Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

POST SECTIO CAESARIA (SC)

Disusun Oleh:
NANDA PUTRI DAMAIYANTI
(113121028)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS AL-IRSYAD CILACAP
2021/2022
A. Definisi
Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerostomi
untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Padila, 2015).
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim (Sarwono,
2009).
Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Gulardi &Wiknjosastro, 2010).

B. Etiologi
Dibawah ini akan dibahas mengenai pendukung dilakukan Sectio Caesarea :
1. Indikasi Ibu
1) Panggul sempit absolute
2) Placenta previa
3) Ruptura uteri mengancam
4) Partus Lama
5) Partus Tak Maju
6) Pre eklampsia, dan Hipertensi
2. Indikasi Janin
1) Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan
dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati,
kerusakan dasar panggul
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi,
kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada perempatan
dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak
muka atau letak belakang kepala.
b. Letak sungsang
Merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri.
c. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah
jalan/cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala
letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara
dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
d. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang
bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
2) Gawat Janin
3) Janin Besar 
3. Indikasi Kontra (relative)
1) Infeksi intrauterine
2) Janin Mati
3) Syok atau anemia berat yang belum diatasi
4) Kelainan kongenital berat
Beberapa penyebab sectio caesarea diantaranya :
1. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Merupakan ukuran lingkar pinggul ibu tidak sesuai dengan ukuran
lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan dengan normal. Tulang panggul merupakan susunan tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan
tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut dapat menyebabkan
bentuk rongga panggul asimetris dan ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum diketahui
dengan jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perianal paling sering
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnose dini sangat penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Merupakan pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketban pecah
dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36
minggu ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses
persalinan berlangsung. Ketuban pecah dini merupakan masalah
penting dalam obstetric terkait dengan penyulit kelahiran premature dan
terjadinya infeksi khoriokarsinoma sampai sepsis, yang meningkatkan
morbilitas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu.

C. Tujuan Sectio Caesarea


Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat
lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen
bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan
plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi
kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk
kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa
walaupun anak sudah mati.
D. Klasifikasi
1. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan,
sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam
persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya
ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi.
Sekurang-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya
adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk
tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
2) Sectio caesarea profunda (Ismika Profunda) : dengan insisi pada segmen
bawah uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf
pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi
uterus ke rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
3) Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan
apabila:
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T atau T Insisian (Padila, 2015).

E. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia,
distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan klien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan
fisik akan menyebabkan klien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
klien secara mandiri untuk sementara waktu.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada klien. Selain
itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada
dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan,
pembuluh darah, dan saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan
rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik
akan menimbulkan masalah risiko infeksi.

Gambar Sectio Caesarea (SC) :


F. Pathways
CPD, PEB, KPD, Kelianan Letak Janin

Sectio Caesarea

Adapt Anes Puas Insisi


asi

Penu Pembatasan Luka


Fisi runa cairan peroral
n
saraf Pelepa R
L I Resi
san es
Kon ko
a histam ik
disi keku
Prola Pele ine
diri rang
ktin pasa
meni n Trauma
Resiko
Pr Kon cedera
od trak Nyeri
uk si
si
L
Pengelua o
ran ASI

Ketidakef
ektifan
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

H. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya.
Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL
secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb
rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, klien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.
Kateter biasanya terpasang 24-48 jam atau lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
5. Pemberian obat-obatan
1) Antibiotik, cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
3) Obat-obatan lain
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan
darah, nadi,dan pernafasan.
8. Perawatan payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompresi, biasanya mengurangi rasa
nyeri (Padila, 2015).

I. Komplikasi
Kemungkinan yang bisa timbul setelah dilakukan operasi Sectio Caesarea
antara lain :
1. Infeksi puerperal (Nifas)
a. Ringan, dengan peningkatan suhu tubuh dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut
sedikit kembung
c. Berat, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
peritonealisasi terlalu tinggi (Padila, 2015).

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik

2. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake cairan

inadekuat

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi saraf simpatis

4. Risiko infeksi berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan kulit

5. Ketidakefektifan pemberin ASI berhubungan dengan penurunan

pengeluaran ASI (Kusuma, 2016).


K. Rencana Asuhan Keperawatan

H
ar
i/
Diagnos
T Interve
a Tujuan
gl nsi Rasional
Kepera (NOC)
/ (NIC)
watan
J
a
m
Nyeri Setelah 1. Kaji nyeri 1. Untuk mengetahui
akut dilakukan secara nyeri secara
berhubu asuhan komprehen mengkusus meliputi
ngan keperawatan sif lokasi,
dengan selama … 2. Kontrol karakteristik,
agen x24 jam lingkungan durasi, frekuensi,
cedera diharapkan yang dapat kualitas dan factor
fisik nyeri mempengar presipitasi nyeri
berkurang uhi nyeri 2. Agar pasien tetap
atau hilang. seperti merasa nyaman
NOC : suhu, 3. Agar pasien mampu
1. Pain level pencahayaa mengontrol dan
2. Pain Control n dan mengurangi rasa
Kriteria kebisingan nyeri yang
Hasil : 3. Ajarkan dirasakan secara
1. Mampu teknik mandiri tanpa
mengontrol nyeri nonfarmak menggunakan obat
(tahu penyebab ologi untuk 4. Agar pasien
nyeri, mampu mengurangi mendapatkan terapi
menggunakan nyeri farmakologi yang
teknik 4. Kolaborasi tepat sesuai dengan
nonfarmakologi dengan kebutuhan tubuh
untuk dokter pasien.
mengurangi terkait
nyeri) pemberian
2. Melaporkan analgetik
bahwa nyeri
berkurang
3. Menyatakan
merasa nyaman
setelah nyeri
berkurang
Risiko Setelah 1. Kaji tanda- 1. Untuk mengetahui
kekurangan dilakukan tanda vital keadaan umum
volume cairan asuhan pasien
berhubungan keperawatan 2. Monitor 2. Untuk mengetahui
dengan intake selama … intake dan keseimbangan
cairan x24 jam output antara cairan masuk
inadekuat diharapkan cairan dan cairan keluar
tidak terjadi 3. Monitor
kekurangan status 3. Untuk mengetahui
volume hidrasi lebih awal jika
cairan. 4. Anjurkan terjadi kekurangan
NOC : meningkatk volume cairan
1. Fluid balance an masukan 4. Untuk memenuhi
2. Nutrotional cairan kebutuhan cairan
status : food and peroral pasien melalui oral
fluid intake 5. Kolaborasi
Kriteria dengan 5. Agar pasien
Hasil : dokter mendapatkan cairan
1. Tanda-tanda terkait melalui intravena
vital dalam batas terapi sesuai dengan
normal IVFD kebutuhan
2. Tidak ada tanda- tubuhnya
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membran
mukosa lembab
dan tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
Resiko Setelah 1. Observasi 1. Untuk mengetahui
cedera dilakukan kebutuhan keadaan umum
berhubu asuhan keamanan pasien
ngan keperawatan pasien,
dengan selama … sesuai
penurun x24 jam dengan
an diharapkan kondisi
fungsi ansietas fisik dan
saraf pasien fungsi
simpatis berkurang kognitif
atau hilang. pasien
NOC : 2. Bantu 2. Mencegah cedera
1. Risk control ambulasi dan melatih gerak
Kriteria pasien pasien
Hasil : 3. Ajarkan 3. Menghindari
1. Klien terbebas pasien terjadinya cedera
dari cedera penggunaa pada pasien
2. Mampu n alat bantu
menggunakan untuk
fasilitas berpindah
kesehatan yang
ada 4. Kolaborasi 4. Mempercepat
3. Mampu dengan ahli proses
mengenali terapis penyembuhan
perubahan status untuk pasien
kesehatan menangani
cedera
Risiko infeksi Setelah 1. Monitor 1. Untuk mengetahui
berhubungan dilakukan tanda dan lebih awal jika
dengan asuhan gejala terjadi infeksi
terputusnya keperawatan infeksi
kontinuitas selama … 2. Cuci tangan 2. Untuk mencegah
jaringan kulit x24 jam sebelum terjadinya infeksi
diharapkan dan setelah nosokomial
tidak terjadi melakukan
infeksi. tindakan
NOC : keperawata
1. Immune status n
2. Knowledge : 3. Perhatikan 3. Untuk mencegah
infection control teknik terjadinya infeksi
Kriteria aseptik saat karena tindakan
Hasil : melakukan yang dilakukan oleh
1. Klien bebas dari vulva perawat
tanda dan gejala hygiene
infeksi dan
2. Menunjukkan perawatan
kemampuan luka post 4. Untuk mengetahui
untuk mencegah operasi ada peningkatan
timbulnya 4. Ambil leukosit atau tidak
infeksi specimen
3. Jumlah leukosit darah
dalam batas lengkap
normal
Ketidakefektifa Setelah 1. 1. M
n pemberin ASI dilakukan K engevaluasi
berhubungan asuhan aji kemampuan ibu
dengan keperawatan pengeta dalam
penurunan selama … huan memberikan
pengeluaran x24 jam ibu ASI
ASI diharapkan dalam
tidak terjadi pember
infeksi. ian ASI 2. M
NOC : 2. emperlancar
1. B proses
Breas erikan pengeluaran
tfeding perawa ASI
ineffective tan 3. M
2. payuda empercepatan
Breas ra proses
tfeeding 3. pemberian ASI
Pattern A
ineffective njurkan
3. teknik
Breas menyus
tfeding ui yang
interupted mening
Kriteria katkan 4. M
Hasil : keefefti eningkatkan
1. fan pemahaman
Peme menyus tentang
liharaan ui bayi menyusui
pemeberian 4.
ASI: K
keberlangsu olabora
ngan si
pemberian konseli
ASI untuk ng
menyediaka laktasi
n nutrisi
bagi bayi
2.
Ibu
dan bayi
mengalami
keefektifan
pemberian
ASI

DAFTAR PUSTAKA

Debora, O. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik, edisi 2. Jakarta :


Salemba Medika.

Gulardi &Wiknjosastro. (2010). Asuhan Kebidanan pada Pasien Nifas. Jakarta :


Media Nugraha

Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus, jilid 1. Jogjakarta :
Medi Action.

Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan


Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam berbagai kasus, jilid 2. Jogjakarta :
Medi Action.
Padila. (2015). Asuhan Keperawatan Maternitas II, Untuk Mahasiswa
Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta : Medikal Book.

Prawirohardjo, Sarwono. (2009). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta : YBP-SP.

Syaifuddin. (2016). Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk


Keperawatan dan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai