HUKUM PERDATA
EDISI 2021
Editor:
Fakultas
Institut Agama Islam Tazkia Bogor
DAFTAR ISI
I. SUBSTANSI DASAR HUKUM PERDATA
A. Pengertian Benda.......................................................................55
B. Hukum Benda..............................................................................56
C. Macam-Macam Benda dan Hak Kebendaan.................................58
D. Asas-Asas Kebendaan..................................................................63
E. Timbul dan Terhapusnya Hak Kebendaan....................................65
IV. BEZIT
VI. PENYERAHAN
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................114
a. Adanya kaidah hukum, yaitu: (1) tertulis yang terdapat dalam perundang-
undangan, traktat dan yurisprudensi; dan (2) tidak tertulis yang timbul,
tumbuh dan berkembang dalam praktik kehidupan masyarakat (kebiasaan).
b. Mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek
hukum lainnya.
c. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata, meliputi hukum orang,
hukum keluarga, hukum benda dan lain sebagainya.
Dalam masyarakat contoh hukum privat/ perdata yaitu seperti jual beli
kendaraan atau jual beli rumah.
Dalam mempelajari Hukum Perdata, akan lebih baik bila kita mengetahui
terlebih dahulu apa itu pegertian dari Hukum Perdata. Berikut ini adalah
beberapa defenisi dan pengertian Hukum Perdata yang dirumuskan oleh para
ahli dan para pakar hukum.
1. Menurut Mr. E.M. Mejers
Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur hak-hak yang diberikan
terhadap individu atau seseorang yang diberikan sepenuhnya untuk
menetapkan dengan mereka, jika ia akan memakai hak-hak tersebut,
sepenuhnya bisa melalui kepentingan sendiri.
2. Menurut Mr. H.J. Hamaker
Hukum Perdata merupakan hukum yang umumnya berlaku, yakni hal yang
memebuat peraturan-peraturan tentang tingkah laku orang-orang dalam
masyarakat pada umumnya.
3. Menurut Riduan Syahrani
Hukum Perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dengan lainnya di dalam masyarakat yang menitik beratkan
pada kepentingan perseorangan (pribadi).
4. Menurut Salim HS
Hukum Perdata merupakan yang semua kaidah-kaidah hukum, baik yang
tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur hubungan antara subjek
hukum satu dengan yang lainnya dalam berhubungan kekeluargaan serta di
dalam pergaulan bermasyarakat.
5. Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan warga negara
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
6. Ronald G. Salawane
Hukum Perdata adalah seperangkat aturan-aturan yang mengatur orang
atau badan hukum yang satu dengan orang atau badan hukum yang lain
didalam masyarakat yang menitikberatkan kepada kepentingan
perseorangan dan memberikan sanksi yang keras atas pelanggaran yang
dilakukan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata.
7. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan perseorangan
yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
8. Sudikno Mertokusumo
Hukum Perdata adalah hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan
kewajiban perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan
berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
9. Prof. R. Soebekti, S.H.
Hukum Perdata adalah semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang
mengatur kepentingan perseorangan.
Kaidah hukum perdata dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain bentuk,
subjek hukum dan substansinya. Berdasarkan bentuknya kaidah hukum perdata
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah
hukum perdata tertulis terdapat dalam peraturan perundang-undangan, seperti
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan sebagainya,
traktat dan yurisprudensi. Adapun kaidah hukum tidak tertulis adalah kaidah-
kaidah hukum perdata yang timbul, tumbuh dan berkembang dalam praktik
kehidupan bermasyarakat seperti hukum adat dan hukum kebiasaan.
Subjek hukum perdata dibedakan menjadi dua macam, yaitu manusia dan
badan hukum. Manusia dalam istilah biologis dipersamakan dengan orang atau
individu dalam istilah yuridis. Hal ini karena manusia mempunyai hak-hak
subjektif dan kewenangan hukum. Sedangkan badan hukum adalah kumpulan
orang-orang yang mempunyai tujuan tertentu, harta kekayaan serta hak dan
kewajiban.
Substansi yang diatur dalam hukum perdata, yaitu (1) dalam hubungan
keluarga; (2) dalam pergaulan masyarakat. Dalam hubungan keluarga akan
timbul hukum tentang orang dan hukum keluarga, sedangkan dalam
pergaulan masyarakat akan menimbulkan hukum harta kekayaan, hukum
perikatan dan hukum waris.
Luas kajian hukum perdata pada dasarnya merujuk obyek kajian daripada
hukum perdata itu sendiri. menurut Vollmar, bahwa luas kajian hukum perdata
dibedakan menjadi dua macam, yaitu hukum perdata dalam arti luas dan
hukum perdata dalam arti sempit. Hukum perdata dalam arti luas, obyek
kajiannya merujuk pada bahan hukum sebagaimana yang tertera dalam KUH
Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) beserta sejumlah
undang-undang tambahan (Undang-Undang tentang Perniagaan, Undang-
Undang tentang Perkumpulan Koperasi dan lain-lain termasuk juga hukum
kepailitan dan hukum acara). Adapun hukum perdata dalam arti sempit, yaitu
bahan hukum yang terdapat dalam KUH perdata saja, misalnya hukum orang,
hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum perikatan dan
sebagainya.
Adapun yang menjadi sumber hukum perdata Indonesia tertulis, antara lain:
a. Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB)
Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) merupakan ketentuan-
ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia
dengan Stbl. 1847 No. 23, tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari 36 pasal.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek (BW)
Burgerlijk Wetboek (BW) merupakan ketentuan hukum produk Hindia
Belanda yang diundangkan tahun 1848 dan diberlakukan di Indonesia
berdasarkan asas konkordansi.
c. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek
van Koopandhel (WvK)
KUHD diatur dalam Stbl. 1847 No.23. KUHD ini meliputi dua buku, yaitu
Buku I tentang Dagang dan Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang
timbul dalam pelayaran yang terdiri dari 754 pasal.
d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria
Undang-undang ini telah mencabut berlakunya Buku II KUH Perdata,
sepanjang mengenai hak atas tanah, kecuali mengenai hipotek. Secara
umum dalam undang-undang ini diatur mengenai hukum pertanahan yang
berlandaskan pada hukum adat, yaitu hukum yang menjadi karakter bangsa
Indonesia sendiri.
e. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Perkawinan
Ketentuan ini telah dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan
pelaksanaannya, seperti PP No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 10 Tahun
1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil jo.
PP No. 45 tahun 1990 tentang Perubahan dan Penambahan atas PP No. 10
Tahun 1983 Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil.
Dengan berlakunya ketentuan ini, maka ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam Buku I KUH Perdata, khususnya tentang perkawinan
menjadi tidak berlaku secara penuh.
f. Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah
UU ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang diatur dalam
Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai
credieverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana telah diubah dalam Stbl.
1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang ada dalam Buku II KUH
Perdata adalah karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan
perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian
Indonesia.
g. Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Ada tiga pertimbangan lahirnya UU ini, yaitu: (1) adanya kebutuhan
yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha perlu diimbangi
dengan adanya ketentuan hukum yang jelas mengenai lembaga jaminan, (2)
jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat itu
masih didasarkan pada yurisprudensi, dan (3) untuk memenuhi kebutuhan
hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk
menjamin kepastian hukum. UU ini terdiri dari 7 bab dan 41 pasal. Hal-hal
yang diatur dalam UU ini meliputi pembebanan, pendaftaran, pengalihan,
hapusnya jaminan fidusia, hak mendahului dan eksekusi jaminan fidusia.
h. Intruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam mengatur tiga hal, yaitu hukum perkawinan,
hukum kewarisan dan hukum perwakafan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi
orang-orang yang beragama Islam. Yang dimaksud dengan traktat adalah
suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang
keperdataan, terutama erat kaitannya dengan perjanjian internasional.
Sedangkan yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk
yudikatif, yaitu putusan hakim terdahulu yang diikuti oleh hakim-hakim
setelahnya mengenai masalah atau kasus yang serupa dan belum ada
hukum yang mengatur mengenai kasus tersebut.
D. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia
Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia saat ini merupakan
ketentuan produk pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan berdasarkan
asas konkordansi, artinya bahwa hukum yang berlaku di negeri jajahan (Hindia
Belanda) sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda.
