Anda di halaman 1dari 13

PATOFISIOLOGI DEMAM

Suhu tubuh diregulasi oleh suatu inti dalam hipotalamus anterior yang berfungsi sebagai termostat yang
mengendalikan keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas. Demam berkembang bila termostat digeser
ke set yang lebih tinggi. 

Untuk tubuh mencapai suatu suhu lebih tinggi kehilangan panas melalui kulit dikurangi dengan
vasokonstriksi, sehingga dalam waktu singkat, sewaktu suhu meningkat, kulit secara paradoks menjadi dingin.
Saat pergeseran ini, secara klinis terlihat sebagai gemetar, yang artinya suhu lingkungan mendadak
diterjemahkan sebagai dingin.
IL-1, IL-6 dan TNF adalah mediator-mediator penting dari reaksi ini. Sitokin-sitokin ini dihasilkan oleh leukosit
dan jenis sel lain dalam respon terhadap organisme infeksi atau reaksi-reaksi imunologis dan toksik, yang
dilepaskan dalam sirkulasi. IL-1 dan IL-6 mempunyai efek yang sama dalam menghasilkan reaksi fase akut,
keduanya menghasilkan demam melalui interaksi dengan reseptor-reseptor vaskuler dalam pusat termoregulator
dari hipotalamus dengan aksi langsung dari sitokin atau lebih cenderung melalui induksi produksi prostaglandin
lokal (PGE), informasi ini kemudian ditransmisi dari hipotalamus anterior ke posterior ke pusat vasomotor,
menyebabkan stimulasi saraf simpatis, vasokonstriksi pembuluh-pembuluh kulit, mengurangi perspirasi dan
timbul panas demam. Pirogen endogen yang diketahui mencakup TNF, IL-1 dan IL-6. Mereka dilepaskan oleh
monosit/makrofag dan sel-sel inang yang lain dalam respons terhadap mikroba dan stimulasi pirogen lain.
Aspirin melawan demam dangan melalui inhibisi siklooksigenasi dalam hipotalamus. TNF juga menstimulasi
pusat hipotalamus secara langsung.
Apakah demam itu ada manfaatnya? Setiap otang yang menderita radang tenggorokan atau infeksi
saluran nafas akan mengalami manifestasi radang akut. Demam adalah satu dari manifestasi yang paling
menonjol, terutama bila bersamaan dengan infeksi. Bakteriemia biasanya menginduksi demam dengan
meningkatnya suhu secara dramatik, menghasilkan apa yang disebut ‘spike’ pada grafik suhu. Orang menggigil
kuat dapat dilihat pada mereka yang mendapat serangan flu atau malaria. Wagner-Jauregg pada tahun
1927mendapat hadiah nobel untuk metode pengobatan neurosifilis dengan menimbulkan demam tinggi melalui
malaria. Dasar idenya adalah spiroketa akan mati pada suhu 41C. Ada beberapa strain pneumokokus yang mati
pada suhu sekitar 40C. Fakta-fakta ini memberikan kesetujuan untuk efek yang berfaedah dari demam pada
infeksi. Di samping itu terbukti bahwa leukosit bergerak lebih cepat bila suhu meningkat, demikian juga dengan
banyak fungsi seluler lain. Studi sekarang memperlihatkan IL-1 dan TNF lebih efektif pada suhu yang lebih
tinggi.

P a t o fi s i o l o g i   D e m a m

Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun endogenous .Bahan exogenous pun ternyata harus
lewat endogenous pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran onosit dan makrofag dan sellain. Pemicu
kenaikan suhu yang diketahui al IL-1. TNF, IFN dan Il-6.
Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik dan pada daerah praeoptik hypothalamus
merangsang phospholipase A2,melepas plasma membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur
cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam melepas prostaglandin E2, yang mudah
masuk blood-brain barrier ,sehingga merangsang thermoregulatory neuron untuk menaikkan thermostat setpoint.
Set point yang tinggi memerintahkan tubuh untuk menaikkan suhu lewat rangkaian simpatetik dan
saraf efferentadrenergik akan memicu konservasi panas (dengan cara vaskonstriksi)
dan kontraksi otot (menggigil). Selain itu jalur autonomik danendokrine ikut menurunkan penguapan dan
mengurangi jumlah cairanyang akan dipanaskan. Proses ini berjalan terus sampai suhu sudahsesuai dengan
termostat, suhu tubuh terukur akan diatas suhu rata-rata.
Bilamana rangsangan sitokin telah menurun, termostat diturunkankembali, sehingga proses
pengeluaran panas dan penambahan jumlahcairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu korteks serebri
dalammenyesuaikan dengan perilaku.Aspek klinik demam terlihat pada variasi suhu badan
sesuaidengankegiatan, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas.Interpretasi demam pada bayi dan
anak harus dibedakan antara demam(diatas 380C) dan hiperpireksia (diatas 39,50C).
DEMAM

Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan
suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan bahwa
demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya dengan
menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi demam yang terjadi
akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang mengkontaminasi bahan
suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan penyebab demam yang
disebutpyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi interleukin-1 (IL-1), dikenal
sebagai sitokin yang terbukti identik dengan pirogen endogen.

Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup ampuh
terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang optimal untuk
sistem pertahanan tubuh.

II. PENGATURAN SUHU TUBUH


2.1. KESEIMBANGAN PRODUKSI PANAS DAN KEHILANGAN PANAS
Pengaturan suhu memerlukan mekanisme perifer yang utuh, yaitu keseimbangan produksi dan
pelepasan panas, serta fungsi pusat pengatur suhu di hipotalamus yang mengatur seluruh
mekanisme. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih besar daripada laju hilangnya panas,
timbul panas dalam tubuh dan temperatur tubuh meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih
besar, panas tubuh dan temperatur tubuh akan menurun.
2.1.1 PRODUKSI PANAS
Dalam tubuh, panas diproduksi melalui peningkatkan Basal Metabolic Rate(BMR). Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan Basal Metabolic Rateantara lain: (1) laju metabolisme dari semua sel tubuh; (2)
laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot; (3) metabolisme tambahan yang
disebabkan oleh pengaruh tiroksin, epinefrin, norepinefrin dan perangsangan simpatis terhadap sel;
(5) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi didalam sel sendiri.

Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas dan kelenjar
adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan adenosin trifosfat
(ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang terletak terutama dileher
dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai banyak mitokondria. Pada
keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan produksi panas sampai dua kali
lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan vasokonstriksi dan memproduksi
panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh
susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada
lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat, pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus
mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom untuk melebarkan pembuluh darah
(vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan pelepasan panas dari pusat tubuh
melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat. Dilain pihak, pada lingkungan dingin
akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan mempertahankan suhu tubuh.

2.1.2 KEHILANGAN PANAS
Berbagai cara panas hilang dari kulit ke lingkungan dapat melalui beberapa cara yaitu: (1) Radiasi :
kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu jenis gelombang
elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan sesuatu perantara apapun. Secara
umum enam puluh persen panas dilepas secara radiasi; (2) Konduksi : kehilangan panas melalui
permukaan tubuh ke benda-benda lain yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi
pemindahan panas secara langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda.
Dibandingkan dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang lebih luas
akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi; (3) Konveksi : pemindahan panas melalui
pergerakan udara atau cairan yang menyelimuti permukaan kulit; (4) Evaporasi : kehilangan panas
tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari
bentuk cair menjadi gas; dan dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine
dan feses.
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas pada
bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada anak yang
lebih besar.
2.2 Konsep “Set-Point” dalam pengaturan suhu tubuh
Konsep “Set-Point” dalam pengaturan temperatur yaitu semua mekanisme pengaturan temperatur
yang terus-menerus berupaya untuk mengembalikan temperatur tubuh kembali ke tingkat “Set-
Point”. Set-point disebut juga tingkat temperatur krisis, yang apabila suhu tubuh seseorang
melampaui diatas set-point ini, maka kecepatan kehilangan panas lebih cepat dibandingkan dengan
produksi panas, begitu sebaliknya. Sehingga suhu tubuhnya kembali ke tingkat set-point. Jadi suhu
tubuh dikendalikan untuk mendekati nilai set-point.
2.3 Peranan Hipotalamus dalam pengaturan suhu tubuh.
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan hampir semua
mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area preoptik hipotalamus
anterior
Telah dilakukan percobaan pemanasan dan pendinginan pada suatu area kecil di otak dengan
menggunakan apa yang disebut dengan thermode. Alat ini dipanaskan dengan elektrik atau dialirkan
air panas, atau didinginkan dengan air dingin. Dengan menggunakan thermode, area preoptik
hipotalamus anterior diketahui mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan
dingin. Neuron-neuron ini diyakini berfungsi sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh.
Apabila area preoptik dipanaskan, kulit diseluruh tubuh dengan segera mengeluarkan banyak
keringat, sementara pada waktu yang sama pembuluh darah kulit diseluruh tubuh menjadi sangat
berdilatasi. Jadi hal ini merupakan reaksi yang cepat untuk menyebabkan tubuh kehilangan panas,
dengan demikian membantu mengembalikan suhu tubuh kembali normal. Oleh karena itu, jelas
bahwa area preoptik hipotalamus anterior memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai termostatik
pusat kontrol suhu tubuh. Walaupun sinyal yang ditimbulkan oleh reseptor suhu dari hipotalamus
sangat kuat dalam mengatur suhu tubuh, reseptor suhu pada bagian kulit dan beberapa jaringan
khusus dalam tubuh juga mempunyai peran penting dalam pengaturan suhu.
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang mengandung
sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III, disebut juga sebagai
korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan otak. Saraf termosensitif ini
terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari reseptor kulit dan otot. Saraf yang
sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan penghangatan atau penurunan dingin,
sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat dengan pendinginan atau penurunan dengan
penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1 menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan
merangsang cold-sensitive neurons. Korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan
sumber prostaglandin. Selama demam, IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela
kapiler untuk merangsang sel untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk
kedalam regio preoptik hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam
serabut saraf dalam OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan
adanya hubungan erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-
2 dalam jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit,
lebih cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1.
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point  yang akan memberi
isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas
(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku manusia
yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau menutup tubuh
dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-
point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau
pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2 diketahui mempengaruhi
secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat mengakhiri mekanisme ini yang
awalnya diinduksi demam. Sebagai tambahan, arginin vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf
pusat untuk mengurangi pyrogen induced fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh
vasodilatasi dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut
saraf simpatis.

III. DEFINISI DEMAM
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam
sangat berguna sebagai pertanda adanya suatu proses inflamasi, biasanya tingginya demam
mencerminkan tingkatan dari proses inflamasinya. Dengan peningkatan suhu tubuh juga dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri maupun virus.
Suhu tubuh normal adalah berkisar antara 36,6˚C - 37,2˚C. Suhu oral sekitar 0,2 – 0,5˚C lebih rendah
dari suhu rektal dan suhu aksila 0,5˚C lebih rendah dari suhu oral. Suhu tubuh terendah pada pagi
hari dan meningkat pada siang dan sore hari. Pada cuaca yang panas dapat meningkat hingga 0,5˚C
dari suhu normal. Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan keseimbangan
antara produksi dan pelepasan panas.
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan mekanisme
pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh agen mikrobiologi yang dapat
dikenali dan demam hilang sesudah masa yang pendek. Demam pada anak dapat digolongkan
sebagai (1) demam yang singkat dengan tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga
diagnosis dapat ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji
laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit, sehingga riwayat dan
pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji laboratorium dapat menegakkan etiologi;
dan (3) demam yang tidak diketahui sebabnya (Fever of Unknown Origin = FUO).

