Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN TENSION

PNEUMOTHORAK

Disusun Oleh:
1. Nina nurmalita 201510201102
2. Devy alifiani 201510201103
3. Desi utami 201510201104
4. Sucy indah W 201510201105
5. Untung F 201510201149

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat II dengan materi Tension Pneumothorak.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yogyakarta, Maret 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................ 5
B. Penyebab ......................................................................................... 5
C. Manifestasi klinis............................................................................. 6
D. Patofisologi .................................................................................... 6
E. Pathway .......................................................................................... 7
F. Pemeriksaan diagnostik.............................................................. 8
G. Penatalaksanaan ....................................................................... 11
H. Komplikasi .............................................................................. 13
ANALISIS JURNAL ..................................................................... 14
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. ASKEP.................................................................................... 16
BAB IV PENUTUP ............................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia
setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernafasan akan
mempengaruhi semua organ yang lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia.
Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan pola hidup yang
kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa, salah satunya yaitu gangguan
sistem pernafasan yang serius dan membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan
berbagai penyakit primer yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis
masif, pneumotorak ventil status asmatikus dan pneumotorak berat.
Gangguan fungsi paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan
obat yang menimbulkan depresi pusat pernafasan. Di Amerika didapatkan 180.000 orang
meninggal akibat gangguan fungsi paru seperti trauma thorak, baik karena trauma thorak
langsung maupun tidak langsung. Trauma torak dapat mengakibatkan terjadinya robekan
pada pleura dimana dengan adanya robekan ini dapat menjadi celah masuknya udara ke
dalam rongga tersebut sehingga menjadi Pneumotoraks. Dari pneumotoraks ini dapat
menjadi tension pneumotoraks jika tidak ditangani dengan baik.
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara
dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan
intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah
berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. (Alagaff, Hood, 2005).
Tension pneumotoraks ditandai oleh takikardia progresif, gangguan pernapasan,
berkeringat, hipotensi, dan pucat akibat hipoksemia, pergeseran mediastinum, dan
berkurangnya aliran balik vena. Kerusakan kardiopulmoner dapat terjadi jika tidak
diobati. Namun, studi seri besar hasil klinis pada pasien dengan tension pneumothoraxare
kurang. Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa tension pneumothorax adalah
keadaan darurat medis yang tidak biasa yang membutuhkan dekompresi segera [2-4].
Namun, insiden, patofisiologi, dan pendapatan rumah sakit dari ketegangan pneumotoraks
masih belum didirikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari tension pneumotoraks?
2. Apa penyebab dari tension pneumotoraks?
3. Bagaimana patofisiologi dari tension pneumotoraks?
4. Apa gejala yang muncul pada kasus tension pneumotoraks?
5. Bagaimana bagan patofisiologi dari tension pneumotoraks?
6. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan tension pneumotoraks?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari tension pneumotoraks
2. Mengetahui penyebab dari tension pneumotoraks
3. Mengetahui patofisiologi dari tension pneumotoraks
4. Mengetahui gejala yang muncul pada tension pneumotoraks
5. Mengetahui bagan patofisiologi dari tension pneumotoraks
6. Mengetahui asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien tension
pneumotoraks
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Tension pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara
dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernafas. Peningkatan tekanan
intratoraks mengakibatkan bergesernya organ mediastrium secara masif ke arah
berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan. (Alagaff, hood, 2005). Tension
pneumotoraks cenderung terjadi dalam situasi klinis seperti ventilasi, resusuitasi, trauma,
atau pada pasien dengan penyakit paru – paru.
Tension pneumotoraks adalah bertambahnya udara dalam ruang pleura secara
progresif, biasanya karena laserasi paru – paru yang memungkinkan udara untuk masuk
ke dalam rongga pleura. Dapat terjadi secara spontan pada orang tanpa kondisi paru –
paru kronis (primer) dan pada penyakut paru – paru (sekunder).
Tension pneumothoraks adalah suatu pneumothoraks yang progresif dan cepat
sehingga membahayakan jiwa pasien dalam waktu yang singkat. Udara yang keluar
masuk paru masuk ke rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi sehingga tekanan pleura
terus meningkat ( Arief Manjoer, Selekta Kapita, 2000).
B. Penyebab
Tension pneumotoraks yang paling sering terjadi karena iatrogenik atau berhubungan
dengan trauma yaitu:
1. Trauma bedah tumpul atau tajam: meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau
parietal dan sering dengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal
yang penting bagi terjadinya Tension Pneumotoraks)
2. Pemasangan kateter vena sentral (kedalam pembuluh darah pusat), biasanya vena
subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia)
3. Komplikasi ventilatir, pneumotoraks spontan, pneumotoraks sederhana ke tension
pneumotoraks
4. Ketidakstabilan mengatasi pneumotoraks terbuka ke pneumotoraks sederhana di mana
fungsi pembalut luka sebagai 1- way katup

Selain karena iatrogenik tension pneumotoraks juga dapat disebabkan karena tekanan
positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi, robeknya dinding dada dan
pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar
(Corwin, 2009).

C. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor
dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
2. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi
kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada
jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis (Boshwick, 1997).
3. Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.
4. Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat gangguan
pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.
5. Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.
6. Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan getaran pada
dinding toraks.
7. Apabila pneumotoraks meluas, atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan pembuluh darah
besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada tampak asimetris (Corwin,
2009).
D. Patofisiologi
Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki tekanan
yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara memasuki rongga pleura
dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti katup satu arah. Udara dapat memasuki
rongga pleura pada saat inspirasi tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur
tersebut akan menutup pada saat ekspirasi. Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak
udara lagi yang masuk dan tekanan udara mulai melampaui tekanan
barometrik.Peningkatan tekanan udara akan mendorong paru yang dalam keadaan
recoiling sehingga terjadi atelektasis kompresi.
Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta pergeseran jantung
dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan tekanan yang semakin meningkat
akibat penumpukan udara ini menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk
dan tekanan intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang terkena
dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung, trakea, esofagus dan
pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat sehingga terjadi penekanan pada
jantung serta paru ke sisi kontralateral yang sehat (Sudoyo, 2009).
Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat dipertahankan
tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan intraprgleura yang negative dan
tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura
factor-faktor ini akan hilang dan paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi
terganggu. Jika lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di
bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola katup dan
tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total dan akhirnya tekanan
ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum terdorong ke sisi berlawanan dan
paru sebelah juga terkompresi dan dapat menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul
dan ketika tekanan pleura meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui
sirkulasi sentral akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial
dan syok. (Kowalak, 2011).
E. Pathway
F. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosa tension pneumothorax merupakan diagnosa dari klinis, bukan dari
radiologi. Tanda-tanda klasik dari tension pneumotoraks adalah adanya distress nafas,
takikardi, hiporensi, adanya deviasi trakea, hilangnya suara nafas unilateral, distensi vena
leher, dan bisa menjadi sianosis pada manifestasi lanjutnya. Gelaja klinis dari tension
pneumothorax ini mungkin mirip dengan gejala klinis dari cardiac tamponade, tetapi
angka kejadian tension pneumotorax ini lebih besar dari cardiac tamponade. Selain itu
untuk membedakannya juga bisa dilakukan dengan mengetahui bahwa dari perkusi
didapatkan adanya hiperresonansi pada bagian dada ipsilateral.
Pada pemeriksaan fisik thorak didapatkan :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiperekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan pada:
1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus pneumotoraks antara
lain:
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps
tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus
paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium intercostals
melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar
telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan intra pleura yang tinggi.
Foto RO pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun
pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas
yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
3. CT-scan thorax
CT-scan thoraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa
dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner
dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
4. USG
Pneumotoraks dapat juga didiagnosis oleh USG. Udara di rongga pleura
ditampilkan pantulan gelombang yang sangat tajam. Tidak seperti udara
intrapulmoner, pantulan gelombang tidak bergerak saat respirasi. Bagaimanapun
juga, luas pneumotoraks ditentukan dengan radiologis dada.
Menggunakan Linear array transducer (Small parts/high frequency probe)
dengan pasien dalam posisi supinasi, scan dipermukaan anterior dinding dada
menarik garis sagital (longitudinal). Scan mulai dari anterior axillary line ke para
sternal line.
Tension pneumotoraks dapat berkembang (memburuk) dengan sendirinya,
terutama pada pasien dengan ventilasi tekanan positif. Hal ini bisa segera terjadi
atau dalam beberapa jam ke depan. Sebuah takikardi hipotensi, dijelaskan dan
peningkatan tekanan udara sangat progresif dari tekanan yang semakin
meningkat.
G. Penatalaksanaan
1. Airway
Assessment:
a. Perhatikan patensi airway.
b. Auskultasi suara napas.
c. Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakkan dinding dada.
Management:
a. Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeleruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust,
hilangkan benda yang menghalangi jalan napas.
b. Re-posisi kepala, pasang collar-neck.
c. Lakukan cricothyroidotomy atau tracheostomi atau intubasi (oral/nasal)
2. Breathing
Assessment:
a. Periksa frekuensi napas.
b. Perhatikan gerakan respirasi.
c. Palpasi thorak.
d. Auskultasi dan dengarkan bunyi napas.
Management:
a. Lakukan bantuan ventilasi bila perlu.
b. Lakukan bedah emergency untuk atasi tension pneumothoraks.
3. Circulation:
Assessment:
a. Periksa frekuensi denyut jantung dan nadi.
b. Periksa tekanan darah
c. Periksa pulse oxymetri.
d. Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis
Management:
a. Resusitasi cairan dengan memasang 2 IV lines
b. Thorakotomi emergency bila diperlukan.
c. Operasi eksplorasi vaskuler emergency.
(Suddarth dan Brunner, 2009)
Penatalaksanaan lain:
1. Needle Thoracostomy
Tension pnumothorax membutuhkan dekompresi yang segera. Dekompresi ini
dapat dilakukan dengan memasukkan jarum ke ruang intercostal ke dua pada garis
midclavicular pada sisi dada yang terkena. Terapi definitifnya biasanya membutuhkan
insersi chest tube ke dalam ruang pleural melalui ruang intercostal ke lima (setinggi
puting susu) dibagian depan di garis midclavicular.
Prinsip terapi dari tension pneumothrax ini adalah menjaga jalan nafas agar
tetap terbuka, menjaga kualitas ventilasi, oksigenasi, menghilangkan penyebab
traumanya dan menghilangkan udara di ruang pleura, dan mengontrol ventilasi.
Keberhasilan dari terapi yang kita lakukan bisa dinilai dari hilangnya udara
bebas pada ruang interpleural dan pencegahan pada kekambuhan atau recurensi. Pada
kasus tension pneumotoraks, tidak ada pengobatan non-invasif yang dapat dilakukan
untuk menangani kondisi yang mengancam nyawa ini. Pneumotoraks adalah kondisi
yang mengancam jiwa yang membutuhkan penanganan segera. Jika diagnosis tension
pneumotoraks sudah dicurigai, jangan menunda penanganan meskipun diagnosis
belum ditegakkan.
Pada kasus tension pneumotoraks, langsung hubungkan pernafasan pasien
dengan 100% oksigen. Lakukan dekompresi jarum tanpa ragu. Hal-hal tersebut
seharusnya sudah dilakukan sebelum pasien mencapai rumah sakit untuk pengobatan
lebih lanjut. Setelah melakukan dekompresi jarum, mulailah persiapan untuk
melakukan torakostomi tube. Kemudian lakukan penilaian ulang pada pasien,
perhatikan ABC (Airway, breathing, cirvulation) pasien.
Dekompresi sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumothoraks
yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar
dengan cara :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan
tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di
dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol.
2. Tindakan bedah:
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang yang
menyebabkan pneumothoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak bisa mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan reseksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau terdapat
fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian kedua
pleura dilekatkan satu sama lain.
H. Komplikasi
1. Gagal napas akut (3-5%)
2. Komplikasi tube torakostomi àlesi pada nervus interkostales
3. Henti jantung-paru
4. Infeksi sekunder dari penggunaan WSD
5. Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya Pneumothoraks disertai efusi pleura :
eksudat, pus. Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
6. Syok
7. Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps, akibatnya
pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun. Paru sehat juga dapat
terkena dampaknya.
8. Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat. Kematian dapat
terjadi (Corwin, 2009).
ANALISIS JURNAL

Judul : Prevalence of Tension Pneumothorax in Fatally Wounded Combat Casualties


Oleh : John J. McPherson, MS, David S. Feigin, MD, and Ronald F. Bellamy, MD, FACS

A. Latar belakang
Tension pneumothorax dikenal sebagai penyebab kematian yang memiliki
potensial tinggi pada korban dengan trauma dada. Tetapi masih belum diketahui pasti
jumlah prevensi aktualnya. Beberapa, karena kurangnya data tentang kasus ini timbul
dari kesulitan mendiagnosa tension pneumothorax. Idealnya, hubungan dari parameter
sirkulasi seperti tekanan paru-paru yang penuh dan pengiriman oksigen sistemik
dengan tekanan pleura akan terdiagnosa tension pneumothorax. Tetapi pengukuran
fisik akan sulit untuk dilakukan untuk penelitian ataupun percobaan lab. Di kehidupan
biasa, menghilangkan tekanan udara menggunakan jarum thoracentesis untuk
mengurangi gejala yang ada dari tension pneumothorax perlu dilakukan pada setiap
korban trauma dada untuk mengetahui semua kasus tension pneumothorax.
B. Metode
Data yang digunakan merupakan bagian dari The Wound Data and Munitions
Effectiveness (WDMET) untuk dianalisis untuk menjawabpertanyaan mengenai
Tension Pneumothrax. Radioghrafi dari 978 korban diperiksa untuk bukti Tension
Pneumothrax menggunakan kriteria standar radiologi seperti pemisahan pleura
(Pleural separation), perpindahan mediastinum dan diafragma (displacement of the
mediastinum and diaphragm), deviasi trakea (trachea deviation) dan kompresi paru
kontralateral (compression of the contralateral lung).
C. Hasil
Beberapa dari seluruh perubahan radiografi ditemukan pada 198 kasus. Bukti
otopsi menunjukkan bahwa 79 dari kasus tersebut meninggal karena terdapat luka di
dada. Cedera dada yang fatal hanya menyebabkan 55 kasus dan menyebabkan
Tension Pneumothrax 26 kasus. 15 dari 26 hidup cukup lama untuk menerima
pertolongan pertama dari tenaga medis.
D. Kesimpilan
Tension Pneumothrax menyebabkan kematian sebesar 3-4% dari korban luka dada
atau cidera dada yang fatal. Beberapa mungkin sudah dibantu dengan menggunakan
jarum thoracentesis untuk mengurangi gejala.
E. Tujuan dan Manfaat jurnal untuk keperawatan
Jurnal ini memiliki tujuan untuk melihat berapa banyak kasus atau korban
pada pasien dengan cedera dada. Telah disebutkan pada hasil dalam jurnal ini yaitu
besar kemungkinan bahwa seseorang yang mengalami cedera dada mengalami hal
yang fatal seperti kematian. Tension pneumuthorak sendiri menyebabkan kasus
sebesar 26 kasus. Dalam kasus ini seseorang dengan cedera dada lebih baik untuk
segera ditangani untuk mengurangi gejala dan dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
oleh petugas medis agar seseorang bisa bertahan hidup.
Dengan melihat hasil dari jurnal ini manfaat untuk keperawatan yaitu seorang
perawat ataupun petugas medis lain harus lebih tahu mengenai gejala yang timbul dari
Tension Pneumothrax. Karena masalah ini harus sesegera mungkin ditangani dan
dilakukan tindakan karena apabila tidak segera ditangani bisa menyebabkan kematian
pada seseorang karena nafas yang masuk tidak bisa keluar. Perawat juga harus
mengerti bagaimana cara untuk menangani seseorang yang mengalami hal ini,
setidaknya kita harus tahu pertolongan pertama yang bisa dilakukan untuk seseorang
yang mengalami gejala Tension Pneumothrax.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS

Seorang perempuan berusia 42 tahun, datang ke RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta


dengan keluhan sesak nafas sejak tadi pagi yang terjadi secara mendadak sesudah ia
menangkat beban berat. Sesak nafas dirasakannya semakin memberat sehingga ia tidak bisa
berbaring. Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan, yang terasa seperti ditusuk. Selama ini
pasien hanya mengalami batuk – batuk dalam 1 bulan terakhir. Dari hasil anamnesa
didapatkan setahun yang lalu ia pernah mengalami batuk darah dan didiagnosa dokter
menderita TB paru tetapi ia hanya minum obat selama 3 bulan dan putus berobat. Riwayat
merokok (-) suami merokok (+) 20 batang rokok perhari jenis kretek. Pekerjaan suami adalah
supir angkot. Hasil pemeriksaan didapatkan vital sign TD: 120/80 mmHg, RR: 30x/menit,
Nadi 110x/menit, suhu: 36,80C. Pemeriksaan fisik gelisah, berkeringat, berbicara pendek –
pendek, pasien tampak lemas, pucat. Inspeksi: ketinggalan bernafas pada dada kanan, retraksi
iga (+). Perkusi: hipersonor pada paru kanan, auskultasi: suara nafas menghilang pada paru
kanan. Pemeriksaan penunjang: hasil foto toraks PA: tampak hemitoraks kanan hiperlusen
denga corakan paru menghilang yang disertai gambaran pleura line, dan mediastrium
terdorong ke hemitoraks kiri, CTR dalam batas normal. AGD Ph: 7,30, PaCo2: 46mmHg,
paO2: 55 mmHg, HCO3: 24, leukosit: 8000/mm3, Hb:11gr%.
1.1 FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Tgl. Pengkajian : 5 Maret 2019 No. Regitrasi : RM 1324

Jam Pengkajian : 10.00 WIB Tgl. Masuk : 5 Maret 2019

Ruang/Kelas : Mawar

I. IDENTITAS

Identitas pasien

1. Nama : Ny. A

2. Umur : 42 Tahun

3. Jenis kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Gol. Darah : AB

6. Alamat : Jl. Godean, Sleman, Yogyakarta

Identitas penanggung jawab

1. Nama : Tn. B

2. Umur/jenis kelamin : 47 th/ Laki-laki

3. Agama : Islam

4. Pekerjaan : Wiraswasta

5. Alamat : Jl.Godean, Sleman,Yogyakarta

6. Hub. dengan klien : Suami


II. KELUHAN UTAMA
1. Keluhan Utama masuk Rumah Sakit
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak tadi pagi yang terjadi secara
mendadak sesudah ia menangkat beban berat.
2. Keluhan Utama Saat Pengkajian
Sesak nafas dirasakannya semakin memberat sehingga ia tidak bisa berbaring.
Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan, yang terasa seperti ditusuk.

