Anda di halaman 1dari 6

A.

Latar belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis. TB juga terbagi atas dua macam yakni TB paru dan

TB ekstra paru (Ormerod dalam Gough, 2011). Peningkatan insiden TB diketahui

sebanyak 2 milyar orang (1/3 populasi di dunia) dan kejadian kasus baru TB

didunia sebanyak 8,6 juta (Lewis dkk, 2007). Pada tahun 1999, World Health

Organization (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB

dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Di Amerika, ras Asia memiliki

angka TB paling tinggi disbanding ras lainnya, yakni 29,3% (Centers for Disease

Control in USA dalam Lewis dkk, 2007). Selain itu, penyakit TB juga menyerang

sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah, dan

berpendidikan rendah. Semenjak tahun 2000, TB dinyatakan oleh WHO sebagai

reemergencing disease, karena angka kejadian TB yang telah dinyatakan menurun

pada tahun 1990 kembali meningkat.

Sebagaimana telah dilaporkan dalam laporan Penanggulangan TBC Global

yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, bahwa angka insidensi TB pada

tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%

diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Sedngkan angka capaian kasus

yang ditetapkan dalam Millenium Development Goal’s (MDG’s) ialah sebesar

222 kasus /100.000 penduduk. Demikian pula dengan Indonesia, dimana angka

insiden TB pada tahun 2011 masih mencapai angka dibawah standard MDG’s

yakni sebesar 289 kasus /100.000 penduduk sebagaimana dalam laporan

internasional menyatakan pula bahwa Indonesia merupakan penyumbang kasus


TB terbesar ketiga setehalh Cina dan India (Muttaqin, 2007). Hasil Survey

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, penyakit TB paru di Indonesia

merupakan penyebab kematian nomor 2 terbesar setelah penyakit jantung.

Sebagian besar penderita TB. Sebagian besar penderita TB paru berasal dari

kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah (Muttaqin, 2007).

Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa

penyakit TB adalah penyebab kematian nomor satu dari golongan penyakit infeksi

pada semua kelompok usia. Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB

paru menurut Riskesdas (2013) oleh tenaga kesehatan adalah 0,4%, tidak berbeda

dengan 2007, lima provinsi dengan TB paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%),

Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%), Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%) dan Papua

Barat (0,$%). Meskipun begitu harapan untuk hidup bias diperkirakan sebanyak

22 juta sejak tahun 1995 hingga 2012 (WHO, 2013).

Penanggulangan di Indonesia dalam memecahkan masalah ini, yakni dengan

melakukan pembagian obat anti tuberculosis (OAT) secara Cuma-Cuma hanya

saja terdapat beberapa masalah yang dijumpai seperti kesulitan penemuan

penderita TB paru BTA (+), drop out pengobatan dan ketidakaturan berobat.

Apabila masalah-masalah ini tidak teratasi, maka penderita tersebut akan terus

menjadi sumber penularan (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia,

2012). Sedangkan panduan pengobatan TB dari WHO menyatakan bahwa untuk

pengobatan efektif dan terapeutik dibutuhkan waktu selama 6 bulan (dengan

syarat tertentu) dimana tidak diperbolehkan ada kelalaian saat menjalani

pengobatan tersebut (WHO, 2013).


Berdasarkan data dari Berkala Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat

Indonesia (BIMKMI) tahun 2009, angka capaian Indonesia dalam pemberian obat

ialah sebesar 91%, namun angka temuan kasus baru sekitar 71%, maka pada

tahun 2012 angka capaian pengobatan menurun menjadi 87% dengan temuan

kasus baru 40,47% (Departemen Kesehatan, 2013). Ini menandakan bahwa

Indonesia bisa melakukan pengobatan namun masih kurang terhadap controlling.

Salah satu tantangan dalam pengobatan ini ialah kurang patuhnya penderita dalam

minum obat itu sendiri akibatnya angka Multi Drug Resistance akan semakin

tinggi (BIMKMI, 2012).

Angka capaian pengobatan yang lengkap dan sembuh di Indonesia masih

rendah yaitu sebesar 6,6% (Kemenkes RI, 2012). Pengobatan yang tidak teratur

atau kelalaian dalam mengkonsumsi obat, pemakaian OAT yang tidak atau

kurang tepat, maupun pengobatan yang terputus dapat mengakibatkan resistensi

bakteri terhadap obat. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang

tidak lengkap dimasa lalu pun, juga diduga telah menimbulkan kekebalan ganda

kuman TB terhadap obat anti tuberculosis (OAT) dan Multi Drug Resistence

(MDR).

