Disusun Oleh :
WIDA SUKMAWATI
113121022
2
LAPORAN PENDAHULUAN
MOBILISASI
A. Pengertian
Mobilisasi merupakan gerak yang beraturan, terorganisasi dan teratur.
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas. (Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Perry
dan Potter, 1994). Sebagai suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. (America Nursing Diagnosis
Association) (Nanda)
B. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
G. Pathways
Pendarahan
10
menurun
Nekrosis jaringan
otak kematian
Deficit neurologis
11
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
I. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi
Imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan
pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem
pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan
perilaku (Widuri, 2010).
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism
rate ( BMR ) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan
sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi
urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien
yang mengalami imobilitas pada hari
kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya
adalah pengurangan jumlah metablisme, atropi kelenjar dan katabolisme
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, deminetralisasi
tulang,gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke
interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang
akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi
tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan
oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya
penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen
dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia.
Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh
permukaan paru.
6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berapa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya
kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks
neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistemsirkulasi
pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan
karenaimobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang
terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran
venakembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.
Terjadinya trombus juga disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil
penurunan kontrasi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilitas adalah sebagai berkut:
a. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi
kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih
kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
b. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi
dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
c. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus
sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.
d. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
e. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan
perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain (Widuri, 2010).
J. Komplikasi
Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
1. Pembekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah
bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru.
2. Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
3. Pneumonia
Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna,
hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya yaitu:
a) Disritmia
b) Peningkatan tekanan intra cranial
c) Kontraktur
d) Gagal nafas
e) Kematian (saferi wijaya, 2013).
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/
MOBILITAS
0 0 Paralisis sempurna
Leher
Bahu
1 2 3
atas kepala.
Siku
Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan Rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap
keatas.
Pergelangan Tangan
1 2 3
Adduksi
Merapatkan kembali jari – jari Rentang 30°
tangan
Ibu Jari
Panggul
1 2 3
Lutut
Mata Kaki
M. Diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
N. Intervensi Keperawatan
1. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan Kelemahan Umum
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
aktivitas keperawatan selama …. x 24 1. Tentukan penyebab
berhubungan jam : keletihan: :nyeri,
dengan Kelemahan 1. Klien mampu aktifitas, perawatan ,
umum mengidentifikasi aktifitas pengobatan.
dan situasi yang 2. Kaji respon emosi, sosial
menimbulkan kecemasan dan spiritual terhadap
yang berkonstribusi pada aktifitas.
intoleransi aktifitas. 3. Evaluasi motivasi dan
2. Klien mampu keinginan klien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan aktifitas.
aktifitas fisik tanpa disertai 4. Monitor respon
peningkatan TD, N, RR kardiorespirasi terhadap
dan perubahan ECG. aktifitas : takikardi,
3. Klien mengungkapkan disritmia, dispnea,
secara verbal, pemahaman diaforesis, pucat.
tentang kebutuhan 5. Monitor asupan nutrisi
oksigen, pengobatan dan untuk memastikan ke
atau alat yang dapat adekuatan sumber energi.
meningkatkan toleransi 6. Monitor respon terhadap
terhadap aktifitas. pemberian oksigen : nadi,
4. Klien mampu irama jantung, frekuensi
berpartisipasi dalam Respirasi terhadap
perawatan diri tanpa aktifitas perawatan diri.
bantuan atau dengan 7. Letakkan benda-benda
bantuan minimal tanpa yang sering digunakan
menunjukkan kelelahan pada tempat yang mudah
dijangkau.
8. Kelola energi pada klien
dengan pemenuhan
kebutuhan makanan,
cairan, kenyamanan /
digendong untuk
mencegah tangisan yang
menurunkan energi.
9. Kaji pola istirahat klien
dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.
Terapi Aktivitas
1. Bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.
2. Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.
3. Bantu dengan aktifitas
fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah posisi,
perawatan personal,
sesuai kebutuhan.
4. Minimalkan anxietas dan
stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
5. Kolaborasi dengan medis
untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi
Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses
Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.