Hukum perdata yang berlaku sekarang di Indonesia adalah hukum perdata
Belanda atau BW (Burgerlijk Wetboek). Hukum perdata Belanda ini juga berasal
dari hukum perdata Francis (Code Napolion), karena pada waktu itu
pemerintahan Napolion Bonaparte Francis pernah menjajah Belanda. Adapun
code Napolion itu sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi, yakni
Corpusjuris Civilis yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling
sempurna.
Selanjutnya setelah Belanda merdeka dari kekuasaan Francis, Belanda
menginginkan pembentukan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri yang
terlepas dari pengaruh kekuasaan Francis. Untuk mewujudkan keinginan
Belanda tersebut, maka dibentuklah suatu panitia pada tahun 1814 yang
diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi hukum
perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumbernya sebagian besar
berasa dari “Code Napolion” dan sebagian kecil berasal dari hukum Belanda
kuno.
Pada tahun 1816, J.M. Kemper menyampaikan rencana code hukum
tersebut kepada pemerintah Belanda. Rencana code hukum Belanda didasarkan
pada hukum Belanda kuno. Code hukum ini diberi nama Ontwerp Kemper.
Namun, Ontwerp Kemper ini mendapat tantangan yang keras dari Nicolai.
Nicolai merupakan anggota parlemen yang berkebangsaan Belgia dan juga
menjadi presiden pengadilan Belgia. Pada tahun 1824, J.M. Kemper
meninggal dunia dan selanjutnya penyusunan kodifikasi code hukum
perdata diserahkan kepada Nicolai. Akibat perubahan tersebut, hukum yang
sebelumnya didasarkan kepada hukum kebiasaan atau hukum kuno, tetapi
dalam perkembangannya sebagain besar code hukum Belanda didasarkan pada
code civil Prancis. Code civil ini juga meresepsi hukum Romawi, corpus civilis
dan Justinianus. Jadi, hukum perdata Belanda merupakan gabungan dari
hukum kuno Belanda dan code civil Prancis.
Pembentukan kodifikasi hukum perdata Belanda itu baru selesai pada
tanggal 5 Juli 1830, dan diberlakukan pada tanggal 1 Oktober 1838. Hal ini
disebabkan karena pada bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah
bagian selatan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang
sekarang ini disebut kerajaan Belgia.
Sampai saat ini, KUH Per peninggalan belanda tersebut sudah berkali-kali
dilakukan perubahan antara lain UU no 5 tahun 1960 tentang pokok-pokok
agraria, mencabut semua ketentuan dalam KUH Per mengenai tanah. Demikian
pula UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, mencabut semua ketentuan
dalam KUH Per mengenai perkawinan. Sejak berlakunya UU No 4 tahun 1996
tentang Hak tanggungan, maka semua ketentuan mengenai hipotek atas tanah
dalam KUH Per, dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun ketentuan mengenai
hipotek dalam KUH Per selain tanah, masih tetap berlaku. Misalnya hipotik atas
kapal laut minimal 35 grosston maupun semua jenis pesawat terbang,
merupakan objek jaminan hipotek yang masih di akui keberlakuannya.
Buku II : Tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dengan
hukum waris.
Dalam hal ini perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat di bawah ini:
B. Subjek Hukum
Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan rechtsubjecht (Belanda)
atau law of subject (Inggris). Pada umumnya rechtsubjecht diartikan sebagai
pendukung hak dan kewajiban. Pengertian subjek hukum (rechtsubjecht)
menurut Algra adalah setiap orang yang mempunyai hak dan kewajiban, jadi
mempunyai wewenang hukum (rechtbevoegheid). Pengertian wewenang
hukum (rechtsubjecht) adalah kewenangan untuk mempunyai hak dan
kewajiban, untuk menjadi subjek dari hak-hak. Dalam artikel I NBW Baru
negeri Belanda disebutkan bahwa: “Setiap orang yang berada di negeri
Belanda bebas dan berwenang untuk menikmati hak- hak
keperdataannya/sipil, jadi setiap orang adalah rechtbevoegheid, mempunyai
hak dan kewajiban.” Dari ketentuan ini tampaklah bahwa setiap orang
mempunyai hak dan kewajiban yang sama di bidang keperdataan atau sipil.
Pada zaman dahulu, budak tidak mempunyai kewenangan hukum karena
budak dianggap sebagai objek hukum. Artinya dapat dijadikan objek atau
diperdagangkan. Namun kini perbudakan tidak dikenal lagi karena perbudakan
itu bertentangan dengan hak-hak asasi manusia.
Dalam hukum perdata perkataan “orang” (person) merupakan subjek
hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban. Jadi, ruang lingkup pengertian
subjek hukum adalah orang sebagai pemangku, pendukung, atau pembawa
hak dan kewajiban. Dalam hal ini Subjek hukum itu terdiri atas;
a. Manusia (Naturlijk person).
b. Badan hukum (Rechts person).
Orang yang sudah dewasa berarti oleh hukum dianggap sudah cakap
untuk melakukan perbuatan hukum/bertindak sendiri. Sedangkan orang
belum dewasa, adalah orang yang ditaruh dalam pengampuan/pengawasan
(curatele) oleh hukum dinyatakan sebagai orang yang “tidak cakap” untuk
melakukan sendiri perbuatan-perbuatan hukum. Perbuatan hukum bagi
kepentingan mereka itu harus diwakili oleh wali kuratornya atas nama
orang yang di wakili dibawa pengampuannya.
Minderjarig & Meerderjarig (belum dewasa & sudah dewasa)
Kedewasaan dengan Pendewasaan Istilah “Kedewasan” menunjuk
kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum. Sedangkan
istilah “pendewasaan” menunjuk kepada keadaan belum dewasa yang oleh
hukum dinyatakan sebagai dewasa. Menurut ketentuan pasal 330
KUHPerdata belum dewasa (minderjarig) adalah belum berumur 21 tahun
penuh dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin sebelum
berumur 21 itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum
dewasa. Dalam staatsblad yang berlaku bagi orang timur asing seperti
disebutkan di atas tadi, apabila di dalam perundang – undangan dijumpai
istilah belum dewasa (minderjarig), maka itu berarti belum berumur 21
tahun penuh itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum
dewasa.
Dari ketentuan – ketentuan tersebut di atas ini dapat diketahui orang
yang sudah dewasa (meerderjarig) yaitu orang yang sudah hampir berumur
21 tahun penuh, walaupun belum berumur 21 tahun penuh tetapi sudah
kawin. Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang – undang ini
disebut kedewasaan. Orang dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau
mampu melakukan semua perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian,
melakukan perkawinan, membuat surat wasiat. Kecakapan hukum ini
berlaku penuh selama tidak ada faktor – faktor yang mempengaruhi atau
membatasinya, misalnya keadaan sakit ingatan, keadaan dungu, pemboros
(pasal 433 jo.pasal 1330 KUHPerdata). Dari kenyataan di atas tadi dapat
diketahui bahwa B.W. atau KUHPerdata memakai kriteria umur untuk
menentukan dewasa atau belum dewasa. Tetapi ini pun tidak mutlak,
karena kenyataannya walaupun belum berumur 21 tahun penuh apabila
sudah pernah kawin dinyatakan juga sebagai dewasa. Atau walaupun
belum berumur 21 tahun penuh apabila kepentingannya menghendaki, ia
dapat dinyatakan dewasa untuk kawin, untuk membuat surat wasiat (pasal
29 dan pasal 897 KUHPerdata). Dalam hal – hal yang sangat penting ada
kalanya diperlukan bahwa kedudukan orang yang belum dewasa ini
disamakan dengan kedudukan orang dewasa.
Maksudnya supaya orang yang belum dewasa tadi mempunyai
kewenangan mengurus kepentingannya sendiri atau melakukan beberapa
perbuatan hukum tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan
demikian orang belum oleh hukum dinyatakan dewasa. Pernyataan ini
disebut “pendewasaan” (handlichting). Pendewasaan itu ada 2 macam,
yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untuk beberapa perbuatan
hukum tertentu (terbatas). Kedua – duanya harus memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh undang – undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya
ialah sudah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk pendewasaan
terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh (pasal 421 dan
426 KUHPerdata). Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang
bersangkutan mengajukan permohonan kepada presiden R.I. dilampiri
dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya.
Presiden setelah mendengarkan pertimbangan Mahkamah Agung,
memberikan keputusannya keputusan pernyataan dewasa ini disebut “venia
aetatis”. Akibat hukum adanya pernyataan dewasa penuh (venia aetatis)
ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang
dewasa. Tetapi apabila ingin melangsungkan perkawinan, izin orang tua
masih diperlukan (pasal 420 s/d 424 KUHPerdata) Untuk pendewasaan
terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri dengan akta
kelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan Negeri setelah mendengar
keterangan orang tua atau wali yang bersangkutan memberikan ketetapan
pernyataan dewasa dalam perbuatan – perbuatan hukum tertentu saja
sesuai dengan yang dimohonkan, misalnya perbuatan mengurus dan
menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan
dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan
status hukum orang dewasa untuk perbuatan – perbuatan hukum tertentu
(pasal 426 s/d 430 KUHPerdata). Mengenai pendewasaan (Handlichting),
Prof.R.Subekti, S.H. (1978) menyatakan bahwa ketentuan mengenai hal ini
sedikit sekali dipergunakan dalam praktek. Dengan berlakunya undang –
undang perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang antara lain mengatur tentang
usia 18 tahun menjadi usia kedewasaan, maka pendewasaan (Handiching)
ini sudah kehilangan artinya. Menanggapi konsep dewasa dan belum
dewasa menurut hukum dewasa barat, Prof.M.M.Djojodiguno,S.H.
menyatakan bahwa batas umur 21 tahun untuk menentukan dewasa atau
belum dewasa merupakan suatu “fiksi”. Fiksi dapat diartikan sebagai tidak
jelas dan tidak tegas atau tidak konsekuen, ini tidak sesuai dengan hukum
adat.
Personae Miserabile
Personae Miserabile adalah setiop orang atau kelompok orang yang
tidak dapat/tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Dengan demikinan
golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum secara penuh,
karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum yaitu :
a. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
b. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang
sakit gangguan jiwa, pemabuk, atau pemboros, dan lain-lain.
c. Wanita yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri yang
tunduk pada BW. Namun ketentuan ini telah dicabut dengan surat
edaran Mahkamah Agung No.3/1963. Hal ini di perkuat dengan
ketentuan dalam Pasal 31 UU no.1 thn 1974 yang menetapkan hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan-pergaulan hidup
bersama dalam masyarakat dan tiap-tiap pihak berhak melakukan
perbuatan hukum.
Kriteria Kecakapan Menerima Hak Dan Melakukan Perbuatan
Hukum Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Setiap penyandang hak dan kewajiban tidak selalu berarti mampu atau
cakap melaksanakan sendiri hak dan kewajibannya. Pada umumnya
sekalipun setiap orang mempunyai kewenangan hukum, tetapi ada
golongan orang yang dianggap tidak cakap melaksanakan hak atau
kewajiban. Subjek hukum orang, yang pada dasarnya mempunyai
kewenangan hukum itu ada yang dianggap cakap bertindak sendiri dan ada
yang dianggap tidak cakap bertindak sendiri. Golongan orang yang tidak
cakap bertindak disebut personae miserabile. Golongan orang yang tidak
cakap bertindak hukum tersebut antara lain:
Pada pasal 433 KUH Perdata disebutan bahwa yang dimaksud dengan
pengampuan ialah keadaan seseorang yang karena sifat pribadinya
dianggap tidak cakap atau di dalam segala hal tidak cakap untuk bertindak
sendiri (pribadi) di dalam lalu lintas hukum.89 Atas dasar itu orang tersebut
dengan keputusan hakim lantas dimasukkan ke dalam golongan orang yang
tidak cakap bertindak. Karenanya, orang tersebut lantas diberi seorang
wakil menurut undang-undang yang disebut pengampu (curator atau
curatrice).
Dalam KUH Perdata Pasal 331 sampai dengan pasal 344 diatur tentang
perwalian. Perwalian adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan
harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa jika anak itu tidak berada
di bawah kekuasaan orang tua. Jadi perwalian ini ditujukan bagi anak-anak
yatim piatu atau anak yang tidak berada dalam kekuasaan orang tuanya.
Menurut pasal 331 KUH Perdata, pada setiap perwalian hanya ada satu
orang wali saja.94 Perwalian menurut KUH Perdata terdiri dari tiga macam,
yaitu:
Dalam ushul fikih orang yang memiliki kecakapan untuk menerima hak
dan melakukan perbuatan hukum adalah orang mukallaf. Orang mukallaf
adalah orang yang telah dianggap mampu bertindak hukum, baik yang
berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya. Ia
pantas untuk menerima titah melakukan perbuatan, atau meninggalkan
perbuatan, atau memilih antara melakukan atau meninggalkan suatu
perbuatan. Seluruh tindakan hukum mukallaf harus
dipertanggungjawabkan. Apabila ia mengerjakan perintah Allah, maka ia
mendapat imbalan pahala dan kewajibannya terpenuhi, sedangkan apabila
ia mengerjakan larangan Allah, maka ia mendapat resiko dosa dan
kewajibannya belum terpenuhi.
“Suatu sifat yang dimiliki seseorang, yang dijadikan ukuran oleh syari‟
untuk menentukan seseorang telah cakap dikenai tuntutan syara‟.
Jika dilihat dari segi tujuan keperdataan yang hendak dicapai oleh
badan hukum itu, maka badan hukum keperdataan dapat diklasifikasikan
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Badan hukum yang bertujuan mempéroleh laba, terdiri dari perusahaan
negara, Yaitu Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan
(Persero), Perusahaan Jawatan (Perjan), perusahaan swasta yaitu
Perseroan Terbatas (PT).
2. Badan hukum yang bertujuan memenuhi kesejahteraan para
anggotanya, yaitu Koperasi.
3. Badan hukum yang bertujuan bersifat ideal di bidang sosial, pendidikan,
ilmu pengetahuan, kebudayaan, keagamaan yaitu yayasan. Ada
pemisahan antara kekayaan badan hukum dan kekayaan pribadi
pengurusnya. Termasuk dalam jenis ini adalah yayasan, organisasi
keagamaan dan wakaf.
C. Domisili
a. Pengertian Domisili
Domisili adalah terjemahan dari domicile atau woonplaats yang artinya
tempat tinggal. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan domisili atau
tempat kediaman itu adalah “tempat di mana seseorang dianggap hadir
mengenai hal melakukan hak-haknya dan memenuhi kewajibannya juga
meskipun kenyataannya dia tidak di situ”.
Tempat tinggal dapat berupa wilayah/daerah atau dapat pula berupa
rumah kediaman kantor yang berada dalam wilayah/daerah tertentu.
Tempat tinggal manusia pribadi biasa disebut tempat kediaman. Sedangkan
tempat tinggal badan hukum biasa disebut alamat.
Menurut kitab Undang-Undang Hukum Perdata tempat kediaman itu
seringkali ialah rumahnya, kadang-kadang kotanya. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa setiap orang dianggap selalu mempunyai tempat tinggal
di mana ia sehari-harinya melakukan kegiatannya atau di mana ia
berkediaman pokok. Kadang-kadang menetapkan tempat kediaman
seseorang itu sulit, karena selalu berpindah-pindah (banyak rumahnya).
Untuk memudahkan hal tersebut dibedakan antara tempat kediaman
hukum (secara yuridis) dan tempat kediaman yang sesungguhnya.
Tempat kediaman hukum adalah:
“Tempat dimana seseorang dianggap selalu hadir berhubungan dengan
hal melakukan hak-haknya serta kewajiban-kewajibannya, meskipun
sesungguhnya mungkin ia bertempat tinggal di lain tempat.”
Menurut Pasal 77, Pasal 1393; 2 KUHPerdata tempat tinggal itu adalah
“tempat tinggal dimana sesuatu perbuatan hukum harus dilakukan”.
Bagi orang yang tidak mempunyai tempat kediaman tertentu, maka tempat
tinggal dianggap di mana ia sungguh-sungguh berada.
b. Macam-Macam Domisili
Menurut KUHPerdata domisili/tempat tinggal itu ada dua jenis, yaitu:
1. Tempat tinggal sesungguhnya yaitu tempat yang bertalian dengan hak-
hak melakukan wewenang seumumnya. Tempat tinggal sesungguhnya
dibedakan antara lain :
1.1 Tempat tinggal sukarela/bebas yang tidak terikat/tergantung
hubungannya dengan orang lain. Pasal 17 KUHPdt menyatakan
bahwa setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal di mana
ia menempatkan kediaman utamanya. Dalam hal seseorang tidak
mempunyai tempat kediaman utama maka tempat tinggal
dimana ia benar-benar berdiam adalah tempat tinggal nya.