III. RIWAYAT KESEHATAN


1. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien pernah mengalami batuk darah dan
didiagnosa dokter menderita TB paru tetapi ia hanya minum obat selama 3
bulan dan putus berobat.
2. Riwayat Penyakit Keluarga : -
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Klien tampak lemah, pucat
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/80mmHg
 Nadi : 110 x/menit
 Suhu : 36,8 °C
 Respirasi : 30 x/menit

4. Pemeriksaan Inspeksi: ketinggalan bernafas pada dada kanan, retraksi iga (+)
5. Perkusi: hipersonor pada paru kanan
6. Auskultasi: suara nafas menghilang pada paru kanan.
7. Pemeriksaan fisik gelisah, berkeringat, berbicara pendek – pendek
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemer Pemeriksaan penunjang: hasil foto toraks PA: tampak hemitoraks kanan
hiperlusen denga corakan paru menghilang yang disertai gambaran pleura line,
dan mediastrium terdorong ke hemitoraks kiri, CTR dalam batas normal. AGD
Ph: 7,30, PaCo2: 46mmHg, paO2:55mmHg, HCO3: 24, leukosit: 8000/mm3,
Hb:11gr%.
2. Format Asuhan Keperawatan
1. Identitas Pasien

1. Nama : Ny. A

2. Umur : 42 Tahun

3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Gol. Darah : AB

6. Alamat : Jl. Godean, sleman, Yogyakarta

2. Pengkajian Fokus
DO : Pemeriksaan tanda-tanda vital didapat
 TD = 120/80mmHg
 N = 110 x/menit
 RR = 30 x/menit
 Suhu = 36,8˚C
 Dari hasil anamnesa didapatkan setahun yang lalu ia pernah
mengalami batuk darah dan didiagnosa dokter menderita TB paru
tetapi ia hanya minum obat selama 3 bulan dan putus berobat.
 Riwayat merokok (-) suami merokok (+) 20 batang rokok perhari
jenis kretek.
 Hasil pemeriksaan didapatkan pemeriksaan fisik gelisah,
berkeringat, berbicara pendek – pendek, pasien tampak lemas,
pucat.
 Inspeksi: ketinggalan bernafas pada dada kanan, retraksi iga (+),
pernafasan cuping hidung.
 Perkusi: hipersonor pada paru kanan,
 Auskultasi: suara nafas menghilang pada paru kanan.
 Pemeriksaan penunjang: hasil foto toraks PA: tampak hemitoraks
kanan hiperlusen dengan corakan paru menghilang yang disertai
gambaran pleura line, dan mediastrium terdorong ke hemitoraks
kiri. AGD Ph: 7,30, PaCo2: 46 mmHg*, paO2: 55 mmHg, HCO3:
24, leukosit: 8000/mm3, Hb:11gr
DS :

- Pasien mengatakan sesak nafas dirasakannya semakin memberat


sehingga ia tidak bisa berbaring.
- Keluhan sesak nafas sejak tadi pagi yang terjadi secara mendadak
sesudah ia menangkat beban berat.
- Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan, yang terasa seperti
ditusuk. Selama ini pasien hanya mengalami batuk – batuk dalam 1
bulan terakhir

Format Analisa Data


No. Data Etiologi Problem
1 DO: Perubahan membran Gangguan pertukaran
- N = 110 x/menit kapiler-alveolar gas
- RR = 30 x/menit
- Hasil pemeriksaan didapatkan
pemeriksaan fisik gelisah,
berkeringat, berbicara pendek –
pendek, pasien tampak lemas,
pucat.
- Sesak nafas
- hasil foto toraks PA: tampak
hemitoraks kanan hiperlusen
dengan corakan paru
menghilang yang disertai
gambaran pleura line, dan
mediastrium terdorong ke
hemitoraks kiri.
- Perkusi: hipersonor pada paru
kanan,
- Auskultasi: suara nafas
menghilang pada paru kanan.
- Pernafasan cuping hidung.
- Pemeriksaan AGD Ph: 7,30,
PaCo2: 46 mmHg*, paO2: 55
mmHg

DS:
- Pasien mengatakan sesak nafas
dirasakannya semakin memberat
sehingga ia tidak bisa berbaring
- Keluhan sesak nafas sejak tadi
pagi yang terjadi secara
mendadak sesudah ia menangkat
beban berat

2 DO: Hiperventilasi Ketidakefektifan


Pemeriksaan tanda-tanda vital: pola nafas
Nadi : 110x/menit
Respirasi : 30 x/menit
 Inspeksi: ketinggalan bernafas
pada dada kanan, retraksi iga (+),
pernafasan cuping hidung

DS:
- Pasien mengatakan sesak nafas
dirasakannya semakin memberat
sehingga ia tidak bisa berbaring.
-
3. DO: Agen cidera Nyeri akut
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Biologis (penyakit)
- Nadi : 110x/menit
- Respirasi : 30 x/menit
- Pasien terlihat gelisah
- Berkeringat

DS:

- Pasien juga mengeluhkan nyeri


dada kanan, yang terasa seperti
ditusuk.
- Selama ini pasien hanya
mengalami batuk – batuk dalam
1 bulan terakhir

1. Prioritas Diagnosa
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan membran kapiler-alveolar
ditandai dengan N = 110 x/menit, RR = 30 x/menit, Hasil pemeriksaan didapatkan
pemeriksaan fisik gelisah, pasien tampak lemas, pucat, pernafasan cuping hidung.
Pemeriksaan AGD Ph: 7,30, PaCo2: 46 mmHg*, paO2: 55 mmHg, Perkusi:
hipersonor pada paru kanan, auskultasi: suara nafas menghilang pada paru kanan.
Pemeriksaan penunjang: hasil foto toraks PA: tampak hemitoraks kanan hiperlusen
denga corakan paru menghilang yang disertai gambaran pleura line, dan
mediastrium terdorong ke hemitoraks kiri
c. Ketidakefektifan jalan nafas behubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
Pemeriksaan tanda-tanda vital: Nadi : 110x/menit, Respirasi : 30 x/menit, Inspeksi:
ketinggalan bernafas pada dada kanan, retraksi iga (+), pernafasan cuping hidung,
Pasien mengatakan sesak nafas dirasakannya semakin memberat sehingga ia tidak
bisa berbaring.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (penyakit) ditandai dengan
Respirasi : 30 x/menit, Pasien juga mengeluhkan nyeri dada kanan, yang terasa
seperti ditusuk. Selama ini pasien hanya mengalami batuk-batuk dalam 1 bulan
terakhir, Pasien terlihat gelisah dan berkeringat.
N Hari/
Diagnosa Keperawatan Perencanaan
O Tanggal

