DEPARTEMEN KOMUNITAS
Kelompok 2
1. Aning laorani (2012B2004)
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2. GEJALA TBC
Gejala umum yang sering ada bila terserang kuman ini yakni batuk terusmenerus dan berdahak
selama 2-3 minggu atau lebih. Sedangkan untuk gejala tambahan yang sering dijumpai seperti
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan
menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan serta demam meriang lebih dari sebulan (Departemen Kesehatan RI, 2007).
Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse) gejala utamanya
adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan
tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainnya adalah gejala
tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis (Widoyono, 2008).
Perlu diingat bahwa gejala-gejala tersebut dapat dijumpai pula pada pasien penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronchitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Di Negara endemis
seperti di Indonesia, setiap orang yang datang ke sarana pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut
diatas, harus dianggap seorang suspek TB dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung terlebih dahulu (Departemen Kesehatan RI, 2007).
4. INFEKSI TUBERKOLOSIS
Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), riwayat terjadinya tuberkulosis dibedakan menjadi
dua macam, yaitu:
a) Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah
terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi
peradangan. Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan
diri di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu. Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon
daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi
kuman dengan jaringan pengikat.
Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau “dormant”, sehingga daya
tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan
akan menjadi penderita TB dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi
abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada
orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk
kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan.
b) Infeksi Paska Primer
Adalah terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer. Ciri khas TB paska
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Seseorang
yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses
selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko. Seseorang yang terinfeksi kuman TB belum
tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB. Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor
risiko. Kemungkinan seseorang untuk terinfeksi TB, tergantung pada:
1) Kepadatan droplet nuclei yang infeksius per volume udara
2) Lamanya kontak dengan droplet nuclei tersebut, dan
3) Kedekatan dengan penderita TB
Risiko terinfeksi TB sebagian besar adalah faktor risiko eksternal, terutama adalah
faktor lingkungan seperti rumah tak sehat, pemukiman padat & kumuh. Sedangkan risiko
menjadi sakit TB, sebagian besar adalah faktor internal dalam tubuh penderita sendiri yg
disebabkan oleh terganggunya sistem kekebalan dalam tubuh penderita seperti kurang gizi,
infeksi HIV/AIDS, pengobatan dengan immunosupresan dan lain sebagainya (Departemen
Kesehatan RI, 2005).
5. PUSKESMAS
1. Definisi Puskesmas
Puskesmas merupakan organisasi kesehatan fungsional yg merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
dan memberikan pelayanan secara menyeluruh & terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Departemen Kesehatan RI, 1991).
Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004, puskesmas adalah unit
pelaksana teknis kesehatan Kabupaten atau Kota yang bertanggungjawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Dalam
pengertian tersebut terdapat beberapa pengertian yaitu:
b. Pembangunan Kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
c.Penanggungjawab Penyelenggaraan
Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan
kesehatan diwilayah kabupaten atau kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten atau
Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan
kesehatan yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota sesuai
dengan kemampuannya.
d. Wilayah Kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi
apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa atau kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas
tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota.
a.Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan
Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan
dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator
utama yakni:
1) Lingkungan sehat
2) Perilaku sehat
3) Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu
4) Derajat kesehatan penduduk kecamatan
Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi
pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat,
yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan
setempat.
b. Misi
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah:
d. Fungsi
1) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah
kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan
puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2004 tugas
adalah sekumpulan pekerjaan dalam suatu organisasi. Sedangkan uraian tugas
(jabatan) merupakan ringkasan ativitas-aktivitas yang terpenting dari suatu tugas dan
tanggung jawab dan tingkat pelaksanaannya. Menurut Hasibuan (2007) uraian tugas
yaitu informasi tertulis yang menguraikan tugas dan tanggung jawab, kondisi
pekerjaan, hubungan pekerjaan, dan aspek-aspek pekerjaan pada suatu jabatan
tertentu dalam organisasi. Pophal (2008) mendefinisikan uraian tugas adalah
rekaman tertulis mengenai tanggung jawab dari pekerjaan tertentu. Dokumen ini
menunjukkan kualifikasi yang dibutuhkan untuk tugas tersebut dan menguraikan
bagaimana tugas tersebut berhubungan dengan bagian lain dalam organisasi”.
Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam uraian tugas pada umumnya meliputi :
a.Identifikasi Jabatan, yang berisi informasi tentang nama jabatan, bagian dan nomor
kode jabatan dalam suatu perusahaan
b. lkhtisar tugas, yang berisi penjelasan singkat tentang tugas tersebut; yang juga
memberikan suatu definisi singkat yang berguna sebagai tambahan atas informasi
pada identifikasi jabatan, apabila nama jabatan tidak cukup jelas tugas-tugas yang
harus dilaksanakan. Bagian ini adalah merupakan inti dari Uraian Tugas dan
merupakan bagian yang paling sulit untuk dituliskan secara tepat. Untuk itu, bisa
dimulai menyusunnya dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
apa dan mengapa suatu pekerjaan dilaksanakan, dan bagaimana cara
melaksanakannya
c.Pengawasan yang harus dilakukan dan yang diterima. Bagian ini menjelaskan
nama-nama tugas yang ada diatas dan di bawah tugas ini, dan tingkat pengawasan
yang terlibat
d. Hubungan dengan tugas lain. Bagian ini menjelaskan hubungan vertikal dan
horizontal tugas ini dengan tugas-tugas lainnya dalam hubungannya dengan jalur
promosi, aliran serta prosedur kerja
e.Mesin, peralatan dan bahan-bahan yang digunakan
f. Kondisi kerja, yang menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan kerja dari suatu
jabatan. Misalnya panas, dingin, berdebu, ketal, bising dan lain-lain terutama
kondisi kerja yang berbahaya
g. Komentar tambahan untuk melengkapi penjelasan di atas.
Dalam upaya meningkatkan angka penemuan kasus baru tuberkulosis baru,
terdapat uraian tugas yang harus dilaksanakan oleh petugas TB UPK (termasuk
puskesmas). Uraian tugas tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Tabel Uraian Tugas program TB untuk petugas di unit pelayanan Kesehatan (UPK)
Petugas Pustu
Perawat poliklinik
Bidan
Petugas Lab.
Dokter
Petugas TB
Uraian Tugas
Menemukan Penderita:
1. Memberikan penyuluhan
tentang TB kepada masyarakat
Umum X X X X X X
2. Menjaring suspek (penderita
tersangka) TB X X X X X X
3. Mengumpul dahak dan mengisi
buku daftar suspek Form
TB.06 X X X
4. Membuat sediaan hapus dahak X X X
5. Mengirim sediaan hapus dahak
ke laboratorium dengan Form
TB.05 X
6. Mewarnai dan membaca
sediaan dahak, mengirim balik
hasil bacaan, mengisi buku
register laboratorium (TB.04),
dan menyimpan sediaan untuk
di crosscheck X
7. Menegakkan diagnosis TB
sesuai protap X X
8. Membuat klasifikasi/tipe
penderita X X
9. Mengisi kartu penderita (Form
TB.01) dan kartu identitas
penderita (TB.02) X
10. Memeriksa kontak terutama
kontak dengan penderita TB
BTA Positif. X
11. Memantau jumlah suspek yang
diperiksa dan jumlah penderita
TB yang ditemukan X X
Sumber : Departemen Kesehatan RI (2008)
BAB 3
Survei Data TBC di Wilayah Kerja
Capaian indikator kinerja program TBC yaitu penemuan dan pengobatan kasus TBC
serta keberhasilan pengobatan kasus TBC. Pada tahun 2020, angka penemuan dan
pengobatan semua kasus TBC di Jawa Timur menempati urutan kedelapan di Indonesia
sebanyak 42.922 kasus dengan Treatment Coverage (TC) sebesar 44,7%. Target Treatment
Coverage (TC) yang ditetapkan adalah minimal 80%.
