfungsi keluarga sedang.
A : Adaptation
P : Partnership
G : Growth
A : Affection
R : Resolve
No Items penilaian Selalu Kadang Tidak
( 2 ) Kadang ( 1 ) Pernah ( 0 )
1 A : Adaptasi
Saya puas bahwa saya dapat kembali pada
keluarga ( teman-teman ) saya untuk
membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2 P : Partnership
Saya puas dengan cara keluarga ( teman-
teman) saya membicarakan sesuatu dengan
saya dan mengungkapkan masalah saya.

3 G : Growth
Saya puas bahwa keluarga ( teman-teman )
saya menerima & mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktifitas atau arah baru.
4 A : Afek
Saya puas dengan cara keluarga ( teman-
teman) saya mengekspresikan afek dan
berespon terhadap emosi-emosi saya,
seperti marah, sedih atau mencintai.
5 R : Resolve
Saya puas dengan cara teman-teman saya dan
saya menyediakan waktu bersama- sama
mengekspresikan afek dan berespon.

JUMLAH
Penilaian :
Nilai : 0-3 : Disfungsi keluarga sangat tinggi
Nilai : 4-6 : Disfungsi keluarga sedang

4) Mmse
MMSE (mini mental state exam) Menguji aspek kognitif dari fungsi
mental, orientasi, registrasi,perhatian dank kalkulasi, mengingat
kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan paling tinggi adalah 30,
dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan  penyelidikan lebih lanjut.
NO ITEM PENILAIAN BENAR SALAH
(1) (0)

1 ORIENTASI
1. Tahun berapa sekarang?
2. Musim apa sekarang ?
3. Tanggal berapa sekarang ?
4. Hari apa sekarang ?
5. Bulan apa sekarang ?
6. Dinegara mana anda tinggal ?
7. Di Provinsi mana anda tinggal ?
8. Di kabupaten mana anda tinggal ?
9. Di kecamatan mana anda tinggal ?
10. Di desa mana anda tinggal ?
2 REGISTRASI
Minta klien menyebutkan tiga obyek
1.
2.
3.
3 PERHATIAN DAN KALKULASI
Minta klien mengeja 5 kata dari
belakang, misal” BAPAK “
1. K
2. A
3. P
4. A
5. B
4 MENGINGAT
Minta klien untuk mengulang 3 obyek
Diatas

1.
…………………………………………
2.
…………………………………………
3.
…………………………………………

Analisis hasil :
Nilai < 21 : Kerusakan kognitif
B. Rheumatoid Arthritis
1. Pengertian Rheumatoid Arthritis
Atritis Rheumatoid adalah gangguan berupa kekakuan,
pembengkakan, nyeri dan kemerahan pada daerah persendian dan jaringan
sekitarnya (Adellia,2011). Kata arthritis berasal dari bahasa Yunani,
“arthon” yang berarti sendi, dan “itis” yang berarti peradangan. Secara
harfiah, arthritis berarti radang pada sendi. Sedangkan Rheumatoid
Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi
(Febriana,2015).
Artritis Rheumatoid adalah suatu penyakit sitematik yang bersifat
progresif, yang cendrung menjadi kronik dan menyerang sendi serta
jaringan lunak, biasanya menyerang pada bagan a dan tangan sehngga
terjadi pebengakan, kemerahan, nyeri dan sering kali menyebaban
kerusakan pada bagan dala sendi. Karateristik artritis rheumatoid adalah
cairan sendi yang persisten, biasanya menyerang send sendi perifer dengan
penyebaran yang sistematis (Junaidi, 2013)
2. Etiologi Rheumatoid Arthritis
Kushariyadi (2010) menyebutkan penyebab utama penyakit artritis
reumatoid masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang
dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu :
a. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
b. Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan
dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu
faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian
karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini
belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan
penyebab penyakit ini.
c. Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor
autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II,
faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme
mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II
kolagen dari tulang rawan sendi penderita.
d. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga
berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas
utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan artritis reumatoid
seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk
menderita penyakit ini
3. Klasifikasi
Buffer (2010) dalam Windari (2018) mengklasifikasikan RA menjadi 4
tipe, yaitu:
a. Rheumatoid arthritis klasik, pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
b. Rheumatoid arthritis deficit, pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus belangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
c. Probable rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus belangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
d. Possible rheumatoid arthritis, pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus belangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 3 bulan.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Junaidi, 2013 Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak
diistirahatkan, maka penyakit ini akan berkembang menjadi empat tahap :
a. Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.

b. Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat


dilihat. Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada
deformitas sendi.
c. Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan
penurunan gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan
deformitas. Secara radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan
tulang.
d. Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot
yang meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula
mungkin terjadi.
Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok, yaitu :
a. Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan
sebagian besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula
reumatoid yang sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat
mendorong ke arah kerusakan sendi yang progresif.
b. Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
c. Kelompok 3

Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan


panggul. Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada
pagi hari. Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan
adanya bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan
sindrome karpal tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang
dapat sembuh sendiri yang dapat dikendalikan secara baik dengan
menggunakan prednison dosis rendah atau agens antiinflamasi dan
memiliki prognosis yang baik.

5. Patofisiologis
Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana
merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan oleh faktor luar (infeksi,
bakteri), dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, genetik, gaya hidup,
psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal
Patogenesis terjadinya proses autoimun yang melalui reaksi imun komplek
dan reaksi imunitas selular. Tidak jelas antigen apa sebagai pencetus awal,
mungkin infeksi virus. Terjadi pembentukan faktor rematoid, suatu
antibodi terhadap terhadap antibodi abnormal, sehingga terjadi reaksi imun
komplek (autoimun). Proses autoimun dalam patogenesis RA masih belum
diketahui secara pasti, dan teorinya masih berkembang terus. Dikatakan
terjadi berbagai peran yang saling terkait antara lain peran genetik, infeksi,
autoantibodi, serta peran imunitas selular, humoral, peran sitokin, dan
berbagai mediator peradangan. Semua peran ini satu sama lain saling
terkait dan pada akhirnya menyebabkan peradangan pada sinovium dan
kerusakan sendi disekitarnya atau mungkin organ lainnya. Sitokin
merupakan local protein mediator yang dapat menyebabkan pertumbuhan,
diferensiasi dan aktivitas sel dalam proses peradangan. (Putra dkk,2013)
Proses peradangan karena proses autoimun pada RA, ditunjukkan
dari pemeriksaan laboratorium dengan adanya RF (Rheumatoid Factor)
dan anti-CCP dalam darah. RF adalah antibodi terhadap komponen Fc dari
IgG. Jadi terdapat pembentukan antibodi terhadap antibodi dirinya sendiri,
akibat paparan antigen luar, kemungkinan virus atau bakteri. RF
didapatkan pada 75 sampai 80% penderita RA, yang dikatakan sebagai
seropositive. Anti-CCP didapatkan pada hampir 2/3 kasus dengan
spesifisitasnya yang tinggi (95%) dan terutama terdapat pada stadium awal
penyakit. Pada saat ini RF dan anti-CCP merupakan sarana diagnostik
penting RA dan mencerminkan progresifitas penyakit . Peradangan
ditandai oleh penimbunan sel darah putih, pengaktifan komplemen,
fagositosis eksentif mengalami hipertrofi dan menebal terjadi hambatan
aliran darah yang menyebabkan nekrosis sel dan respon peradangan
berlanjut. Synovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular
yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga
semakin merangsang pandangan dan pembentukan jaringan parut. Proses
ini secara lambat merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta
deformitas. Perubahan yang terjadi pada banyak organ dalam kasus
penyakit RA. Terjadi peradangan dan pembengkakan pada pembuluh
darah kapiler dan pembuluh darah kecil (vaskulitis) yang terdapat di
membrane synovial, kadang-kadang juga terjadi trombosis
(penggumpalan) kecil sehingga menyebabkan sel-sel membrane synovial
membesar dan terjadi peradangan pada saraf-saraf disekitarnya
(neurophaty) (Putra dkk,2013)
Pemahaman mengenai anatomi normal dan fisiologi persendian
diartrodial atau sivovyal merupakan kunci utuk memahami patofisiologi
penyakit rematik fungsi persendian sinovial memiliki kisaran gerak
tertentu kendati masing masing orang tidak mepunyai kisaran gerak yang
sama pada sendi sendi yang dapat digerakkan pada sendi sinovial yang
normal kartilago artikular membungkus ujung tulang pada send dan
menghasilkan perkuman yang licin dan ulet untuk digerakan. Membran
sinovial melapisi dinding dalam kapsula fibrosa dan menggekresi cairan
kedalam ruang antar tulang. Fungsi cairan sinoval yaitu peredam kejut
(syok absorber)dan pelumas yang ungnsend untu bergerak secara bebas
dalam arah yang tepat sebaliknya pada penyakit rematik degeneratf dapat
tejadi proses imflamasi yang sekunder sinovitis ini biasanya lebih ringan
serta menggabaran suatu proses reaktif. (Suiraoka, 2012).
Peningkatan produksi cairan synovial akibat bertambahnya
permukaan yang mensekresikan cairan dan membrane synovial, namun
setelah itu berkurang kemudian mulai terjadi sekresi zat prostaglandin
yang merupakan katalis kimiawi. Peningkatan tekanan didalam sendi
akibat bertambahnya sekresi cairan synovial sehingga meningkatkan
terjadinya kerusakan sendi. Akibat pembengkakan dan sumbatan pada
pembuluh darah kapiler di tendon dan ligament, terjadilah peradangan
yang menyebabkan kesakitan pergerakan karena rasa nyeri(Suiraoka,
2012).
Peradangan pada membrane synovial, bisa menyebabkan
kerusakan tulang rawan sendi karena berkurangnya zat proteoglikan yang
menyuplai nutrisi bagi tulang rawan pada sendi. Peradangan pada
membrane synovial, selanjutnya berkembang ke tulang rawan, tulang,
tendon, dan ligament (Suiraoka, 2012).
Rheumatoid Peradanga
n
Autoimun
Faktor Genetik
Fator Lngkungan
Kekauan Sendi Synovial Kurangnya Informasi
Menebal
Hambatan Mobilitas Panus
Fisik Defisiensi
Pengetahuan
Infiltrasi Dalam Os
Nodul Sucondria
Deformitas
Sendi Hambatan Nutrisi Pada Kartilago Artikulasi
Gangguan Body
Image Kartilago Nekrosis Kerusakan Kartilago Dan
Tulang
Adhes Pada Peruaan Sendi Tendon Dan Ligment Melemah
Ankilosis Fibrosa
Mudah Luksasi Hilangnya
Dan Sublukasi Kekuatan
6. Pathway Kekuatan Sendi Melemah Anklilosis
tulang Resiko cedera
Hambatan Keterbatasan
Mobilitas Gerakan sendi
Fisik
Defisisit
Perawatan Diri
7. Komplikasi
Menurut Nugroho & Wahyudi (2014) dalam Windari (2018) komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita rheumatoid arthritis adalah:
a. Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya
prosesgranulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
b. Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
c. Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
d. Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang
disebabkan oleh adanya darah yang membeku.
e. Terjadi splenomegali
i. Slenomegali merupakan pembesaran limfa, jika limfa membesar
kemampuannya untuk menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah
putih dan trombosit dalam sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-
sel darah akan meningkat.
8. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nugroho & Wahyudi (2014) dalam Windari (2018)
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita rheumatoid
athritis meliputi:
a. Laboratorium
1) Penanda inflamasi: Laju Endap Darah (LED) dan C-Reactive
Protein (CRP) meningkat
2) Rheumatoid Factor (RF): 80% pasien memiliki RF positif namun
RF negatif tidak menyingkirkan diagnosis
3) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP): Biasanya digunakan
dalam diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-
98% dan sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP
terhadap beratnya penyakit tidak konsisten
b. Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.

9. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari program penatalaksanaan perawatan adalah sebagai
berikut:
a. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan.
b. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari
penderita.
c. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada
sendi.
d. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang
lain.
Windari (2018) Beberapa penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
penderita rheumatoid arthritis baik medis, keperawatan maupun
pencegahannya, yaitu:
a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi
(perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan
(prognosis) penyakit ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-
sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif
tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses
pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2) Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah
yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap
hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih
berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa
kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
3) Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi
sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua
sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk
menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan.
Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat
mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur
oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus,
seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah
oleh adanya penyakit.
b. Penanganan medikamentosa
Masyeni (2018) Penatalaksanaan pada RA mencakup terapi
farmakologi, rehabilitasi dan pembedahan bila diperlukan, serta edukasi
kepada pasien dan keluarga. Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
inflamasi, mencegah deformitas, mengembalikan fungsi sendi, dan
mencegah destruksi jaringan lebih lanjut.
1) NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug)
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan
pada penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan
untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali
dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang
bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga
memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama
bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga
menekan sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah
hambatan enzim lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan
tetapi jelas bahwa OAINS berkerja dengan cara:
a) Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
b) Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi
(histamin, serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
c) Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
d) Menghambat proliferasi seluler.
e) Menetralisasi radikal oksigen.
f) Menekan rasa nyeri
Digunakan untuk melindungi sendi (tulang dan kartilago) dari
proses destruksi oleh Rheumatoid Arthritis. Contoh obat DMARD
yaitu: hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, garam emas,
penisilamin, dan asatioprin. DMARD dapat diberikan tunggal
maupun kombinasi (Putra dkk,2013).
2) Penggunaan DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug)
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian
DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat dini.
Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi
pada AR terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain
adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD secara
simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan
imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan
untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi
akibat artritis reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim
digunakan untuk pengobatan AR adalah:
a) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada
dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan,
dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam
bentuk enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500
mg / hari, untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu
sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2 g / hari, dosis diturunkan kembali sehingga
mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam jangka panjang
sampai remisi sempurna terjadi.
c) D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg
atau Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai
300 mg/hari kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4
minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis
total 4 x 250 sampai 300 mg/hari.
3) Kortikosteroid
Diberikan kortikosteroid dosis rendah setara prednison 5-
7,5mg/hari sebagai “bridge” terapi untuk mengurangi keluhan
pasien sambil menunggu efek DMARDs yang baru muncul setelah
4-16 minggu.
4) Rehabilitasi
Terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat melalui
pemakaian tongkat, pemasangan bidai, latihan, dan sebagainya.
Setelah nyeri berkurang, dapat mulai dilakukan fisioterapi.
5) Pembedahan
Jika segala pengobatan di atas tidak memberikan hasil yang
diharapkan, maka dapat dipertimbangkan pembedahan yang
bersifat ortopedi, contohnya sinovektomi, arthrodesis, total hip
replacement, dan sebagainya.
10. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada pasien
tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya
mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Aktivitas/ istirahat
1) Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan
stres pada sendi, kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral
dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
2) Tanda : Malaise Keterbatasan rentang gerak, atrofi otot, kulit,
kontraktor/ kelaianan pada sendi.
b. Kardiovaskuler
1) Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat
intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal).
c. Integritas ego
1) Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis : finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan
ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )Ancaman pada
konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan
pada orang lain).
d. Makanan/ cairan
1) Gejala : Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi
makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk
mengunyah.
2) Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
e. Hygiene
1) Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi. Ketergantungan
f. Neurosensori
1) Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
2) Tanda : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/ kenyamanan
1) Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
h. Keamanan
Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus
kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan
rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan
membran mukosa.
11. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Nanda 2018 ada beberapa diagnosa yang muncul
a. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
otot.
c. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
d. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak.
e. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/mengingat.

1. Intervensi (Menurut NOC dan NIC 2016)


Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji keluhan nyeri, kualitas, - Membantu menentu
dengan pelepasan keperawatan selama 3x 24 jam lokasi, intensitas dan waktu. kebutuhan manajem
mediator kimia di harapkan nyeri berkurang Catat faktor yang nyeri dan keefekti
(bradikinin). dengan kriteria: mempercepat dan tanda rasa program.
sakit nonverbal. - Mengetahui kon
- Mampu mengontrol nyeri 2) Pantau TTV pasien. umum pasien
- Melaporkan nyeri 3) Berikan posisi nyaman waktu - Penyakit
berkurang tidur/duduk di kursi. berat/eksaserbasi, ti
- Menyatakan rasa nyaman Tingkatkan istirahat di tempat baring diperlukan un
- TTV dalam batas normal tidur sesuai indikasi. membatasi nyeri a
4) Pantau penggunaan bantal, cedera sendi.
karung pasir, bebat, dan brace. - Mengistirahatkan se
5) Berikan masase yang lembut. yang sakit
6) Anjurkan mandi air mempertahankan po
hangat/pancuran pada waktu netral. Catatan
bangun. Sediakan waslap penggunaan br
hangat untuk mengompres menurunkan nyeri
sendi yang sakit beberapa kali mengurangi kerusa
sehari. sendi.
9. Kolaborasi - Meningkatkan relaks
a. Berikan obat sesuai atau mengura
indikasi ketegangan otot.
- Panas meningkat
relaksasi otot
mobilitas, menurun
rasa sakit dan kekak
di pagi hari. Sensitiv
pada panas dapat hil
dan luka dermal da
sembuh.

Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan - Evaluasi pemantauan tingkat - Tingkat aktivitas a
keperawatan selama 2 x 24 inflamasi/rasa sakit pada latihan tergantung d
fisik berhubungan sendi. perkembangan pro
dengan penurunan jam dapat meningkatakan
kekuatan otot. mobilitas fisik pasien dengan - Pertahankan tirah inflamasi.
kriteria hasil : baring/duduk. Jadwal - Istirahant sistem
aktivitas untuk memberikan dianjurkan sela
- Mempertahankan fungsi periode istirahat terus- eksaserbasi akut
posisi dengan pembatasan menerus dan tidur malam seluruh fase penya
kontraktur. hari. untuk mence
- Mempertahankan atau - Bantu rentang gerak kelelahan,
meningkatkan kekuatan aktif/pasif, latihan resistif mempertahankan
dan fungsi dari dan/atau dan isometrik. kekuatan.
kompensasi bagian tubuh. - Dorong klien - Meningkatkan fun
- Mendemostrasikan mempertahankan postur sendi, kekuatan otot
teknik/perilaku yang tegak dan duduk tinggi, stamina.
memungkinkan berdiri serta berjalan. - Memaksimalkan fun
melakukan aktivitas. - Kolaborasi sendi, mempertahan
Konsul dengan ahli terapi mobilitas.
fisik atau okupasi dan - Memformulasi progr
spesialis vokasional. latihan berdasar
- Berikan obat sesuai indikasi kebutuhan individual
(Steroid) mengidentifikasi bant
mobilitas.
- Menekan inflam
sistemik

- Berikan kesempa
Gangguan bodi image mengidentifiaksi r
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan - Dorong pengungkapan takut/kesalahan kon
deformitas sendi. mengenai proses penyakit dan menhadapi sec
keperawatan selama 2 x 24
jam diaharapkan gangguan dan harapan masa depan. langsung
body image dapat teratasi - Bantu pasien
dengan keteria hasil: mengekspresikan perasaan - Untuk mendapat
kehilangan. dukungan pro
- Mengungkapkan - Perhatikan perilaku menarik berkabung yang adaptif
peningkatan rasa diri, penggunaan - Menunjukkan
percaya diri dalam menyangkal/terlalu emosional/metode kop
kemampuan untuk memperhatikan tubuh. maladaptif sehin
menghadapi penyakit, - Bantu dengan kebutuhan membutuhkan interve
perubahan gaya hidup perawatan yang diperlukan. lebih lanjut/dukun
dan kemungkinan - Kolaborasi psikologis.
keterbatasan. Rujuk pada konseling - Mempertahankan
penampilan y
- Menerima perubahan psikiatri (misal perawat meningkatkan citra dir
tubuh dan spesialis psikiatri, psikologi,
mengintegrasikan ke pekerja sosial) - Pasien/keluarga
dalam konsep diri. membutuhkan dukun
- Mengembangkan selama berhada
keterampilan perawatan dnegan proses jan
diri agar dapat berfungsi panjang.
dalam masyarakat. - Berikan obat ses
indikasi (m
antiansietas)
- Dibutuhkan s
munculnya depresi he
sampai pasien da
menggunakan
kemampuan kop
efektif.

- karena klien ren


Risiko cedera untuk mengalami frak
berhubungan dengan patologis bahkan o
- Lindungi klien dari
kontraktur sendi. Setelah dilakukan tindakan benturan rin
kecelakaan jatuh.
keperawatan selama 2 x 24 sekalipun. Bila kl
- Hindarkan klien dari satu
jam diharapkan tidak ada mengalami penuru
posisi yang menetap, ubah
resiko cedera keteria hasil : kesadaran pasang
posisi klien dengan hati-
tirali tempat tidurnya.
- Pantau faktor resiko hati.
- perubahan po
perilaku pribadi dan - Bantu klien memenuhi
berguna un
lingkungan kebutuhan sehari-hari
mencegah terjadi
- Mengembangkan dan selama terjadi kelemahan
penekanan punggu
mengikuti strategi fisik.
dan memperlancar ali
pengendalian resiko - Atur aktivitas yang tidak
darah serta mence
- Mempersiapkan melelahkan klien.
terjadinya dekubitus.
lingkungan yang aman - Ajarkan cara melindungi
- kelemahan yang diala
- Mengidentifikasikan yang diri dari trauma fisik seperti
oleh pas
dapat meningkatkan reiko cara mengubah posisi
hiperparatiroid da
cedera tubuh, dan cara berjalan
mengganggu pro
- Menghindari cedera fisik serta menghindari
pemenuhan ADL pasi
perubahan posisi yang tiba-
- aktivitas y
tiba.
berlebihan da
memperparah penya
pasien.
- mencegah terjadi
cedera pada pasien