Tujuan Intervensi Rasionalisasi

1. Selasa, 5 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan NIC : Monitor Pernafasan


Maret berhubungan dengan Perubahan tindakan 1. Untuk mengetahui status
1. Monitor kecepatan, irama,
2019 membran kapiler-alveolar ditandai keperawatan pernafasan pasien saat ini
kedalaman, dan kesulitan
dengan N = 110 x/menit, RR = 30 selama 2x24 jam 2. Agar kita mengetahui apakah
bernafas
x/menit, Hasil pemeriksaan dapat perkembangan status pergerakan
2. Catat pergerakan dada,
didapatkan pemeriksaan fisik meningkatkan dada, retraksi dada dan
ketidaksimetrisan, dan retraksi
gelisah, pernafasan cuping hidung. status pernafasan: ketidaksimetrisan dada pasien
dada.
Pemeriksaan AGD Ph: 7,30, pertukaran gas 3. Untuk mengetahui bagian paru
3. Perkusi thorak anterior dan
PaCo2: 46 mmHg*, paO2: 55 dengan kriteria mana yang memiliki bunyi
posterior
mmHg, Perkusi: hipersonor pada hasil: perkusi abnormal
4. Auskultasi suara nafas, catat
paru kanan, auskultasi: suara nafas 4. Untuk mengetahui area dimana
1. Tekanan PaCo2 area dimana terjadi penurunan
menghilang pada paru kanan. terjadi penurunan atau tidak
(skala 2-4) atau tidak adanya ventilasi dan
Pemeriksaan penunjang: hasil foto adanya ventilasi dan keberadaan
2. pH arteri (skala keberadaan suara nafas
toraks PA: tampak hemitoraks suara nafas tambahan.
3-4) tambahan.
kanan hiperlusen dengan corakan 5. Untuk mengetahui jumlah AGD
3. Dipsnea dengan 5. Catat perubahan nilai analisa
paru menghilang yang disertai pasien
aktifitas ringan gas darah dengan tepat
gambaran pleura line, dan 6. Agar tahu kegiatan atau aktifitas
(skala 2-4) 6. Monitor keluhan sesak nafas
mediastrium terdorong ke apa yang memperburuk dipsnea
hemitoraks kiri 4. Hasil rontgen pasien, termasuk kegiatan pasien
dada (skala 2-3) yang memperburuk sesak 7. Mengetahui hasil foto thorak
nafas tersebut. pasien
7. Monitor hasil foto thoraks
2. Selasa, 5 Ketidakefektifan jalan nafas Setelah dilakukan NIC: Manajemen jalan nafas
Maret behubungan dengan hiperventilasi tindakan 1. Agar dapat memperlancar
1. Posisikan pasien untuk
2019 ditandai dengan Pemeriksaan keperawatan pernafasan pasien
memaksimalkan
tanda-tanda vital: Nadi : selama 2x24 jam
ventilasi
110x/menit, Respirasi : 30 x/menit, dapat 2. Agar dapat meningkatkan
2. Motivasi pasien untuk
Inspeksi: ketinggalan bernafas pada meningkatkan motivasi pasien dalam
bernafas pelan, dalam,
dada kanan, retraksi iga (+), status pernafasan: menghindari sesak nafas
berputar dan batuk
pernafasan cuping hidung, Pasien ventilasi dengan
3. Auskultasi suara nafas,
mengatakan sesak nafas kriteria hasil: 3. Agar dapat mengetahui
catat area yang
dirasakannya semakin memberat perkembangan suara nafas
1.frekuensi ventilasinya menurun
sehingga ia tidak bisa berbaring. pasien dan ketak suara yang
pernafasan (skala atau tidak ada dan
abnormal
2-3) adanya suara tambahan

2. irama pernafasan
(skala 2 – 4)

3. retraksi dinding
dada (skala 2 – 3)
1.

3. Selasa, 5 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan NIC : Managemen nyeri
Maret agen injuri biologis (penyakit) tindakan 1. Untuk mengetahui nyeri
1. Lakukan pengkajian
2019 ditandai dengan Respirasi : 30 keperawatan yang dialami pasien saat ini,
nyeri komperhensif yang
x/menit, Pasien juga mengeluhkan selama 2x24 jam lokasinya, karakteristik,
meliputi lokasi,
nyeri dada kanan, yang terasa dapat frkuensi dan intensitas
karakteristik,
seperti ditusuk. Selama ini pasien meningkatkan faktor penyebab nyeri dapat
onset/durasi, frekuensi,
hanya mengalami batuk-batuk kontrol nyeri terjadi.
kualitas, intensitas atau
dalam 1 bulan terakhir, Pasien dengan kriteria 2. Agar pasien dapat
beratnya nyeri dan faktor
terlihat gelisah dan berkeringat. hasil: memahami informasi terkait
pencetus.
dengan nyeri yang
1. Mengenali 2. Berikan informasi
dirasakannya
kapan nyeri mengenai nyeri, seperti
3. Agar nyeri pasien dapat
terjadi penyebab nyeri, berapa
berkurang dengan penurun
dengan lama nyeri akan
nyeri.
(skala 2-3) dirasakan, dan antisipasi
4. Agar pasien dapat
2. Menggamb dari ketidaknyamanan
mendiskusikan pengalaman
arkan faktor akibat prosedur.
nyeri yang dirasakan.
penyebab 3. Berikan individu
dengan penurun nyeri yang
(skala 3-4) optimal dengan
3. Menggunak peresepan analgesik.
an 4. Dorong pasien untuk
analgesik mendiskusikan
yang pengalaman nyerinya,
direkomend sesuai kebutuhan.
asikan
dengan
(skala 3-4)
4. Melaporkan
perubahan
terhadap
gejala nyeri
pada
profesional
kesehatan
dengan
(skala
Format Implementasi dan Evaluasi

N Hari/
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
O Tanggal
1 Gangguan pertukaran gas Selasa, 5 Monitor pernafasan
berhubungan dengan Perubahan Maret 2019
1. Memonitor kecepatan, irama, S : pasien mengatakan masih sesak nafas
membran kapiler-alveolar ditandai Jam :
kedalaman, dan kesulitan dan semakin memberat saat setlah
dengan N = 110 x/menit, RR = 30
14.00 WIB bernafas berjalan dari kamar mandi.
x/menit, Hasil pemeriksaan
2. Mencatat pergerakan dada,
didapatkan pemeriksaan fisik gelisah,
ketidaksimetrisan, dan retraksi O : - RR : 30 X/menit
pernafasan cupinghidung. 15.15 WIB
dada.
Pemeriksaan AGD Ph: 7,30, PaCo2: -Retraksi dinding dada (+)
3. Catat perubahan nilai analisa gas
46 mmHg*, paO2: 55 mmHg, -Pemeriksaan AGD pH: 7,31, PaCo2: 47
darah dengan tepat
Perkusi: hipersonor pada paru kanan, 19.00 WIB
4. Monitor keluhan sesak nafas mmHg
auskultasi: suara nafas menghilang
pasien, termasuk kegiatan yang A : masalah Gangguan pertukaran gas
pada paru kanan. Pemeriksaan 19.30 WIB
memperburuk sesak nafas belum teratasi
penunjang: hasil foto toraks PA:
tersebut.
tampak hemitoraks kanan hiperlusen
P : lanjutkan intervensi
dengan corakan paru menghilang yang
disertai gambaran pleura line, dan -Monitor status pernafasan
mediastrium terdorong ke hemitoraks -Rencana dilakukan foto thorak jam
kiri 09.00
- lakukan auskultasi dan perkusi dada
TTD

Sucy

Selasa, 5 Monitor Pernafasan S : pasien mengatakan masih sesak nafas


Maret 2019 dan semakin memberat saat setlah
Jam : berjalan dari kamar mandi.
1. Memonitor kecepatan, irama,
20.00 WIB
kedalaman, dan kesulitan O : - RR : 30 X/menit
bernafas
-Retraksi dinding dada (+)
20.30 WIB 2. Mencatat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan, dan retraksi -Pemeriksaan AGD pH: 7,31, PaCo2: 47
dada. mmHg
22.00 WIB 3. Catat perubahan nilai analisa gas -perkusi : hipersonor pada paru sebelah
darah dengan tepat kanan
4. Monitor keluhan sesak nafas A : masalah Gangguan pertukaran gas
06.00 WIB
pasien, termasuk kegiatan yang belum teratasi
memperburuk sesak nafas
tersebut. P : lanjutkan intervensi

-Monitor status pernafasan


-Rencana dilakukan foto thorak jam
09.00
- lakukan auskultasi dan perkusi dada
TTD

Alif

Rabu, 6
Maret 2019
Monitor Pernafasan S : pasien mengatakan masih sesak nafas
Jam :
tetapi sudah sedikit berkurang dan
1. Memonitor kecepatan, irama,
08.00 WIB memberat saat berbicara banyak
kedalaman, dan kesulitan
bernafas
O : - RR : 28 x/menit
08.30 WIB 2. Mencatat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan, dan retraksi -Retraksi dinding dada (+)
dada.
-Pemeriksaan AGD pH: 7,33, PaCo2: 45
09.00 WIB 3. Melakukan Perkusi thorak
mmHg
anterior dan posterior
09.15 WIB 4. Melakukan Auskultasi suara -perkusi : hipersonor pada paru sebelah
nafas, catat area dimana terjadi kanan
penurunan atau tidak adanya -auskultasi :terjadi penurunan suara nafas
ventilasi dan keberadaan suara pada paru sebelah kanan
nafas tambahan. -pemeriksaan foto thorax: dan
11.00 WIB 5. Mencatat perubahan nilai analisa mediastrium terdorong ke hemitoraks kiri
gas darah dengan tepat tampak hemitoraks kanan hiperlusen
12.00 WIB 6. Memonitor keluhan sesak nafas dengan corakan paru menghilang
pasien, termasuk kegiatan yang A : masalah Gangguan pertukaran gas
memperburuk sesak nafas belum teratasi
tersebut.
13.00 WIB 7. Memonitor hasil foto thoraks P : lanjutkan intervensi

-monitor status pernafasan


-monitor AGD pasien

TTD

Desi

Rabu, 6
Maret 2019
Monitor Pernafasan S : pasien mengatakan sesak nafas
Jam :
berkurang

1. Memonitor kecepatan dan O :


14.00 WIB
kesulitan bernafas
14.30 WIB 2. Mencatat retraksi dada. - RR : 26 X/menit
18.30 WIB 3. Catat perubahan nilai analisa gas
-Retraksi dinding dada (-)
darah dengan tepat
20.00 WIB 4. Monitor keluhan sesak nafas -Pemeriksaan AGD pH: 7,34, PaCo2: 46
pasien, termasuk kegiatan yang mmHg
memperburuk sesak nafas -perkusi : hipersonor pada paru sebelah
tersebut. kanan
A : masalah Gangguan pertukaran gas
teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi

-Monitor status pernafasan


- lakukan auskultasi dan perkusi dada

Rabu, 6 Monitor Pernafasan S : pasien mengatakan masih sesak nafas TTD

Maret 2019 tetapi sudah sedikit berkurang


Jam : Nina
O : - RR : 24 x/menit
20.30 wib 1. Memonitor kecepatan, irama,
kedalaman, dan kesulitan -Retraksi dinding dada (-)
bernafas
21.00 WIB -Pemeriksaan AGD pH: 7,34, PaCo2: 46
2. Mencatat retraksi dada.
mmHg
21.30 WIB 3. Melakukan Perkusi thorak
anterior dan posterior -perkusi : suara sonor
22.00 WIB
4. Mencatat perubahan nilai analisa A : masalah Gangguan pertukaran gas
gas darah dengan tepat teratasi sebagian

06.00 WIB 5. Memonitor keluhan sesak nafas


pasien, termasuk kegiatan yang P : lanjutkan intervensi
memperburuk sesak nafas -Rencana dilakukan foto thorak jam
tersebut. 11.00
-monitor status pernafasan
-monitor AGD pasien

TTD

Untung

Kamis, 7 Monitor pernafasan S : pasien mengatakan sesak nafas


Maret 2019 berkurang
Jam :
1. Memonitor kecepatan, irama, O : - RR : 24 x/menit
08.00 WIB
kedalaman, dan kesulitan
bernafas -Retraksi dinding dada (-)
2. Mencatat retraksi dada.
09.00 WIB -Pemeriksaan AGD pH: 7,35, PaCo2: 45
3. Melakukan Perkusi thorak
mmHg
09.30 WIB anterior dan posterior

10.00 WIB 4. Mencatat perubahan nilai analisa -perkusi : suara sonor


gas darah dengan tepat -pemeriksaan foto thorax: bentuk paru
dan ukuran normal, tidak tampak lapisan
5. Memonitor keluhan sesak nafas
pleura, paru radiolusen.
10.30 WIB pasien, termasuk kegiatan yang
A : masalah Gangguan pertukaran gas
memperburuk sesak nafas
teratasi sebagian
tersebut.
11.00 WIB
6. Memonitor hasil foto thoraks
P : lanjutkan intervensi

-monitor status pernafasan


TTD

Sucy

Manajemen jalan nafas


Selasa, 5 S: Pasien mengatakan sesak nafas
Maret 2019 1. memposisikan pasien untuk dirasakannya semakin memberat
2 Ketidakefektifan jalan nafas
Jam : memaksimalkan ventilasi sehingga ia tidak bisa berbaring.
behubungan dengan hiperventilasi
ditandai dengan Pemeriksaan tanda- 14.00 WIB 2. memotivasi pasien untuk bernafas O: Nadi : 110x/menit, Respirasi : 30
tanda vital: Nadi : 110x/menit, pelan, dalam, berputar dan batuk x/menit, Inspeksi: ketinggalan bernafas
Respirasi : 30 x/menit, Inspeksi: 3. Auskultasi suara nafas, catat area pada dada kanan, retraksi iga (+),
ketinggalan bernafas pada dada kanan, yang ventilasinya menurun atau tidak pernafasan cuping hidung,
15.15 WIB
retraksi iga (+), pernafasan cuping ada dan adanya suara tambahan
A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
hidung, Pasien mengatakan sesak
belum teratasi
nafas dirasakannya semakin memberat 19.00 WIB
sehingga ia tidak bisa berbaring. P: lanjutkan intervensi

19.30 WIB -monitor perkembangan TTV

-auskultasi suara nafas

-memposisikan pasien untuk membantu


pernafasan
TTD

Sucy
Manajemen jalan nafas

1. memposisikan pasien untuk


Selasa, 5
memaksimalkan ventilasi S: Pasien mengatakan sesak nafas
Maret 2019
sehingga tidak bisa berbaring
Jam : 2. memotivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar dan batuk O: Nadi : 110x/menit, Respirasi : 30
20.00 WIB
x/menit. Adanya pernafasan cuping
3. Auskultasi suara nafas, catat area
hidung
yang ventilasinya menurun atau tidak
20.30 WIB ada dan adanya suara tambahan A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
22.00 WIB
- monitor perkembangan TTV

- auskultasi suara nafas


06.00 WIB
- memposisikan pasien untuk membantu
pernafasan TTD
Manajemen jalan nafas
Desi
1. memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Rabu, 6
Maret 2019 2. memotivasi pasien untuk bernafas S: Pasien mengatakan sesak nafas sudah
Jam : pelan, dalam, berputar dan batuk mulai berkurang

08.00 WIB 3. Auskultasi suara nafas, catat area O: Nadi : 105x/menit, Respirasi : 28
yang ventilasinya menurun atau tidak x/menit.
ada dan adanya suara tambahan
08.30 WIB A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
belum teratasi

P: Lanjutkan intervensi
09.00 WIB
- monitor perkembangan TTV
- auskultasi suara nafas

- memposisikan pasien untuk membantu


pernafasan TTD

Nina

Manajemen jalan nafas

1. memposisikan pasien untuk


memaksimalkan ventilasi
S: Pasien mengatakan sesak nafas sudah
Rabu, 6
2. memotivasi pasien untuk bernafas mulai berkurang
Maret 2019
pelan, dalam, berputar dan batuk
Jam : O: Nadi : 80x/menit, Respirasi : 26
3. Auskultasi suara nafas, catat area x/menit.
yang ventilasinya menurun atau tidak
A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
14.00 WIB
ada dan adanya suara tambahan
belum teratasi
14.30 WIB
P: Lanjutkan intervensi
18.30 WIB
- monitor perkembangan TTV

- auskultasi suara nafas


- memposisikan pasien untuk membantu
pernafasan TTD

Untung
Rabu, 6 Manajemen jalan nafas S: Pasien mengatakan sesak nafas sudah
Maret 2019 tidak terasa berat
1. memposisikan pasien untuk
Jam :
memaksimalkan ventilasi O: Nadi : 70x/menit, Respirasi : 24
20.30 wib x/menit.
2. memotivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar dan batuk A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
belum teratasi
21.00 WIB 3. Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau tidak P: Lanjutkan intervensi
21.30 WIB
ada dan adanya suara tambahan
- monitor perkembangan TTV

- auskultasi suara nafas

- memposisikan pasien untuk membantu


pernafasan TTD

Sucy
Kamis, 7 Manajemen jalan nafas S: Pasien mengatakan sudah tidak sesak
Maret 2019 nafas
1. memposisikan pasien untuk
Jam :
memaksimalkan ventilasi O: Nadi : 70x/menit, Respirasi : 24
08.00 WIB x/menit.
2. memotivasi pasien untuk bernafas
pelan, dalam, berputar dan batuk A: masalah ketidakefektifan jalan nafas
sudah teratasi
09.00 WIB 3. Auskultasi suara nafas, catat area
yang ventilasinya menurun atau tidak P: Lanjutkan intervensi
09.30 WIB
ada dan adanya suara tambahan
- monitor perkembangan TTV

TTD

Desi
3, Nyeri akut berhubungan dengan agen Selasa, 5 Managemen nyeri S : pasien mengatakan masih merasakan
injuri biologis (penyakit) ditandai Maret 2019 1. Lakukan pengkajian nyeri nyeri dada kanan nyeri seperti ditusuk
dengan Respirasi : 30 x/menit, Pasien Jam : komperhensif yang meliputi dan pasien gelisah serta berkeringat.
juga mengeluhkan nyeri dada kanan, lokasi, karakteristik,
14.00 WIB
yang terasa seperti ditusuk. Selama ini onset/durasi, frekuensi, kualitas, O:
pasien hanya mengalami batuk-batuk intensitas atau beratnya nyeri
- Nadi : 110x/menit
dalam 1 bulan terakhir, Pasien terlihat 15.15 WIB dan faktor pencetus.
- Respirasi : 30 x/menit
gelisah dan berkeringat. 2. Berikan informasi mengenai - Pasien terlihat gelisah
nyeri, seperti penyebab nyeri, - Berkeringat
19.00 WIB
berapa lama nyeri akan
dirasakan, dan antisipasi dari
19.30 WIB A : masalah nyeri akut belum teratasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur.
3. Berikan individu penurun nyeri P : lanjutkan intervensi

yang optimal dengan peresepan - kontrol nyeri pasien


analgesik. - memberikan penurun nyeri sesuai resep
4. Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan TTD