Gambar 6.1 Treatment Coverage Tuberkolosis di Provinsi Jawa Timur Tahun 2015 – 2020
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Timur
Target
Indikator Target 201
No Jawa 2016 2017 2018 2019 2020
Program Nasional 5
Timur
Treatment
89,91
1. Success >90 % >90 % 91% 90% 90% 90% 88,9%
%
Rate
Gambar 6.2 Angka Keberhasilan Pengobatan TBC (Treatment Success Rate) di Provinsi
Jawa Timur Tahun 2020
Sebanyak 82% penderita TBC adalah usia produktif, sehingga dengan sembuh dan
tuntasnya pengobatan masyarakat dari penyakit TBC maka produktifitas dapat meningkat
dan hidup secara normal di masyarakat.
Gambar 6.3 Persentase Kasus TBC Berdasarkan Kelompok Umur di Provinsi Jawa Timur
Tahun 2020
B. ANALISA MASALAH
Kegiatan-Kegiatan Program TB Paru pada Tahun 2020 sebagai berikut :
Kesimpulan :
Tubercolosis paru adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh basil bakteri
mico bakterium tubercolusa yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada
pewarnaan ( basil tahan asam ) karena basil TB mempunyai sel lepoid.
Masalah keperawatan yang sering di jumpai adalah bersihan jalan nafas, tidak efektif
gagguan pertukaran gas, resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi, intake nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh, serta kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan dan
pencegahan.
Pengobatan TB paru terdiri atas 2 fase yaitu fase intensif ( 2-3 ) dan fase lanjutan
(4-7) bulan. Pengobatan penyakit tersebut mengunakan panduan obat utama dan obat
tambahan jenis obat utama ( lini I) adalah INH, rifamfisin, pirazinamid, streptomisisin,
etambutol, sedangkan obat tambahan lain nya adalah : kanamisin, amicasin, kuinolon.
Berdasarkan hasil di kesimpulkan karasteristik responden yang menderita
tubercolusis ( TB ) terbanyak usia 20-39 tahun sebanyak 42 orang, karena usia produktif
dan laki laki memiliki lebih banyak aktifitas yang mengharuskan bertemu dengan orang
banyak, sehingga kemungkinan tertular dari penderita lain yang lebih besar . pada usia
produktif tersebut , biasa nya juga banyak yng memiliki kebiasaan meroko yang
merupakan salah satu faktor resiko terjadi nya penyakit tubercolusis (TB) .
BAB V
Pengobatan TB paru terdiri atas 2 fase yaitu fase intensif ( 2-3 ) dan fase
lanjutan (4-7) bulan. Pengobatan penyakit tersebut mengunakan panduan obat
utama dan obat tambahan jenis obat utama. Berdasarkan hasil di kesimpulkan
karasteristik responden yang menderita tubercolusis ( TB ) terbanyak usia 20-39
tahun sebanyak 42 orang, karena usia produktif dan laki laki memiliki lebih banyak
aktifitas yang mengharuskan bertemu dengan orang banyak, sehingga kemungkinan
tertular dari penderita lain yang lebih besar . pada usia produktif tersebut , biasa nya
juga banyak yng memiliki kebiasaan meroko yang merupakan salah satu faktor
resiko terjadi nya penyakit tubercolusis (TB) .perlunya pemantauan hal-hal berikut
yang perlu diperhatikan diantaranya, metode penegakan diagnosis, pengawasan
menelan OAT oleh PMO belum berfungsi optimal, ketersediaan OAT pada
responden di PKM STRADA sudah berkesinambungan dan pencatatan penderita
TB di PKM
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas perlu diajukan beberapa saran kepada pihak terkait
yaitu :
Puskesmas
Dinas Kesehatan
Melakukan kajian data P2TB terhadap keberhasilan program dan kendala yang
dihadapi termasuk penanggulangan faktor risiko yang berhubungan dengan
kejadian TB paru. Misalnya mengkaji data pelaksanaan program dilapangan
secara langsung sehingga kendala-kendala PKM dalam melaksanakan program
dapat dicarikan solusinya. Mengadakan pelatihan petugas P2TB dan petugas
laboratorium agar proses diagnosis TBC dapat lebih akurat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S., 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses. Rineka Cipta: Jakarta.
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2010. Data Kasus TB Paru 2008-2009.
Surakarta: BBKPM
Carlos, J., Anandi, M., and Francoise P., 2007. MODS Assay for The Diagnosis of
Tuberculosis. New England Journal of Medicine 356:188-189
Depkes RI., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes RI
bab 10 hal. 70-73
Depkes RI., 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas
TB. Edisi 2 hal. 20-21
Depkes RI., 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas
TB. Edisi 2 hal. 4-6
Depkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK
Fahmi, I., Andro, R., dan Hasanbari, M., 2007. Desain Organisasi Penanganan
Tuberkulosis Implementasi Strategi DOTS di Tapanuli Selatan. WPS. 18:5
Hasmi, 2006. Hubungan Lingkungan Perumahan, Pengetahuan, dan Perilaku Penderita TB
Paru dengan Kasus Baru TB Paru dalam Rumah di Kabupaten Kebumen. Tesis.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Kharisma, E.S., 2010. Hubungan Jarak Rumah, Tingkat Pendidikan, dan Lama Pengobatan
Dengan Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru Di RSUD dr.Moewardi.
Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Lamsai D.K., Lewis O.D., Smith S., Jha N., 2009. Factors Related to Defaulters and
Treatment Failure of Tuberculosis in The DOTS Program in The Sunsari, Nepal.
SAARC J. Tuberc: Lung Disease. Vol.6(1) : 25-30
Mansyur, S., 2001. The Pattern of Antituberculosis Drugs in Pulmonary Tuberculosis
Patients, Tuberculosis Outpatients Clinic Pesahabatan Hospital. Jakarta : Jurnal
Respirologi Indonesia. 21 : 24 - 26
Matt, S. 2001. Fitafarmaka sebagai Terapi Adjuvan Pada Pengobatan TB. Surakarta:
Kumpulan Naskah Temu Ilmiah Respirologi, Laboratorium Paru FK UNS
Michael D. Iseman., Leonid B. Heifets. 2006. Rapid Detection of Tuberculosis and Drug
Resistant Tuberculosis. New England Journal of Medicine 355:1606-1608
Mubarak, dkk., 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar
dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Notoatmodjo, S., 2000. Penanggulangan Penderita TB Agar Tidak Lalai Berobat. Jakarta:
Majalah Penyuluh Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosa Indonesia (PPTI) hal.
11 – 15
Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo, S., 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta hal. 88
Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Pandit, N., & Choudary, S.K., 2006. A Study of Treatment Compliance in Direct Observe
Therapy for Tuberculosis. Indian Journal of Community Medicine. 31:4
Rahadi, W., 2001. Data Kanwil DEPKES Jawa Tengah: Suara Merdeka Online.
Edisi 3 hal. 22 www.suaramerdeka.com
Rahmat, H., 2001. Pertemuan Nasional Program Pembrantasan Penyakit Menular
Langsung (P2ML). Purwokerto : Portal Pikiran Rakyat Online www.pikiran-
rakyat.com
Soetriono, & Hanafi, R., 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Sukana, B., Herryanto, & Supraptini., 2003. Peran Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Penderita
Tuberkulosis Paru di Kabupaten Tangerang. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2(3) : 282-289
Suradi, 2001. Diagnosis dan Pengobatan TB Paru. Dalam : Kumpulan Naskah Temu Ilmiah
Respirologi. Surakarta : Lab. Paru FK UNS
Suryanto, E., 2000. Tuberkulosis dan HIV. Dalam Jurnal Respirologi Indonesia.
Jakarta : JRI
Tarihoran, Y.H., 2004. Hubungan Persepsi dan Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit
Tuberkulosis Dengan Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak di Kabupaten
Purworejo. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Umar, F., 2006. Pengaruh Peran Petugas PMO Dan Persepsi Penderita Tabel Paru BTA Positif
Terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis Di Kota Ternate Provinsi Maluku
Utara. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada
Widjanarko, B., Gompelmen, M., Dijkers, M., & Van der Wers M. J. 2009. Factors That Influence
Treatment Adherence of Tuberculosis Patients Living in Java, Indonesian. Dove Medical
Press
Wilson, D., Rocío, M., Hurtado, MD., and Subba, D., 2009. Case Records of The Massachusetts
General Hospital. New England Journal of Medicine 360:2456-2464
World Health Organization, 2006. The Stop Tuberculose Strategy. WHO. 24 : 10- 11