Komplikasi TB paru yang serius dan meluas saat ini adalah berkembangnya

hasil tuberculosis yang resiswten terhadap nernagai kombinasi obat yang dapat

menyebabkan keparahan bahkan tuberculosis ekstra paru seperti efusi pleura, TB

pericarditis, dan TB spolisitis (Mbata, 2013). Sehingga siapapun yang terpajan

dengan basil ini, juga dapat menderita TB resisten multi-obat, yang dalam

beberapa tahun dapat mengakibatkan ,orbiditas bahkan kematian (Corwin, 2008).


Resistensi terhadap obat dikarenakan perilaku penderita yang tidak patuh saat

pengobatan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut ialah adanya dukungan

dari lingkungan keluarga termasuk social dan tenaga kesehatan sebagai

penyampai informasi kepada penderita (WHO, 2003). Perawat sebagai tenga

kesehatan sangat berperan saat menjelaskan pada klien tentang pentingnya

berobat secara teratur sesuai dengan jadwal sampai sembuh. Selain usaha

pencegahan dan menemukan penderita secara aktif-pun seharusnya juga perlu

lebih ditingkatkan dalam rangka pemutusan rantai penularan (Muttaqin, 2007).

Salah satu factor yang dapat meningkatkan kepatuhan pengobatan pada

penderita dengan penyakit kronik ialah support keluarga yang baik. Dukungan

keluarga sangat diperlukan terutama pada penderita TB yang juga merupakan

penyakit kronik dan mengharuskan penderita mengkonsumsi pbat dengan jangka

waktu yang lama, karena keluarga merupakan lini pertama bagi penderita apabila

mendapatkan masalah kesehatan. Keluarga merupakna salah satu fungsi untuk

mensupport anggota keluarga yang sakit dengan berbagai cara, seperti

memberikan support dalam kepatuhan pengobatan (Plos Medicine, 2007).

Support keluarga merupakan bagian dari dukungan social. Individu yang

termasuk dalam memberikan dukungan social meliputi pasangan (suami/istri),

orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan dan konselor.

Kedekatan dalam hubungan merupakan sumber dukungan social yang paling

penting (Rodin dan Salovey dalam Smet dam Nursalam, 2007).


B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka penulis merumuskan

masalah pada penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara support keluarga

dengan dengan kepatuhan minum obat di RS Pancaran Kasih.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat

kepatuhan minum obat anti TB pada penderita TB paru.

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi demografi jenis kelamin, usia, pekerjaan dan pendidikan

terakhir penderita TB di RS Pancaran Kasih

b. Mengidentifikasi perbandingan penderita yang patuh dan tidak patuh dalam

menjalani pengobatan

c. Mengidentifikasi hubungan antara support keluarga dengan kepatuhan minum

obat pada penderita TB paru.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi perawat

Memberikan informasi tentang pentingnya dukungan keluarga terhadap kepatuhan

pengobatan. Meningkatkan peran perawat khususnya dalam meningkatkan kepatuhan

penderita yang dapat digunakan untuk panduan dalam upaya pencegahan penderita

kambuh dengan memberikan konseling kepada sehingga mengetahui cara merawat

keluarga yang menderita TB paru.

2. Bagi rumah sakit


Sebagai masukan dalam penyusunan program khususnya penderita kambuh terkait

dengan pengoptimalan peran keluarga dalam merawat keluarga yang sakit dalam

upaya penanggulangan TB.

3. Bagi penderita dan keluarga

Sebagai saran dan gambaran kepada penderita tentang pentingnya kepatuhan dalam

program pengobatan jangka panjang. Serta memberitahukan keluarga, bahwa support

yang positif dapat meningkatkan kepatuhan penderita sehingga tujuan pengobatan

dapat tercapai.

4. Bagi penelitian selanjutnya

Dapat dijadikan sebagai data dasar bagi penelitian untuk kepentingan pengembangan

ilmu berkaitan dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB.

Anda mungkin juga menyukai