IV. ETIOLOGI DEMAM
Demam terjadi oleh karena perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang
dapat disebabkan antara lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis (faktor perangsang koloni granulosit-
makrofag, interferon dan interleukin), jejas jaringan (infark, emboli pulmonal, trauma, suntikan
intramuskular, luka bakar), keganasan (leukemia, limfoma, hepatoma, penyakit metastasis), obat-
obatan (demam obat, kokain, amfoterisin B), gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus
sistemik, artritis reumatoid), penyakit radang (penyakit radang usus), penyakit granulomatosis
(sarkoidosis), ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma), ganggguan metabolik (gout,
uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang
dimengerti (demam mediterania familial).
V. PATOGENESIS DEMAM
Tanpa memandang etiologinya, jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah
adanya pirogen, yang kemudian secara langsung mengubahset-point di hipotalamus,
menghasilkan pembentukan panas dan konversi panas.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen
eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk
bakteri dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen
endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis
Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini
dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-
sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
5.1 PIROGEN EKSOGEN
Pirogen eksogen biasanya merangsang demam dalam 2 jam setelah terpapar. Umumnya, pirogen
berinteraksi dengan sel fagosit, makrofag atau monosit, untuk merangsang sintesis interleukin-1 (IL-
1). Mekanisme lain yang mungkin berperan sebagai pirogen eksogen, misalnya endotoksin, bekerja
langsung pada hipotalamus untuk mengubah pengatur suhu. Radiasi, racun DDT dan racun
kalajengking dapat pula menghasilkan demam dengan efek langsung terhadap hipotalamus.
Beberapa bakteri memproduksi eksotoksin yang akan merangsang secara langsung makrofag dan
monosit untuk melepas IL-1. Mekanisme ini dijumpai pada scarlet feverdan toxin shock syndrome.
Pirogen eksogen dapat berasal dari mikroba dan non-mikroba.

5.1.1.1 BAKTERI GRAM-NEGATIF
Pirogenitas bakteri Gram-negatif (misalnya Escherichia coli, Salmonela) disebabkan adanya heat-
stable factor yaitu endotoksin, yaitu suatu pirogen eksogen yang pertama kali ditemukan. Komponen
aktif endotoksin berupa lapisan luar bakteri yaitu lipopolisakarida (LPS). Endotoksin menyebabkan
peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri atau hasil
pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh
leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil
pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1, kemudian interleukin-1 tersebut mencapai
hipotalamus sehingga segera menimbulkan demam. Endotoksin juga dapat mengaktifkan sistem
komplemen dan aktifasi faktor hageman, seperti yang terdapat pada gambar 1.4 dan gambar 1.5

5.1.1.2 BAKTERI GRAM-POSITIF
Pirogen utama bakteri gram-positif (misalnya Stafilokokus) adalah peptidoglikan dinding sel. Bakteri
gram-positif mengeluarkan eksotoksin, dimana eksotoksin ini dapat menyebabkan pelepasan
daripada sitokin yang berasal dari T-helper dan makrofag yang dapat menginduksi demam. Per unit
berat, endotoksin lebih aktif daripada peptidoglikan. Hal ini menerangkan perbedaan prognosis yang
lebih buruk berhubungan dengan infeksi bakteri gram-negatif. Mekanisme yang bertanggung jawab
terjadinya demam yang disebabkan infeksi pneumokokus diduga proses imunologik. Penyakit yang
melibatkan produksi eksotoksin oleh basil gram-positif (misalnya difteri, tetanus, dan botulinum) pada
umumnya demam yang ditimbulkan tidak begitu tinggi dibandingkan dengan gram-positif piogenik
atau bakteri gram-negatif lainnya.

5.1.1.3 VIRUS
Telah diketahui secara klinis bahwa virus dapat menyebabkan demam. Pada tahun 1958, dibuktikan
adanya pirogen yang beredar dalam serum kelinci yang mengalami demam setelah disuntik virus
influenza. Mekanisme virus memproduksi demam antara lain dengan cara melakukan invasi secara
langsung ke dalam makrofag, reaksi imunologis terjadi terhadap komponen virus yang termasuk
diantaranya yaitu pembentukan antibodi, induksi oleh interferon dan nekrosis sel akibat virus.

