Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
MOBILISASI

Disusun Oleh :
WIDA SUKMAWATI
113121022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
1
TAHUN 2020/2021

2
LAPORAN PENDAHULUAN
MOBILISASI

A. Pengertian
Mobilisasi merupakan gerak yang beraturan, terorganisasi dan teratur.
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna
mempertahankan kesehatannya. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas. (Musrifatul Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Perry
dan Potter, 1994). Sebagai suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. (America Nursing Diagnosis
Association) (Nanda)

B. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

C. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal yang
berarti tulang.
1. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
a) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah
dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot
paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan
sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
a) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
b) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi
otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa
kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot
kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin. Ketika otot berkontraksi,
aktin dan miosin bertautan dan saling menggelincir satu sama lain, sehingga
sarkomer pun juga memendek. Dalam otot terdapat zat yang sangat peka
terhadap rangsang disebut asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan
asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang pembentukan
aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang
melekat pada tulang bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan
tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi. Tulang sebagai alat gerak pasif
karena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi tulang tetap mempunyai
peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
a) Tulang Rawan (kartilago)
(1) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa.
(2) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
(3) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis
dan faring.
b) Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka.
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis
tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan meluas
ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran panjangnya
terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan,
dan ruas-ruas tulang belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk yang
tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjangtubuh
dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
a) Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
b) Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
c) Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut
dan lidah 1 buah
d) Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang
berjumlah 26 buah
e) Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting
yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk
juga berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-tulang
bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri
atas 126 tulang. Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak,
tangan dan kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian
yaitu ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.
D. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti
pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga
menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat
menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di
rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007). Penyebab secara
umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

E. Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik


Adapun tanda gejala pada gangguan mobilitas fisik yaitu :
a. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ektremitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun.
b. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerak terbatas
d) Fisik lemah (Tim Pokja DPP PPNI, 2017).
F. Patofisiologis
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. Sendi adalah
hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi
vertebra.
1. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago
terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi,
kostosternal antara sternum dan iga.
2. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan
dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh:
sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
3. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi
putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi interfalang
pada jari.
4. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang
dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan
memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non
elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
5. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak
elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya
tendon akhiles/kalkaneus.
6. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan
telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago
permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit,
seperti osteoarthritis.
7. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer
utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
8. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.
Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.
Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai
memutuskan untuk mengubah posisi.

G. Pathways
Pendarahan

10
menurun

Edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi jaringan

Perfusi otak menurun herniasi


otak

Nekrosis jaringan
otak kematian

Deficit neurologis

H. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan
cara yang sehat
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada

11
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas
4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.
I. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi
Imobilitas dalam tubuh dapat memengaruhi sistem tubuh, seperti perubahan
pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, gangguan
dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem
pernafasan, perubahan kardiovaskular, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan
perilaku (Widuri, 2010).
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme
dalam tubuh. Hal tersebut dapat dijumpai pada menurunnya basal metabolism
rate ( BMR ) yang menyebabkan berkurangnya energi untuk perbaikan
sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi gangguan oksigenasi sel. Perubahan
metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses anabolisme menurun dan
katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko meningkatkan gangguan
metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan penurunan ekskresi
urine dan pengingkatan nitrogen. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien
yang mengalami imobilitas pada hari
kelima dan keenam. Beberapa dampak perubahan metabolisme, di antaranya
adalah pengurangan jumlah metablisme, atropi kelenjar dan katabolisme
protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, deminetralisasi
tulang,gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi
protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh.
Di samping itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke
interstisial dapat menyebabkan edema sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan demineralisasi tulang
akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya demineralisasi
tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein
dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun, di mana sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan
oksigen dalam jumlah yang cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini
disebabkan karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna,
sehingga penurunan jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan,
seperti perut kembung, mual, dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan
gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar haemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya
lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya
penurunan kadar haemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen
dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia.
Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh
permukaan paru.
6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berapa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
trombus. Terjadinya hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya
kemampuan saraf otonom. Pada posisi yang tetap dan lama, refleks
neurovaskular akan menurun dan menyebabkan vasokontrriksi, kemudian darah
terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah ke sistemsirkulasi
pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan
karenaimobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang
terkumpul pada ekstermitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran
venakembali ke jantung dan akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya.
Terjadinya trombus juga disebabkan oleh vena statsi yang merupakan hasil
penurunan kontrasi muskular sehingga meningkatkan arus balik vena.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari
imobilitas adalah sebagai berkut:
a. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat
menyebabkan turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi
kapasitas otot ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya
massa otot dapat menyebabkan atropi pada otot. Sebagai contoh, otot betis
seseorang yang telah dirawat lebih dari enam minggu ukurannya akan lebih
kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
b. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi
dan fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak berfungsi.
c. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunannya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya
iskemia serta nekrosis jaringan superfisial dengan adanya luka dekubitus
sebagai akibat tekanan kulit yang kuat dan sirkulasi yang menurun ke
jaringan.
d. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang
mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan dan penurunan curah jantung
sehingga aliran darah renal dan urine berkurang.
e. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan
siklus tidur dan menurunnya koping mekanisme. Terjadinya perubahan
perilaku tersebut merupakan dampk imobilitas karena selama proses
imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan, dan lain-lain (Widuri, 2010).
J. Komplikasi
Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
1. Pembekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah
bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru.
2. Dekubitus
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan
tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
3. Pneumonia
Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna,
hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya yaitu:
a) Disritmia
b) Peningkatan tekanan intra cranial
c) Kontraktur
d) Gagal nafas
e) Kematian (saferi wijaya, 2013).
K. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/
MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh

1 Memerlukan penggunaan alat

2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain

3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan


peralatan

4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan
2) Rentang gerak (range of motion-ROM)
a) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
Ekstensi merupakan gerak meluruskan
b) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi merupakan
gerak menjauhi tubuh
c) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
d) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki kea
rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar
3) Derajat kekuatan otot
SKALA PERSENTASE KARAKTERISTIK
KEKUATAN
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di


palpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan


topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi


dan melawan tahanan minimal

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal


melawan gravitasi dan tahanan penuh
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

L. Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan Latihan Range Of Motion (ROM)


Range of motion atau ROM merupakan latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan
menggerakan persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa
otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2006).
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan
bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah pasien
semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien
tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas total. Latihan ROMaktif
adalah Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam
melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi
normal. Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM
aktif adalah sendi di seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien
sendiri secara aktif (Suratun, 2008).
Gerakan Range of Motion (ROM) pada sendi di seluruh tubuh yaitu :
Tabel 1 Gerakan Range of Motion (ROM )
1 2 3

Leher

Gerakan Penjelasan Rentang

Fleksi Menggerakkan dagu menempel ke Rentang 45°


dada.

Ekstensi Mengembalikan kepala keposisi


Rentang 45°
tegak.

Hyperekstensi Menekuk kepala kebelakang sejauh Rentang 40-45°


mungkin.

Fleksi lateral Memiringkan kepala sejauh Rentang 40-45°


mungkin kearah setiap bahu.

Rotasi Memutar kepala sejauh mungkin Rentang 45°


dalam gerakan sirkuler.

Bahu

Ekstensi Mengembalikan lengan keposisi diRentang 180°


samping tubuh.

Hiperekstensi Menggerakkan lengan kebelakangRentang 45-60°


tubuh, siku tetap lurus.

Abduksi Menaikkan lengan posisi samping di Rentang 180°


atas kepala dengan telapak tangan
jauh dari kepala.
Adduksi Menurunkan lengan kesamping danRentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin

Rotasi dalam Dengan siku fleksi, memutar bahu


Rentang 90°
dengan menggerakkan lengansampai
ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang.

Fleksi Menaikkan lengan dari posisi diRentang 180°


samping tubuh ke depan ke posisi di

1 2 3

atas kepala.

Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakkan Rentang 90°


lengan sampai ibu jari ke atas dan
samping kepala.

Sirkumduksi Menggerakkan lengan dengan


Rentang 360°
lingkaran penuh.

Siku

Fleksi Menggerakkan siku sehingga lengan Rentang 150°


bahu bergerak kedepan sendi bahu
dan tangan sejajar bahu.

Ekstensi Meluruskan siku menurunkan


Rentang 150°
tangan.