1.2 Tempat tinggal yang wajib/tidak bebas yaitu yang ditentukan
oleh hubungan yang ada antara seseorang dengan orang lain.
Misalnya :
- wanita bersuami mengikuti suaminya.
- anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal orang
tuanya/walinya.
- orang dewasa yang ada di bawah pengampuan mengikuti
curatornya.
- pekerja /buruh mengikuti tempat tinggal majikannya.
Dilihat dari segi terjadinya peristiwa hukum, tempat tinggal itu dapat
digolongkan empat jenis, yaitu :
E. Status Hukum
Status hukum seseorang juga menetukan tempat tinggalnya, sehingga
akan menentukan pula hak dan kewajiban menurut hukum. Tempat tinggal
seorang istri ditentukan oeh pemufakatan dengan suaminya. Dengan demikian
hak dan kewajiban hukum mengikuti tempat tingga yang ditentukan itu.
Tempat tinggal anak dibawah umur di tentukan ileh tempat tinggal
orangtuanya. Dengan demikian hak dan kewajiban anak tersebut ditentukan
oleh tempat tinggal kedua orang tuanya itu. Perjanjian juga menentukan
tempat tinggal atau tempat kedudukan. Dengan demikian hak dan kewajiban
mengikuti tempat tinggal/alamat yang dipilih sesuai perjanjian.
b. Actore sequatur Forem rei dengan hak opsi. Apabila pihak tergugat teridiri
dari beberapa orang dan masing-masing bertempat tinggal di beberapa
wilayah hukum Pengadilan Negeri yang berlainan maka hukum memberi
hak kepada Penggugat untuk memilih salah satu diantara tempat tinggal
para tergugat. Dengan demikian penggugat dapat mengajukan gugatan
kepada salah satu Pengadilan negeri yang dianggap paling menguntungkan
dan/atau yang paling memudahkan baginya dalam pengajuan saksi
nantinya.
c. Actor Sequitur forum Rei tanpa hak opsi. Kompetensi relatif dalam hal ini
hanya berlaku bagi jenis sengketa hutang piutang dimana ada 3 kedudukan
yakni pihak debitur, debitur pokok dan penjamin. Dalam hal ini meskipun
tergugat terdiri dari beberapa orang serta tinggal di wilayah hukum
Pengadilan Negeri yang berlainan maka sudah seharusnya gugatan
diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal penjamin (guarantor).
d. Tempat Tinggal Penggugat. Ketentuan yang membolehkan gugatan
diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugatmerupakan
pengecualian asas actor sequatur forum rei. Penggugat dapat mengajukan
gugatan di Pengadilan Negeri tempat tinggal penggugat sepanjang :
1. tidak diketahui tempat tinggal tergugat,
2. juga tidak diketahu tempat tinggal (diam) sebenarnya.
f. Forum rei Sitae dengan hak opsi. Kalau objek perkara terdiri dari beberapa
barang tidak bergerak yang terletak di beberapa daerah hukum Pengadilan
negeri maka Penggugat dapat melakukan pilihan, dapat mengajukan
gugatan kepada salah satu Pengadilan negeri yang dianggap paling
menguntungkan.
Namun asas ini (actor sequitor forum rei) ada pengecualiannya yaitu:
1. Bila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka bisa di PN tempat
kediaman penggugat.
2. Bila tergugat 2 atau lebih, penggugat bisa memilih salah satunya
tergantung keuntungan yang bisa diperoleh oleh penggugat.
3. Bila mengenai barang tetap, dapat diajukan ke PN barang tetap itu terletak.
4. Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan
dapat diajukan kepada PN di tempat tinggal yang dipilih dengan akta tsb.
5. Bila tidak cakap, maka diajukan ke ketua PN tempat tinggal orang tuanya,
walinya atau pengampunya. (pasal 21 BW)
6. Tentang penjaminan (vrijwaring) yang berwenang mengadili adalah PN
yang pertama dimana pemeriksaan dilakukan (pasal 99 ayat (14) RV).
7. Permohonan pembatalan perkawinan ke PN tempat tinggal suami istri
(pasal 25 jo. Pasal 63 ayat (1)bUU 1/1974).
8. Gugatan perceraian dapat diajukan kepada PN kediaman penggugat. Bila
tergugat di luar negeri,gugatan ditempat kediaman penggugat dan ketua
PN menyampaikan permohonan kepada tergugat melalui perwakilan RI
setempat. (pasal 40 jis pasal 63 (1)b UU 1/1974 pasal 20(2) dan (3) PP
9/1975)
G. Catatan Sipil
a. Pengertian Catatan Sipil
Penyelenggaraan Catatan Sipil pada jaman Pemerintah Hindia
ditangani oleh Lembaga “Burgerlijk Stand” atau disingkat “BS” yang artinya
Catatan Kependudukan/Lembaga Catatan Sipil. Menurut Prof. Mr Lie Oen
Hoeck, Lembaga Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan
mengadakan pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-
lengkapnya dan sejelas- jelasnya, serta memberi kepastian hukum yang
sebesar-besarnya atas peristiwa “kelahiran, pengakuan, perkawinan dan
kematian.
Sedangkan E. Subekti dan R. Tjitrosoedibio berpendapat, bahwa
“Catatan Sipil mempunyai pengertian sebagai suatu lembaga yang
ditugaskan untuk memelihara daftar/catatan guna pembauktian status atau
peristiwa penting bagi warganegara seperti : kelahiran, kematian,
perkawinan”.
c. Tujuan Pencatatan
Untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata seseorang
yang mengalami peristiwa hukum tersebut. Kepastian hukum sangat
penting dalam setiap perbuatan hukum
d. Fungsi Pencatatan
Pembuktian bahwa peristiwa hukum yang dialami seseorang itu telah
benar terjadi. Untuk membuktikannya diperlukan serta keterangan yang
menyatakan telah terjadi peristiwa hukum pada hari, tanggal, tahun,
tempat peristiwa terjadi.
e. Lembaga Catatan Sipil (Burgerlijke Stand)
Catatan sipil adalah suatu lembaga yang bertujuan mengadakan
pendaftaran, pencatatan serta pembukuan yang selengkap-lengkapnya dan
sejelas-jelasnya serta memberi kepastian hukum yang sebesar-besarnya
adalah peristiwa kelahiran, perkawinan dan kematian. Lembaga yang
berwenang mengeluarkan register catatan sipil adalah kantor catatan sipil
kab/kotamadya. Yang diberikan hanya salinan(kutipan) sedangkan yang asli
tersimpan di kantor catatan sipil.
3. Akta Perceraian
Adalah akta yang dikeluarkan olehpjbt yang berwenang stelah
adanya putusan pengadilan. Pejabat yang berwenag adalah panitera PA
atas nama Ka. PA (untuk yang islam) dan Kacapil (untuk yang non
islam).
Bagi yang non islam maka syarat untuk diterbitkannya akta
perceraian adalah (1) ada penetapan perceraian dari PN yang telah
mempunyai kekuatan hukum pasti/ tetap (2) hrs ada akta perkawinan.
5. Akta Kematian
Adalah berkaitan dengan meninggalnya seseorang. Akta kematian
umum adalah akta yang diterbitkan dmn laporan kematian itu blm lwt
10 hr bagi WNI dan 3 hr bagi WNA, dg syarat (1) ada serta keterangan
kematian dari lurah/ kepala desa dan atau dari rumah sakit. (2) Akta
perkawinan dan akta kelahiran anak-anaknya, bila sudah menikah dan
mempunyai anak.
Akta kematian khusus adalah akta yang dterbitkan bila laporan
kematian lbh dari 10 hr,dan syaratnya adalah hrs ada penetapan dari PN
di wilayah hukum tempat terjadinya kematian.
H. Hukum Keluarga
a. Pengertian Hukum Keluarga
Hukum keluarga dapat diartikan sebagai keseluruhan ketentuan atau
aturan-aturan yang mengenai hubungan hukum yang bersangkutan dengan
kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan,
kekuasaan orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tidak hadir).
Kekeluargaan sedarah adalah pertalian keluarga yang terdapat antara
beberapa orang yang mempunyai keluhuran yang sama. Kekeluargaan
karena perkawinan adalah pertalian keluarga yang terdapat karena
perkawinan antara seorang dengan keluarga sedarah dari istri (suaminya).
Pengertian Hukum Keluarga itu ada bermacam-macam diantaranya :
1. Keluarga ialah kesatuan masyarakat kecil yang terdiri dari suami istri
dan anak yang berdiam dalam suatu rumah tangga.
2. Hukum keluarga ialah mengatur hubungan hukum yang bersangkutan
dngan kekeluargaan sedarah dan perkawinan.
3. Jauh dekat hubungan darah mempunyai arti penting dalam perkawinan,
pewarisan dan perwakilan dalam keluarga.
I. Perwalian
a. Pengertian Wali
Adalah pengawasan terhadap pribadi dan pengurusan atas harta
kekayaan seorang anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di
bawah kekuasaan orang tua kandungnya. Jadi bagi anak yang orang
tuanya telah bercerai atau jika salah satu dari orang tuanya atau semua
telah meninggal dunia, maka ia berada di bawah perwalian. Terhadap anak
di luar kawin, maka tidak ada kekuasaan orang tua; anak ini selalu di
bawah perwalian.
B. Hukum Benda
Dalam kamus hukum disebutkan pengertian hukum benda, yaitu:
Hukum benda adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara subyek hukum dengan benda dan hak
kebendaan.
Menurut Titik Triwulan Tutik, hukum benda adalah suatu ketentuan yang
mengatur tentang hak-hak kebendaan dan barang-barang tak terwujud
(immaterial). Hukum harta kekayaan mutlak disebut juga dengan hukum
kebendaan: yaitu hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antara
seseorang dengan benda. Hubungan hukum ini, melahirkan hak kebendaan
(zakelijk recht) yakni yang memberikan kekuasaan langsung kepada
seseorang yang berhak menguasai ssesuatu benda didalam tangan siapapun
benda itu. Menurut titik tri wulan tutik mengemukakan pengertian hukum
kekayaan relatif yang merupakan bagian dari hukum harta kekayaan, yaitu :
ketentuan yang mengatur utang piutang atau yang timbul karena adanya
perjanjian.
Hukum harta kekayaan relatif disebut juga dengan hukum perikatan.
Yaitu : hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan
seseorang lain. Hubungan hukum ini menimbulkan hak terhadap seseorang
atau perseorangan (personalijk recht), yakni hak yang memberikan
kekuasaan kepada seseorang untuk menuntut seseorang yang lain untuk
berbuay sesuatu atau tidak berbuat sesuatu.
Menurut P.N.H.Simanjuntak,
hukum benda yaitu Hukum benda adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur mengenai hak-hak kebendaan yang sifatnya mutlak.
Menurut Prof. Soediman Kartihadiprojo,
bahwa hukum kebendaan ialah semua kaidah hukum yang mengatur apa
yang diartikan dengan benda dan mengatur hak-hak atas benda.
Menurut Prof. L.J Van Apel Doorn,
yaitu hukum kebendaan adalah peraturan mengenai hak-hak kebendaan.
Menurut Prof Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
juga mengemukakan ruang lingkup yang diatur dalam hukum benda itu,
sebagai berikut: Apa yang diatur dalam dalam hukum benda itu? Pertama-
tama hukum benda itu mengatur pengertian dari benda, kemudian
pembedaan macam-macam benda dan selanjutnya bagran yang terbesar
mengatur mengeras macam-macam hak kebendaan.
C. Macam-Macam Benda dan Hak Kebendaan
Pembedaan berbagai macam kebendaan dalam hukum perdata
berdasarkan perspektif kitab undang-undang hukum perdata. KUH perdata
membeda-bedakan benda dalam berbagai macam:
a. Kebendaan dibedakan atas benda tidak bergerak (anroe rende zaken) dan
benda bergerak (roerendes zaken) (pasal 504 KUH perdata).
b. Kebendaan dapat dibendakan pula atas benda yang berwujud atau
bertubuh (luchamelijke zaken) dan benda yang tidak berwujud atau
berubah (onlichme Lijke Zaken) (pasal 503 KUH perdata).
c. Kebendaan dapat dibedakan atas benda yang dapat dihabiskan
(verbruikbare zaken) atau tak dapat dihabiskan (onverbruikbare zaken)
(pasal 505 KUH perdata).
D. Asas-Asas Kebendaan
a. Asas Individualitas.
Yaitu objek kebendaan selalu benda tertentu, atau dapat ditentukan
secara individual, yang merupakan kesatuan. Hak kebendaan selalu benda
yang dapat ditentukan secara individu. Artinya berwujud dan merupakan
satu kesatuan yang ditentukan menurut jenis jumlahnya. Contoh: rumah,
hewan.
b. Asas Totalitas.
Yaitu hak kebendaan terletak diatas seluruh objeknya sebagai satu
kesatuan. Contoh: seorang memiliki sebuah rumah, maka otomatis dia
adalah pemilik jendela, pintu, kunci, dan benda-benda lainnya yang
menjadi pelengkap dari benda pokoknya (tanah).
c. Asas tidak dapat dipisahkan.
Yaitu orang yang berhak tidak boleh memindah tangankan sebagian
dari kekuasaan yang termasuk hak kebendaan yang ada padanya.
Contoh: seseorang tidak dapat memindah tangankan sebagian dari
wewenang yang ada padanya atas suatu hak kebendaan, seperti
memindahkan sebagian penguasaan atas sebuah rumah kepada orang
lain. Penguasaan atas rumah harus utuh, karena itu pemindahannya harus
juga utuh.
d. Asas publisitas.
Yaitu hak kebendaan atas benda tidak bergerak diumumkan dan di
daftarkan dalam register umum. Contoh: pengumunam status kepemilikan
suatu benda tidak bergerak (tanah) kepada masyarakat melalui
pendaftaran dalam buku tanah/ register.sedangkan pengumuman benda
bergerak terjadi melalui penguasaan nyata benda itu.
e. Asas spesialitas.
Dalam lembaga hak kepemilikan hak atas tanah secara individual
harus ditunjukan dengan jelas ujud, batas, letak, luas tanah. Contoh Asas
ini terdapat pada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas
benda tetap.
f. Asas zaaksvelog atau droit de suit (hak yang mengikuti),
Artinya benda itu terus menerus mengikuti bendanya dimanapun juga
(dalam tangan siapapun juga) barang itu berada.
g. Asas accessie/asas pelekatan.
Suatu benda biasanya terdiri atas bagian-bagian yang melekat
menjadi satu dengan benda pokok. Contohnya: hubungan antara
bangunan dengan genteng, kosen, pintu dan jendela. Menurut asas ini
pemilik benda pokok dengan sendirinya merupakan pemilik dari benda
pelengkap. Dengan perkataan lain status hukum benda pelengkap
mengikuti status hukum benda pokok.
h. Asas zakelijke actie.
Adalah hak untuk menggugat apabila terjadi gangguan atas hak
tersebut. Misalnya: penuntutan kembali, gugatan untuk menghilangkan
gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk memulihkan secara
semula, gugatan untuk menuntut ganti rugi, dll.
i. Asas hukum pemaksa (dewingen recht).
Bahwa orang tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah
diatur dalam UU. Aturan yang sudah berlaku menurut UU wajib dipatuhi
atau tidak boleh disimpangi oleh para pihak.
j. Asas dapat dipindah tangankan.
Yaitu semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan. Menurut
perdata barat, tidak semua dapat dipindah tangankan (seperti hak pakai
dan hak mendiami) tetapi setelah berlakunya undang-undang hak atas
tanah UUHT, semua hak kebendaan dapat dipindah tangankan.
B. Pembagian Bezit
Bezit atas benda dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Bezit yang beritikad baik (bezit te goeder trouw);
Terjadinya bezit yang beritikad baik, apabila bezitter (pemegang bezit)
memperoleh benda itu tanpa adanya cacat-cacat di dalamnya.
2. Bezit beritikad buruk (bezit te kwader trouw), tercantum dalam Pasal 530
KUHPerdata, Art 586 NBW.
Terjadinya bezit beritikad buruk apabila pemegangnya (bezitter)
mengetahui bahwa benda yang dikuasainya bukan miliknya. Contoh: A
membeli sebuah rumah beserta pekarangannya seluas 600 m2, teapi
rumah yang dibelinya ditinggalkan oleh A selama 10 tahun. Pada saat
kembali, ternyata tanah pekarangannya seluas 400 m2 telah dikuasai oleh
B. Alasan B menguasai tanah pekarangan tersebut adalah karena B
mengira bahwa tanah itu merupakan bagian dari tanahnya yang seluas
0,53 ha. Adanya penguasaan tanah pekarangan yang dilakukan oleh B
tersebut ternyata membuat A keberatan, kemudian A menggugat B ke
pengadilan dengan alasan penguasaan tanah secara illegal. Atas keberatan
itu, maka pengadilan, baik pada tingkat PN, PT maupun MA telah menerima
gugatan yang diajukan oleh A. Berdasarkan kasus tersebut tampak bahwa
B menguasai suatu benda berdasarkan itikad buruk.
E. Hak-Hak Bezitter
Berdasarkan Tujuan:
a. Penguasaan yang bertujuan memiliki benda
Penguasaan ini dapat terjadi karena Undang-undang atau karena
perjanjian. Karena UU, misalnya penguasaan atas benda milik orang lain
yang hilang atau ditemukan di suatu tempat umum. Penemunya dianggap
sebagai pemilik oleh UU (Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata), kecuali jika
dapat dibuktikan sebaliknya, dan inipun sebatas hanya dalam tenggang
waktu tiga tahun untuk benda bergerak (Pasal 1977 ayat (2) KUHPerdata).
Demikian juga penguasaan benda tidak bergerak misalnya sebidang tanah,
apabila lampau tenggang waktu 20 tahun (dalam hal ada alas hak) atau 30
tahun (dalam hal tanpa alas hak), tanpa diminta kembali oleh pemiliknya,
Undang-undang menentukan bahwa penguasaan berubah menjadi hak
milik. Orang yang menguasai benda itu berubah menjadi pemilik karena
daluarsa (verjaring).
b. Penguasaan yang tidak bertujuan memiliki benda
Penguasaan ini umumnya terjadi karena perjanjian yang berlaku
dalam tenggang waktu tertentu saja. Berdasarkan perjanjian tertentu itu,
seseorang dapat menguasai benda milik orang lain, misalnya karena sewa
menyewa, pinjam pakai, gadai. Orang yang menguasai benda itu tidak
berkehendak memilikinya, melainkan hanya memegang, memelihara,
menyimpan atau hanya menikmati bendanya saja. Penguasaan ini disebut
detensi. Orang yang menguasai benda disebut detentor atau houder.
G. Berakhirnya Bezit
Benda yang dikuasai secara bezit akan berakhir atas kehendak sendiri
daribezitter maupun tanpa kehendak sendiri (Pasal 543 KUHPerdata sampai
dengan Pasal 547 KUHPerdata). Berakhirnya bezit atas kehendak sendiri dari
bezitter adalah bahwa bezitter menyerahkan benda tersebut secara sukarela
kepada orang lain atau meninggalkan barang yang sudah dikuasainya.
Contoh: A menyewa tanah kepada B dan mengembalikan lagi kepada B karena
habisnya masa sewanya. Sedangkan berakhirnya bezittanpa kehendak bezitter
adalah barang yang dikuasai olehnya beralih kepada pihak lain tanpa ada
kehendak dari bezitter untuk menyerahkannya.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda, berhak
meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun jugayang menguasainya
berdasarkan hak milik itu (Pasal 574 BW). Permintaan kembali yang didasarkan
kepada hak milik ini dinamakan revindicatie. Baik sebelum maupun pada saat
perkara sedang diperiksa oleh Pengadilan, pemilik dapat meminta supaya
benda yang diminta kembali itu disita (revindicatoir beslag).
Dulu hak eigendom ini merupakan hak mutlak sekali (droit inviolable et
sacre), tapi dengan berkembangnya zaman maka kemutlakan dari hak
eigendom ini semakin lama semakin pudar.
Banyak terjadi pembatasan-pembatasan atau penggerogotan terhadap
hak eigendom ini yang biasa disebut dengan uithollings proses.
Seperti kita lihat batasan hak milik dalam Pasal 570 KUHPerdata yang
berbunyi:
“Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau
peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya dan tidak mengganggu hak-hak orang lain semua itu
dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti rugi.”
Menurut pendapat umum di kalangan ahli hukum dan para hakim, dalam
BW berlaku apa yang dinamakan causal stelsel, dimana sah atau tidaknya
peralihan hak milik bergantung kepada sah tidaknya perjanjian obligatoir.
Dalam sistem ini perlindungan lebih banyak diberikan kepada pemilik
daripada pihak ketiga. Selanjutnya mengenai levering dari benda bergerak
yang tidak berwujud berupa hak-hak piutang dapat dibedakan atas 3 macam :
1. Levering dari surat piutang aan toonder (atas tunjuk/atas bawa), menurut
Pasal 613 ayat (3) BW dilakukan dengan penyerahan surat itu.
2. Levering dari surat piutang op naam (atas nama), menurut Pasal 613 ayat
(1) dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan
(yang dinamakan cessie).
3. Levering dari piutang aan order (atas perintah), menurut Pasal 613 ayat (3)
BW dilakukan dengan penyerahan surat itu disertai dengan endosemen,
yakni dengan menulis di balik surat piutang yang menyatakan kepada siapa
piutang tersebut dialihkan.
Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Pasal 584 BW
adalah:
1. Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk atau
menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru.
2. Penarikan buahnya (vruchttrekking), yaitu dengan menjadi bezitter te
goeder trouw suatu benda dapat menjadi pemilik (eigenaar) dari buah-
buah.hasil benda yang dibezitnya (lihat Pasal 575 BW).
3. Persatuan atau percampuran benda (vereniging), yaitu memperoleh hak
milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa
orang.
4. Pencabutan hak (onteigening), yaitu cara memperoleh hak milik bagi
penguasa (Pemerintah) dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu
benda kepunyaan seseorang/beberapa orang.
5. Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik atas
suatu benda kepunyaan terpidana yang biasanya dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana.
6. Pembubaran suatu badan hukum, yaitu cara memperoleh hak milik karena
pembubaran suatu badan hukum, dimana anggota-anggota badan hukum
yang masih ada memperoleh bagian dari harta kekayaan badan hukum
tersebut (Pasal 1665 BW).
Kalau dilihat dari segi sifatnya cara memperoleh hak milik dapat
dibedakan atas 2 macam:
1. Secara originair (asli), yaitu memperoleh hak milik bukan berasal dari orang
lain yang lebih dahulu memiliki.
2. Secara derivatief, yaitu memperoleh hak milik berasal dari orang lain yang
dahulu memiliki atas suatu benda. Jadi memperolehnya dengan bantuan
dari orang lain yang mendahuluinya. Cara ini dapat dibedakan menjadi 2,
yaitu:
a. Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang umum
yakni para ahli waris, suami dan isteri karena adanya persatuan harta
kekayaan dalam perkawinana mereka, anggota-anggota badan hukum
yang dibubarkan, dan negara terhadap harta benda yang terlantar.
b. Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak yang khusus
yakni pembeli setelah adanya levering dalam perjanjian jual-beli,
cessionaries, legataris, dan lain-lain.
Lazimnya, hak milik atas suatu benda itu hanya dipunyai oleh orang
seorang pemilik. Namun ada kemungkinan hak milik atas suatu benda dipunyai
oleh beberapa orang yang bersama-sama menjadi pemilik, sehingga terjadi
hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda. Dalam BW hak milik
bersama diatur dalam Pasal 573 yang menentukan bahwa membagi suatu
benda yang menjadi milik lebih dari seorang, harus dilakukan menurut aturan-
aturan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta peninggalan.
4. Hak Pakai
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil
dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang atau kewajiban yang ditentukan dalam
pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam
perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa
atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan
dengan jiwa dan ketentuan undang-undang (Pasal 41 UUPA).