5.1.1.4 Jamur
Produk jamur baik yang mati maupun yang hidup, memproduksi pirogen eksogen yang akan
merangsang terjadinya demam. Demam pada umumnya timbul ketika produk jamur berada dalam
peredaran darah. Anak yang menderita penyakit keganasan (misalnya leukemia) disertai demam
yang berhubungan dengan neutropenia sehingga mempunyai resiko tnggi untuk terserang infeksi
jamur invasif.
5.1.2 Pirogen Non-Mikrobial
5.1.2.1 Fagositosis
Fagositosis antigen non-mikrobial kemungkinan sangat bertanggung jawab untuk terjadinya demam,
seperti dalam proses transfusi darah dan anemia hemolitik imun (immune hemolytic anemia).
5.1.2.2 Kompleks Antigen-antibodi
Demam yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif dapat timbul baik sebagai akibat reaksi antigen
terhadap antibodi yang beredar, yang tersensitisasi (immune fever) atau oleh antigen yang teraktivasi
sel-T untuk memproduksi limfokin, dan kemudian akan merangsang monosit dan makrofag untuk
melepas interleukin-1 (IL-1). Contoh demam yang disebabkan oleh immunologically
mediated diantaranya lupus eritematosus sistemik (SLE) dan reaksi obat yang berat. Demam yang
berhubungan dengan hipersensitif terhadap penisilin lebih mungkin disebabkan oleh akibat interaksi
kompleks antigen-antibodi dengan leukosit dibandingkan dengan pelepasan IL-1.
5.1.2.3 Steroid
Steroid tertentu bersifat pirogenik bagi manusia. Ethiocholanolon dan metabolik androgen diketahui
sebagai perangsang pelepasan interleukin-1 (IL-1). Ethiocholanolon dapat menyebabkan demam
hanya bila disuntikan secara intramuskular (IM), maka diduga demam tersebut disebabkan oleh
pelepasan interleukin-1 (IL-1) oleh jaringan subkutis pada tempat suntikan. Steroid ini diduga
bertanggung jawab terhadap terjadinya demam pada pasien dengan sindrom adrogenital dan demam
yang tidak diketahui sebabnya (fever of unknown origin = FUO).
5.1.2.4 Sistem Monosit-Makrofag
Sel mononuklear bertanggung jawab terhadap produksi interleukin-1 (IL-1) dan terjadinya demam.
Granulosit polimorfonuklear tidak lagi diduga sebagai penanggung jawab dalam memproduksi
interleukin-1 (IL-1) oleh karena demam dapat timbul dalam keadaan agranulositosis. Sel mononuklear
selain merupakan monosit yang beredar dalam darah perifer juga tersebar di dalam organ seperti
paru (makrofag alveolar), nodus limfatik, plasenta, rongga peritoneum dan jaringan subkutan. Monosit
dan makrofag berasal dari granulocyte-monocyte colony-forming unit (GM-CFU) dalam sumsum
tulang, kemudian memasuki peredaran darah untuk tinggal selama beberapa hari sebagai monosit
yang beredar atau bermigrasi ke jaringan yang akan berubah fungsi dan morfologi menjadi makrofag
yang berumur beberapa bulan. Sel-sel ini berperan penting dalam pertahanan tubuh termasuk
diantaranya merusak dan mengeliminasi mikroba, mengenal antigen dan mempresentasikannya
untuk menempel pada limfosit, aktivasi limfosit-T dan destruksi sel tumor (Tabel 1.1). Keadaan yang
berhubungan dengan perubahan fungsi sistem monosit-makrofag diantaranya bayi baru lahir,
kortikosteroid dan terapi imunosupresif lain, lupus eritematosus sistemik (SLE), sindrom Wiskott-
Aldrich dan penyakit granulomatosus kronik. Dua produk utama monosit-makrofag adalah interleukin-
1 (IL-1) dan Tumor necroting factor (TNF).
5.2 Pirogen Endogen
5.2.1 Interleukin-1 (IL-1)
Interleukin-1 (IL-1) disimpan dalam bentuk inaktif dalam sitoplasma sel sekretori, dengan bantuan
enzim diubah menjadi bentuk aktif sebelum dilepas melalui membran sel kedalam sirkulasi.
Interleukin-1 (IL-1) dianggap sebagai hormon oleh karena mempengaruhi organ-organ yang jauh.
Penghancuran interleukin-1 (IL-1) terutama dilakukan di ginjal.
Interleukin-1 (IL-1) terdiri atas 3 struktur polipeptida yang saling berhubungan, yaitu 2 agonis (IL-1α
dan IL-1β) dan sebuah antagonis (IL-1 reseptor antagonis). Reseptor antagonis IL-1 ini berkompetisi
dengan IL-1α dan IL-1β untuk berikatan dengan reseptor IL-1. Jumlah relatif IL-1 dan reseptor
antagonis IL-1 dalam suatu keadaan sakit akan mempengaruhi reaksi inflamasi menjadi aktif atau
ditekan. Selain makrofag sebagai sumber utama produksi IL-1, sel kupfer di hati, keratinosit, sel
langerhans pankreas serta astrosit juga memproduksi IL-1. Pada jaringan otak, produksi IL-1 oleh
astrosit diduga berperan dalam respon imun dalam susunan saraf pusat (SSP) dan demam sekunder
terhadap perdarahan SSP.
Fagositosis Antigen Mikrobial dan Non-mikrobial