- Memberikan pengetah
Kurang penegtahuan dimana pasien da
berhubungan dengan membuat pili
kurangnya - Tinjau proses penyakit, berdasarkna informasi.
pemajanan/mengingat. Setelah dilakukan tindakan prognosis, dan harapan masa - Tujuan kontrol penya
keperawatan selama 2 x 24 depan. adalah untuk mene
jam diharapkan pengetahuan - Diskusikan kebiasaan pasien inflamasi atau jarin
meningkat keteria hasi dalam penatalaksanaan lain un
proses sakit melalui diet, mempertahankan fun
- Menunjukkan pemahaman obat, latihan dan istirahat. sendi dan mence
tentang kondisi dan - Tekankan pentingnya deformitas.
perawatan. melanjutkan manajemen - Keuntungan dari ter
- Mengembangkan rencana farmakoterapeutik. obat tergantung p
untuk perawatan diri, - R/ Berikan informasi ketepatan dosis, misa
termasuk modifikasi gaya mengenai alat bantu, misal : aspirin diberikan sec
hidup yang konsisten tongkat atau palang reguler untuk menduku
dengan mobilitas atau keamanan. kadar terapeutik darah
pembatasan aktivitas. - Diskusikan menghemat - 25 mg.
energi, misal : duduk - Mengurangi paks
daripada berdiri untuk untuk menggunakan se
mempersiapkan makanan dan memungkin
dan mandi pasien ikut serta sec
lebih nyaman dal
aktivitas y
dibutuhkan.
- Mencegah kepenat
memberikan kemuda
perawatan diri
kemandirian.
2. Implementasi
Implementasi merupakan serangkaian kegiatan yang doilakukan
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun secara spesifik untuk
setiap individu dan berfokus pada pencapaian hasil, tindakan yang dilakukan
mencakup monitoring klien terhadap tanda perubahan atau peningkatan,
perawatan langsung yang diberikan pada klien atau tindakan kolaborasi,
pendidikan kesehatan atau istruksi kepada klien tentang pengelolahan
kesehatan dan merujuk klien untuk follow-up care, menurut (Riasmini, 2017)
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan serta menilai data yang baru (Rohmah, 2014).
3. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kreteria hasil yang
dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, 2014).
Menurut (Murwani, 2015) evaluasi disusun menggunakan format SOAP dan
SOAPIER:
a. S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
b. O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
c. A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
keperawatan dan kriteria hasil terkait dengan diagnosis.
d. P : Perencanaan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis respon
keluarga.
Sedangkan SOPIER:
a. S : Hal-hal yang dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah
dilakukan intervensi keperawatan.
b. O : Hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
c. A : Analisa dari hasil yang telah dicapai dengan mengacu pada tujuan
keperawatan dan kriteria hasil terkait dengan diagnosis
d. P : Perencanaan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisis respon
keluarga.
e. I : Implementasi dari perencanaan dengan mencatat waktu tindakan dan
tindakan keperawatan.
f. E : Evaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dicapai keluarga.
g. R : Revision adalah revisi apabila ada perubahan dalam rencana
keperawatan.
1.
DAFTAR PUSTAKA

Adellia. 2010. Libas Rematik dan Nyeri Otot dari Hidup Anda. Ypgyakarta: Briliant
Books

Azizah, L.M. 2011. Keperawatan Lnjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bandiyah,S. 2017. Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha


Medika
Departemen Kesehatan RI. 2017. Klasifikasi lansia. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI.

Dewi, S. R., 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Febriana 2015. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle


Billateral Di RSUD Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Junaidi.I., 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta:Bhuana Ilmu Populer

Kholifah, Siti Nur. 2016. Modul Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: Kemenkes RI.

Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika.

Masyeni, K, T, M. 2018. Rheumatoid Athritis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas


Kedokteran Universitas Udayana.

Nanda. 2018. Nanda-I: Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC.
Nic. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi Keenam. Singapore:
Elsever.
Noc. 2016. Nursing Outcomes Classifikation (NOC), Edisi kelima. Singapore:
Elsever.
Padila, 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Putra, T.R., Suega, K., Artana, I.G.N.B. 2013. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Penyakit Dalam. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RSUP Sanglah.
Riasmini, Ni Made., Dkk. 2017. Pandua Asuhan Keperawatan: Individu, Keluarga,
Kelompok dan Komunitas dengan Moditifikasi NANDA, ICNP, NOC dan NIC
di Puskesmas dan Masyarakat. Jakarta: UI-Press.
Rohma, Nikmatur., Walid., Saiful. 2014. Proses Keperwatan: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Suiraoka. 2012. Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Andi.

Windari, Leni. 2018. Pengaruh Self Regulation Terhadap Kekambuhan Penyakit


Rheumatik Athritis Pada Lansia. Skripsi. Jombang: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia.

Anda mungkin juga menyukai