Nina

Selasa, 5 Managemen nyeri S : pasien mengatakan masih merasakan


Maret 2019 1. Lakukan pengkajian nyeri nyeri dada kanan nyeri seperti ditusuk
Jam : komperhensif yang meliputi frekuensi nyeri jarang, pasien sudah
lokasi, karakteristik, tenang dan dapat tertidur
20.00 WIB
onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri O:
20.30 WIB dan faktor pencetus.
- Nadi : 80x/menit
2. Berikan informasi mengenai
nyeri, seperti penyebab nyeri, - Respirasi : 30 x/menit
berapa lama nyeri akan
22.00 WIB A : masalah nyeri akut belum teratasi
dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat
P : lanjutkan intervensi
06.00 WIB prosedur.
3. Berikan individu penurun nyeri - memberikan analgesik sesuai resep

yang optimal dengan peresepan - kontrol nyeri pasien


analgesik.
4. Dorong pasien untuk TTD
mendiskusikan pengalaman
Desi
nyerinya, sesuai kebutuhan

Managemen nyeri
Rabu, 6 1. Lakukan pengkajian nyeri S : pasien mengatakan masih merasakan
Maret 2019 komperhensif yang meliputi nyeri dada kanan berkurang.
Jam : lokasi, karakteristik,

08.30 WIB onset/durasi, frekuensi, kualitas, O:

09.15 WIB intensitas atau beratnya nyeri


- Nadi : 80x/menit
dan faktor pencetus.
- Respirasi : 28 x/menit
11.00 WIB 2. Berikan informasi mengenai
A : masalah nyeri akut belum teratasi
nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
P : lanjutkan intervensi
12.00 WIB dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat - memberikan analgesik
13.00 WIB prosedur.
- kontrol nyeri pasien
3. Berikan individu penurun nyeri
- mengontrol TTV
yang optimal dengan peresepan
analgesik.
TTD
4. Dorong pasien untuk
Alif
mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan
5. Mengontrol nyeri pasien

Managemen nyeri
Rabu, 6 S : pasien mengatakan masih merasakan
1. Lakukan pengkajian nyeri
Maret 2019 nyeri dada kanan berkurang dan lebih
komperhensif yang meliputi
Jam : ringan pernapasannya.
lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas,
O:
intensitas atau beratnya nyeri
14.00 WIB
dan faktor pencetus. - Nadi : 78x/menit
14.30 WIB 2. Berikan informasi mengenai - Respirasi : 28 x/menit
18.30 WIB nyeri, seperti penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan A : masalah nyeri akut belum teratasi
20.00 WIB dirasakan, dan antisipasi dari
ketidaknyamanan akibat P : lanjutkan intervensi
prosedur.
- memberikan analgesik
3. Berikan individu penurun nyeri
yang optimal dengan peresepan - kontrol nyeri pasien

analgesik. - mengontrol TTV

4. Dorong pasien untuk


mendiskusikan pengalaman TTD

nyerinya, sesuai kebutuhan Sucy

Managemen nyeri
Rabu, 6 1. Lakukan pengkajian nyeri S : pasien mengatakan sudah lebih baik
Maret 2019 komperhensif yang meliputi nyeri dada kanan berkurang dan lebih
Jam : lokasi, karakteristik, ringan pernapasannya.
20.30 wib onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri
O:
dan faktor pencetus.
- Nadi : 74x/menit
21.00 WIB 2. Berikan informasi mengenai
- Respirasi : 26 x/menit
nyeri, seperti penyebab nyeri,
21.30 WIB
berapa lama nyeri akan
22.00 WIB dirasakan, dan antisipasi dari A : masalah nyeri akut belum teratasi
ketidaknyamanan akibat
prosedur. P : lanjutkan intervensi
06.00 WIB 3. Berikan individu penurun nyeri
- memberikan analgesik
yang optimal dengan peresepan
analgesik. - kontrol nyeri pasien

4. Dorong pasien untuk - mengontrol TTV

mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan TTD

Untung

Kamis, 7 Managemen nyeri S : pasien mengatakan sudah tidak nyeri


Maret 2019 1. Lakukan pengkajian nyeri lagi di dada kanannya
Jam : komperhensif yang meliputi
O:
lokasi, karakteristik,
08.00 WIB
onset/durasi, frekuensi, kualitas, - Nadi : 70x/menit

intensitas atau beratnya nyeri - Respirasi : 24 x/menit

09.00 WIB dan faktor pencetus. A : masalah nyeri akut teratasi


2. Berikan informasi mengenai
09.30 WIB
10.00 WIB nyeri, seperti penyebab nyeri, P : lanjutkan intervensi
berapa lama nyeri akan
- mengontrol TTV
dirasakan, dan antisipasi dari
10.30 WIB ketidaknyamanan akibat
prosedur. TTD

3. Berikan individu penurun nyeri Nina


11.00 WIB
yang optimal dengan peresepan
analgesik.
4. Dorong pasien untuk
mendiskusikan pengalaman
nyerinya, sesuai kebutuhan
BAB IV
KESIMPULAN

Pneumotoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara


dalam rongga pleura, sebagai akibat dari proses penyakit atau cedera. Pneumotoraks dibagi
menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathoraks. Semakin lama tekanan
udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihi tekanan atmosfir. Udara yang
terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal
nafas.

Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas


berat dan keadaan ini dapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan
perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisa terjadi kolaps paru dan ada penekanan pada
mediastinum dan jantung. Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan
“venous return” juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga
menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik).
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
Press.
Aru W.Sudoyo,dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta: Interna
Publishing
https://id.scribd.com/doc/286023449/pathway-pneumothorax.

Kowalak, Jennifer P, Dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi: Sistem Pernapasan


Pneumothoraks. Jakarta: EGC.
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine, 5/e.
Saunders. Philadelphia.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dangan Gangguan System
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA
NIC
NOC

Anda mungkin juga menyukai