Lengan Bawah
Supinasi Memutar lengan bawah dan tangan Rentang 70-90°
sehingga telapak tangan menghadap
keatas.

Pronasi Memutar lengan bawah sehingga


Rentang 70-90°
telapak tangan menghadap
ke bawah.

Pergelangan Tangan

Fleksi Menggerakkan telapak tangan kesisiRentang 80-90°


bagian dalam lengan bawah.

Ekstensi Menggerakkan jari – jari tangan Rentang 80-90°


sehingga jari – jari, tangan, lengan
bawah berada dalam arah yang
sama.

Hiperkesktensi Membawa permukaan tangan dorsalRentang 89-90°


kebelakang sejauh mungkin.

Abduksi Menekuk pergelangan tangan miringRentang 30°


ke ibu jari.

1 2 3

Jari – Jari Tangan

Fleksi Membuat genggaman. Rentang 90°

Ekstensi Meluruskan jari – jari tangan Rentang 90°


kebelakang sejuh mungkin.

Hiperekstensi Meregangkan jari – jari tangan kebel


akang sejauh mungkin. Rentang 30-60°
Abduksi Meregangkan jari – jari tangan yang Rentang 30°
satu dengan yang lain.

Adduksi
Merapatkan kembali jari – jari Rentang 30°
tangan

Ibu Jari

Fleksi Menggerakkan ibu jari menyilang Rentang 90°


permukaan telapak tangan.

Ekstensi Menggerakkan ibu jari lurus Rentang 90°


menjauh dari tangan.

Abduksi Menjauhkan ibu jari kedepan tangan. Rentang 30°

Adduksi Menggerakkan ibu jari ke depan Rentang 30°


tangan.

Oposisi Menyentuh ibu jari ke setiap jari –


jari tangan pada tangan yang sama.

Panggul

Ekstensi Menggerakkan kembali kesampingRentang 90-120°


tungkai yang lain.

Hiperekstensi Menggerakkan tungkai kebelakangRentang 30-50°


tubuh.

Abduksi Menggerakkan tungkai kesampingRentang 30-50°


tubuh.
Adduksi Menggerakkan tungkai kembaliRentang 30-50°
keposisi media dan melebihi jika
mungkin.

1 2 3

Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai kearahRentang 90°


tungkai lain.

Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhiRentang 90°


tungkai lain.

Sirkumduksi Menggerakkan tungkai melingkar. -

Lutut

Fleksi Merakkan tumit kearah belakang Rentang 120-


130° paha.

Ekstensi Mengembalikan tungkai kelantai. Rentang 120-130°

Mata Kaki

Dorsi fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 20-30°


jari kaki menekuk keatas.

Plantar fleksi Menggerakkan kaki sehingga jari – Rentang 45-50°


jari kaki menekuk ke bawah.

Inversi Memutar telapak kaki kesampingRentang 10°


dalam.

Eversi Memutar telapak kaki kesamping


Rentang 10°
luar
Jari – Jari Kaki

Fleksi Menekukkan jari- jari ke bawah. Rentang 30-60°

Ekstensi Meluruskan jari – jari kaki. Rentang 30-60°

Sumber : Potter & Perry, Fundamental Keperawatan, 2006

M. Diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

N. Intervensi Keperawatan
1. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan Kelemahan Umum
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
aktivitas keperawatan selama …. x 24 1. Tentukan penyebab
berhubungan jam : keletihan: :nyeri,
dengan Kelemahan 1. Klien mampu aktifitas, perawatan ,
umum mengidentifikasi aktifitas pengobatan.
dan situasi yang 2. Kaji respon emosi, sosial
menimbulkan kecemasan dan spiritual terhadap
yang berkonstribusi pada aktifitas.
intoleransi aktifitas. 3. Evaluasi motivasi dan
2. Klien mampu keinginan klien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan aktifitas.
aktifitas fisik tanpa disertai 4. Monitor respon
peningkatan TD, N, RR kardiorespirasi terhadap
dan perubahan ECG. aktifitas : takikardi,
3. Klien mengungkapkan disritmia, dispnea,
secara verbal, pemahaman diaforesis, pucat.
tentang kebutuhan 5. Monitor asupan nutrisi
oksigen, pengobatan dan untuk memastikan ke
atau alat yang dapat adekuatan sumber energi.
meningkatkan toleransi 6. Monitor respon terhadap
terhadap aktifitas. pemberian oksigen : nadi,
4. Klien mampu irama jantung, frekuensi
berpartisipasi dalam Respirasi terhadap
perawatan diri tanpa aktifitas perawatan diri.
bantuan atau dengan 7. Letakkan benda-benda
bantuan minimal tanpa yang sering digunakan
menunjukkan kelelahan pada tempat yang mudah
dijangkau.
8. Kelola energi pada klien
dengan pemenuhan
kebutuhan makanan,
cairan, kenyamanan /
digendong untuk
mencegah tangisan yang
menurunkan energi.
9. Kaji pola istirahat klien
dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.
Terapi Aktivitas
1. Bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.
2. Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.
3. Bantu dengan aktifitas
fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah posisi,
perawatan personal,
sesuai kebutuhan.
4. Minimalkan anxietas dan
stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
5. Kolaborasi dengan medis
untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24 1. Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada
dengan : 1. Mampu mandiri total klienuntuk
Kerusaka n sensori 2. Membutuhkan alat bantu melakukan
persepsi. 3. Membutuhkan bantuan program latihan secara
rutin
orang lain Latihan untuk ambulasi
4. Membutuhkan bantuan 1. Ajarkan teknik Ambulasi
orang lain dan alat & perpindahan yang
5. Tergantung total aman kepada klien dan
6. Dalam hal : keluarga.
a. Penampilan posisi 2. Sediakan alat bantu untuk
tubuh yang benar klien seperti kruk, kursi
b. Pergerakan sendi dan roda, dan walker
otot 3. Beri penguatan positif
c. Melakukan untuk berlatih mandiri
perpindahan/ ambulasi : dalam batasan yang
miring kanan-kiri, aman.
berjalan, kursi roda Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
1. Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan
latihan untuk
memperkuat anggota
tubuh
3. Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
1. Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
1. Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
2. Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :Kerusakan neurovaskuler


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan
diri berhubungan keperawatan selama... Diri:Mandi, higiene mulut,
dengan :Kerusakan x24 jm penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu : 1. Kaji kebersihan kulit, kuku,
1. Melakukan ADL rambut, gigi, mulut, perineal,
mandiri : mandi, anus
hygiene mulut ,kuku, 2. Bantu klien untuk mandi,
penis/vulva, rambut, tawarkan pemakaian lotion,
berpakaian, toileting, perawatan kuku, rambut, gigi
makan-minum, dan mulut, perineal dan anus,
ambulasi sesuai kondisi
2. Mandi sendiri atau 3. Anjurkan klien dan
dengan bantuan tanpa keluarga untuk melakukan oral
kecemasan hygiene sesudah makan dan
3. Terbebas dari bau bila perlu
badan dan 4. Kolaborasi dgn Tim Medis /
mempertahankan kulit dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
utuh kekeringan mukosa mulut, dan
4. Mempertahankan gangguan integritas kulit.
kebersihan area Bantuan perawatan diri :
perineal dan anus berpakaian
5. Berpakaian dan 1. Kaji dan dukung kemampuan
melepaskan pakaian klien untuk berpakaian sendiri
sendiri 2. Ganti pakaian klien setelah
6. Melakukan keramas, personal hygiene, dan
bersisir, bercukur, pakaikan pada ektremitas yang
membersihkan kuku, sakit/ terbatas terlebih dahulu,
berdandan Gunakan pakaian yang longgar
7. Makan dan minum 3. Berikan terapi untuk
sendiri, meminta mengurangi nyeri sebelum
bantuan bila perlu melakukan aktivitas
8. Mengosongkan berpakaian sesuai indikasi
kandung kemih dan Bantuan perawatan diri :
bowel Makan-minum
1. Kaji kemampuan klien untuk
makan : mengunyah dan
menelan makanan
2. Fasilitasi alat bantu yg mudah
digunakan klien
3. Dampingi dan dorong keluarga
untuk membantu klien saat
makan
Bantuan Perawatan Diri:
Toileting
1. Kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(mena
han untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
2. Ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting
3. Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
4. Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses
Dan Praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai