Anda di halaman 1dari 40

 
Masalah Terbesar
Dalam Kehidupan
Manusia

Disadur Dari :

人生最大的一件事

Dipersembahkan Dengan Setulusnya Oleh :

Sukacita Melafal Amituofo


www.smamituofo.blogspot.com

Disebarluaskan secara gratis, dilarang memperjualbelikan.

 
Daftar Isi
1. Pendahuluan....................................................................................................4

2. Nafas telah berhenti namun kesadaran masih belum meninggalkan tubuh


kasar...........................................................................................................................7

3. Kapan kesadaran meninggalkan tubuh kasar................................................11

4. Ke mana perginya kesadaran setelah meninggalkan tubuh kasar.................13

5. Yang perlu diketahui pasien.........................................................................15

6. Yang harus diketahui sanak keluarga...........................................................19

7. Persoalan rumah duka...................................................................................24

8. Perabuan sebaiknya dilakukan tujuh hari kemudian.....................................26

9. Terlebih dulu berpesan pada keluarga .........................................................27

10 Kekuatan diri sendiri sebagai benih dan kekuatan luar sebagai faktor
pendukung...............................................................................................................28

11. Kesimpulan.................................................................................................31

Anutpattika-dharma-ksanti...............................................................................33

Lima Jenis Sayuran Yang Berbau Tajam.........................................................35

Petikan dari Shurangama Sutra Bab 8...............................................37

Daftar Pustaka...................................................................................................39

Gatha Pelimpahan Jasa.....................................................................................40


 
Masalah Terbesar Dalam Kehidupan Manusia

1. Pendahuluan

Manusia terdiri dari tubuh jasmani dan alaya-vijnana (gudang kesadaran).


Alaya-vijnana tidak akan musnah sedangkan tubuh jasmani adalah materi
seperti halnya rumah atau mesin. Semua materi mengalami pembentukan,
berlangsung, rusak, dan akhirnya musnah, begitu pula dengan tubuh manusia
mengalami lahir, tua, sakit dan mati. Setelah alaya-vijnana benar-benar telah
meninggalkan tubuh kasar, sekujur tubuh telah dingin, barulah seseorang
disebut mati. Namun sesungguhnya yang mati itu adalah tubuh kasar, bukan
alaya-vijnana.

Walaupun jantung dan nafas seseorang telah berhenti, alayavijnana-nya


belum tentu langsung meninggalkan badannya. Bila demikian, maka setelah
pasien menghembuskan nafas terakhir, kapankah alaya-vijnana akan
meninggalkan tubuhnya? Ada yang segera meninggalkan badannya,
sedangkan yang lambat dapat mencapai hingga satu atau dua hari baru
meninggalkan badannya. Namun kedua hal tersebut jarang terjadi, umumnya
antara sepuluh hingga dua belas jam, alayavijnana akan meninggalkan tubuh
kasarnya.

Ada pula orang yang hidup kembali setelah "meninggal" beberapa hari. Ini
bisa disebabkan oleh dua hal : yakni yang pertama adalah alayavijnana-nya
belum meninggalkan tubuh kasarnya, yang kedua adalah setelah pergi
alayavijnana-nya kemudian balik kembali.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, hendaknya kita bermawas diri dalam


mengurus masalah besar menjelang ajal seseorang. Umumnya orang yang
sudah berhenti bernafas dianggap telah mati, sehingga menganggapnya

 
sebagai mayat, hal ini dapat mengakibatkan pasien mengalami penderitaan
yang sangat parah. Maka itu buah pena ini menyajikan pengetahuan umum
tentang saat-saat menjelang ajal, untuk membangunkan perhatian
masyarakat terhadap pasien di kala menghadapi detik-detik menjelang
ajalnya.

Alaya-vijnana tidak akan musnah, maka itu sanak keluarga seharusnya


menitikberatkan pada Alaya-vijnana pasien, bagaimana seharusnya agar
alayavijnana-nya tidak menderita dan tenang. Apa yang dibutuhkan oleh
alaya-vijnana, harus menuntunnya ke arah mana, bagaimana caranya agar
alaya-vijnana memperoleh manfaat, bagaimana yang disebut membahayakan
alaya-vijnana dan beragam pertanyaan yang harus dipandang dengan serius.

Walaupun manusia memiliki kebijaksanaan, tetapi umumnya mereka tidak


mengerti mengenai masalah besar yang dihadapi manusia di saat menjelang
ajalnya. Mereka pada umumnya hanya mementingkan pengurusan upacara
berkabung yang tampak megah, dan telah mengabaikan persoalan yang
sesungguhnya yang dihadapi oleh Alaya-vijnana orang yang meninggal
dunia. Karena pemahaman dan tindakan yang salah, sehingga pasien yang
kala menghadapi ajalnya menjadi begitu menderita, orang hidup belum
merasakannya, bukankah ini adalah ketidakbijaksanaan kita?

Tidak tahu bahwa meskipun jantung dan nafas pasien tersebut sudah
berhenti, namun alayavijnana-nya masih belum meninggalkan tubuh
kasarnya. Bukan saja perasaannya masih dalam masa kritis, perasaan
alayavijnana-nya bagaikan kura-kura yang dilepaskan dari cangkangnya
secara hidup-hidup, bukan main menderitanya. Oleh sebab itu, sebelum
alaya-vijnana meninggalkan tubuh kasarnya, harus menanganinya dengan
seksama, harus memberikan kepada pasien yang sejenak lagi akan pamit
dengan dunia ini, sebuah perasaan yang tenang dan damai.

 
Maka itu tidak boleh langsung memindahkannya, tidak boleh menangis,
untuk menghindarkan alaya-vijnana pasien dari perasaan tertekan, sehingga
menambah penderitaan baginya.

Bersamaan itu pula, perlu mempersoalkan ke mana perginya alayavijnana


seseorang setelah meninggal dunia. Apakah membiarkan alayavijnana
mengikuti kekuatan karma baik atau buruk yang dilakukan semasa hidupnya,
atau menuntun alayavijanana-nya meninggalkan Triloka agar memperoleh
kebahagiaan dan kebebasan sejati?

Namun kedua hal ini sering diabaikan orang. Mereka tidak mengetahui
alayavijnana belum meninggalkan tubuh kasar, tidak mengetahui
penderitaan yang dihadapi oleh almarhum, tidak mengerti apa yang harus
dilakukan untuk memberikan pertolongan, tidak mengerti apa yang harus
diperhatikan dalam mengurus upacara perkabungan, melakukan apa yang
tidak patut dilakukan dan apa yang sepatutnya dilakukan tapi malah tidak
dilakukan-nya, ini yang disebut dengan sesat dan tidak bijaksana.

Mereka menganggap bahwa kematian bukanlah suatu masalah yang besar.


Mereka hanya berharap agar masalah tersebut cepat selesai dan tidak
memikirkan sikap bakti yang harus diwujudkan oleh sanak keluarga.

Oleh karena itu, dengan adanya tulisan ini diharapkan agar umat awam dapat
mengetahui dan menyadari bahwa kematian adalah suatu masalah yang
paling besar dalam kehidupan manusia. Hanya dengan mengandalkan Ajaran
Buddha, barulah dapat memberikan tindakan yang tepat dan berfaedah
kepada yang telah meninggal dunia.

 
2. Nafas telah berhenti namun kesadaran masih belum meninggalkan tubuh
kasar

Ketika nafas seseorang berhenti, namun Alayavijnana-nya masih belum


meninggalkan tubuh kasarnya, masih bisa merasakan. Harus melewati satu
kurun waktu, hingga sekujur tubuhnya menjadi dingin, barulah bisa
memastikan bahwa kesadarannya sudah meninggalkan tubuh kasarnya.
Dalam keadaan demikian seseorang baru dapat dinyatakan telah meninggal
dunia.

Pada saat seseorang telah menghembuskan nafasnya yang terakhir, namun


sebelum alayavijnana-nya meninggalkan tubuh kasarnya, selama kurun
waktu inilah alayavijnana sangat menderita, bahkan bisa karena mengenang
pengalaman hidupnya lalu mengalirkan airmata. Juga karena kemelekatan
pada jalinan kasih pada anak cucunya, harta benda, sehingga sulit untuk
berpisah dan melepaskan, atau karena harapannya belum terkabul tetapi
sudah harus meninggalkan dunia ini, maka itu terasa sedih dan gelisah, atau
ada yang karena difitnah dan kebenaran belum terungkap sehingga mati
dengan kondisi mata tidak terpenjam, maka itu pada saat begini, merupakan
saat kesedihan saling berbaur dengan penderitaan.

Jika ditambah dengan memindahkan jasadnya, lalu tangisan memilukan,


dengan demikian bukankah akan mengakibatkan alayavijnana yang sedang
kebingungan menjadi sangat tertekan? Apakah sebagai sanak keluarganya,
begitu tegakah mencelakainya? Orang awam tidak tahu, mengira bahwa
nafas berhenti berarti sudah mati, namun karena salah tafsir ini dan menjadi
kesalahan fatal, baik pasien, sanak keluarga dan putra putri berbakti, tidak
boleh tidak memahaminya.

Kesalahan umum yang sering dilakukan adalah begitu orang


menghembuskan nafasnya yang terakhir, sanak keluarga segera menangis

 
sambil berteriak, mengusap dan memindahkan tubuh kasarnya, atau selagi
tubuhnya masih hangat, cepat-cepat dimandikan dan digantikan pakaian,
atau menyuntikkan obat pengawet, atau begitu nafas terhenti, cepat-cepat
diantar ke rumah duka.

Selain itu, suntikan atau rangsangan listrik untuk menguatkan atau


merangsang jantung ketika seseorang dalam keadaan koma juga
berpengaruh buruk untuk yang meninggal dunia. Alayavijnana dari orang
yang meninggal tersebut boleh dikatakan menerima berbagai siksaan yang
luar biasa, bagaikan kura-kura yang dikupas kulitnya hidup-hidup. Atau ada
yang baru disemayamkan dua atau tiga hari langsung diperabukan.

Catatan tambahan :

Untuk daerah yang cuacanya panas, dimana jasad bisa cepat membusuk,
maka jenazah tidak bisa disemayamkan untuk seminggu, umumnya 4 hari
sudah diperabukan, jadi harus disesuaikan dengan kebiasaan daerah
masing-masing.

Cara-cara keji ini, terhadap alayavijnana yang masih bisa merasakan,


sungguh merupakan perlakuan yang sangat sadis. Apa yang dilakukan oleh
sanak keluarga yang masih hidup, sungguh mencelakai almarhum tanpa kata
ampun, sehingga almarhum merasa sangat tersiksa dan jatuh ke alam rendah,
kasih sayang keluarga malah berubah manjadi tindakan sadis, ini sungguh
mengerikan.

Tidak tahu bahwa alayavijnana belum meninggalkan tubuh kasarnya,


siksaan yang dirasakannya tidak sama dengan orang yang masih hidup.
Orang hidup tentunya masih bisa berteriak minta tolong atau melawan, tetapi
orang yang meninggal tidak bisa melakukannya, mulutnya sudah tak
berdaya untuk menyatakan penderitaan hebat yang sedang dialaminya.

 
Pasien yang nafasnya sudah berhenti, jika bersikeras memandang dan
memperlakukannya sebagai mayat, maka ini akan mengakibatkan almarhum
mengalami siksaan besar, dan mulutnya juga tidak bisa memprotes
ketidakadilan ini.

Disebabkan kita tidak mempunyai pengetahuan tentang saat-saat menjelang


ajal, sehingga kita melakonkan adegan yang sadis ini, bagaimana tidak
menyakitkan hati! Karena orang yang meninggal itu menerima berbagai
penderitaan, lalu timbul kemarahan dan kebenciannya, sehingga
alayavijnana- nya jatuh ke alam penderitaan, meskipun anak cucu berbakti
namun juga tidak mengetahuinya.

Karena itu, kami menghimbau apabila seseorang pasien yang nafasnya


sudah berhenti, sebelum alayavijnana nya meninggalkan tubuh kasarnya,
sekitar 10-12 jam kemudian, selama kurun waktu ini, ruangan kamar pasien
dijaga agar tetap tenang dan hening. Jangan sampai terjadi tindakan yang
telah diuraikan di atas, untuk menghindari hal-hal yang bisa mencelakai
almarhum. Jagalah keselamatan dan ketenangan alayavijnana-nya.

Sikap tidur orang yang telah meninggal dunia, biarkan sebagaimana adanya,
jangan dipindahkan. Kira-kira sepuluh sampai dua belas jam kemudian,
setelah tubuhnya dingin, barulah kita melapnya dengan handuk hangat pada
bagian persendian, sehingga bisa menggerakkannya. Sebelum sepuluh
sampai duabelas jam, jangan meraba-raba tubuhnya untuk mengetahui
apakah sudah dingin atau belum? Jangan membiarkan lalat atau nyamuk
hinggap di tubuhnya, dan usahakan agar dalam ruangan itu tidak ada yang
menangis atau berbicara.

Gunakanlah waktu sepuluh atau duabelas jam untuk melakukan tindakan


yang bermanfaat, membimbing alaya-vijnana ke arah jalan yang terang,

 
supaya terlahir di alam yang suci dan bahagia, selamanya menikmati
kebahagiaan. Ini adalah kewajiban keluarga yang berduka dan juga
merupakan wujud nyata sebagai anak cucu yang berbakti.

10 

 
3. Kapan kesadaran meninggalkan tubuh kasar

Cepat lambatnya alaya-vijnana meninggalkan tubuh kasarnya, erat


hubungannya dengan perilaku almarhum sewaktu masih hidup. Singkat kata,
alaya-vijnana dari orang yang sangat baik dan sangat jahat akan paling cepat
meninggalkan badannya, sedangkan alaya-vijnana orang yang tidak terlalu
baik dan tidak terlalu jahat agak lama meninggalkan badannya.

Misalnya orang yang setia serta berbakti kepada negara dan orang tua,
berjiwa welas asih, tidak suka membunuh, suka menolong makhluk lain,
orang seperti ini karena kekuatan pikiran benarnya, langsung terlahir di alam
bajik (Alam Dewa dan alam manusia), maka itu alayavijnana-nya cepat
meninggalkan tubuhnya.

Begitu pula orang yang sangat jahat, kejam biadab, durhaka, banyak
melakukan pembunuhan, karena batinnya kotor, ia akan langsung terjerumus
ke alam yang rendah (alam binatang, alam setan kelaparan dan alam neraka),
maka alayavijnana-nya juga cepat meninggalkan tubuhnya.

Praktisi yang menfokuskan pikiran melafal Amituofo dan memperoleh


penjemputan dari Buddha Amitabha, atau yang melatih Dhyana dan berhasil
keluar dari Triloka, diantaranya ada yang mengetahui terlebih dulu
waktunya terlahir ke Alam Sukhavati, atau memasuki samadhi dan
meninggal dunia, tentu saja alayavijnana-nya dengan cepat meninggalkan
tubuh kasarnya.

Sedangkan insan yang tidak terlalu baik dan tidak terlalu jahat, alayavijnana-
nya agak lambat meninggalkan tubuh kasarnya. Namun cepat atau
lambatnya alayavijnana meninggalkan tubuh kasarnya, masing-masing

11 

 
individu itu berbeda-beda, diperkirakan memakan waktu antara sepuluh
hingga duabelas jam. Dan setelah meninggal dunia, bagi yang tidak
langsung terlahir kembali, alayavijanana-nya akan memasuki periode
Antarabhava. Selama periode Antarabhava ini, mungkin saja sehari dua hari
kemudian alayavijnana sudah bertumimbal lahir, namun ada juga yang harus
menunggu seminggu atau dua minggu kemudian baru bertumimbal lahir,
paling lama adalah tujuh minggu yakni 49 hari barulah terlahir kembali
sesuai dengan karma masing-masing.

Boleh dikatakan, bahwa bagian badan yang terakhir menjadi dingin itulah
bagian terakhir yang ditinggalkan oleh alaya-vijnana, namun janganlah
meraba-rabanya dikarenakan rasa ingin tahu. Yang dimaksud antara sepuluh
hingga duabelas jam, hanya perkiraan pada keadaan umum. Keadaan cuaca
ditempatnya juga ikut mempengaruhi, jika cuaca lebih panas maka akan
lebih cepat dan sebaliknya. Waktu diperpendek atau diperpanjang sesuai
dengan keadaan cuaca di tempat tersebut.

12 

 
4. Ke mana perginya kesadaran setelah meninggalkan tubuh kasar

Di antara alam semesta yang tiada batas dan waktu yang tiada ujung
pangkalnya, segala keadaan yang dirasakan oleh alayavijnana juga tak
terhingga dan tanpa batas. Secara garis besar dapat dikategorikan menjadi
sepuluh keadaan yakni empat keadaan untuk orang suci dan enam keadaan
bagi orang awam.

Alaya-vijnana dari sepuluh macam keadaan ini adalah sama, perbedaannya


hanya terletak pada kesadaran yang sesat, tercerahkan, ternoda dan suci, dan
membentuk suci, awam, bebas dan kemelekatan. Karena adanya perbedaan
baik dan buruk dari kekuatan karma seseorang, maka terjadi perputaran
kelahiran dan kematian yang tiada habisnya.

Itulah sebabnya dikatakan bahwa Dharmadhatu hanyalah perwujudan dari


hati sendiri. Ini menerangkan bahwa menjadi suci atau menjadi awam,
mendapat kebahagiaan dan kebebasan atau penderitaan dan keterikatan dari
karmavarana (rintangan yang disebabkan oleh karma), semuanya karena
perbuatan pikiran (mano karma). Pikiranlah yang menentukan dan itulah
sebabnya dikatakan segala sesuatu diciptakan oleh pikiran.

Namun sekarang kita memasuki jaman berakhirnya Dharma, jika secara


keseluruhan mengandalkan kekuatan sendiri untuk mencapai kesucian, maka
dalam seratus juta orang praktisi sulit ditemukan satupun yang berhasil.
Umat manusia sekarang telah dipenuhi oleh kekotoran batin, pandangannya
sesat, karma buruknya berat, berkahnya tipis, hambatannya banyak,
kebijaksanaannya dangkal. Apakah dengan demikian tidak berputar terus di
roda samsara?

13 

 
Buddha Sakyamuni karena welas asih-Nya kepada umat manusia yang hidup
dimasa kaliyuga (jaman berakhirnya Dharma) ini, secara khusus
mengajarkan metode yang praktis, yaitu berupa pengulangan nama Buddha
dengan mudah dan terjamin.

Buddha membabarkan bahwa di penjuru Barat terdapat Buddha yang


bernama Amitabha, dengan kekuatan tekadNya yang maha agung, baik yang
pintar maupun yang bodoh, baik yang berbudi maupun yang semula berbuat
jahat, semua makhluk, asalkan mau kembali ke jalan yang benar dan berbuat
kebaikan dengan keyakinan penuh dan tekad yang teguh serta bersungguh-
sungguh mengulang nama Buddha Amitabha dan sepenuh hati memohon
supaya dapat terlahir di Alam Sukhavati di sebelah Barat, maka saat
menjelang ajal, Buddha Amitabha beserta para suciwan akan datang
menjemputnya, dalam waktu sekejab terlahir di Negeri Buddha, menjelma
dari bunga teratai, usianya tidak terbatas, selamanya terhindar dari
penderitaan kelahiran dan kematian, serta menikmati kebahagiaan yang
menakjubkan.

Maka dikatakan sebelum dan sesudah seseorang meninggal, tidak boleh


sembarangan dipindahkan dan ditangisi. Sanak keluarga dan kerabat serta
teman-temannya harus menjaga ketenangan di sekitarnya serta bersama-
sama melafal Amituofo, sehingga alaya-vijnana yang mendengar nama
Buddha, timbul pikiran sukacita, di dalam hatinya juga ikut melafal
Amituofo, pikiran pasien juga akan ikut terbuka, memiliki rasa aman,
membulatkan tekad terlahir ke Negeri Buddha, terlahir ke Alam Sukhavati.

14 

 
5. Yang perlu diketahui pasien

Segala kondisi muncul karena adanya benih dan faktor pendukungnya,


meskipun berwujud namun bersifat semu. Merupakan hasil perpaduan semu,
saat benih dan faktor pendukungnya terpisah maka ini disebut dengan lenyap.
Selagi masih ada jodoh maka perpaduan itu adalah semu adanya, saat jodoh
sudah usai, maka perpaduan itu akan berpisah.

Maka itu sejak jaman dahulu kala hingga sekarang, segala jenis benda
berwujud, hanyalah ibarat bayangan bulan di kolam dan bayangan bunga
lotus di cermin, juga ibarat mimpi, khayalan, gelembung sabun dan
bayangan, bagaikan korek api dan cahaya kilat, ini hanya bagaikan asap
yang lewat depan mata saja. Tubuh jasmani kita bagaikan gelembung sabun,
semu dan tidak kokoh, tua, lemah, sakit dan mati, penuh penderitaan dan
tidak kekal, ini adalah aturan yang pasti, muncul dan lenyap, berubah-ubah.

Maka itu perjalanan hidup manusia pasti ada terminal terakhirnya, siapapun
tidak bisa menghindarinya, dunia ini bagaikan tempat penginapan, saya
hanya sebagai tamu sementara saja. Usia manusia hanya beberapa puluh
tahun, bukan hanya menyandarkan diri pada ketenaran, keuntungan, harta
benda dan nafsu keinginan, keinginan memperoleh dan takut kehilangan,
suka duka dan perpisahan, berkumpul dengan yang dibenci dan berpisah
dengan yang dicintai, bencana dan petaka, tekanan hidup, kerisauan,
kekhawatiran, kecemasan, bergelut dalam jerih payah, bahkan harus terus
berputar dalam siklus lahir mati sedemikian, melepaskan tubuh lama dan
bertumimbal lahir lagi dengan tubuh yang baru, mengembara dalam kalpa
yang panjang, terapung-apung dalam lautan penderitaan tumimbal lahir,
menjalani siksaan jiwa raga dan tidak menyadarinya sama sekali.

Memahami bahwa segala yang ada di dunia ini muncul dan lenyap, tidak
kekal, bagaikan mimpi dan khayalan, bukanlah yang sesungguhnya. Juga
mengingat siksaan di tiga alam penderitaan, mudah terjatuh dan sulit untuk
keluar, alam manusia penuh dengan kekeruhan, Alam Dewa mudah
kehabisan berkah, tumimbal lahir tiada usainya.

Maka itu, lekaslah kembali ke jalan yang benar, semua urusan harus
dilepaskan, jangan ada kemelekatan, fokuskan pikiran melafal Amituofo
bertekad lahir ke Alam Sukhavati. Setiap lafalan Amituofo dilafal dengan
serius, saat ajal tiba, pasti memperoleh penjemputan dari Buddha Amitabha,
15 

 
mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati. Sejak itu dari
orang awam beralih menjadi orang suci, memiliki kemampuan gaib bebas
tanpa rintangan, usia tak terbatas, keluar dari Triloka, mengakhiri tumimbal
lahir, merupakan pilihan bagi insan berkebijaksanaan tinggi. Andaikata usia
pasien masih belum habis, karena jasa kebajikan dari melafal Amituofo pasti
dapat melenyapkan petaka memperpanjang usia.

Andaikata diri sendiri memahami kondisi penyakit sendiri sudah parah,


maka seharusnya berpesan pada sanak keluarga, setiap tamu yang datang
membesuk, undanglah mereka membantu melafal Amituofo buat pasien,
jangan malah mengobrol.

Jasa kebajikan melafal Amituofo tidak terbayangkan, di dalam sutra


tercantum bahwa : Melafal sepatah Amituofo dapat mengeliminasi karma
buruk berat tumimbal lahir selama berkalpa-kalpa, dengan melafal sepatah
Amituofo, para makhluk yang tersebar ke atas hingga Alam Dewa dan ke
bawah hingga alam neraka, semua makhluk akan memperoleh manfaat.
Maka itu dalam melakukan pelimpahan jasa bagi almarhum, yang paling
efektif adalah dengan cara melafal Amituofo, dapat menyelamatkan
almarhum yang jatuh ke dalam periode Antarabhava.

Jika pasien dalam masa kritis melihat bayangan para musuh kerabat penagih
hutang yang datang mengganggu, atau menjelma berbagai kondisi
menyenangkan untuk memikat, asalkan ingat untuk tetap melafal Amituofo,
maka para musuh kerabat yang mendengar lafalan Amituofo, dapat terbebas
dari penderitaan, lalu pergi dengan sukacita. Maka itu jalinan permusuhan
mudah terurai, rintangan karma pun jadi tereliminasi. Diri sendiri pun jadi
bebas tanpa rintangan terlahir ke Alam Sukhavati.

Praktisi pelafal Amituofo mengandalkan kekuatan tekad Buddha secara


keseluruhan. Maka itu menfokuskan pikiran melafal Amituofo, di tengah
kolam tujuh mustika di Alam Sukhavati, akan muncul sekuntum Bunga
Teratai, terukir nama sang praktisi, kelak dia akan menjelma dari Bunga
Teratai-nya.

Jika di sini melafal Amituofo dengan tekun dan tidak malas, maka di Alam
Sukhavati Bunga Teratai akan memancarkan empat warna cahaya mustika,
semakin hari semakin cemerlang.

16 

 
Alam Sukhavati suci berwibawa, luar biasa menakjubkan, pagoda terbentuk
dari tujuh mustika, kolam tujuh mustika dan air delapan jasa kebajikan
membersihkan kekotoran batin, irama kebahagiaan mengalun tanpa ada yang
memainkannya, cuacanya tidak dingin juga tidak panas, selaras dan nyaman,
pakaian, makanan dan minuman muncul sesuai dengan keinginan.

Di Alam Sukhavati setiap kurun waktu tertentu akan berhembus semilir


angin kebajikan. Ketika hembusan angin menyentuh jaring-jaring dan
pepohonan mustika, melantunkan irama suara menakjubkan. Irama suara
mengumandangkan Dharma Theravada yakni duhkha (penderitaan), sunya
(kekosongan), anitya (ketidakkekalan), Anātman (tanpa keakuan) dan
Dharma Mahayana yakni semua paramita.

Lagipula hembusan semilir kebajikan akan menebarkan berbagai jenis


semerbak keharuman kebajikan. Setelah insan lain mencium keharuman ini,
segala noda pikiran dan tabiatnya dengan sendirinya takkan muncul.

Kebijaksanaan akan berkembang, kemampuan gaib bebas tanpa rintangan,


usia tanpa batas, tiada penderitaan, yang ada hanyalah kebahagiaan.

Sebagian insan pada saat menjelang ajal, selalu mengandalkan sanak


keluarganya untuk membuat pelimpahan jasa untuk menyelamatkannya, atau
membuat upacara kebaktian demi harga diri. Dan tidak tahu bahwa lebih
mudah bila mengandalkan diri sendiri semasa hidup belajar Ajaran Buddha,
mengandalkan sanak keluarga membuat upacara pelimpahan jasa adalah
sesuatu yang sulit.

Meskipun putra putri anda berbakti, setelah anda meninggal dunia, lalu
mereka mengundang anggota Sangha senior untuk melakukan pelimpahan
jasa kepada anda, namun almarhum hanya bisa menerima 1/7 bagian saja. 6

17 

 
bagian jasa kebajikan akan dinikmati oleh yang masih hidup, juga akan
kembali pada anggota Sangha yang memimpin upacara.

Maka itu sebaiknya sebelum ajal menjemput, timbunlah banyak jasa


kebajikan, sehingga muncul di dalam hati sendiri, pikiran sukacita, pikiran
tulus, pikiran pertobatan dan pikiran melafal Amituofo, diri sendiri
memahami untuk mengandalkan kekuatan pemberkatan Triratna,
memperoleh manfaat besar.

Yang paling baik adalah selagi masih sehat, diri sendiri harus
membangkitkan ketulusan menimbun berkah dan kebijaksanaan, membaca
sutra bertobat bernamaskara pada Buddha, bervegetarian melafal Amituofo.
Memahami kenyataaan sesungguhnya dari alam semesta dan kehidupan
manusia, sehingga membangkitkan tekad melafal Amituofo terlahir ke Alam
Sukhavati. Namun meskipun demikian saat menjelang ajal, kegiatan Zhu
Nian (membantu orang lain melafal Amituofo) tetap penting dan dibutuhkan.

Sebaiknya membeli sebuah mesin pelafal Amituofo, saat jatuh sakit harus
memutar dan mendengarnya, melafal Amituofo di dalam hati, telinga
ditujukan untuk mendengar lafalan Amituofo, jiwa raga jadi damai,
mengembangkan jalinan jodoh suci, memupuk dan membesarkan Bunga
Teratai tempat kita menjelma kelak.

Kesadaran kedelapan adalah Alaya-vijnana, merupakan gudang benih karma.


Bila saat ajal dapat membantu orang lain melafal Amituofo, ini akan
membantu kita sendiri pada saat menjelang ajal, Zhu Nian merupakan
sahabat yang tidak boleh kurang kala menghadapi saat ajal.

18 

 
6. Yang harus diketahui sanak keluarga

Andaikata penyakit pasien sudah kritis, sebaiknya mengundang


kalyanamitra (sahabat Dharma) untuk memberi ceramah pada pasien :
Kehidupan manusia adalah penuh penderitaan dan tidak kekal, hanya Alam
Sukhavati yang paling suci dan indah. Harta benda di dunia ini dapat lenyap
dalam seketika, sedangkan Alam Sukhavati memiliki kebahagiaan tanpa
batas.

Keluarga anda mewakili dirimu melakukan pertobatan di hadapan rupang


Buddha, berdana dan melepaskan satwa ke alam bebas, membaca sutra dan
melafal Amituofo, untuk mewakilimu menimbun jasa kebajikan, sehingga
pasien akan merasa bersukacita dan hatinya merasa tenteram, dan paham
akan tempat berpulangnya.

Nasehati pasien agar melepaskan semua kemelekatan, pusatkan perhatian


mendengar suara lafalan Amituofo, atau boleh juga memutar mesin pelafal
Amituofo. Sambil mendengar suara lafalan Amituofo, pasien melafalnya di
dalam hati, harus serupa dengan seorang anak yang memikirkan ibundanya,
sepenuh hati berlindung pada Buddha Amitabha, dengan keyakinan benar
dan tekad bulat melafal Amituofo, dengan tiga bekal ini memohon terlahir
ke Alam Sukhavati.

Sanak keluarga, kerabat dan teman harus lebih membangkitkan ketulusan


melafal Amituofo, memohon kekuatan maitri Buddha memberkati pasien.
Andaikata ajal pasien belum tiba, maka dengan sendirinya penyakitnya akan
membaik dan sembuh, melenyapkan petaka memperpanjang usia. Tetapi
andaikata ajalnya telah tiba, maka akan memperoleh penjemputan dari
Buddha Amitabha, pasti terlahir ke Alam Sukhavati.

Andaikata pasien yang dikarenakan rintangan karmanya, sehingga


membenci melafal Amituofo, maka harus membaca Ksitigarbha Sutra
sebanyak beberapa kali, atau melafal “Namo Ksitigarbha Bodhisattvaya
Mahasattvaya”, dapat mengeliminasi rintangan karma, jadi bersukacita
melafal Amituofo.

Sanak keluarga jangan saling bertatapan dengan pasien, untuk mencegah


agar jangan timbul rasa sayang di hati pasien, sehingga tak ingin berpisah.
19 

 
Sanak keluarga melafal Amituofo jangan dengan irama yang sendu, agar
pasien jangan turut merasa sedih, dan kehilangan pikiran benar.

Sanak keluarga juga tidak boleh menangis, menambah kemelekatan pasien


pada keluarganya sehingga memperparah penderitaan pasien, bahkan bisa
saja, karena merasa tertekan, sehingga timbul amarah di hati pasien, karena
kebencian ini akhirnya jatuh ke alam penderitaan, dan telah menggagalkan
usahanya untuk terlahir ke Alam Sukhavati!

Bagi para pembesuk yang baru saja mengkonsumsi daging, arak dan lima
jenis sayuran berbau tajam, tidak boleh mendekati pasien, karena dengan
demikian, maka pasien akan kehilangan pikiran benar dan jatuh ke tiga alam
penderitaan.

Bila pasien telah menghembuskan nafas terakhir, oleh karena alayavijnana


nya belum meninggalkan tubuh kasarnya, sehingga masih bisa merasakan,
maka diharapkan pihak rumah sakit dapat memberikan keleluasaan kepada
pihak keluarga pasien, agar jasad pasien dapat didiamkan selama 10-12 jam
dengan fasilitas pendingin ruangan atau es balok, sehingga ruangan kamar
menjadi dingin. Bersamaan itu pula jangan memindahkan jasad almarhum,
tidak boleh ada tindakan yang salah, di halaman depan sudah dijelaskan
secara rinci.

Mengenai posisi baring almarhum, juga dibiarkan saja apa adanya. Setelah
10-12 jam berlalu dan sekujur tubuh almarhum telah dingin secara
keseluruhan, maka boleh menggunakan handuk yang dibasahi air hangat
untuk melap bagian persendiannya, sehingga lentur kembali seperti masih
hidup.

Kamar pasien dijaga ketenangan dan keheningannya, jangan mengobrol.


Setelah pasien menghembuskan nafas terakhir, pada saat ini kalyanamitra
(sahabat Dharma) dapat memberinya ceramah, alayavijnana dapat
mengetahuinya, sehingga hatinya memiliki tempat berlindung. Sanak
keluarga, kerabat dan teman dapat saling bergantian dan bergiliran melafal
Amituofo, terlebih dulu melafal Namo Amituofo hingga sepuluh menit, lalu
beralih melafal Amituofo, setiap kata dilafal dengan jelas.

20 

 
Sebaiknya mengikuti kaset yang dilafal oleh anggota Sangha, di dalam hati
memohon Buddha bermaitri karuna menuntun almarhum. Suara lafalan
Amituofo janganlah sampai terputus, sehingga alayavijnana dapat
mendengar setiap lafalan dengan jelas, dapat terjalin dengan kekuatan tekad
Buddha, dan mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.

Jagalah ketenangan, jangan sampai mengganggu pasien kamar lainnya.

Saat menjelang ajal adalah detik-detik yang menentukan alayavijnana


terlahir kembali di alam yang baik atau malah jatuh ke alam rendah. Jika
sebersit niat pikiran terakhir adalah baik maka terlahir kembali ke alam baik,
sebaliknya bila sebersit niat pikiran terakhir adalah pikiran jahat maka jatuh
ke alam rendah, apabila sebersit niat pikiran terakhir adalah melafal
Amituofo bertekad lahir ke Alam Sukhavati, maka alayavijnana akan terlahir
di Negeri Buddha Amitabha.

Buddha Amitabha akan muncul di dalam pikiran praktisi yang sedang


melafal Amituofo untuk menjemputnya, maka itu sebersit niat pikiran
terakhir melafal Amituofo, mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam
Sukhavati, maka itu sanak keluarga, kerabat dan teman membantu pasien
melafal Amituofo, adalah berharap agar sebersit niat pikiran pasien yang
terakhir adalah melafal Amituofo, mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke
Alam Sukhavati, maka itu pada saat ini membantunya melafal Amituofo,
memiliki kegunaan yang luar biasa menakjubkan.

Setelah 10-12 jam berlalu, tak peduli apakah sudah terlahir ke Alam
Sukhavati ataupun belum, juga harus tetap melanjutkan melafal Amituofo
berkesinambungan. Andaikata sudah terlahir ke Alam Sukhavati, oleh
karena jasa kebajikan dari melafal Amituofo, dapat mempertinggi tingkatan
Bunga Teratai-nya. Andaikata kehilangan pikiran benar dan gagal terlahir ke
Alam Sukhavati, sehingga alayavijnana selama berada dalam periode
Antarabhava, maka sanak keluarga harus lebih serius dalam melakukan
pelimpahan jasa.

Selama periode Antarabhava, alayavijnana berkelana tanpa kepastian,


sendirian menderita tiada tempat berpulang. Selama 49 hari alayavijnana
setiap saat amat mengharapkan agar sanak keluarganya menciptakan berkah
dan memupuk jasa kebajikan, untuk meringankan penderitaannya, maka itu
harus tetap bergantian dan bergiliran melafal Amituofo, sehingga
21 

 
alayavijnana mendengar suara lafalan Amituofo dan memperoleh
penyelamatan, ibarat orang yang kehausan memperoleh amerta. Sambil
mengundang anggota Sangha untuk mengadakan upacara kebaktian,
melakukan pelimpahan jasa, menimbun berkah kebajikan, mengeliminasi
rintangan karma, terlahir ke Alam Sukhavati.

Andaikata almarhum dalam keseharian tidak belajar Ajaran Buddha, atau


sama sekali tidak meyakini Ajaran Buddha, namun alayavijnana berada
dalam periode Antarabhava sangat menderita, sehingga sangat
mengharapkan penyelamatan. Maka itu melakukan pelimpahan jasa dalam
kurun waktu 49 hari, hasilnya sangat unggul.

Sebelum alayavijnana bertumimbal lahir, maka secepatnya memupuk segala


jasa kebajikan buatnya, kemudian dengan ketulusan penuh melakukan
pelimpahan jasa buat almarhum. Dengan demikian diharapkan alayavijnana
terlahir ke Alam Sukhavati, menikmati kebahagiaan buat selama-lamanya.

Saat ajal pasien berakhir, sanak keluarga seharusnya dalam kurun waktu 49
hari, menimbun jasa kebajikan buat almarhum, berdana dan melepaskan
satwa ke alam bebas, membantu orang kurang mampu dan yang dilanda
kesusahan. Memberi persembahan kepada Triratna, bernamaskara
melakukan pertobatan, membaca sutra melafal Amituofo, memohon
pemberkatan dari Buddha, mengeliminasi rintangan karma, sehingga
almarhum menjauhi alam penderitaan, terlahir ke Negeri Buddha, sanak
keluarga harus melafal Amituofo dengan penuh ketulusan dan rasa bakti,
barulah dapat menghasilkan mujizat sehingga almarhum memperoleh
penyelamatan.

Suka duka almarhum, beban tanggungjawab ini ada pada diri sanak keluarga,
sebaiknya menghindari segala tindakan mubazir yang tidak bermanfaat,
beralih digunakan untuk memberi manfaat kepada orang banyak, misalnya
menolong orang miskin dan kesusahan. Maka itu tak perlu demi gengsi lalu
membuat upacara-upacara megah, juga jangan sampai terlalu pelit dan asal-
asalan.

Jangan hanya membuat upacara berkabung terkesan megah supaya dilihat


orang jadi wah, tetapi yang harus diutamakan adalah agar almarhum bisa
memperoleh manfaat. Selama 49 hari, sanak keluarga harus bervegetarian

22 

 
melafal Amituofo, dilarang mengkonsumsi lima jenis sayuran berbau tajam,
menghentikan pembunuhan.

Untuk sembahyang harus menggunakan makanan vegetarian, sehingga


mengeliminasi rintangan karma almarhum dan memperoleh penyelamatan,
segera terlahir ke Alam Sukhavati. Sanak keluarga bukan saja dapat
memperoleh berkah yang tak terhingga, bahkan juga memperoleh
perlindungan dari makluk halus yang bajik.

Melakukan pelimpahan jasa kepada almarhum, haruslah dengan pelafalan


Amituofo sebagai yang utama, sanak keluarga, kerabat dan teman dapat
menghadiri kegiatan pelafalan Amituofo. Melafal Amituofo melimpahkan
jasa kebajikan. Melafal Amituofo menyelamatkan almarhum, jasa
kebajikannya paling besar, paling praktis, hemat dan memperoleh manfaat
sesungguhnya. Peserta pelafalan Amituofo, dilarang mengkonsumsi arak,
daging dan lima jenis sayuran berbau tajam.

Bila ingin memberi manfaat bagi almarhum, hanya dengan menimbun jasa
kebajikan, mengeliminasi rintangan karma almarhum.

Pilihlah satu nada pelafalan Amituofo, dapat memutar kaset dan mengikuti
lafalan yang ada di kaset, membagi grup dan saling bergiliran dan bergantian
membantu melafal Amituofo sehingga lafalan Amituofo tak terputus,
memohon Buddha Amitabha menjemputnya terlahir ke Alam Sukhavati.
Jangan bakar uang kertas, rumah kertas dan sebagainya. Ini adalah tindakan
yang mengharapkan almarhum jatuh ke alam setan, sepatutnya dihindari.

23 

 
7. Persoalan rumah duka

Setelah alaya-vijnana meninggalkan tubuh kasarnya, terkecuali mereka yang


terlalu jahat, terlalu baik dan yang terlahir ke Alam Sukhavati, tidak perlu
melalui periode antarabhava, pada umumnya orang biasa akan melalui
periode antarabhava, pembahasan selanjutnya adalah menjelaskan tentang
kemungkinan orang yang telah meninggal dunia untuk hidup kembali,
sebagai bahan pertimbangan.

Dalam periode antarabhava, alayavijnana tidak memiliki tempat berpulang,


berkelana tanpa kepastian, pada masa meninggal dunia dan belum terlahir
kembali ini, mungkin saja masih melekat pada tubuh kasarnya, jika tubuh
kasarnya masih belum rusak, mungkin dia balik dan hidup kembali. Ada
juga sebuah keadaan dimana orang itu mati mendadak, namun karena
ajalnya belum tiba, dalam waktu tujuh hari dia hidup kembali.

Ada lagi sebuah keadaan dimana terjadi kesalahan medis, yang menganggap
orang tersebut sudah mati, sementara alayavijnana-nya belum meninggalkan
tubuhnya, dan sanak keluarganya juga telah menganggapnya sebagai mayat,
dan langsung diantar ke rumah duka, atau ke tempat perabuan, hingga
akhirnya penyakit pasien membaik dan orang mengira dia hidup kembali
dari kematian.

Mengenai kenyataan hidup kembali, bukan hanya tertera dalam catatan saja,
bahkan setiap rumahsakit, rumah duka juga ada bertemu dengan kejadian
serupa, maka itu terhadap urusan saat menjelang ajal, haruslah lebih mawas
diri.

Selama menjalankan upacara perkabungan, sanak saudara selayaknya tetap


menjaga jasad almarhum, janganlah sampai menyerahkan seluruh
kepengurusan upacara perkabungan kepada rumah duka.

Sebagian sanak keluarga asalkan sudah mengantar jasad almarhum ke rumah


duka maka merasa selesailah tugasnya dan bisa bersantai ria, dan melupakan
apakah rumah duka tersebut dapat dipercaya atau tidak, apakah jasad
almarhum akan diperlakukan dengan selayaknya.

24 

 
Sanak keluarga hanya mempedulikan kemegahan altar almarhum, jasad
almarhum dikenakan pakaian rapi, dan tidak tahu bagaimana tahapan yang
terjadi sebelum jasad dimasukkan ke dalam peti mati.

Ada rumah duka yang memperlakukan jasad dengan tidak manusiawi,


mereka mengambil organ tubuh dari jasad almarhum dan dijual. Atau
menggantung jasad agar mudah dimandikan. Yang pasti apabila jasad yang
tidak dijaga sanak keluarga pasti akan mengundang masalah.

Tak peduli semasa hidup almarhum adalah ahli, orang terkenal, atau
bangsawan, konglomerat, namun saat menjelang ajal, bukankah jasadnya
juga akan menghadapi resiko yang sama? Tidak semua rumah duka tidak
berperikemanusiaan, namun pihak keluarga juga harus tetap menjaga jasad
almarhum dari kejadian yang tidak diinginkan. Rumah duka seharusnya
menjadi panutan bagi masyarakat luas.

25 

 
8. Perabuan sebaiknya dilakukan tujuh hari kemudian

Jika jenazah hendak diperabukan, tergantung pada kondisi cuaca masing-


masing wilayah, ada daerah yang panas dan dingin. Di daerah yang
cuacanya dingin, meskipun telah disemayamkan selama tujuh hari, namun
jasad masih dalam kondisi baik, jika sebelum tujuh hari diperabukan, maka
pertama, dikhawatirkan alayavijnana-nya belum meninggalkan tubuh
kasarnya secara keseluruhan, yang kedua, mungkin saja alayavijnana nya
balik dan hidup kembali, maka itu perlu menanti hingga tujuh hari berlalu,
paling baik dua minggu kemudian, barulah diperabukan.

Namun, apabila cuaca di daerah tersebut panas, maka boleh lebih awal
diperabukan karena cuaca panas, jasad akan mudah membusuk. Pada
umumnya, karena cuaca yang panas, dua atau tiga hari kemudian sudah
diperabukan, ini adalah tindakan yang membahayakan dan keji, ini harus
diperhatikan.

Catatan tambahan :
Di wilayah bercuaca panas, jasad cepat membusuk, pada umumnya jenazah
disemayamkan paling lama 4 hari saja sudah diperabukan. Jadi harus
disesuaikan dengan kebiasaan dan adat tradisi setempat, mempertimbangkan
saran yang diberikan oleh rumah duka setempat. Contohnya abu kremasi
yang hendak ditabur di laut, juga perlu mengikuti petunjuk yang diberikan
oleh rumah duka, karena mereka lebih berpengalaman.

26 

 
9. Terlebih dulu berpesan pada keluarga

Sebagai kepala keluarga, janganlah memiliki pandangan bahwa membahas


tentang saat-saat menjelang ajal adalah pantang, sehingga selalu
menghindari untuk membahasnya, padahal ini menyangkut nasib
alayavijnana sendiri, juga merupakan persoalan yang tidak bisa dihindari
oleh setiap insan, setiap anggota keluarga sepatutnya memahaminya.

Waktu begitu singkat, apalagi orang yang sudah berusia senja, seharusnya
selagi masih sehat, membahas isi buku ini dengan anggota keluarga,
sehingga diri sendiri memiliki kepastian. Sebagian orang yang berada
dibawah usia paruh baya, mungkin masih asing akan persoalan ini, andaikata
sebagai senior tidak memberitahu hal ini kepada anak-anaknya, terlebih dulu
berpesan pada sanak keluarganya, maka saat menjelang ajal, baru ingin
memberitahukan, namun apa daya, mulut sudah tidak sanggup berkata-kata
lagi, sanak keluarga juga tidak tahu cara mengurusnya, sehingga
alayavijnana mengalami siksaan bertubi-tubi.

27 

 
10 Kekuatan diri sendiri sebagai benih dan kekuatan luar sebagai faktor
pendukung

Saat menjelang ajal, melafal Amituofo bertekad lahir ke Alam Sukhavati,


haruslah memenuhi syarat kekuatan sendiri dan kekuatan luar. Kekuatan
sendiri merupakan benih untuk terlahir ke Alam Sukhavati, kekuatan luar
sebagai faktor pendukung untuk terlahir ke Alam Sukhavati. Dengan
berpadunya benih dan faktor pendukung maka berhasil terlahir ke Alam
Sukhavati.

Mengenai kekuatan sendiri, dalam keseharian harus yakin adanya Alam


Sukhavati, yakin pada Buddha Amitabha, membulatkan tekad terlahir ke
Alam Sukhavati, bertekad bertemu Buddha Amitabha. Lalu membangkitkan
ketulusan melafal Amituofo, bertekad terlahir ke Alam Sukhavati, belajar
pada Buddha Amitabha. Setiap lafalan dibangkitkan dari hati, kemudian
dikeluarkan lewat mulut, kemudian masuk kembali melalui telinga, setiap
lafalan saling sambung menyambung, tak terputus.

Setiap lafalan Amituofo mengandung tekad terlahir ke Alam Sukhavati,


semoga Buddha bermaitri karuna memberkati dan menuntun, semoga
Buddha mengulurkan tanganNya menjemput, Tathagata Amitabha
mengasihi semua makhluk, serupa seorang ibunda yang terus menerus
memikirkan putranya, para makhluk membangkitkan keyakinan dan tekad
mengingat dan melafal Amituofo, bagaikan seorang anak yang memikirkan
ibundanya, karena anak dan sang ibunda saling memikirkan, sehingga
keduanya saling terjalin, dan memperoleh penjemputan, terlahir ke Alam
Sukhavati.

Tak peduli dalam kondisi suka maupun duka, dalam segala ruang dan waktu,
fokuskan pikiran melafal Amituofo. Mengendalikan enam landasan indria,
dengan pikiran suci melafal Amituofo berkesinambungan. Lama kelamaan
ketrampilan melafal Amituofo telah menjadi kebiasaan, saat menjelang ajal,
barulah dapat melepaskan segala kemelekatan, teringat melafal Amituofo.
Saat menjelang ajal bila tidak kehilangan pikiran benar, pasti memperoleh
penjemputan dari Buddha Amitabha, dalam waktu sekejab bagaikan sekilas
petikan jari, terlahir ke Alam Sukhavati.

Kala pasien menghadapi saat ajal, orang-orang disampingnya membantu


melafal Amituofo, manfaat pertama adalah dapat membantu mengingatkan
28 

 
pasien untuk senantiasa melafal Amituofo. Yang kedua, dapat membantu
pasien agar bertobat atas karma buruk yang diperbuatnya. Apabila rintangan
karma telah tereliminasi, maka muncullah pemandangan Alam Sukhavati.

Saat menjelang ajal, apabila dapat seperti keseharian membangkitkan


keyakinan dan tekad menyeluruh, bersedia melafal Amituofo, sebersit niat
pikiran terakhir adalah melafal Amituofo, inilah yang disebut sebagai
“kekuatan sendiri sebagai benih”.

Praktisi dalam kesehariannya membangkitkan keyakinan dan tekad melafal


Amituofo, atau meskipun membangkitkan keyakinan dan tekad melafal
Amituofo, namun praktisi tersebut belum memiliki ketrampilan melatih diri,
saat menjelang ajal, bertemu dengan sahabat Dharma yang memberi
ceramah, dan hatinya merasa bersukacita, muncul keyakinan benar,
membangkitkan tekad melafal Amituofo, memohon terlahir ke Alam
Sukhavati, ini juga adalah “kekuatan sendiri sebagai benih”.

Tekad agung Buddha Amitabha, menyelamatkan semua makhluk, Alam


Sukhavati, suci nan berwibawa, adalah “kekuatan luar yang merupakan
faktor pendukung”.

Dengan adanya ceramah dari kalyanamitra, maka pasien jadi


membangkitkan keyakinan benar, menasehatinya agar melepaskan semua
kemelekatan, menfokuskan pikiran melafal Amituofo, bertekad lahir ke
Alam Sukhavati. Para sahabat Dharma dan sanak keluarga membantu
melafal Amituofo buat pasien, selama 10-12 jam, tidak memindahkan
jasadnya, tidak menangis, ini juga adalah “kekuatan luar yang merupakan
faktor pendukung”.

Andaikata saat menjelang ajal, kekuatan sendiri yang merupakan benih,


kekuatan luar yang merupakan faktor pendukung, kedua syarat ini dapat
terpenuhi, maka pasti akan memperoleh penjemputan dari Buddha Amitabha,
terlahir ke Alam Sukhavati.

Dalam keseharian meskipun membangkitkan keyakinan dan tekad melafal


Amituofo, tetapi saat menjelang ajal karena tekanan penyakit sehingga tidak
sanggup melafal Amituofo, atau masih mendambakan dunia ini serta
merindukan anak cucu dan harta benda, tidak sanggup melepaskan

29 

 
kemelekatan, maka ini disebut “tidak memenuhi syarat kekuatan sendiri
sebagai benih”.

Jika saat menjelang ajal, tidak ada kalyanamitra (sahabat Dharma) yang
datang memberi ceramah, juga tidak ada orang yang datang membantu
melafal Amituofo, juga sanak keluarga memindahkan jasadnya serta
menangis pilu, sehingga pasien jadi kehilangan pikiran benar, dalam
ketidakberdayaan akibat tidak sanggup bicara lagi, siksaan yang diterima
semakin berat, ini yang disebut dengan “tidak memenuhi persyaratan
kekuatan luar yang merupakan faktor pendukung”.

Andaikata saat menjelang ajal telah memenuhi syarat “kekuatan sendiri


sebagai benih”, dan kekurangan syarat “kekuatan luar yang merupakan
faktor pendukung”, atau ketrampilan melafal Amituofo sudah trampil
sehingga tidak memerlukan bantuan orang lain lagi, tetapi karena tangisan
memilukan dari sanak keluarga, akhirnya kehilangan pikiran benar, inilah
yang disebut memiliki benih tapi tidak punya faktor pendukung, sehingga
gagal terlahir ke Alam Sukhavati.

Andaikata saat menjelang ajal, hanya mengandalkan ceramah dari sahabat


Dharma, sanak keluarga membantu melafal Amituofo, tidak memindahkan
jasadnya, tidak menangis dan rintangan lainnya, dan diri sendiri karena
tekanan penyakit, atau masih mendambakan jalinan kasih duniawi dan harta
benda, tak mampu melepaskan kemelekatan ini, sehingga tidak sanggup
membangkitkan keyakinan dan tekad melafal Amituofo, inilah yang disebut
dengan memiliki faktor pendukung namun tidak memiliki benih, sehingga
tidak berhasil terlahir ke Alam Sukhavati.

Tekad agung Buddha Amitabha ibarat mentari rembulan, tiada yang tidak
diteranginya, para makhluk melafal Amituofo ibarat kolam yang airnya diam
tak bergerak, air kolam dapat memantulkan bayangan rembulan, hati yang
tenang Buddha akan muncul, setelah melafal Amituofo hingga jadi terbiasa,
terjalin dengan Buddha, memperoleh penjemputan dari kekuatan tekad
Buddha, pasti terlahir ke Alam Sukhavati.

30 

 
11. Kesimpulan

Sejak kalpa tanpa awal, karena satu niat sesat, sehingga kita terus
memaksakan kehendak sendiri terhadap segala sesuatu. Karena kekuatan
dari tabiat kita, sehingga terus berada dalam kesesatan. Segala sesuatu
muncul dari pikiran. Kekotoran batin kita, lobha, dosa, moha diwujudkan
melalui tindakan, ucapan dan pikiran, menciptakan karma, dan
menghasilkan buah akibatnya, kemudian akibat beralih menjadi sebab,
demikianlah siklus ini berputar tiada hentinya.

Maka itu dalam setiap kelahiran dan kematian, melepas tubuh yang lama dan
menerima tubuh yang baru, berputar tanpa ujung pangkal, mengapung dalam
lautan karma. Karena itu dalam lingkaran tumimbal lahir menjalani siksaan
dan diri sendiri masih juga tidak menyadarinya.

Oleh karena khayalan maka ada kemunculan, karena ada muncul maka ada
lenyap, muncul dan lenyap itulah yang disebut khayalan, dengan menghapus
khayalan barulah muncul yang sejati.

Jika mengandalkan kekuatan diri sendiri untuk mengakhiri tumimbal lahir


adalah hal yang mustahil, hanya dengan melatih pintu Dharma Tanah Suci,
mengandalkan kekuatan maitri Buddha, barulah dapat membawa serta karma
terlahir ke Alam Sukhavati. Asalkan dapat membangkitkan keyakinan dan
tekad menyeluruh, melafal Amituofo dengan tulus, memohon terlahir ke
Alam Sukhavati, barulah dapat keluar dari Triloka.

Maka itu saat menjelang ajal melafal Amituofo, memohon terlahir ke Alam
Sukhavati, ini adalah jalan yang aman dan terjamin. Jika dapat bertemu
Buddha Amitabha, buat apa masih merisaukan tidak tercapainya pencerahan.
Asalkan dapat terlahir di Alam Sukhavati, pasti bertemu Buddha Amitabha
mendengar pembabaran DharmaNya. Setelah mencapai Anutpattika-
31 

 
dharma-ksanti, memperoleh ramalan pencapaian KeBuddhaan langsung dari
Buddha Amitabha. Di Alam Sukhavati setiap insan akan menikmati
kebahagiaan buat selama-lamanya, dan kemudian menuju ke sepuluh
penjuru alam menyelamatkan para makhluk lainnya.

Seorang praktisi Ajaran Buddha seharusnya mengikrarkan tekad,


membangkitkan Maha Bodhicitta yang tertinggi, setelah memperoleh
penjemputan dari Buddha Amitabha dan terlahir ke Alam Sukhavati, untuk
kembali menyelamatkan makhluk lainnya.

Semoga setiap insan dapat lebih memperhatikan detik-detik seorang manusia


menghadapi saat-saat menjelang ajalnya, semoga seluruh alayavijnana dapat
mengeliminasi rintangan karma, bersama-sama terlahir di Alam Sukhavati.
Semoga para praktisi sekalian bersedia membantu penyebaran buku ini agar
semua insan dapat memperoleh manfaat, jasa kebajikan yang tak terhingga,
berkah kebajikan yang tak terhingga, semoga para leluhur memperoleh
pelimpahan jasa, semua makhluk turut bersukacita dan memperoleh manfaat
yang sesungguhnya. Amituofo!

~~Usai~~

32 

 
Lampiran 1

Mengenal Istilah Dharma :

Anutpattika-dharma-ksanti

Apa yang dimaksud dengan Anutpattika-dharma-ksanti? “Kebenaran pada


dasarnya tidak muncul dan tidak lenyap, dikatakan tidak muncul, maka itu
disebut Anutpattika”, Anutpattika artinya tidak muncul, “maka itu Bodhisattva
dengan menggunakan Dharma Anutpattika, dapat melatih kesabaran, tak
tergoyahkan dan takkan mengalami kemunduran”, inilah yang disebut dengan
“Anutpattika-dharma-ksanti”.

Bodhisattva memasuki kondisi batin ini, ksanti (kesabaran), terhadap Ajaran


Buddha, dapat memastikan secara keseluruhan dan takkan ada keraguan sama
sekali, benar-benar adalah tidak muncul dan tidak lenyap. Maka itu
Bodhisattva takkan tergerak hatiNya, kita selalu mengatakannya sebagai tidak
timbul niat pikiran, tak tergoyahkan, karena tak tergoyahkan maka takkan
mengalami kemunduran.

Ini adalah kondisi batin yang bagaimana? Di dalam Ajaran Mahayana


dikatakan ini adalah kondisi batin Bodhisattva tingkatan tujuh ke atas, di atas
tingkatan ke-7 adalah tingkatan ke-8, ini adalah samadhi tingkat tinggi, bukan
samadhi biasa.

Di dalam “Kamus Besar Ajaran Buddha”, ada sebuah penjelasan yang


sederhana, yang artinya harus menjauhi apa yang muncul dan lenyap, karena

33 

 
muncul dan lenyap itu adalah semu, segala sesuatu yang muncul pasti akan
lenyap.

Dipetik dari ceramah Master Chin Kung 16 September 2011

34 

 
Lampiran 2

Lima Jenis Sayuran Yang Berbau Tajam

Lima jenis sayuran yang berbau tajam adalah :

1. Bawang merah
2. Bawang putih
3. Bawang Bombay
4. Daun bawang
5. Allium (bawang putih kecil)

Mengapa tidak boleh mengkonsumsi sayuran berbau tajam?

Mengapa kelima macam sayuran yang berbau tajam ini disebut makanan
yang harus dihindari seorang vegetaris?

1. Ditinjau dari ilmu kedokteran

Dari struktur kimia, 5 jenis sayuran ini menebarkan bau tajam dikarenakan
mengandung zat disulfida dan minyak kuning yang berbau. Memiliki bau
yang tajam dan menebarkan keluar bau pedas yang sangat bau. Diantaranya
ada bawang merah, bawang putih dan daun bawang setara dengan 100 kotak
tanaman yang disebut Allium, yakni propenil, yang digunakan sebagai
perangsang, begitu tajam baunya, maka itu disebut perangsang.

Seorang vegetaris karena tidak mengkonsumsi daging, maka lambungnya


tidak begitu banyak menimbun lemak seperti pemakan daging. Jika seorang
35 

 
vegetaris mengkonsumsi lima sayur berbau tajam tersebut lambungnya akan
mudah teriris dan terluka.

Menurut catatan Dharma : Seorang praktisi yang mengkonsumsi 5 sayuran


berbau tajam maka akan merusak 5 organ tubuhnya yakni bawang merah
merusak ginjal, bawang putih merusak pikiran, daun bawang merusak hati,
bawang bombay merusak paru-paru, allium merusak limpa. Seorang praktisi
selayaknya menghindari 5 sayuran tersebut.

2. Ditinjau dari sutra

Buddha Sakyamuni di dalam sutra ada membabarkan agar para siswaNya


menghindari mengkonsumsi bawang merah dan bawang putih, Buddha
melarangnya dengan alasan :

1. Bila dimakan mentah membangkitkan amarah, dimakan matang akan


membangkitkan gairah dan khayalan.
2. Membantu menumbuhkan avijja, mengembangkan lobha, dosa, moha, dan
kecurigaan, juga menebarkan bau. Konsentrasi jadi terganggu, hawa sesat
datang mendekati, maka itu Tathagata berkata dengan mengkonsumsi
makanan ini, samadhi benar sulit tercapai.

36 

 
Lampiran 3

Petikan dari Shurangama Sutra Bab 8

Ananda! Semua makhluk, dapat hidup jika mereka mengkonsumsi


segala sesuatu yang segar dan mereka akan mati bila mengkonsumsi
racun. Mereka yang ingin melatih samadhi harus berhenti
mengkonsumsi lima jenis sayuran yang berbau tajam di dunia ini.
Jika lima sayuran berbau tajam ini dimasak, maka akan
membangkitkan gairah seseorang; jika dimakan mentah akan
meningkatkan amarah seseorang.

Maka itu bagi insan di dunia ini yang mengkonsumsi lima macam
sayuran yang berbau tajam, walaupun mampu menjelaskan 12 bagian
dari Sutra Pitaka, para dewa dari sepuluh penjuru akan menjauh
karena hawa bau dari mereka. Karena mereka mengkonsumsi
tanaman berbau tajam ini, para setan kelaparan, akan menjilat dan
mencium bibir mereka. Karena senantiasa berada bersama setan maka
berkah kebajikan juga makin lama makin menipis, dan takkan
memperoleh manfaat.

Insan yang mengkonsumsi tanaman berbau tajam ini bila melatih


samadhi, takkan dilindungi para Bodhisattva dan para dewa bajik di
sepuluh penjuru. Maka itu Raja Mara yang memiliki kekuatan
tangguh, memiliki kesempatan berbuat sesuka hati. Mereka menjelma
dalam wujud rupa Buddha, muncul membabarkan Dharma pada
mereka, menfitnah sila, memuja hasrat, amarah dan kecurigaan. Saat
menjelang ajal, mereka akan menjadi bagian dari keluarga Mara.
Ketika mereka menggunakan berkah menjadi Mara, mereka akan
jatuh ke Neraka Avici.

37 

 
Ananda! Praktisi yang melatih Jalan KeBodhian harus memutuskan
selamanya untuk tidak mengkonsumsi lima tanaman berbau tajam. Ini
adalah langkah pertama untuk memasuki pelatihan diri secara
bertahap.

38 

 
Daftar Pustaka
人生最大的一件事
http://www.amtb.org.tw/pdf/pdf.asp?web_choice=19

Arsip
http://jalanpencerahan.blogspot.co.id/

Penjelasan Anutpattika-dharma-ksanti :
http://daunbodhi.blogspot.co.id/2014/05/anutpattika-dharma-ksanti.html

Penjelasan lima jenis sayuran berbau tajam :


http://cahayatanpabatas.blogspot.co.id/2013/09/lima-jenis-sayuran-yang-
berbau-tajam.html

Petikan dari Shurangama Sutra Bab 8


http://cahayatanpabatas.blogspot.co.id/2013/09/petikan-dari-shurangama-
sutra-bab-8.html

39 

 
40 

Anda mungkin juga menyukai