Memproses dan mempresentasikan Peran utama mekanisme pertahanan sebelum antigen

antigen dipresentasikan pada sel-T

Aktivasi sel-T Sel-T menjadi aktif hanya setelah kontak antigen pada

permukaan monosit-makrofag

Tumorisidal Umumnya disebabkan oleh TNF

Sekresi dari :

Interferon α dan β Mempengaruhi respon imun, anti virus, anti proliferatif

IL-1 Efek primer pada hipotalamus untuk mengindusi demam,

aktivasi sel-T dan produksi antibodi oleh sel-B

IL-6 Induksi demam dan hepatic acute phase proteins, aktivasi

sel-B dan stem cell, resistensi non spesifik pada infeksi

IL-8 Aktivasi neutrofil dan sintesis IgE

IL-11 Efek pada sel limfopoetik dan mieloid/eritroid, perangsangan

sekresi T-cell dependent B-cell

Tumor necrosis factor Aktivasi selular, aktivasi anti tumor

Prostaglandin Beraksi sebagai supresi imun, mengurangi IL-1

Lisozim Zat penting bagi proses peradangan


Tabel 1.1 Fungsi utama sistem Monosit-Makrofag
Interleukin-1 mempunyai banyak fungsi, fungsi primernya yaitu menginduksi demam pada
hipotalamus untuk menaikkan suhu. Peran IL-1 diperlukan untuk proliferasi sel-T serta aktivasi sel-B,
maka sebelumnya IL-1 dikenal sebagai lymphocyte activating factor (LAF) dan B-cell activating
factor(BAF). Interleukin-1 merangsang beberapa protein tertentu di hati, seperti protein fase akut
misalnya fibrinogen, haptoglobin, seruloplasmin dan CRP, sedangkan sintesis albumin dan transferin
menurun. Secara karakteristik akan terlihat penurunan konsentrasi zat besi (Fe) serta seng (Zn) dan
peningkatan konsentrasi tembaga (Cu). Keadaan hipoferimia terjadi sebagai akibat penurunan
asimilasi zat besi pada usus dan peningkatan cadangan zat besi dalam hati. Perubahan ini
mempengaruhi daya tahan tubuh hospes oleh karena menurunkan daya serang mikroorganisme
dengan mengurangi nutrisi esensialnya, seperti zat besi dan seng. Dapat timbul leukositosis,
peningkatan kortisol dan laju endap darah.
F
ungsi Utama Interleukin-1

Induksi demam Stimulasi Prostaglandin-E2 (PGE-2)


Aktivasi sel-T dan sel-B Reaksi fase akut
Respon inflamasi Proteolisis otot
Supresi nafsu makan Absorpsi tulang
Stimulasi Kolagenase Rasa kantuk/tidur

Tabel 1.2 Fungsi Utama Interleukin-1


5.2.2 Tumor Necrosis Factor (TNF)
Tumor necrosis factor ditemukan pada tahun 1968. Sitokin ini selain dihasilkan oleh monosit dan
makrofag, limfosit, natural killer cells (sel NK), sel kupffer juga oleh astrosit otak, sebagai respon
tubuh terhadap rangsang atau luka yang invasif. Sitokin dalam jumlah yang sedikit mempunyai efek
biologik yang menguntungkan. Berbeda dengan IL-1 yang mempunyai aktivitas anti tumor yang
rendah, TNF mempunyai efek langsung terhadap sel tumor. Ia mengubah pertahanan tubuh terhadap
infeksi dan merangsang pemulihan jaringan menjadi normal, termasuk penyembuhan luka. Tumor
necrosis factor juga mempunyai efek untuk merangsang produksi IL-1, menambah aktivitas
kemotaksis makrofag dan neutrofil serta meningkatkan fagositosis dan sitotoksik.
Meskipun TNF mempunyai efek biologis yang serupa dengan IL-1, TNF tidak mempunyai efek
langsung pada aktivasi stem cell dan limfosit. Seperti IL-1, TNF dianggap sebagai pirogen endogen
oleh karena efeknya pada hipotalamus dalam menginduksi demam. Tumor necrosis factor identik
dengan cachectin, yang menghambat aktivitas lipase lipoprotein dan menyebabkan
hipertrigliseridemia serta cachexia, petanda adanya hubungan dengan infeksi kronik. Tingginya kadar
TNF dalam serum mempunyai hubungan dengan aktivitas atau prognosis berbagai penyakit infeksi,
seperti meningitis bakterialis, leismaniasis, infeksi virus HIV, malaria dan penyakit peradangan
usus. Tumor necrosis factor juga diduga berperan dalam kelainan klinis lain, seperti artritis
reumatoid, autoimmune disease, dan graft-versus-host disease.
5.2.3 Limfosit yang Teraktivasi
Dalam sistem imun, limfosit merupakan sel antigen spesifik dan terdiri atas 2 jenis yaitu sel-B yang
bertanggung jawab terhadap produksi antibodi dan sel-T yang mengatur sintesis antibodi dan secara
tidak langsung berfungsi sebagai sitotoksik, serta memproduksi respon inflamasi hipersensitivit tipe
lambat. Interleukin-1 berperan penting dalam aktivasi limfosit (dahulu disebut sebagai LAF). Sel
limfosit hanya mengenal antigen dan menjadi aktif setelah antigen diproses dan dipresentasikan
kepadanya oleh makrofag. Efek stimulasi IL-1 pada hipotalamus (seperti pirogen endogen
menginduksi demam) dan pada limfosit-T (sebagai LAF) merupakan bukti kuat dari manfaat demam.
Sebagai jawaban stimulasi IL-1, limfosit-T menghasilkan berbagai zat seperti yang terdapat dalam
tabel 1.2
5.2.4 Interferon
Interferon dikenal oleh karena kemampuan untuk menekan replikasi virus di dalam sel yang terinfeksi.
Berbeda dengan IL-1 dan TNF, interferon diproduksi oleh limfosit-T yang teraktivasi. Terdapat 3 jenis
molekul yang berbeda dalam aktivitas biologik dan urutan asam aminonya, yaitu interferon-α (INF
alfa), interferon-β (INF beta) dan interferon-gama (ITNF gama). Interferon alfa dan beta diproduksi
oleh hampir semua sel (seperti leukosit, fibroblas dan makrofag) sebagai respon terhadap infeksi
virus, sedangkan sintesis interferon gama dibatasi oleh limfosit-T. Meski fungsi sel limfosit-T pada
neonatus normal sama efektifnya dengan dewasa, namun interferon (khususnya interferon gama)
fungsinya belum memadai, sehingga diduga menyababkan makin beratnya infeksi virus pada bayi
baru lahir.
Interferon gama dikenal sebagai penginduksi makrofag yang poten dan menstimulasi sel-B untuk
meningkatkan produksi antibodi. Fungsi interferon gama sebagai pirogen endogen dapat secara tidak
langsung merangsang makrofag untuk melepaskan interleukin-1 (macrophage-activating factor) atau
secara langsung pada pusat pengatur suhu di hipotalamus. Interferon mungkin mempengaruhi
aktivitas antivirus dan sitolitik TNF, serta meningkatkan efisiensi natural killer cell. Aktivitas antivirus
disebabkan penyesuaian dari sistem interferon dengan berbagai jalur biokimia yang mempunyai efek
anti virus dan beraksi pada berbagai fase siklus replekasi virus. Interferon juga memperlihatkan
aktivitas antitumor baik secara langsung dengan cara mencegah pembelahan sel melalui
pemanjangan jalur siklus multiplikasi sel atau secara tidak langsung dengan mengubah respon imun.
Aktivitas antivirus dan antitumor interferon terpengaruhi oleh meningkatnya suhu. Interleukin-4 (IL-4),
yang menginduksi sintesis imunoglobulin IgE dan IgG4 oleh sel polimorfonuklear, tonsil atau sel limpa
dari manusia sehat dan pasien alergi, dihalangi oleh interferon gama dan interferon alfa, berarti
limfokin ini beraksi sebagai antagonis IL-4.
Interferon melalui kemampuan biologiknya, dapat digunakan sebagai obat pada berbagai penyakit.
Interferon alfa semakin sering dipakai dalam pengobatan berbagai infeksi virus, seperti hepatitis B, C
dan delta. Efek toksik preparat interferon diantaranya demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot,
nyeri kepala yang berat, somnolen dan muntah. Demam dapat muncul pada separuh pasien yang
mendapat interferon, dan dapat mencapai 40˚C. Efek samping ini dapat diatasi dengan pemberian
parasetamol dan prednisolon. Efek samping berat diantaranya gagal hati, gagal jantung, neuropati
dan pansitopenia.
5.2.5 Interleukin-2 (IL-2)
Interleukin-2 merupakan limfokin penting kedua (setelah interferon) yang dilepas oleh limfosit-T yang
terakivasi sebagai respons stimulasi IL-1. Interleukin-2 mempunyai efek penting pada pertumbuhan
dan fungsi sel-T,Natural killer cell (sel NK) dan sel-B. Telah dilaporkan adanya kasus defisiensi imun
kongenital berat disertai dengan defek spesifik dari produksi IL-2. Interleukin-2 memperlihatkan efek
sitotoksik antitumor (terhadap melanoma ginjal, usus besar dan paru) sebagai hasil aktivasi spesifik
darinatural killer cell (lymphokine-activated killer cell atau LAK), yang memiliki aktivitas sototoksik
terhadap proliferasi sel tumor. Uji klinis dengan IL-2 sedang dilakukan saat ini pada tumor tertentu
pada anak. Respon neuroblastoma tampak cukup baik terhadap terapi imun dengan IL-2. Sayangnya,
terapi imun dengan IL-2 dapat menyebabkan defek kemotaksis neutrofil yang reversibel, diikuti
peningkatan kerentanan terhadap infeksi pada pasien yang menerimanya. Efek samping lainnya
diantaranya lemah badan, demam, anoreksia dan nyeri otot. Gejala ini dapat dikontrol dengan
parasetamol. Interleukin-2 menstimulasi pelepasan sitokin lain, seperti IL-1, TNF dan INF alfa, yang
akan menginduksi aktivitas sel endotel, mendahului bocornya pembuluh darah, sehingga dapat
menyebabkan oedem paru dan resistensi cairan yang hebat. Penyakit yang berhubungan dengan
defisiensi IL-2 diantaranya SLE (Systemic Lupus Erytematosus), diabetes melitus (DM), luka bakar
dan beberapa bentuk keganasan.
5.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)
Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan adalah
eritropoetin, granulocyte colony-stimulating factor(G-CSF), dan macrophage colony-stimulating
factor (M-CSF).Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain
yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast juga mempunyai
kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah menstimulasi sel progenitor
hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur
kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan diantaranya digunakan untuk pengobatan
mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi.
Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan
pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti
ibuprofen.
VI. KESIMPULAN
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F) sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang dipengaruhi
oleh interleukin-1 (IL-1). Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi
dengan mekanisme pertahanan hospes. Dimana mekanisme tersebut menyebabkan perubahan
pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara lain oleh
infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan imunologik-
reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, ganggguan endokrin, ganggguan
metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui atau kurang dimengerti.
Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian secara
langsung mengubah “set-point”  di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan konversi
panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen yaitu pirogen
eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu pirogen mikrobial dan
pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif,
virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara lain proses fagositosis, kompleks
antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang keseluruhannya tersebut mempunyai
kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang
diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi,
interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-
CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap
pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi
prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai