Anda di halaman 1dari 22

A.

Konsep anatomi sistem reproduksi

Alat reproduksi wanita terdiri dari berbagai bagian yang saling mendukung, agar proses
reproduksi bisa berjalan dengan baik. Terdiri dari bagian luar dan dalam, organ-organ tersebut
perlu dikenali lebih rinci agar Anda dapat lebih optimal dalam menjaga kesehatannya.

6 Alat reproduksi wanita bagian luar

Ada dua fungsi utama dari alat reproduksi wanita bagian luar, yaitu untuk memudahkan
sperma masuk ke dalam organ reproduksi bagian dalam, serta melindunginya dari organisme
penyebab infeksi.

Organ-organ reproduksi wanita bagian luar, dikelompokkan menjadi satu dalam area yang
disebut sebagai vulva. Berikut ini organ yang termasuk dalam sistem reproduksi wanita bagian
luar.

1. Mons pubis

Mons pubis adalah jaringan lemak yang mengelilingi tulang pubis. Jaringan ini
mengandung kelenjar untuk mengeluarkan minyak dengan feromon, yang meningkatkan daya
tarik seksual.

2. Labia mayor

Labia mayor merupakan pintu gerbang yang melindungi organ reproduksi wanita bagian
luar lainnya. Sesuai namanya, organ ini berukuran besar. Pada labia mayor, terdapat kelenjar
keringat dan sebaceous, yang memproduksi cairan lubrikasi.

Saat seorang perempuan memasuki masa pubertas, labia mayor akan mulai ditumbuhi oleh
rambut kemaluan.

3. Labia minor

Labia minor terletak di sebelah dalam labia mayor, dan mengelilingi pembukaan vagina
serta uretra (saluran yang membawa urine dari kandung kemih, ke luar tubuh).Bentuk dan
ukuran organ ini dapat berbeda pada tiap individu. Permukaannya pun sangat rapuh dan
sensitif, sehingga membuatnya mudah mengalami iritasi dan pembengkakan.
4. Klitoris

Labia minor sisi kiri dan kanan, bertemu di tengah atas, yaitu pada klitoris. Klitoris
adalah benjolan kecil yang sangat sensitif terhadap rangsangan. Bisa dibilang, organ ini memiliki
fungsi serupa penis pada pria.

Klitoris ditutupi oleh lipatan kulit yang dinamakan prepuce. Seperti halnya penis, klitoris juga
dapat mengalami ereksi.

5. Vestibular bulbs

Vestibular bulbs adalah dua bagian panjang pada pembukaan vagina, yang berisi jaringan
erektil. Saat seorang wanita merasa terangsang, bagian ini akan terisi banyak darah, dan
membesar.

Setelah wanita mengalami orgasme, darah di dalam jaringan tersebut akan kembali mengalir ke
tubuh.

6. Kelenjar bartolin

Kelenjar bartolin memiliki ukuran kecil, berbentuk seperti kacang yang berada di
pembukaan vagina. Fungsi organ ini adalah untuk mengeluarkan lendir dan melumasi vagina,
saat melakukan hubungan seksual.

5 Alat reproduksi wanita bagian dalam

Lebih dalam dari vulva, terdapat organ reproduksi wanita bagian dalam.

Berikut ini adalah bagian-bagian yang termasuk di dalamnya

1. Vagina

Vagina adalah suatu area dengan bentuk seperti saluran, yang lentur dan berotot. Vagina
terletak di antara uretra dan rektum (anus), dengan panjang sekitar 7,5-10 cm.

Bagian atas vagina terhubung dengan serviks. Sementara itu, bagian bawahnya terbuka ke arah
luar.
Saat seorang perempuan melakukan hubungan seksual, vagina akan merenggang, melebar, dan
dipenuhi oleh aliran darah, sebagai persiapan dari penetrasi. Vagina juga merupakan saluran
tempat keluarnya lendir seviks dan darah menstruasi.

Saat proses persalinan, bayi akan keluar dari uterus menuju ke saluran vagina.

2. Serviks

Serviks atau leher rahim adalah bagian bawah dari rahim yang menghubungkan rahim
dengan vagina. Serviks berbentuk seperti tabung, yang berfungsi untuk melindungi rahim dari
infeksi, dan sebagai jalan masuk sperma saat berhubungan seksual.

3. Uterus

Uterus atau rahim adalah suatu ruang kosong yang berbentuk seperti buah pir dan
berfungsi sebagai tempat berkembangnya janin. Uterus terletak di antara kandung kemih dan
rektum.

4. Tuba falopi

Tuba falopi atau saluran tuba berbentuk seperti pembuluh kecil yang menempel pada
bagian atas rahim. Organ ini berfungsi sebagai jalan yang dilalui oleh sel telur, untuk berpindah
dari ovarium ke rahim.

Tuba falopi juga merupakan tempat terjadinya pembuahan. Setelah pembuahan terjadi, sel telur
yang telah dibuahi, kemudian bergerak menuju rahim, untuk ditanamkan di dinding rahim.

5. Ovarium

Ovarium atau indung telur adalah jaringan kecil berbentuk oval yang berada di rahim. Ovarium
berfungsi untuk memproduksi sel telur dan hormon seks perempuan, yang kemudian akan
dilepaskan ke aliran darah. Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
B. KONSEP POST PARTUM

1. Definisi

Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasal

dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang berati bayi dan “Parous”

yang berati melahirkan. Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah

plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil (Anggraini, 2010).

sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

hamil.Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester ke empat

kehamilan (Bobak, et al., 2004). Masa nifas didefinisikan sebagai

periode selama tepat setelah kelahiran.Namun secara populer,

diketahui istilah tersebut mencangkup 6 minggu berikutnya saat

terjadi involusi kehamilan normal (Hugnes, 1972 dalam Chunnigham,

2006).

2. Tahap-tahapan masa post partum

Masa nifas dibagi menjadi tiga tahapan menurut Bobak (2004) yaitu:

a. Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0-24 jam post

partum, yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk

berdiri dan berjalan-jalan.

b. Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1-7 hari post

partum, yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ


reproduksi selama kurang lebih 6-8 minggu.

c. Remote Puerperium (later puerperium) : waktu 1-6 minggu post

partum.Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama
ibu apabila ibu selama hamil

atau waktu persalinan mengalami komplikasi.

3. Perubahan fisiologis masa post partum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas menurut Bobak et all

(2005) yaitu:

a. Involusi uterus

Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses

kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil.

b. Tempat plasenta

Segera setelah plasenta dan ketuban di keluarkan, kontriksi

vascular dan thrombosis menurunkan tampat plasenta kesuatu

area yang meninggi dan bernodul tidak teratur.

c. Serviks (mulut rahim)

Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam


setelah pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya

menjadi padat dan kembali ke bentuk semula.

d. Lochea

Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua

menyebabkan keluarnya discharge vaginadalam jumlah

bervariasi. Secara mikroskopis, lochea terdiri atas eritrosit,

serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganisme

ditemukan pada lokia yang menumpuk divagina dan pada

sebagian besar kasus juga di temukan bahkan bila discharge

diambil dari rongga uterus (Chunningham, Gary, et all 2006).

Pengeluaran lochea menurut Chunningham Gary, et all (2006)

dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya, diantaranya :

(1) Lochea rubra atau merah (kruenta)

Lochea rubra mengandung darah dan debris desidua serta

debris trofoblastik. Aliran menyambur, menjadi merah

muda atau coklat setelah 3-4 hari (Bobak et all, 2005).

(2) Lochea serosa

Lochea serosa ini muncul sekitar 10 hari setelah bayi

lahir.Mengandung darah lama (old blood), serum, leukosit,

dan debris jaringan. Warna cairan ini menjadi kuning

sampai putih (Bobak, et all, 2005).


(3) Lochea alba

Locheaalbamuncul setelah 10 hari masa nifas/post partum.

Akibat campuran leukosit dan berkurangnya kandungan

cairan, lokia menjadi bewarna putih atau putih kekuningan

(Cuninngham, Gary, et all 2006).

4. Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta perenggangan yang

sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa

hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada

dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali

ke keadaan tidak hamil.Segera setelah melahirkan, perineum

menjadi kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan

kepala bayi yang bergerak maju.Perubahan pada perineum pasca

melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan, pada

post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali

sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada

keadaan sebelum melahirkan (Marmi, 2012).

5. Perubahan Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa

hal diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat


mengganggu keseimbangan cairan tubuh. Pasca melahirkan, kadar

progesteron juga mengalami penurunan. Faal usus memerlukan

waktu 3-4 hari untuk kembali normal.Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu
yang berangsur-angsur untuk

kembali normal. Pola makan ibu nifas tidak akan seperti biasa

dalam beberapa hari dan perineum ibu akan terasa sakit untuk

defekasi. Faktor-faktor tersebut mendukung terjadinya konstipasi

pada ibu nifas dalam minggu pertama (Marmi, 2012).

6. Perubahan Sistem Perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post

melahirkan. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema

leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara

kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam

jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah

melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon esterogen

yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang

mencolok. Keadaan ini menyebabkan deuresis. Ureter yang

berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.

7. Perubahan psikologi masa post partum

Perubahan sistem reproduksi masa nifas/post partum menurut

Marmi (2012) yaitu:


Masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6

minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pemulihan

post-partum adalh 2-6 jam, 2 jam-6 hari, 2 jam- 6 minggu (atau

boleh juga disebut 6 jam, 6 hari 6 minggu).

Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa

transisi menurut Marmi (2012) Masa transisi pada postpartum yang

harus diperhatikan adalah:

a. Phase Honeymon

Phase Honeymon adalah phase anak lahir dimana terjadi

intimasi dan kontak yang lama antara ibu-ayah-anak, dimana

masing-masing saling memperhatikan anaknya dan

menciptakan hubungan yang baru.

b. Ikatan kasih (Bonding dan Attachment)

Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayahanak, dan tetap dalam ikatan kasih.

c. Phase pada masa nifas

Penyesuaian psikologi pada masa nifas menurut Reva Rubbin

1960 dalam Cuninngham, et all 2006 dibagi dalam 3 tahap

yaitu:

1) Takking In (1-2 hari post partum)

Fase ini dikenal dengan fase ketergantungan dimana wanita

menjadi sangat pasif dan sangat tergantung serta berfokus


pada dirinya sendiri.Pada fase ini ibu juga mengenang

pengalaman melahirkan yang baru saja dialami. Untuk

pemulihan, ibu perlu istirahat atau tidur untuk mencegah

gejala kurang tidur

2) Taking Hold (2-4 hari post partum)

Fase Taking Hold disebut dengan fase ketergantungan dan

ketidaktergantungan. Pada tahap ini ibu khawatir akan

kemampuannya merawat bayinya dan khawatir tidak

mampu bertanggung jawab untuk merawat bayinya. Ibu

berusaha untuk menguasai kemampuan untuk merawat

bayinya, cara menggendong dan menyusui, memberikan

minum, dan mengganti popok. Pada tahap ini ibu sangat

sensitif akan ketidakmampuannya dan muda tersinggung.

3) Letting Go

Tahap ini dimulai pada minggu kelima sampai minggu

keenam dan pada fase ini keluarga telah menyesuaikan diri

dengan bayi.Ibu merawat bayinya dengan kegiatan seharihari yang telah kembali.

8. Masalah psikososial ibu post partum

Perubahan emosional pada ibu post partum menurut Bobak (2005)

yaitu:

a. Baby blues
Baby bluespasca salin, karena perubahan yang tiba-tiba dalam

kehidupan, merasa cemas dan takut dengan ketidakmampuan

merawat bayinya dan merasa bersalah.Perubahan emosi ini

dapat membaik dalam beberapa hari setelah ibu dapat merawat

diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.

b. Depresi pascapartum

Depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke

hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan

nafsu makan depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi

dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah,

gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan

selera untuk berhubungan intim dengan suami)..Kriteria untuk

mengklasifikasi depresi pascapartum bervariasi tetapi sering

pada sindrom afektif/emosi yang tarjadi selama enam bulan

setelah melahirkan.Namun, pengalaman depresi yang dialami

juga menunjukan konsentrasi buruk, perasaan bersalah,

kehilangan energy dan aktivitas sehari-hari.

c. Psikosis pascapartum

Psikosis pascapartum ialah krisis psikiatri yang paling parah.

Gejalanya seringkali bermula dengan postpartum blues atau


depresi pascapartum. Waham, halusinasi, konfusi dan panik

bisa timbul.Wanita tersebut dapat memperlihatkan gajala yang

menyarupai skizofrenia atau kerusakan psikoafektif.Perawatan

di rumah sakit selama beberapa bulan mungkin

diperlukan.Bunuh diri atau bahaya pada bayi atau keduanya

merupakan bahaya psikosis terbesar.

C. ETIOLOGI.

Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui.

Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,

prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh

pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas

enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja mengaktifasi adrenalin dan

serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.

3. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan

yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta

keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah

suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi

dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan
sebagai tempat ibu mengadu atau berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa

kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau

mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua

dan mertua, problem dengan anak sebelumnya.

4. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.

Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak

berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8%

sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat

tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin

mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional

serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan.

5. Ibu belum siap menghadapi persalinan

6. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada psikologi ibu

seperti adanya pembengkakan pada payudara yang menyebabkan rasa nyeri ataupun jahitan

yang belum sembuh

7. Marital dysfunction atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain, merasa

terisolasi

8. Masalah medis dalam kehamilan (PIH, diabetes melitus, disfungsi tiroid)

9. Pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan yang bersifat trauma (seperti seksio

cesaria,dan epistomi)
10. kelahiran anak dengan kecacatan/penyakit

11. Riwayat depresi, penyakit mental dan alkoholik (orang orang mempunyai latar belakang

gangguan mental dan pernah bermasalah secara psikis sebelum hamil, berisiko tinggi

mengalami post partum blues. Resikonya bias 2-3 kali lipat dibandingkan mereka yang tidak

mempunyai latar belakang masalah tersebut. Pada wanita yang tidak berisiko pun, bila di

saat persalinannya ada masalah, bias meningkatkan insiden PBB. Ibu yang melahirkan

dengan operasi karena terjadi keracunan kehamilan seperti preeclampsia, bias berisiko

mengalami PBB.)

12. Karakter pribadi (harga diri, ketidakdewasaan)

13. Stress dalam keluarga, misalnya : Faktor ekonomi memburuk, persoalan dengan suami,

problem dengan mertua. stress yang dialami wanita itu sendiri misalnya ASI tidak

keluar,frustasi karena bayi tidak mau tidur, stress melihat bayi sakit,rasa bosan dengan

hidup yang dijalani.

Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh

beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen

(1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan

anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis
(penggunaan

alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini.

Misalnya saja pada pembedahan caesar dan episiotomi dan sebagainya. Perubahan hormon dan
perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu.

Peyebab lain menurut para ahli adalah :

 Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab

munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami penolakan dari

orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang tinggi terhadap

perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang memiliki sejarah

masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini, kepribadian dan variable sikap selama

masa kehamilan seperti kecemasan, kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan

munculnya gejala depresi.

 Llewellyn–Jones (1994), karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum

adalah : wanita yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal

dari keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami

atau orang–orang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang

berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi dan

informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.

 Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai

berikut :

1. Faktor konstitusional.

Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah riwayat obstetri
pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada komplikasi

dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita

primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah

melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya

memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan

menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.

2. Faktor fisik.

Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan mental

selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan dengan

kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara drastis

setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan

munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan.

Kadang progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah

melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

3. Faktor psikologis

Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir kehamilan

menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian

psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan

pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai


hubungan baik antara ibu dan anak.

4. Faktor sosial.

Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak

memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya

dukungan dalam perkawinan.

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin

dipengaruhi oleh faktor :

1. Biologis.

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon seperti

estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam masa nifas

atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat atau terlalum lambat.

2. Karakteristik ibu, yang meliputi :

A. Faktor umur.

Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang

perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini

mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang

ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan

seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk

menjadi seorang ibu.


B. Faktor pengalaman.

Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel

dan Inwood (Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih

banyak ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran

seorang ibu dan segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang

sama sekali baru bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian

yang dilakukan oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas

sosial menengah mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami

krisis setelah kelahiran bayi pertama.

C. Faktor pendidikan.

Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan social dan konflik

peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk

bekerja atau melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah
tangga dan orang tua dari anak–anak mereka (Kartono,

1992).

D. Faktor selama proses persalinan.

Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan

selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan

pada saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul

dan kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi


pascasalin.

E. Faktor dukungan sosial.

Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan

pascasalin, beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi postpartum

adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya ketidakseimbangan
hormonal,

faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.

D. TANDA DAN GEJALA

1. Perasaan sedih yang menyeluruh

2. Ketidakmampuan berhenti menangis

3. Peningkatan kecemasan (mengenai kesehatan diri sendiri dan bayinya)

4. Rasa tidak aman

5. Kelelahan yang berlebihan

6. Sulit tidur bahkan setelah bayi lahir 

7. Tidak menyukai atau takut menyentuh bayiny

8. Sedikit perhatian terhadap penampilan diri

E. PATOFISILOLOGI

Baby blues bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain faktor biologis dan faktor emosi.

Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang sangat mendadak pada ibu. Hormon
kehamilan (estrogen dan progesteron) secara mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah

melahirkan sedangkan hormon menyusui mengalami peningkatan. Hal ini kemudian memodulasi

ekstabilitas otak, sehingga menyebabkan sub unit reseptor GABA teraktivasi, GABA merupakan
suatu

reseptor ionotropik yang terdapat diberbagai belahan otak dan memiliki kadar yang tinggi yaitu
1000

kali lebih tinggi dari kadar neorotransmiter, disamping untuk memperantarai hambatan simpatik

yang cepat, GABA juga berfungsi untuk mengambat ion cloroda masuk kedalam darah, jika
kadar ion

clorida dalam darah meningkat maka akan menghasilkan kecemasan yang berkepanjangan , dan

akan menyebabkan terlepasnya beberapa hormon otak lain tampa kendali, dan memicu terjadinya

peningkatan CRH dikelenjer hipotalamus. CRH akan merangsang kelenjer adrenal untuk

menghasilkan hormon kortisol . hormon kortisol adalah suatu hormon yang menyebabkan

kekecewaan, kesedihan, perasaan tertekan , dan ketakutan yang berlebihan.

F. PENATALAKSANAAN

Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan tidak ditangani

dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan.
Mereka

merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa
yang

sedang terjadi. Apabila mereka pergi mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk
minta
pertolongan, seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tdak

gelisah, minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira
menyambut

kedatangan bayi yang mereka cintai.

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan

gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues

G. ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengenalan gejala mood merupakan hal yang paling penting dilakukan oleh perawat perinatal

untuk menentukan rencana keperawatan yang dapat merefleksikan respons perilaku suatu
individu

dari gangguan tertentu. Rencana keperawatan yang diberikan pada individu didasarkan pada

karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik yang dialaminya.

Pengkajian pada pasien post partum blues menurut Bobak ( 2004 ) dapat dilakukan pada pasien

dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi :

IDENTITAS KLIEN

Nama :

Umur :

Agama :

Suku / bangsa :

Pendidikan :
Pekerjaan :

Alamat / tlp :

Status perkawinan :

Kawin : (kali)

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

Nama suami :

Umur :

Suku / bangsa :

Agama :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat / tlp :

Lama perkwaninan : (tahu

Anda mungkin juga menyukai