5. Hak Sewa
Hak Sewa adalah hak seseorang atau suatu badan hukum untuk
menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan
membayar sejumlah uang tertentu sebagai uang sewa kepada pemilik
tanah yang bersangkutan (Pasal 44 UUPA). Hak sewa mempunyai sifat
khusus, yaitu:
1. Adanya kewajiban penyewa untuk membayar sejumlah uang tetentu
kepada pemiliknya.
2. Bersifat sementara.
Hak pakai dan hak sewa, jika tanahnya adalah tanah negara,
berjangka waktu biasanya 10 tahun, jika milik seseorang, jangka waktunya
menurut kesepakatan penyewa dan pemilik atau para pihak yang
bersangkutan. Hak pakai dan hak sewa dapat dimiliki oleh:
Selain hak-hak atas tanah, UUPA mengenal pula hak atas air dan ruang
angkasa. Menurut Pasal 16 ayat (2) UUPA, hak-hak tersebut adalah :
• Hak guna air.
• Hak pemeliharaan dan penangkapan ikan.
• Hak guna ruang angkasa.
Hak guna air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan
atau menaglirakan air itu di atas tanah orang lain. Hak ruang angkasa memberi
wewenang untuk menggunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa
untuk usaha-usaha memelihara dan mengembangkan kesuburan bumi, air,
serta kekayaan alam yang tekandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu. Sedangkan mengenai pemeliharaan dan
penangkapan ikan UUPA tidak memberikan gambaran pengertian tertentu.
Tetapi jika dilihat dalam UU No. 16 tahun 1964 L.N. tahun 1964 No. 97 tentang
bagi hasil perikanan, dapatlah disimpulkan pengertian hak pemeliharaan ikan
adalah hak untuk memperoleh perikanan darat. Sebaliknya, penangkapan ikan
adalah hak untuk memperoleh perikanan laut.
VI. PENYERAHAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Penyerahan
Menurut sistim BW, perjanjian obligatoir (perjanjian jaul beli, tukar
menukar atau hibah) belum mengakibatkan peralihan hak milik atas benda.
Perjanjian obligatoir hanya menimbulkan kewajiban untuk menyerahkan
benda. Setelah penyerahan itu dilakukan barulah hak milik atas benda beralih.
Menurut hukum, penyerahan ialah perbuatan hukum yang memindahkan
hak milik. Dalam bahasa se-hari2, penyerahan berarti tindakan penyerahan
sesuatu barang yaitu dari tangan ke tangan. Misalnya A membeli sebuah arloji
dari B dan berdasarkan perjanjian jual-beli itu B “serahkan” arloji itu kepada A.
Berdasarkan Psl. 612 ayat 1 BW, penyerahan benda bergerak dilakukan
dengan penyerahan yg nyata dari tangan ke tangan oleh atau atas nama
pemilik sehingga penyerahan yuridis benda2 bergerak adalah sama
(bertepatan) dengan penyerahan nyata dan dinamakan penyerahan nyata.
Akan tetapi pada benda2 tak bergerak penyerahan yuridis tidak bertepatan
dengan penyerahan nyata. Misalnya suatu persil (tanah deserta rumah
diatasnya) : penyerahan yuridis dilakukan dengan sebuah akta yang dibuat
oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T.), sedangkan
penyerahan nyata dilakukan dengan penyerahan kunci-kunci rumah tsb. Hanya
penyerahan yuridis yang memindahkan hak milik atas persil tsb.
B. Syarat-syarat Penyerahan
Agar penyerahan sah maka berdasarkan Pasal 584 BW, harus memenuhi
2 syarat, yaitu :
1. Penyerahan harus didasarkan atas sesuatu peristiwa perdata (rechtstilel)
untuk memindahkan hak milik. Dengan kata lain penyerahan harus
mempunyai sebab atau causa yang sah.
Pada umumnya sebab dari penyerahan ialah perjanjian jual-beli.
Tetapi sebab atau peristiwa itu bisa juga perjanjian hibah, perjanjian tukar
menukar, suatu hibah wasiat (legaat : 957 db.), atau suatu perbuatan
melawan hukum (1365)
2. Penyerahan hrs dilakukan oleh orang yg berhak berbuat bebas terhdp
benda.
Penyerahan harus dilakukan oleh yg berhak. Sengaja BW menyebut
”yang berhak” dan bukan ”pemilik” karena :
a. Orang tua atau wali berhak menjual dan menyerahkan barang
kepunyaan seorang anak yang belum dewasa
b. Seorang kuasa dapat menjual dan menyerahkan barang kepunyaan
sipemberi kuasa, kalau memang kuasa diberikan untuk menjual barang
tsb
c. Seorang kurator dalam kepailitan berhak menjual dan menyerahkan
barang-barang kepunyaan orang yang di nyatakan pailit.
Penyerahan hrs dilakukan oleh orang yg berhak berbuat bebas terhadap
benda ini, tidak berlaku kalau benda yg diserahkan adalah benda bergerak yg
tidak atas nama, yaitu berhubungan dengan berlakunya azas dalam pasal 1977
BW. Misalnya A pinjamkan arlojinya kepada B, kemudian B menjual dan
menyerahkan arloji itu kepada C, maka C menjadi pemilik meskipun
penyerahan itu dilakukan oleh seorang yang ”tidak berhak”, asal saja C
beritikad baik (tidak mengetahui atau tidak dapat menduga bahwa B bukan
pemilik) penyerahan (levering) benda tersebut. Proses tungkai tidak bisa
dilakukan sembarangan tanpa memandang hukum yang mengaturnya.
Kedudukannya menentukan apakah pemindahan hak dikategorikan sah atau
tidak sah. Lebih jauh jika menyimpang dari hukum dapat dimintakan
pembatalannya kepada hakim.
Menurut Prof. Dr. H. Moch. Isnaeni, SH., MS., Dalam bukunya berjudul
"Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan", jelas Levering Sesungguhnya
mengandung dua hal penting agar Levering sampai kepada tujuan finalnya,
yaitu perpindahan hak milik suatu benda dari satu pihak ke pihak lainnya. Dua
unsur tersebut adalah penyerahan nyata ( feitelijke levering ) dan penyerahan
yuridis ( juridische levering ).
Pada penyerahan nyata benda bergerak, penyerahan yuridis terjadi pada
saat penyerahan dilakukan. Disini perjanjian konsensual jatuh bersamaan
dengan perjanjian kebendaan (penyerahan).
Penyerahan benda bergerak tidak begitu tampak tahapnya, saat sedang
dan barang barang melakukan penyerahan benda, disitu sudah terjadi
penyerahan. Sedangkan untuk benda tak bergerak, seperti tanah dan
bangunan, sangat tampak tahapan demi tahap penyerahan benda tersebut.
Menurut Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH., FCBArb., Dalam
bukunya berjudul "Sistem Hukum Benda Nasional" menjelaskan untuk sahnya
penyerahan harus penuh syarat-syarat sebagai berikut:
1. Alas hak (onderlinggende verbintenis), yaitu perjanjian konsensual
obligatoir
2. Ada penyerahan (perjanjian kebendaan)
3. Ada wewenang menguasai pihak yang menyerahkan (beschikking
bevoegdheid)
4. Ada itikad baik (te goeder strouw).
Syarat di atas bersifat komulatif, semua syarat harus dipenuhi. Salah satu
tidak terpenuhi maka pemindahan hak atas barang dapat. Misalnya saja orang
yang melakukan penyerahan bukan sebagai pemilik benda dan bukan kuasa
atas itu. Jika hal itu terjadi maka sudah bisa dipastikan kecacatan penyerahan
benda, seperti cacat tentang legal standing dan kenyataan yuridis haknya atas
benda tersebut.
Penyerahan benda harus melihat syarat di atas, karena kesempurnaan
yuridis pemindahan hak atas benda dapat diukur dari penyerahan benda
tersebut.
Cara-Cara Penyerahan
a. Penyerahan Benda Bergerak
Ketentuan umum terdpt dlm Psl. 612 ayat 1 BW bhw penyerahan
benda bergerak dilakukan dgn penyerahan nyata, artinya penyerahan dari
tangan ke tangan. Bilamana benda dalam jumlah yg besar berada dalam
suatu gudang, maka penyerahan hak milik atas benda itu dapat dilakukan
dgn penyerahan kunci (kunci) dari gudang tsb. Penyerahan demikian
dinamakan penyerahan simbolik (traditio symbolica). Ini bukan
pengecualian dari ketentuan umum, sebab penyerahan simbolik memberi
juga kekuasaan yang nyata atas benda.
Ada tiga pengecualian dimana hak milik beralih tanpa penyerahan
nyata, yaitu :
1. Traditio Brevi Manu (Penyerahan Tangan Pendek)
Apabila benda yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah
dikuasai oleh orang yang hendak menerimanya, maka penyerahan nyata
tidak perlu dilakukan. (612 ayat 2).
Misalnya : A pinjamkan bukunya kpd B, kmd B membeli buku itu
dan membyr harganya pd A. Dlm hal ini memang logis bhw tidak perlu
ada pe- nyerahan nyata oleh sebab buku tsb tlh berada dlm kekuasaan
B. Sebenarnya B harus mengembalikan dahulu buku itu kepada A, lalu A
menyerahkan kembali kepada B. Tetapi hukum tidak mewajibkan
formalitas ini dan mengikuti kebiasaan dalam praktek. Traditio brevi
manu berarti : penyerahan dengan tangan pendek, atau dengan kata
lain : penyerahan terjadi tanpa tangan diulurkan untuk penyerahan.
2. Constitutum possessorium
Apabila benda yang harus diserahkan, karena sesuatu perjanjian
lain tetap berada dalam kekuasaan orang yang harus menyerahkannya,
maka hak milik beralih tanpa penyerahan nyata (yurisprudensi).
Misalnya : A menjual bukunya kepada B yg sudah membayar
harganya. Tetapi A, yang belum habis membaca buku itu, pinjam buku
itu dari B pada waktu itu juga. Dalam hal ini juga tidak diwajibkan
penyerahan nyata utk beralihnya hak milik.
Jadi pada constitutum possessorium sebenarnya terjadi dua
perjanjian pada waktu yg bersamaan. Dalam contoh diatas perjanjian
jual-beli dan perjanjian pinjam - pakai.
b. Penyerahan Utang-Piutang
Ada tiga jenis piutang :
a. Piutang atas nama (613 ayat 1 dan 2).
Yang membedakan Piutang atas nama dengan Piutang yang
berbentuk surat-order dan Piutang yang berbentuk surat-toonder adalah
bhw kedua piutang yg disebut belakangan ini adalah surat2 berharga
atau surat2 perniagaan, yg tujuannya memang untuk mempermudah
peralihan hak tagihan kpd seorang lain. Suatu piutang atas nama tidak
bertujuan untuk dialihkan kepada seorang lain.
Namun hukum memungkinkan juga untuk menjual, menukarkan
atau mengibahkan sesuatu piutang atas nama. Penyerahan piutang atas
na- ma dinamakan cessie, dan dilakukan dgn suatu akta otentik atau
diba-wah tangan dlm mana dinyatakan penyerahan piutang itu (613
ayat 1).
Agar supaya penyerahan berlaku terhdp yg berhutang, mk
penyerahan itu harus diberitahukan kpdnya atau yg berhutang
mengakuinya secara tertulis (613 ayat 2). Tetapi dgn adanya akta
cessie, mk perpindahan hak tagihan sdh terjadi mskpun belum ada
pemberitahuan kpd yg berhutang.
Dalam piutang atas nama mempunyai 2 segi, yaitu :
1. segi nilainya piutang itu sbg bahagian dari harta-kekayaan kreditur,
atau dgn kata lain sbg ”benda tak bertubuh”, yg dpt dialihkannya
kpd seorang lain, maka tepatlah penempatan cessie dlm Hukum
Benda. Inilah sistim B.W.
2. segi perhubungan hukumnya, yaitu sebagai perikatan antara kreditur
dan debitur, maka peralihan piutang itu sebenarnya adalah suatu
pergantian kreditur dan tempatnya ialah dalam Hukum Perikatan.
Inilah sistim B.G.B. Jerman.
b. Piutang yang berbentuk surat-order (613 ayat 3).
Penyerahan piutang yg berbentuk surat-order dilakukan dgn
endossemen dan penyerahan kertas atau surat-order tsb. Endossemen
berarti suatu keterangan yg ditulis disebelah belakang surat-order itu
yang berbunyi : “ Untuk saya kpd Tuan …. atau order” dgn tanggal dan
tanda-tangan dari yg menyerahkan.
Misalnya: wesel, cek-order, konossemen-order, dsb
c. Piutang yang berbentuk surat-toonder (613 ayat 3).
Penyerahan piutang yg berbentuk surat-toonder dilakukan dgn
penyerahan surat tsb. (uang kertas, cek-toonder, konossemen-toonder,
saham-toonder, dsb).
D. Penyerahan Tanah
Penyerahan hak milik atas tanah diatur dalam pasal-pasal 616-620BW.,
akan tetapi pasal2 tsb tidak pernah berlaku. Menurut peraturan peralihan
keperundang undangan baru (S. 1848 No. 10) yang tetap berlaku ialah
Ordonansi Baliknama (S. 1834 No. 27). Kemudian berdasarkan UU Pokok
Agraria penyerahan hak milik atas tanah diatur dalam P.P. No. 10 Tahun 1961
tentang pendaftaran Tanah (L.N. 1961 No. 28).
Menurut pasal 19 dari Peraturan Pemerintahan ini maka setiap perjanjian
yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, ..... harus dibuktikan dengan
suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri
Agraria. Oleh Yurisprudensi ditetapkan bahwa pemindahan hak milik terjadi
pada saat dibuatnya akta jual-beli dimuka Pejabat Pembuat Akta Tanah
(P.P.A.T). Selanjutnya PP No. 10 tahun 1961 ini telah direvisi dgn PP No. 24
tahun 2007 tentang pendaftaran tanah. dalam Psl. 23 PP ini dikemukakan
bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, .....
harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat
pembuat akta tanah (PPAT).
Ada lagi Privilege yang tidak disebut oleh pasal 1149, yaitu pajak (piutang
dari Negara). Umumnya Privilege umum baru timbul kalau debitur dinyatakan
pailit (bangkrut) atau dalam hal seorang ahli waris menerima warisan secara
beneficiar (lihat pasal 1029 jo. 1032). Oleh karena didalam eksekusi seluruh
harta-kekayaan debitur dgn sendirinya berarti eksekusi benda2 tertentu dari
harta kekayaan tsb, maka timbul persoalan bagaimanakah ketingkatan dp pada
Privilege Khusus terhadap Privilege Umum, atau dengan kata lain : yang
manakah yang lebih didahulukan? Menurut Psl 1138 BW, privilege khusus yang
didahulukan daripada privilege umum.
Gadai dan hipotek adalah setingkat dan tidak mungkin bertabrakan,
karena obyek gadai adalah benda tidak bergerak. Gadai dan hipotek lebih
tinggi tingkatnya dp privilege kecuali UU menentukan sebalinya. Misalnya biaya
pengadilan didahulu-kan pembayarannya dp pada gadai atau hipotek (lihat Ps.
1134 jo Ps. 1139).
Buku
Kansil, C. S. T.. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1980.
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fikih. Terj. Faiz el-Muttaqin. Cet. I.
Perbuatan Hukum
2010.
Bakti, 2004.
2008.
Salim HS. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali, 1986.
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Yogyakarta,
2001
Salim HS. 2001. Pengantar Hukum Perdata Tertulis. Jakarta: Sinar Grafika.
Paramita.
Syarifudin, Amir. Ushul Fqih Jilid 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997. Syarifudin,
Amir. Ushul Fiqh Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam
Secara Komprehensif. Jakarta Timur: Zikrul Hakim, 2004.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Yusuf, Nahruddin. 2012. Pengantar Ilmu Ushul Fikih. Malang: Universitas Negeri
Malang Press
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2004.
Internet
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4712/mengenai-benda-bergerak-dan
benda tidak bergerak.
http://mustain-billah.blogspot.com/2012/05/makalah-hukum-perdata-tentang-
hukum.html
http://blajarhukumperdata.blogspot.com/2013/01/benda-menurut-hukum-
perdata.html
http://www.slideshare.net/mondoside/hukum-benda.
https://guzthie.wordpress.com/2011/12/29/hukum-benda-za/
http://kbbi.web.id/kecakapan
http://kbbi.web.id/kriteria
Jurnal