Anda di halaman 1dari 239

1

Kisah Nyata
Penyelamatan
Buddha Amitabha
Disadur dari :

念佛感應錄
Dipersembahkan Dengan Setulusnya Oleh :

Sukacita Melafal Amituofo


http://smamituofo.blogspot.com

Disebarluaskan secara gratis, dilarang memperjualbelikan


2
Daftar isi

Hal

01 Penyelamatan Buddha Amitabha Tanpa Hambatan.......................06

02 Belajar dari Kasus Li Yuansong.........................................................13

03 Nyawa Manusia Terletak Pada Sehela Napas.................................24

04 Mobil Hilang Kendali........................................................................29

05 Setiap Hari Melafal Amituofo 108x..................................................32

06 Dendam Berpuluh-puluh Tahun.......................................................37

07 Menasehati Hantu Melafal Amituofo..............................................42

08 Terlepas Dari Sekte Sesat................................................................44

09 Saat Melafal Amituofo, Anda adalah Buddha Amitabha................47

10 Dihormati Setan dan Malaikat..........................................................52

11 Memohon Karir yang Cocok..............................................................55

12 Memperbaiki Mentalitas Anak..........................................................57

13 Buddha Menyembuhkan Putra-Putriku...........................................58

14 Permohonan Pasti Terkabul.............................................................62

15 Terhindar dari Hukuman Mati..........................................................65


3
16 Menyeberangi Lautan Racun...........................................................68

17 Ditindih Makhluk Halus.....................................................................76

18 Balita Selamat dari Bahaya...............................................................78

19 Pengalaman Mati Suri Lai Chao-he..................................................80

20 Menyaksikan Diri Sendiri Mendapat Pertolongan Darurat............86

21 Semut Pindah Rumah.......................................................................89

22 Anak Jadi Lebih Cerdas.....................................................................92

23 Menghindari Akal Bulus Mandor Licik.............................................94

24 Penyelamatan Buddha di Amerika..................................................97

25 Selamat dari Kesulitan Melahirkan................................................108

26 Pembawa Sial...................................................................................111

27 Jalanan Bercabang Dua...................................................................115

28 Terhindar dari Ular Berbisa.............................................................117

29 Si Cilik Terlahir ke Alam Sukhavati...................................................121

30 18 Tahun Kemudian Barulah Memasuki Bunga Lotus...................125

31 Kucing Terlahir ke Alam Sukhavati..................................................134

32 Mutiara Penghalau Air.....................................................................137

33 Bintang Keberuntungan.................................................................140

34 Janin Meninggalkan Kandungan Bunda........................................144

4
35 Menasehati Janin Melafal Amituofo...............................................151

36 Terkubur Hidup-hidup di Dalam Tumpukan Batu..........................154

37 Terlanjur Cinta.................................................................................158

38 Kedahsyatan Angin Topan..............................................................161

39 Tidak Pernah Ikut Kegiatan Buddhis..............................................167

40 Mama, Kita Bersua di Alam Sukhavati...........................................174

41 Tunawicara Terlahir ke Alam Sukhavati..........................................181

42 “42” Adalah Sepucuk Surat dari Buddha Amitabha......................185

43 Nyonya Mahjong Terlahir ke Alam Sukhavati................................189

44 Terbaring Selama Sepuluh Tahun..................................................197

45 Cuma Sekadar Melafal Amituofo.................................................. 202

46 Akhir Pengelanaan Meat Lover.....................................................204

47 Anak Datang Menasehati Ibunda..................................................209

48 Pembalasan Induk Ayam................................................................213

49 Dirasuki Setan Air............................................................................217

50 Lansia Sebatang Kara.....................................................................227

51 Melafal Sepatah Amituofo Menghapus Semua Dosa....................231

Daftar Pustaka.....................................................................................238

Gatha Pelimpahan Jasa.......................................................................239

5
01. Penyelamatan Buddha Amitabha Tanpa Hambatan

Baru-baru ini, Pemerintah Malaysia mengumumkan lockdown,


segala aktivitas keagamaan mesti dihentikan, tidak boleh bepergian
ke luar negeri, juga tidak boleh keluar rumah kalau tidak ada hal
penting; dan dengan sendirinya kami juga tidak dapat melakukan
kegiatan Zhunian (membantu pasien melafal Amituofo).

Pada saat ini, kebetulan ada telepon dari salah seorang sahabat
Dharma yang mengabarkan bahwa kakaknya sedang sekarat.
Kakaknya merupakan penderita penyakit kanker yang menjalani
perawatan di Rumah Sakit, oleh karena kondisinya tidak
memungkinkan disembuhkan lagi, sehingga dibawa pulang ke
rumah. Maka itu adiknya menelepon saya bertanya, “Apa yang harus
kami lakukan?”.

Setelah dibawa pulang ke rumah, tidak berapa lama kemudian,


kakaknya menghembuskan napas terakhir, saat itu raut wajahnya
sangat buruk. Menurut penuturan keluarganya, mata dan mulutnya
terbuka lebar, oleh karena dia meninggal dunia akibat penyakit
kanker, sehingga dari mulutnya mengalir keluar banyak darah.

Waktu itu, penduduk di negeri jiran telah dilarang keluar rumah,


jadi tak berdaya mengumpulkan sahabat Dharma untuk melakukan
kegiatan Zhunian.
6
Maka itu saya menelepon pihak keluarga almarhum dan
menyampaikan : “Sekarang yang paling penting adalah melafal
Amituofo, urusan belakangan boleh diabaikan dulu, lagi pula kakak
telah dibawa pulang ke rumah, yang berarti keluarga berhak
membuat keputusan sendiri.”

Pada waktu itu, saya juga menelepon para sahabat Dharma


supaya melafal Amituofo di rumah masing-masing, yakni melakukan
Zhunian jarak jauh dan melimpahkan jasa kepada almarhum.

Saya juga berpesan pada keluarganya : “Penyelamatan Buddha


Amitabha tiada rintangannya, asalkan kita melafal namaNya, tak
peduli di manapun juga, berapa banyak jumlah orang yang
membantunya melafal Amituofo, semuanya ini pasti ada
mukjizatnya; mengenai urusan belakangan, yakni disemayamkan di
rumah duka, urusan pemakaman, nantinya baru diberitahukan juga
bukanlah masalah, sekarang yang penting adalah melafal Amituofo.”

Oleh karena waktu itu sudah mendekati senja, andaikata


diselenggarakan kegiatan Zhunian, maka selesainya bisa sampai
keesokan pagi, sementara pasien meninggal dunia karena penyakit
kanker, jika memutuskan melakukan Zhunian untuk jangka waktu
yang begitu lama, entah kondisi jasad bisa bermasalah atau tidak?

7
Inilah yang dicemaskan oleh pihak keluarga, yang juga
merupakan hal yang masuk akal. Oleh karena umumnya orang akan
berpikir : Manusia setelah meninggal dunia, kondisi jasadnya akan
mengalami pembusukan. Lagi pula almarhum meninggal dunia
karena penyakit kanker dan dalam kondisi mulut menganga lebar
dan mengeluarkan darah.

Namun pada akhirnya pihak keluarga tetap memutuskan


terlebih dulu menghubungi rumah duka dan mendiskusikan urusan
pemakaman, lalu diputuskan pada esok harinya jasad dimasukkan
ke dalam peti mati.

Pada saat itu para petugas rumah duka memberitahukan pihak


keluarga : “Jika jasad almarhum hendak ditaruh hingga esok pagi,
sepertinya tidak memungkinkan, kalau mengharuskan esok pagi
baru diurus, maka jenazah harus diletakkan di atas balok es.” Pihak
keluarga memutuskan menuruti rekomendasi dari rumah duka.

Demikianlah anggota keluarga mulai melafal Amituofo, dimana


mata dan mulut jasad almarhum yang pada awalnya terbuka lebar,
setelah mendengar lafalan Amituofo, perlahan-lahan mulai menutup.
Raut wajahnya juga perlahan berubah jadi tidak pucat lagi,
wajahnya mulai menampakkan senyuman kedamaian, dibandingkan
dengan waktu baru menghembuskan napas terakhir, sekarang raut
wajahnya sudah sangat bagus kelihatannya.

8
Yang lebih menakjubkan adalah keesokan paginya, ketika
jenazah akan dimasukkan ke dalam peti mati, petugas rumah duka
menemukan bahwa jasad almarhum tidak kaku, persendian tangan
dan kakinya masih lentur, tidak mirip dengan orang mati yang
umumnya persendian kakunya hingga menyerupai kayu.

Lagi pula, sudah belasan jam lamanya jenazah diletakkan di atas


balok es, para petugas rumah duka berkata : “Selama ini tidak
pernah menemukan ada jenazah yang sudah belasan jam lamanya
diletakkan di atas balok es, kondisinya masih begitu lentur.” Pihak
keluarga yang melihat hal ini, jadi sangat terhibur, kekuatan Buddha
sungguh tak terbayangkan.

Oleh karena berada dalam periode musim pandemi, urusan


selanjutnya dilakukan secara sederhana. Saya berkata pada pihak
keluarga mendiang : “Sebenarnya begitu juga lebih bagus, seluruh
proses yang berjalan dapat membantu almarhum terfokus pada
pelafalan Amituofo secara berkesinambungan.”

Hal yang tak terbayangkan adalah pada pagi hari dimana jenazah
akan diberangkatkan ke tempat peristirahatan terakhirnya, putra
mendiang menceritakan mimpinya bersua dengan ibunda-nya
tersebut.

Sang anak menuturkan : “Mama telah berubah jadi muda, bahkan


fisiknya lebih berisi dan tidak kurus kering lagi.”

9
Bahkan ibunda-nya berkata padanya, beliau sangat gembira
datang ke Tanah Suci Sukhavati, menasehati putranya supaya ikut
melafal Amituofo, kelak terlahir ke Tanah Suci Sukhavati. Beliau juga
sempat berkata : “Bahkan Oma sekarang juga berada di sini.” Oma
yang dimaksud adalah ibunda mendiang ini.

Tempo dulu ketika Oma meninggal dunia, juga diselenggarakan


kegiatan Zhunian melafal Amituofo, salah seorang putrinya adalah
praktisi pelafal Amituofo, yakni sahabat Dharma yang menelepon-ku
kemarin.

Tetapi waktu itu sehabis Zhunian, jasad Oma tidaklah lentur,


maka itu putrinya selalu mencemaskan keadaannya, entah ibunda-
nya (Oma) berhasil atau tidak terlahir ke Alam Sukhavati.

Setelah mendengar mendiang kakaknya memberitahukan putra-


nya bahwa Oma sekarang sudah berada di Alam Sukhavati, hati
sahabat Dharma ini pun terasa lega.

Maka itu, Pintu Dharma Pelafalan Amituofo sangat unggul,


asalkan bersedia melafal Amituofo pasti memperoleh penjemputan
dari Buddha Amitabha, tak peduli apakah pada waktu itu ada
muncul fenomena istimewa atau tidak, semuanya ini tak perlu
dihiraukan, asalkan melafal Amituofo maka pasti dapat terlahir ke
Alam Sukhavati.
10
Peristiwa ini terjadi di dekat lokasi Vihara Persatuan Penganut
Amitabha Buddha Selangor, kebetulan berpapasan dengan musim
pandemi, semua orang tak berdaya keluar rumah, sehingga tidak
memungkinkan diselenggarakannya kegiatan Zhunian, sementara
itu mendiang memiliki pemahaman yang kurang terhadap Buddha
Dharma, hanya saja saat meninggal dunia, anggota keluarganya
membantunya melafal Amituofo, akhirnya juga bisa memperoleh
penjemputan dari Buddha Amitabha.

Pintu Dharma Tanah Suci telah memberikan kita sebuah harapan,


membawa ketenangan dan kedamaian di hati kita semuanya.

Sebagai manusia, mungkin kita memiliki beragam hambatan,


contohnya tidak dapat keluar rumah, tidak melatih diri dengan baik,
penyakit kanker, kesakitan, rintangan karma, pandemi, urusan
belakangan yang tidak beres dan sebagainya, semua ini adalah
rintangan; tetapi asalkan bersedia melafal Amituofo, maka bagi
Buddha Amitabha, halangan apapun takkan ada.

Serupa dengan yang dikatakan Master Shandao :

“Para makhluk yang melafal Amituofo dapat menghapus


rintangan karma selama berkalpa-kalpa; saat menjelang ajal,
Buddha Amitabha dan para Suciwan akan datang menjemput;
rintangan karma apapun takkan bisa merintangi penyelamatanNya,
maka itu disebut sebagai jodoh pembantu (jodoh yang membantu
pelatihan diri)”.
11
Dengan adanya kekuatan Buddha Amitabha sebagai jodoh
pembantu, tak peduli dalam kondisi bagaimanapun kita melafal
Amituofo, juga dapat menghapus rintangan karma, setelah melafal
Amituofo maka dengan sendirinya memperoleh penjemputan dari
Buddha Amitabha; segala rintangan takkan berdaya menghalangi
penyelamatan dari Buddha Amitabha. Ibarat begitu cahaya fajar
menyingsing maka segala kegelapan takkan berdaya menghalangi
pancaran sinar terangnya.

Dipetik dari ceramah Venerable Jingben

Judul : Melafal Amituofo dan pelimpahan jasa

Tanggal : 12 April 2020

12
02. Belajar dari Kasus Li Yuansong

Mengenal Sekilas Sosok Li Yuan-song

(Sumber : Wikipedia, ensiklopedia bebas)

Li Yuan-song (1957-2003), saat usia lanjut menyebut diri sendiri


sebagai praktisi pelafal Amituofo, ditahbiskan dengan nama Dharma
Jingsong.

Li Yuan-song lahir di Taipei, Taiwan, seorang Upasaka yang


cukup populer, pernah mendirikan sekte baru “Modern Zen”, yang
mencampuradukkan metode Zen dan metode Sukhavati.

Li Yuan-song berasal dari keluarga yang kurang mampu, hanya


tamat Sekolah Dasar, sejak kecil harus mencari nafkah membiayai
keluarga. Pernah menjadi penceramah sekte I-Kuan Tao.

Tahun 1979 :

Sejak pensiun dari militer, setelah membaca buku karya Master


Yinshun yang berjudul “Miao Yun Ji”, jadi meyakini Ajaran Buddha.
13
Selain itu giat melatih Dhyana (meditasi), sehari bisa duduk hingga
8 jam lebih.

Tahun 1988 :

Mengakui diri sendiri telah mencapai Arahat, mulai


menyebarluaskan kreasi barunya yakni metode gado-gado hasil
campuran Zen dan Sukhavati.

Tahun 1996 :

Bersama murid-muridnya mendeklarasikan sekte baru “Modern


Zen” yang berpusat di Xiangshan, Taipei.

Tahun 2002 :

Mengundurkan diri dari jabatan sebagai pemimpin dan


pengurus “Zen Modern”, hanya menjabat sebagai Sepuh, supaya
lebih terfokus membimbing murid-muridnya.

Tahun 2003 :

Li Yuan-song divonis menderita penyakit kanker, kemudian


mengerahkan segenap hati ber-sarana (berlindung) pada Aliran
Sukhavati, dibawah bimbingan Master Huijing.

14
Bahkan memberi arahan kepada semua pengikutnya supaya
kembali ke jalan yang benar.

Tanggal 16 Oktober, Li Yuan-song menulis surat pernyataan


resmi permintaan maafnya kepada seluruh kalangan Buddhis,
menyesali perbuatannya yang mengakui diri sendiri telah mencapai
tingkatan kesucian, kini dengan ketulusan sepenuhnya
membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.

Ketika wabah SARS melanda Taiwan, Li Yuan-song meminta


murid-muridnya melafal Amituofo mendoakan Taiwan.

Tanggal 10 Desember, Li Yuan-song meninggal dunia karena


didera penyakitnya, usia 47 tahun.

Murid-muridnya menuruti pesan terakhirnya, setelah dia


meninggal dunia, ditahbiskan dan dipakaikan jubah Sangha, barulah
dimasukkan ke dalam peti jenazah, dengan nama Dharma Jingsong,
jenazahnya disemayamkan dan diperabukan menuruti tata cara
seorang anggota Sangha.

15
Jalinan Jodoh Tanah Suci Li Yuan-song

(Ditulis oleh : Venerable Jingzong)

Sekitar Bulan Oktober, guruku (Master Huijing) meneleponku


supaya melihat website “Modern Zen”. Selama ini guru tidak pernah
menyarankan kami melihat website tersebut, pikir-pikir pasti ada
alasannya.

Alhasil begitu online, website “Modern Zen” tidak bisa diakses, lalu
saya menelepon balik melaporkan hal ini kepada guru, guru
menjawab : “Kalau begitu sudah betul lho.” Kemudian guru
menceritakan sebuah kejadian yang membuatku tercengang.

Guru mengatakan : “Modern Zen adalah sebuah organisasi Buddhis


yang berskala internasional, website mereka juga berskala
internasional, tersedia dalam berbagai bahasa asing, memiliki
pengaruh yang luas.

Tetapi mereka telah memutuskan, mulai sekarang membubarkan


buat selama-lamanya “Modern Zen”, buku-buku berbau Modern Zen
yang telah diterbitkan sebanyak hampir 20 judul, mulai sekarang
akan dihentikan dan takkan dicetak lagi.
16
Saya bertanya : “Apa yang telah terjadi?”

Guru melanjutkan perkataannya : “Beberapa waktu yang lalu ada


orang yang meneleponku, yang bertanya tentang makna dari Ajaran
Tanah Suci, tekad agung Buddha Amitabha. Dia membaca beberapa
judul buku hasil karyaku, di hatinya telah menjatuhkan pilihan pada
Pintu Dharma Pelafalan Amituofo.

Dia telah meneleponku sebanyak beberapa kali, tetapi tidak pernah


mengungkapkan jati dirinya. Saya juga tidak pernah bertanya
padanya. Kemudian barulah dia mengungkapkan dirinya adalah
pencetus Modern Zen, yakni Li Yuan-song, bahkan memohon
Visudhi Trisarana. Aiya, dengan pengaruh dan popularitas Li Yuan-
song di dunia Buddhisme, saya Huijing bahkan menenteng tasnya
saja tidak layak lho!”

Guru selalu merendah hati. Andaikata si penelepon tidak


mengungkapkan jati dirinya maka guru juga takkan menanyakan jati
diri si penelepon; oleh karena si penelepon menanyakan Dharma,
maka guru hanya menjelaskan padanya, takkan menambah topik
pembicaraan lainnya.

Sekarang si penelepon memohon Visudhi Trisarana dibawah


bimbingan guru, beliau malah bilang tidak layak, takkan merasa
bangga sama sekali.
17
Lantas apa sebabnya sampai Li Yuan-song menelepon guru?
Ternyata beliau menderita sakit kritis, oleh karena dia telah
merintis Modern Zen, maka dia harus bertanggung jawab menuntun
para pengikutnya kepada puncak Buddha Dharma, andaikata dia
tidak membawa para pengikutnya pada Pintu Dharma pembebasan
agung, bukankah tanggung jawabnya belum selesai?

Meskipun tahu sedikit tentang tekad Buddha Amitabha, tetapi dia


sendiri masih ragu, makanya menelepon bertanya pada Master
Huijing, guna menghapus keraguannya. Alhasil Li Yuansong
merekomendasikan Pintu Dharma Tanah Suci kepada para
pengikutnya dan para pembaca setianya, sebagai tanggung
jawabnya kepada jiwa kebijaksanaan mereka.

Li Yuan-song merupakan perintis sekte “Modern Zen”, meskipun


saya tidak memahami, namun sudah lama saya mendengar
kemasyhurannya.

Keputusan Li Yuan-song untuk beralih dari metode Zen ke metode


Sukhavati adalah dengan keikhlasan penuh, takkan setengah hati :

Dia membubarkan “Modern Zen” yang dirintisnya.

Dia menghentikan segala bentuk percetakan buku karangannya.

Dia ber-sarana (berlindung) pada Pintu Dharma Tanah Suci


dibawah bimbingan Master Huijing.

18
Oleh karena Li Yuan-song telah bersarana pada Pintu Dharma Tanah
Suci, maka segala aktivitas Modern Zen telah dibubarkan secara
total. Tindakan-nya ini yang mengakui kesalahan diri sendiri, butuh
berapa besar keberanian dan kekuatan!

Kemudian dari penjelasan guru, saya semakin memahami lebih


banyak.

Sebagian orang yang begitu mulai memiliki sedikit popularitas,


sangat jarang ada yang bersedia menerima kritikan orang lain,
bahkan ketika dia tidak tahu kebenaran, akan memaksakan diri
berlagak sok tahu.

Li Yuan-song pada akhirnya merupakan seorang sosok yang tidak


menutupi kekurangan yang dimilikinya, dia mengaku belum pernah
mengecap pendidikan yang mencukupi, masih banyak yang belum
diketahuinya, buku-buku yang diterbitkannya adalah apa yang
disampaikannya secara lisan, lalu murid-muridnya yang menulisnya.

Meskipun dia adalah ketua sebuah perkumpulan, namun dia takkan


membual, orangnya rendah hati, sopan, tahu menghormati orang
lain.

19
Dalam pergaulan, dia terkenal berjiwa ksatria, lebih baik dirugikan
daripada merugikan orang lain, makanya orang-orang yang
berdekatan dengannya, meskipun tidak semuanya setuju dengan
pandangannya, namun juga salut pada kepribadiannya.

Oleh karena itu, dia bisa memiliki banyak pengikut, sehingga


mampu mendeklarasikan sekte “Modern Zen” yang berpusat di
Xiangshan. Dia mampu mempengaruhi hingga ada 150 KK pindah
dan menetap ke daerah Xiangshan.

Bahkan diantara pengikutnya ada yang berprofesi dosen, profesor,


dokter, pengacara, pemusik, pelukis, ahli kaligrafi, penulis dan
sebagainya.

Sejak ber-sarana pada Pintu Dharma Tanah Suci, Li Yuansong tidak


memaksa para pengikutnya harus mengikuti jejaknya, namun
murid-muridnya itu seluruhnya ikut ber-sarana pada Pintu Dharma
Tanah Suci dan membentuk sebuah perkumpulan praktisi Pelafal
Amituofo, mengubah isi website mereka menjadi website ajaran
Tanah Suci, beralih mencetak buku-buku Ajaran Sukhavati,
mengubah pusat meditasi mereka menjadi Vihara Tanah Suci.

Dapat dilihat bagaimana kuatnya pengaruh Li Yuansong bagi para


pengikutnya, dan kepatuhan mereka terhadap gurunya itu; patut
dipuji keharmonisan, berkah kebajikan dan jalinan jodoh
perkumpulan mereka.

20
Coba bayangkan, sebuah organisasi yang sedemikian besarnya,
dalam waktu sekejab melebur ke dalam Pintu Dharma Tanah Suci
dan kawasan Xiangshan akan berubah menjadi “Perkampungan
Amitabha” yang pertama di dunia, ini merupakan jalinan jodoh yang
bagaimana!

Guru memberi nama Dharma pada Li Yuansong sebagai : Jingsong.


Dapat berkesempatan memiliki saudara seperguruan seperti beliau,
kami merasa sangat bersukacita.

Guru berkata penyakit yang diderita Upasaka Jingsong semakin


kritis, bahkan berkata bahwa orang ini sangat berbakat, jika
meninggal dunia begitu saja maka sungguh patut disayangkan. Sejak
itu kami menyelenggarakan kegiatan pelafalan Amituofo dan
melimpahkan jasa kebajikan ini kepada Upasaka Jingsong, semoga
lekas sembuh dan memberi manfaat bagi orang banyak.

Guru menyampaikan pesan kepada Upasaka Jingsong supaya


mengikrarkan tekad di hadapan rupang Buddha :

Yang pertama adalah menjalani pola hidup vegetarian, semoga


tindakannya ini dapat mempengaruhi seluruh pengikutnya supaya
ikut bervegetarian. Dengan demikian dapat menyelamatkan banyak
nyawa makhluk hidup, jasa kebajikan ini sangat besar, dilimpahkan
untuk kesembuhan penyakitnya.
21
Yang kedua, apabila penyakitnya bisa sembuh, semoga dia bersedia
meninggalkan keduniawian, menyebarluaskan Pintu Dharma Tanah
Suci, menyelamatkan para makhluk yang menderita yang tak
terhingga dan tanpa batas.

Upasaka Jingsong setelah mendengar pesan guru, segera turun dari


tempat pembaringan, berjalan ke hadapan altar Buddha, dengan
penuh ketulusan melakukan namaskara, lalu mengikrarkan dua
butir tekad tersebut. Pada hari itu juga rasa sakitnya sudah
berkurang, sudah dapat tertidur pulas. Setelah mendapat kabar ini,
saya jadi ikut terhibur.

Guru juga pernah ke Rumah Sakit mengunjungi Upasaka Jingsong.


Saat itu kondisi Upasaka Jingsong sudah sangat lemah, namun tetap
menolak dipapah orang lain, dia memaksakan diri turun dari tempat
pembaringan dan hendak bernamaskara pada guru, guru sudah
menolaknya, namun Upasaka Jingsong tetapi bersikukuh
mewujudkan keinginan terakhirnya.

Tidak sampai dua hari kemudian, pukul 3 lewat, sore hari, guru
meneleponku, beliau akan segera terbang ke Taipei; Upasaka
Jingsong telah meninggal dunia! Hari itu bertepatan dengan lunar
bulan 11 hari ke-17, peringatan HUT Buddha Amitabha.

22
Kami segera menyelenggarakan upacara kebaktian melafal
Amituofo dan melimpahkan jasa kebajikan ini kepada Upasaka
Jingsong.

Setelah meninggal dunia, murid-muridnya memakaikan jubah


Sangha pada jenazahnya dan menyapanya sebagai “Venerable
Jingsong”. Setelah itu mereka juga menyelenggarakan kebaktian
pelafalan Amituofo selama 49 hari berturut-turut, sehari 9 jam.

Ditulis oleh : Venerable Jingzong

Pada Tahun 2003, lunar bulan 12 hari ke-7.

23
03. Nyawa Manusia Terletak Pada Sehela Napas

“Nyawa manusia terletak pada sehela napas”, bagiku hal ini


tidaklah semu, oleh karena menderita Infark miokard
(penyumbatan aliran darah ke otot jantung), selama kurun waktu
tiga tahun ini sudah terjadi dua kali serangan jantung.

Usai itu saya merenungkan dengan mendalam, penderitaan yang


saya alami ini bukankah sama dengan penderitaan yang dialami
babi ketika saya membantu orang lain menyembelih babi?

Tahun 1993, waktu itu Perwakilan dari Kota Puxin, yakni Tuan
Zhang Jing-wen, meminta bantuanku mendorong mobil, padahal
waktu itu saya sedang sakit flu, kondisi tubuhku lagi tidak fit, ketika
mendorong mobil dengan sekuat tenaga, jantungku terasa sakit lalu
jatuh pingsan.

Menurut Tuan Zhang, pada momen itu, saya telah memasuki


kondisi syok (Syok adalah keadaan tidak cukupnya aliran darah
yang membawa oksigen pada tubuh akibat kondisi lain seperti
serangan jantung), apabila tidak segera mendapatkan pertolongan
medis, pasti menemui ajal.

24
Waktu itu meskipun dari luar tampaknya saya seperti sudah
mati, tetapi kesadaran saya masih ada, masih dapat merasakan
kesakitan, Angina (nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah ke jantung) ditambah berpisahnya empat unsur (tanah,
air, api, angin), rasanya serupa dengan yang dikatakan Sang Buddha
sebagai “Kura-kura hidup yang dilepaskan dari cangkangnya),
sekujur tubuh merasakan kesakitan luar biasa, maka itu di sini
menasehati praktisi sekalian setiap saat harus melafal Amituofo,
barulah saat menjelang ajal takkan kehilangan pikiran benar
(pikiran yang melafal Amituofo).

Ketika Tuan Zhang mengantar saya ke rumahnya sambil


menunggu kedatangan mobil ambulans, suara teriakannya
memanggil anggota keluarganya, dapat saya dengar dengan jelas.
Oleh karena sebelum kejadian ini, saya pernah berpesan pada
mereka supaya melafal Amituofo, makanya Nyonya Zhang dan
Ibunda-nya juga datang membantuku melafal Amituofo.

Hal yang mengherankan terjadi pada momen ini, lafalan demi


lafalan Amituofo yang mereka lafalkan, memunculkan gelombang
cahaya di angkasa, saya segera merasa nyaman dan tidak menderita
lagi.

Saya mengamati ternyata setiap insan yang melafal Amituofo,


intensitas dan durasi cahaya tiap praktisi itu berbeda-beda. Nyonya
Zhang mungkin karena disiplin melaksanakan kebaktian pagi dan
sore, cahayanya lebih terang dan berlangsung lama.

25
Setelah mendengar mereka melafal Amituofo, saya jadi teringat
dan mengikuti mereka melafal Amituofo, barulah saya menyadari
ternyata diri sendiri melafal Amiituofo, cahayanya adalah yang
paling terang dan paling bertahan lama. Seperti yang tercantum di
dalam “Ksitigarbha Sutra”, orang lain membantu kita menimbun jasa
kebajikan, dari 7 bagian, kita hanya bisa memperoleh 1 bagian saja,
hal ini nyata adanya.

Saat jiwa ragaku tersiksa, syukurlah ada mereka melakukan


Zhunian (kegiatan membantu melafal Amituofo buat pasien atau
orang yang menjelang ajal), menuntun diriku ikut melafal Amituofo,
sehingga saya tidak jatuh ke dalam jurang siksaan dan kepanikan.

Ketika mobil ambulans membawa diriku ke Rumah Sakit Jantung,


oleh karena kondisiku sudah sekarat, Rumah Sakit tidak berani
menerimaku, lalu dialihkan ke Rumah Sakit Wulun (sekarang adalah
Rumah Sakit Yuan Rung, Taiwan), dokter yang melihat kondisiku
sudah sekarat, hanya bisa memberitahukan kepada Tuan Zhang :
Dibutuhkan tanda tangan dari anggota keluarga pasien untuk
menandatangani surat penyerahan total kepada Rumah Sakit,
barulah dokter berani melakukan pertolongan medis.

Tuan Zhang merasa emosi dan berdebat dengan pihak Rumah


Sakit, oleh karena jika harus menunggu anggota keluargaku sampai
di Rumah Sakit, maka peluang untuk menyelamatkan nyawaku akan
semakin kabur.

26
Saya bisa mendengar suara percakapan mereka, dalam hatiku
merasa panik, sehingga kelupaan melafal Amituofo, yang
mengantarku ke Rumah Sakit cuma Tuan Zhang seorang diri, tidak
ada orang yang membantuku melafal Amituofo, kehilangan
kekuatan pemberkatan Buddha.

Kali ini betul-betul malang, saya merasakan diri sendiri


melayang jatuh ke jurang yang dalam, melaju begitu cepat ibarat
menaiki roller coaster, semakin jatuh ke bawah, sepertinya tiba di
Neraka es yang membeku.

Semakin menuju ke arah bawah semakin gelap dan makin dingin,


sekujur tubuh ibarat dipotong puluhan ribu pisau.

Yang perlu disyukuri adalah dalam waktu keseharian saya ada


melafal Amituofo, dalam detik-detik yang menegangkan benih ini
jadi efektif, dalam siksaan yang luar biasa, saya menjerit keluar
sepatah “Namo Amituofo!”. (Orang-orang di Rumah Sakit tercengang
mendengar suara teriakanku).

Yang menakjubkan adalah pada detik tersebut di hadapanku


muncul seberkas bulatan cahaya, saya semakin bersemangat melafal
Amituofo, bulatan cahaya itu semakin melebar dan semakin
cemerlang.

Kondisiku jadi nyaman dan lega, sepasang mataku perlahan


27
terbuka, saya pun siuman. Semua orang melotot melihat ke arahku,
masih tidak tahu bahwa saya baru saja pulang berkeliling dari
gerbang kematian!

Oleh : Zhang Xi-ren

Bertempat di : Kabupaten Changhua, Taiwan

28
04. Mobil Hilang Kendali

Upasaka Huang Sheng-fa merupakan umat Buddha yang tulus,


seluruh anggota keluarganya juga meyakini Buddha.

Suatu hari, ketika Paman dari istrinya meninggal dunia (tinggal


di Zhushan, Taiwan), dia mengundang para sahabat Dharma
membantu melafal Amituofo, dan menelepon kakaknya yang tinggal
di Taipei : “Para sahabat Dharma datang membantu melafal
Amituofo, apakah anda berencana pulang ke Zhushan?”

“Baiklah! Saya akan pulang ikut membantu melafal Amituofo!”


Kakaknya tidak belajar Ajaran Buddha, dia mengemudi mobil
sendiri bersama dengan dua orang putrinya yang sudah kuliah,
menempuh perjalanan dari Taipei ke Zhushan.

Dalam perjalanan balik kembali ke Taipei, kakaknya juga


mengemudi sendiri. Ketika mobilnya melaju sampai di San’yi, ibu
dan anak mendengar ada suara wanita minta tolong, setelah itu setir
mobil kehilangan kendali, mobil melaju sebentar ke arah kanan
sebentar ke arah kiri, tak berdaya dikendalikan!

Cepat-cepat menginjak pedal rem, tak disangka rem juga tak


29
berfungsi lagi, ibu dan anak terperanjat dan muka mereka langsung
berubah pucat pasi!

Melihat mobil melaju sendiri semakin mendekati mobil-mobil di


depannya, mereka jadi panik dan menjerit!

“Mama! Apa yang harus kita lakukan? Kenapa mobil mendadak


kehilangan kendali!”

“Saya mana tahu? Tadi terdengar suara wanita minta tolong, usai
itu mobil sudah hilang kendali!”

Ibunda berusaha menenangkan diri lalu berkata : “Tadinya kita


membantu melafal Amituofo buat Paman, sekarang kita juga harus
melafal Amituofo!”

Begitu mereka bertiga melafal Amituofo, tiba-tiba merasa ada


seberkas cahaya muncul, oleh karena sejak tadi mereka merasa
gelap terus, sekarang jadi bercahaya terang!

Bahkan sekarang mereka melihat mobil-mobil lainnya mulai


berjarak jauh dari mobil mereka, padahal tadinya mereka melihat
mobil mereka hampir saja bertabrakan dengan mobil lainnya!

30
Saat ini setir kemudi sudah berfungsi kembali, rem mobil juga
telah normal! Mereka langsung menepuk dada dan lega! Sepanjang
perjalanan mereka melafal Amituofo tanpa henti sampai tiba di
tempat tujuan, tidak berani terputus sama sekali.

Sesampainya di Taipei, mereka segera menelepon kepada


Upasaka Huang Sheng-fa mengabarkan bahwa mereka bertemu
dengan hantu di San’yi. Lalu menceritakan kejadian secara detail.

Keesokan pagi di surat kabar tertera berita kecelakaan lalu lintas


di San’yi, korban tewas dua orang; ini adalah arwah penasaran di
sana mencari penggantinya supaya bisa bertumimbal lahir.

Ibu dan anak dikarenakan jalinan jodoh melafal Amituofo,


sehingga berhasil terhindar dari malapetaka; andaikata saat itu
mereka panik dan tidak melafal Amituofo, mungkin saja diantara
mereka bertiga ada dua yang jadi korban.

Maka itu manfaat melafal Amituofo bukan hanya diperoleh


setelah meninggal dunia, namun semasa hidup juga dapat mengurai
musibah.

Oleh : Venerable Jian Yin

31
05. Setiap Hari Melafal Amituofo 108x

Tahun 1994, Ayahku sakit kritis, dirawat di Rumah Sakit di


Taipei, di lantai 11 kamar pasien nomor 7, kebanyakan saya (Master
Huijing) yang menemani dan menjaganya.

Di kamar sebelah, yakni kamar pasien nomor 6 dihuni oleh


nyonya tua yang telah berusia lebih dari 70 tahun, pada suatu siang,
penjaga pasien kamar nomor 6 datang mengundangku ke sana,
katanya nyonya tua ingin menanyakan sesuatu padaku, saya pun
mengikutinya ke kamar pasien nomor 6, wajah nyonya tua tampak
keletihan, diliputi kegelisahan, saya bertanya ada masalah apa yang
mengganjal di hatinya?

Nyonya tua menjawab : “Sudah berhari-hari tidak tidur, oleh


karena begitu memejamkan mata, melihat bayangan dua orang,
hanya saja wajah mereka tidak tampak jelas, lalu ada sebuah gunung
yang hampir runtuh dan menimpa dirinya, makanya dia sangat
ketakutan, tidak berani memejamkan mata, makanya tidak tidur
terus menerus, sungguh tersiksa; mohon wejangan guru, apa
sebabnya?”

Saya menjawab : “Ini karena jeratan musuh kerabat penagih


utang, jika mereka adalah musuh maka datang untuk menagih utang,
32
jika ternyata adalah kerabat, maka datang untuk meminta
pelimpahan jasa kebajikan.

Selama kelahiran demi kelahiran, kehidupan demi kehidupan,


kita memiliki banyak musuh kerabat penagih utang, menunggu
kesempatan hendak memberitahukan pada kita agar menimbun jasa
kebajikan buat mereka, sehingga mereka dapat terlahir ke alam
yang lebih baik, menjauhi penderitaan memperoleh kebahagiaan.

Umumnya manusia tidak dapat merasakannya, oleh karena anda


sekarang telah berusia lanjut dan sakit kritis, kondisi tubuh juga
sangat lemah, mudah merasakan kehadiran makhluk halus yang
berjodoh.

Tetapi ini bukanlah masalah yang sulit diatasi, asalkan anda mau
melafal “Namo Amituofo”, maka dapat mengurainya, memenuhi
harapan mereka.

Melafal Amituofo hingga anda merasa kantuk, lalu bacalah


“Gatha Pelimpahan Jasa” satu kali, barulah beranjak tidur. Jasa
kebajikan Buddha Amitabha sangatlah besar, dapat menyelamatkan
semua makhluk di enam alam tumimbal lahir, asalkan mau melafal
Amituofo maka pasti ada hasilnya.”

Penjaga nyonya tua yang duduk di samping setelah mendengar


percakapan saya dengan nyonya tua, mengatakan padaku bahwa dia
33
juga adalah umat Buddha, tiap pagi dan malam juga ada menyalakan
dupa, hanya saja tidak punya banyak waktu, seperti anggota Sangha
di Vihara yang bisa rutin melakukan kebaktian pagi dan sore.

Saya bilang padanya : “Meskipun anda tidak memiliki banyak


waktu untuk melakukan kebaktian pagi dan sore, tetapi saat
menyalakan dupa, minimal juga boleh melafal Namo Amituofo
sebanyak 108x, lalu membaca “Gatha Pelimpahan Jasa” satu kali,
dengan demikian juga baru menghabiskan 2-3 menit saja; sesibuk
apapun, tidak mungkin tidak sanggup menyediakan waktu 2-3
menit.

Melafal Amituofo praktis dan mudah, memiliki jasa kebajikan


yang besar, tiap hari diamalkan, juga serupa dengan melakukan
kebaktian pagi dan sore. Bila tiap hari anda cuma menyalakan dupa
di depan altar Buddha, usai itu beranjak pergi, bukankah ini sangat
patut disayangkan? Padahal cuma butuh 2-3 menit saja, siapapun
juga punya waktu luang begini, hanya saja takutnya anda tidak
memiliki niat hati sedemikian rupa.”

Setelah mendengar ucapanku, dia merasa sungguh beralasan,


lalu dia berkata mulai sekarang akan mengamalkan apa yang telah
saya sampaikan padanya. Usai itu saya kembali ke kamar pasien
nomor 7 tempat Ayahku dirawat.

Keesokan paginya pukul 7 lewat 55 menit, penjaga lansia kamar


pasien nomor 6 baru saja datang bertugas, terlebih dulu dia singgah
34
ke kamar pasien nomor 7 untuk menemuiku, dengan wajah gembira
dia menyodorkan sebungkus kuaci (biji bunga matahari) kepadaku :
“Shifu (Guru)! Sebungkus kuaci ini buat Anda, hari ini saya merasa
gembira sekali, selama seminggu berturut-turut tiap malam
bermimpi melihat mendiang kakek dan suamiku, tetapi semalam
tidak kelihatan lagi, saya bisa tidur pulas hingga pagi hari.”

Mendiang kakek dan suaminya selama seminggu berturut-turut


muncul dalam mimpinya, bukanlah tanpa sebab, harusnya ingin
memberitahukan pada dirinya supaya melimpahkan jasa kebajikan,
sehingga mereka dapat menjauhi penderitaan memperoleh
kebahagiaan.

Semalam dia menyalakan dupa sesuai dengan cara yang saya


ajarkan padanya, dia melafal Amituofo sebanyak satu untaian tasbih
(108x), lalu melimpahkan jasa kebajikan kepada mendiang kakek
dan suaminya, sehingga mereka bisa memperoleh manfaat,
karenanya tidak muncul lagi.

Melafal Amituofo sungguh merupakan metode yang mudah dan


praktis, cepat dan jasa kebajikannya besar.

Setelah menyelesaikan ucapannya, dengan tergesa-gesa dia


menuju ke kamar pasien nomor 6 untuk bertugas, tetapi baru saja
sejenak kemudian, dia balik lagi ke kamar pasien nomor 7, lalu
berkata padaku : “Semalam nyonya tua sudah dapat tidur dengan
nyenyak.”
35
Saya begitu terharu mendengarnya, sekaligus juga terhibur, oleh
karena melafal Amituofo, musuh kerabat penagih utang
memperoleh jasa kebajikan, sehingga beranjak pergi; kalau bukan
demikian, nyonya tua yang sudah sakit berat dan tidak bisa tidur,
akibatnya tidak berani dibayangkan lagi.

Ditulis oleh : Master Huijing.

36
06. Dendam Berpuluh-puluh Tahun

Tahun 1998, Bhiksuni senior dari Vihara Tianchi di Gunung


Jiuhua, datang menemuiku, dia berkata, akhir-akhir ini tiap malam
bermimpi seekor kucing datang menagih utang nyawa padanya, dia
merasa sangat takut, sering terjaga dari tidurnya, tidak bisa tidur.

Dia juga berkata, ini adalah akibat kebandelan-nya saat usia kecil
dulu, menenggelamkan kucing di dalam air. Padahal dia telah pindah
dari Hubei ke Gunung Jiuhua dan menjadi Bhiksuni, lagi pula
kejadian itu telah melewati beberapa puluh tahun lamanya, tetapi
arwah kucing tersebut tetap berhasil mencari dirinya.

Bhiksuni lansia itu bercerita sambil merasa sangat


menyeramkan, menanyakan pendapatku, bagaimana kalau dia pergi
ke Vihara besar dengan mengeluarkan uang beberapa ratus Yuan
untuk mengundang Bhiksu menyelenggarakan upacara ritual untuk
melimpahkan jasa, entah bagus atau tidak.

Saya menjawab : “Untuk melakukan upacara ritual dibutuhkan


Bhiksu yang memiliki hati yang hormat, hati yang suci, barulah bisa
efektif, tetapi sekarang kebanyakan hanya melakukan ala kadarnya
saja, lebih baik anda sendiri saja yang menyampaikan pada arwah
kucing tentang Maitri Karuna Buddha Amitabha, supaya dia juga
37
ikut melafal Amituofo dan terlahir ke Alam Sukhavati di penjuru
barat.

Jika musuh anda tidak terlahir ke Alam Sukhavati, maka sampai


kapan barulah ikatan ini bisa terurai? Arwah kucing itu selama
beberapa puluh tahun lamanya, boleh dikatakan tidak pernah
meninggalkan dirimu, juga bukan karena anda telah melampaui
status diri, menjadi Bhiksuni, tinggal di Vihara, maka dapat
mengurai ikatan permusuhan ini, hanya saja tempo dulu usia anda
masih muda, kondisi kesehatan juga masih kuat, bayangan arwah
kucing tidak tampak keluar, sekarang anda telah lanjut usia dan
sakit-sakitan, unsur Yin jadi lebih kuat, sementara unsur Yang jadi
melemah, sehingga dia dapat muncul dalam mimpimu, jika tidak
mengandalkan kekuatan tekad Buddha Amitabha, melafal Amituofo
bertekad terlahir ke Alam Sukhavati di penjuru barat, saat
menjelang ajal, pasti akan ada fenomena yang lebih mengerikan lagi.

Lagi pula, ikatan permusuhan yang kita jalin dari kelahiran demi
kelahiran, kehidupan demi kehidupan, bukan hanya dengan seekor
kucing saja, boleh dikatakan musuh kita sudah tak terhingga dan
tanpa batas, sampai kapan barulah lunas?

Namun Maha Maitri Maha Karuna Buddha Amitabha memahami


kita menciptakan banyak karma buruk, mengasihi diri kita, sehingga
membangkitkan tekad melatih diri, lalu seluruh jasa kebajikan-Nya
dari hasil pelatihan diri selama kalpa demi kalpa, dituangkan ke
dalam sepatah Namo Amituofo, menyerahkannya kepada kita, untuk
dijadikan jasa kebajikan kita terlahir ke Alam Sukhavati mencapai
KeBuddhaan, asalkan kita mengerahkan segenap hati meyakini dan
38
mengandalkan Buddha Amitabha, melafal Namo Amituofo, pasti
terlahir ke Alam Sukhavati.

Arwah kucing itu, Buddha Amitabha juga demi dirinya sehingga


mengikrarkan tekad melatih diri, pasti akan menyelamatkannya ke
Alam Sukhavati. Hati Buddha Amitabha adalah setara, takkan
membeda-bedakan manusia dan satwa.

Andaikata kucing itu mengetahuinya, maka tekadnya untuk


terlahir ke Alam Sukhavati akan lebih kuat daripada kita, buat apa
selama berpuluh-puluh tahun mengikuti-mu menanti kesempatan
balas dendam?

Apabila anda dapat berlaku sedemikian rupa, diri sendiri


meyakini, menerima dan mengamalkannya, melafal Amituofo, juga
menasehati kucing itu supaya ikut meyakini Buddha, melafal
Amituofo, bersama-sama terlahir ke Alam Sukhavati, maka dengan
sendirinya ikatan permusuhan pun terurai.”

Saya juga menyampaikan pada Bhiksuni senior itu tentang tekad


Buddha Amitabha yang ke-18 yakni Sepuluh Lafalan Pasti Terlahir
ke Alam Sukhavati.

Setelah mendengarnya, Bhiksuni lansia itu sangat bersukacita,


lalu berkata padaku : “Setelah pulang ke Vihara nanti, saya akan
melafal Amituofo, apakah saya perlu membuat papan sembahyang
39
buat si kucing, apa yang perlu saya katakan padanya?”

Saya menjawab : “Boleh juga, tetapi bukanlah sebuah keharusan,


cobalah pikir, arwah kucing bagaikan bayangan yang mengikuti
anda selama beberapa puluh tahun, tempo dulu anda tidak
mendirikan papan sembahyang buat dirinya, dia juga tidak pernah
meninggalkan anda selangkah pun.

Patut diketahui, Hukum Sebab Akibat tidaklah semu, bagaikan


bayangan yang mengikuti diri si pelaku! Mungkin saja apa yang saya
sampaikan pada anda tadi, kucing itu juga ikut mendengarnya!

Tenangkan hati, melafal Amituofo dan menjelaskan padanya


tentang Penyelamatan dari Maitri Karuna Buddha Amitabha, supaya
dia juga mengandalkan kekuatan tekad Buddha terlahir ke Alam
Sukhavati, dia pasti dapat mendengarkannya.”

Setelah tiga hari berlalu, Bhiksuni senior datang kembali, kali ini
dia tampak gembira sekali, berkata padaku, tempo hari setelah
pulang ke Vihara-nya, arwah kucing tidak datang lagi, beberapa hari
ini dia dapat tidur dengan nyenyak.

Saat usia belia, Bhiksuni senior pernah menenggelamkan seekor


kucing, arwah kucing ini mengikuti beliau dari Hubei sampai ke
Gunung Jiuhua, selama berpuluh-puluh tahun tidak pernah
melupakan dendam ini, dapat dilihat bahwa kekuatan karma para
40
makhluk sungguh tak terbayangkan.

Lagi pula, baru saja mendengar ikrar tekad Maha Karuna Buddha
Amitabha, seketika itu juga mengurai ikatan permusuhan, dapat
dilihat bahwa ikrar tekad Buddha Amitabha, nama-Nya yang
cemerlang lebih menakjubkan tak terbayangkan.

Disampaikan secara lisan oleh : Venerable Jing-an

Dicatat oleh : Venerable Jingzong

41
07. Menasehati Hantu Melafal Amituofo

Pada tahun 1993 ketika saya duduk di bangku kelas 3 sekolah


menengah tingkat atas, suatu malam bermimpi hal yang aneh, dalam
mimpi saya melihat seorang gadis yang berusia sekitar 20-30 tahun,
berdiri kehujanan di lintasan zebra di seberang “Hua Nan
Commercial Bank”, Section 4 Zhongxiao East Road, yang berada di
dekat rumahku.

Wajahnya tampak cemas, sepertinya ada masalah yang


mengganjal di hatinya. Oleh karena tidak tega melihatnya disiram
air hujan, makanya saya mengajaknya berteduh di payungku.

Ketika kami berpayung bersama, dia menceritakan padaku


peristiwa tragis yang dialaminya. Sesungguhnya dia telah meninggal
dunia pada tanggal sekian sekitar pukul 4 sore.

Pada hari naas itu, dia sedang mengendarai sepeda motor, lalu
ditabrak mobil dan sekarat, sementara itu si pelaku segera tancap
gas melarikan diri, tidak menghiraukan korban sama sekali,
sehingga dia terlambat dilarikan ke Rumah Sakit dan menemui ajal.

Saat itu arwahnya diliputi dendam membara, merasa tidak adil,


42
ingin sekali mencari si pelaku dan balas dendam, tetapi tak berdaya.

Mendengar kisahnya, timbul rasa iba di hatiku, maka itu saya


menasehatinya melafal “Namo Amituofo”, hanya Maitri Karuna
Buddha Amitabha yang dapat mengakhiri penderitaannya,
membawanya terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, penduduk di Alam
Sukhavati, hati setiap insani penuh dengan kebahagiaan.

Setelah mendengar nasehatku, arwah gadis itu mulai melafal


“Namo Amituofo”, setelah melafal Amituofo beberapa saat kemudian,
wajahnya yang semula penuh dengan kerisauan, sekarang berubah
jadi damai dan bahagia, bahkan pakaiannya yang semula berwarna
biru tua kini berubah jadi warna putih, sekujur tubuhnya
memancarkan cahaya putih, perlahan-lahan naik ke angkasa,
meninggalkan diriku kian lama kian jauh, dalam hatiku
memanjatkan doa buat dirinya.

Keesokan harinya, untuk membuktikan mimpi anehku, saya


sengaja pergi ke Section 4 Zhongxiao East Road, di sekitar “Hua Nan
Commercial Bank” untuk mencari tahu, ternyata benar, beberapa
waktu yang lalu sekitar pukul 4-5 sore hari, ada seorang gadis
mengendarai sepeda motor, mengalami kecelakaan lalu lintas di sini,
si pelaku segera kabur mengemudi mobilnya kencang-kencang.

Ditulis oleh : Lin Ji-yu

Di Taipei
43
08. Terlepas Dari Sekte Sesat

Ada seorang guru sekolah di Taitung, Taiwan, menceritakan


pengalamannya kepada Shan-seng (Bhiksu yang menetap di Vihara
pegunungan) : Ketika dia duduk di bangku sekolah menengah
tingkat atas, ditarik masuk ke dalam sekte sesat I-kuan-tao.

Sejak itu dia melakukan meditasi sesuai dengan yang diajarkan


di dalam I-kuan-tao, dia selalu merasa pikirannya mengambang atau
tidak sadar, tetapi ada sebuah perasaan yang nyaman.

Lambat laun dia mulai menyadari bahwa kondisi ini tidak


normal lagi, maka itu dia tidak mengikuti kegiatan tersebut lagi.
Tetapi setiap tengah malam dia terjaga dari tidurnya, dia tetap
merasakan gejala yang serupa.

Dia makin menyadari jika meditasi ini diteruskan, takkan


membawa manfaat apapun bagi fisik maupun mentalnya, tetapi
kalau tidak melakukan meditasi tersebut, selalu diganggu oleh setan
sekte sesat, maka itu dia memohon bantuan pada Shan-seng.

Shan-seng menasehatinya supaya melafal Amituofo.

44
Dia malah bertanya : “Benarkah kekuatan Buddha Amitabha
dapat melampaui setan sekte sesat tersebut?”

Shan-seng menjawab : “Buddha Amitabha dengan 48 tekad


agungNya mewujudkan Alam Sukhavati, berikrar menyelamatkan
para makhluk yang menderita yang tak terhingga dan tanpa batas,
berkah dan kebajikan-Nya nan sempurna, merupakan Ayahanda
Maitri semua makhluk; bagaimana bila anda mencoba melafal
Amituofo?”

Hari Minggu kedua dia datang kembali, begitu bersua dia


langsung menyapa : “Guru!”

“Bagaimana kondisimu?”

“Tiga hari pertama, mereka masih datang mengganggu, saya


tidak menghiraukan mereka, memfokuskan pikiran melafal
Amituofo, pada hari ke-4 mereka tidak datang lagi. Sekarang
pikiranku juga tidak kebingungan lagi, tidak ada lagi fenomena yang
kacau balau. Buddha Dharma sungguh menakjubkan!”

“Buddha Dharma pada dasarnya memang menghancurkan


kesesatan mengembangkan pencerahan, hanya orang-orang yang
tidak memahami kebenaran barulah jatuh ke dalam sekte sesat.
45
Asalkan pikiranmu benar, tindakanmu benar, maka para pengikut
sekte sesat dan ajaran sesat takkan mungkin bisa
mempengaruhimu.”

Dipetik dari :

《念佛感應錄》第二集

46
09. Saat Melafal Amituofo, Anda adalah Buddha
Amitabha

Upasaka Ma Jun-yang tinggal di Kota Pingtung, Taiwan, mulanya


dia berprofesi sebagai tatung (orang yang bisa kesurupan), oleh
karena rintangan karmanya, lebih dari 2 tahun lamanya dia
menderita sakit-sakitan, baik pengobatan ala timur maupun barat
sudah pernah dicobanya namun juga tak kunjung sembuh, bahkan
roh setan maupun roh malaikat yang mereka undang juga tidak
efektif.

Keluarganya mempunyai lahan pertanian, oleh karena Upasaka


Ma sakit-sakitan, sehingga jadi terlantar, penyakitnya ini dibilang
berat juga tidak terlampau berat, dibilang ringan juga tidak,
pokoknya tiap hari tidak enak badan. Sudah 2 tahun lebih dia tidak
sanggup mencari nafkah, bisa dibayangkan bagaimana suasana
hatinya!

Pada tahun 1982, lunar bulan 12 hari ke-24, senja, dalam


perjalanan pulang dari berobat ke dokter, dia melewati Vihara
kediaman Shan-seng (Bhiksu yang tinggal di atas pegunungan),
mendadak melihat rupang Bodhisattva Avalokitesvara di lantai dua,
memancarkan cahaya, dia merasa keheranan!

47
Biasanya dia memandang Shan-seng sebagai musuh, tidak sudi
menginjakkan kaki di Vihara Buddha, hari ini karena penasaran dia
melangkahkan kakinya ke dalam Vihara Buddha, bahkan naik ke
lantai 2 untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata Shan-
seng sedang melakukan namaskara, maka itu Upasaka Ma segera
memalingkan mukanya dan cepat-cepat beranjak pergi!

Mungkin dikarenakan jalinan jodoh, beberapa hari kemudian,


dia masih juga merasa penasaran, lalu pergi ke Vihara untuk
menanyakan kejelasannya.

Ketika bersua dengan Shan-seng, dia menceritakan peristiwa


yang dilihatnya tempo hari, juga menanyakan beberapa persoalan
kepada Shan-seng, kemudian memohon pada Shan-seng supaya
membantunya, agar dia bisa sembuh dari penyakit yang sudah
menderanya selama 2 tahun lebih.

Shan-seng memberitahukan padanya : “Ini adalah penyakit


rintangan karma, hendaknya memelihara sebutir hati yang baik dan
memperbanyak perbuatan baik.”

Lalu Shan-seng menyerahkan seuntai tasbih kepada Upasaka Ma :


“Menuruti kemampuanmu sendiri, perbanyaklah melafal Amituofo.”

Upasaka Ma menerimanya meskipun di hatinya masih diliputi


keraguan.
48
Beberapa hari kemudian, dia datang membawa kabar gembira :
“Hanya dengan melafal Amituofo, kini saya sudah merasa agak sehat,
kalau tidak melafal, merasa sedih!”

Shan-seng memotivasi Upasaka Ma supaya jangan malas melafal


Amituofo.

Dua hari setelah melewati Festival Lentera, kebetulan ada dua


orang umat yang datang mengambil Visudhi Trisarana, Upasaka Ma
juga ikut mengambil Visudhi Trisarana, saat itu sekujur tubuh
Upasaka Ma gemetaran, Shan-seng bertanya : “Siapa kamu? Mau apa
kamu?”

“Saya adalah anak angkat ke-13 dari Li Ke-yong (Li Ke-yong


adalah gubernur militer pada era Dinasti Tang). Oleh karena zaman
dulu melakukan banyak kejahatan, setelah mati jatuh ke Neraka
menjalani siksaan selama lebih dari seribu tahun, penderitaan ini
tak terungkapkan dengan kata-kata.

Oleh karena masih memiliki masa hidup selama tiga tahun,


kemudian menjadi adiknya selama tiga tahun, berharap semoga dia
bisa membantuku, tetapi siapa tahu, dia malah tidak bisa
membantuku, makanya saya mengganggunya selama lebih dari dua
tahun lamanya.

49
Kemudian anda (Shan-seng) mengajarinya melafal Amituofo,
alhasil setiap kali dia melafal Amituofo, dia berubah jadi Buddha
Amitabha, setiap dia melafal sepatah Amituofo, sekujur tubuhnya
memancarkan kilatan cahaya putih, cahaya ini menendangku keluar
sejauh beberapa zhang (1 zhang = 10 kaki), sehingga saya tidak
berani mendekatinya.

Saya pikir ini pasti adalah kekuatan anda, maka itu saya datang
memohon padamu, agar saya segera terbebas dari lautan derita!”

“Mengapa dia melafal Amituofo bisa berubah jadi Buddha


Amitabha?”

“Hal ini berkaitan dengan faktor ketulusan”. Dia berkata :


“Seseorang itu asalkan tulus pada keyakinannya, asalkan terfokus,
ketika dia melafal Amituofo, akan berubah jadi Buddha Amitabha,
ketika dia melafal Guan-Shi-Yin-Pu-Sa, akan berubah jadi
Bodhisattva Avalokitesvara; lagi pula ketika dia menampilkan
jelmaan Buddha dan Bodhisattva, memiliki kemampuan untuk
membuat hawa sesat segera menjauh dan menghindar.”

“Anda telah membuat pengetahuanku bertambah banyak!” Saya


berkata : “Baiklah, saya akan membantumu.”

Karena itu, Shan-seng telah membantunya. Ada orang lain yang


menjadi saksi, percaya atau tidak terserah anda. Namun ada sebuah
50
petikan kalimat penting yang perlu diperhatikan para pembaca :

Apabila anda melafal nama Buddha dengan tulus, “Ketika anda


melafal Amituofo, anda adalah Buddha Amitabha, ketika anda
melafal Guan-Shi-Yin-Pu-Sa, anda adalah Bodhisattva
Avalokitesvara...............”

Dipetik dari :

《念佛感應錄》第二集

51
10. Dihormati Setan dan Malaikat

Upasaka Dai Song-yun, kepala biro ekonomi dan perdagangan


Kabupaten Wugong, Provinsi Shaanxi, walaupun menderita sakit-
sakitan namun tetap memfokuskan diri melafal Amituofo, tiap hari
pagi dan sore melafal Amituofo selama dua jam.

Suatu hari ketika membahas topik 48 tekad agung Buddha


Amitabha, dia berkata : “Ikrar agung Buddha Amitabha, tiap butir
tekadNya nyata adanya, tiap butir tekadNya diikrarkan demi
menyelamatkan semua makhluk.”

Kemudian dia mengisahkan sebuah pengalamannya :

Pada tahun 1994 awal musim dingin, dia sedang mengayuh


sepeda pulang ke rumah. Saat itu hari sudah senja, mentari
perlahan-lahan terbenam di ufuk barat, jalanan mulai sepi, dia
mempercepat laju sepedanya.

Di sebuah belokan, tiba-tiba dia melihat ada bayangan yang


melintas dengan sangat cepat menuju ke hadapannya. Upasaka Dai
jadi keheranan, dia mencoba menyapa orang itu.

52
Saat permulaan wajah orang itu tampak kabur, seperti tertutup
kabut asap. Namun mendadak dia menampakkan wajahnya,
menyeramkan sekali, sepasang bola matanya keluar dari lubang
matanya, tergantung di tulang pipi yang terangkat, sementara itu
dari lubang matanya meneteskan darah, wajahnya tampak meringis.

Upasaka Dai ketakutan sampai kaki pun gemetaran, jatuh di atas


permukaan tanah, sepedanya juga tergeletak di satu sisi, tanpa pikir
panjang dia segera melafal dengan suara nyaring “Amituofo!
Amituofo! Amituofo!”

Tiba-tiba setan jahat itu berubah jadi prajurit Langit yang


berwibawa, mengenakan perisai emas, menapaki awan, perlahan-
lahan naik ke angkasa, wajahnya yang berwibawa menebarkan
sebuah senyuman welas asih, membuat Upasaka Dai yang tadinya
ketakutan melafal Amituofo tiada hentinya, segera merangkapkan
kedua telapak tangannya beranjali.

Kemudian ketika Upasaka Dai membaca “Sutra Usia Tanpa


Batas”, barulah memahami tekad ke-25 dari 48 tekad Buddha
Amitabha yakni “Penghormatan dari para Dewa dan manusia”.

Jasa kebajikan, cahaya cemerlang, kekuatan kewibawaan yang


tak terhingga, dari sepatah Amituofo, Upasaka Dai telah
berkesempatan menyaksikannya secara langsung.
53
Upasaka Dai meskipun menderita sakit jantung yang akut,
namun dia tidak pernah merisaukannya, bahkan menganggapnya
sebagai : “Meskipun tubuh kasar menderita sakit-sakitan, namun
hati tenteram di Alam Sukhavati”.

(Dicatat oleh Venerable Jinghong, 16 Agustus 2001)

54
11. Memohon Karir yang Cocok

Ada sahabat Dharma yang bernama Sha Gui-di, suaminya


bermarga Zhu, tahun ini berusia 43 tahun, menjadi koki di Jerman
sudah 8 tahun lamanya, kemudian pulang ke Shanghai.

Dia berkata : “Saya tidak ingin meneruskan pekerjaan koki lagi,


membunuh itu terlampau mengerikan, setiap hari saya menciptakan
karma buruk.”

Setelah mengundurkan diri dari pekerjaannya, dia menganggur


untuk satu kurun waktu, orang Jerman ingin menggajinya kembali,
namun dia bersikukuh menolaknya.

Dia menganggur cukup lama, tidak punya kegiatan apa-apa,


dibawah pengaruh istrinya, tiap hari dia ikut melakukan namaskara,
duduk bersila melafal Amituofo selama 10 menit.

Demikianlah dua tahun telah berlalu, akhirnya pada musim


panas, kesempatan itu datang juga, sepasang suami istri dari Taiwan,
yang juga merupakan umat Buddha, membuka sebuah restoran
vegetarian, begitu melihat Tuan Zhu, mereka langsung
mengundangnya jadi koki.
55
Tuan Zhu berkata : “Maaf, sebelumnya saya tidak pernah
memasak hidangan vegetarian, takutnya saya tidak sanggup
melakukannya.”

Bos restoran vegetarian berkata : “Tidak masalah, saya masih


memiliki sebuah restoran vegetarian lainnya di Nanjing, anda boleh
belajar dulu di sana.”

Tuan Zhu sangat gembira dan berkata : “Walaupun gajinya kecil


juga sangat senang rasanya, saya kerja sehari, orang-orang akan
mengurangi melakukan karma pembunuhan sehari.”

Ditulis oleh : Miao-shi

Bertempat di : Shanghai

Tanggal : 30 November 2001

56
12. Memperbaiki Mentalitas Anak

Cucu dari seorang Sahabat Dharma, tahun ini mendadak berubah


tabiatnya, muak pada segala yang ada di sekelilingnya, selalu ingin
bepergian keluar, malas belajar, bahkan timbul niat mengakhiri
hidup. Padahal cuma sisa setahun lagi, dia sudah bisa menamatkan
sekolah menengah tingkat atas, makanya orang tuanya merasa
begitu cemas.

Suatu hari sahabat Dharma ini bercengkerama denganku, saya


bilang ini dikarenakan rintangan karmanya muncul, cobalah melafal
Amituofo guna menawarkan hati yang risau, serahkan masalah ini
kepada Ayahanda Universal yakni Buddha Amitabha.

Dalam sekejab setahun telah berlalu, suatu malam pukul 9 lewat,


tiba-tiba saya menerima telepon dari sahabat Dharma yang
mengabari bahwa prestasi cucunya di atas rata-rata, bahkan
kedengaran jelas di telepon, suara sekeluarga yang sedang melafal
Amituofo dengan bahagia.

Namo Amituofo! Terima kasih Buddha Amitabha yang telah


memperbaiki mentalitas anak itu, mengeliminasi rintangan
karmanya. Namo Amituofo, Namo Amituofo...........

Ditulis oleh : Upasaka Jingsheng

Tanggal : 4 Agustus 2000


57
13. Buddha Menyembuhkan Putra-Putriku

Saya bernama Wang Run-sheng, tahun ini berusia 86 tahun. Saya


meyakini Ajaran Buddha sudah belasan tahun, oleh karena melatih
metode campur aduk, sehingga tidak terfokus melafal Amituofo.
Saya selalu mengeluh mengapa diriku tuna aksara, tidak dapat
membaca sutra, juga tidak mampu melafal mantra, sia-sia saja hidup
di dunia ini!

Kemudian saya bersua dengan Upasika Wang Yi-zhen, dia


berkata padaku : “Tidak mengenal aksara bukanlah masalah, jangan
takut juga jangan panik. Buddha Amitabha setelah menimbun jasa
kebajikan 5 kalpa lamanya, mewujudkan sebuah Pintu Dharma buat
kita meskipun tidak mengenal huruf sekalipun, yang praktis dan
mudah, juga hemat uang dan hemat energi, juga dapat
menyembuhkan penyakit menolong orang.

Kita yang telah lanjut usia ini, waktu kita sudah tidak banyak,
jangan lagi belajar metode campur aduk, harus ambil jalan yang
lurus dan langsung.

Pintu Dharma ini dapat membantu kita menjauhi penderitaan


memperoleh kebahagiaan, mengakhiri samsara, semasa hidup dapat
menjadi solusi dari segala permasalahan yang kita hadapi!
58
Asalkan bersedia melafal “Namo Amituofo”, dalam kehidupan
keseharian, baik berjalan, berdiri, duduk maupun berbaring, dengan
demikian dapat terlahir ke Alam Sukhavati di penjuru barat.”

Upasika Wang juga menjelaskan makna dari “Namo Amituofo”


kepada diriku, berpesan padaku asalkan ada waktu senggang
lafallah Amituofo, sesuaikan dengan kemampuan sendiri melafalnya
(jangan memaksakan kehendak), tidak perlu ada target.

Setelah mendengarnya, saya jadi gembira! Sejak itu, saya


memfokuskan diri melafal “Namo Amituofo”.

Saya memiliki seorang putri, setelah melahirkan dua anak jadi


menderita gangguan mental (penyakit jiwa), berlarian di luar, tidak
tahu pulang ke rumah.

Ketika saya baru belajar Ajaran Buddha, saya hanya memohon


pada Buddha dan Bodhisattva supaya memberkati putriku agar
cepat pulang ke rumah, asalkan tahu memasak nasi sudah boleh.
Namun siapa yang menduga sudah bertahun-tahun saya
memanjatkan doa masih juga tidak efektif. Ai! Apa boleh buat!

Upasika Wang Yi-zhen menghiburku : “Anda janganlah menghela


napas panjang, fokuskan diri melafal Amituofo, putri-mu pasti bisa
59
sembuh. Yang penting anda bersedia melepaskan segala metode
campur aduk yang pernah dipelajari sebelumnya, sekarang
fokuskan pikiran melafal Amituofo, Buddha Amitabha pasti
memberkati putrimu.”

Setelah mendengar nasehatnya, siang malam tiada henti-


hentinya saya melafal “Namo Amituofo”, tiga bulan kemudian,
putriku tahu pulang ke rumah, sampai pada tahun 2002 musim semi,
dia sudah tahu mengerjakan pekerjaan rumah!

Saya masih memiliki seorang putra, juga menderita penyakit


aneh, sudah 8 tahun lamanya, begitu penyakitnya kambuh, dia akan
tidur terus menerus, tidak makan dan tidak minum, begitu
ketiduran minimal bisa sampai 3 hari 3 malam, buang air juga di
atas kasur.

Saya nasehati dia supaya melafal Amituofo, tetapi dia tidak


percaya. Apa boleh buat. Alhasil hanya bisa mengundang Upasika
Wang untuk datang menasehatinya.

Upasika Wang menasehati putraku:“Lafal saja Amituofo


berkesinambungan, pasti bisa sembuh.”

Setelah mendengar nasehat Upasika Wang, putraku mulai


melafal Amituofo. Ayahanda Universal menunjukkan mukjizatNya!
Belasan hari kemudian, saya pergi membesuk putraku, dia
60
memberitahukan padaku : “Sekarang seminggu se-kali kambuhnya.”

Saya memotivasi putraku supaya lebih giat lagi melafal Amituofo.


Sekarang, penyakitnya telah sembuh total.

Kesehatanku sendiri juga kian membaik, meskipun sudah


berusia 86 tahun, tiap hari masih melakukan namaskara sebanyak
108 kali, tubuh terasa relaks dan nyaman.

Putra-putriku telah sembuh, beban keluarga sudah tidak ada lagi,


saya bisa tenang tinggal di dalam Vihara Pelafalan Amituofo, siang
malam memfokuskan diri melafal “Namo Amituofo”.

Ini adalah pemberkatan dari Ayahanda Universal sehingga saya


dapat melewati hari tua dengan tenang!

Keunggulan dari nama Buddha Amitabha sungguh tiada taranya!

Disampaikan secara lisan oleh :Wang Run-sheng

Dicatat oleh : Wang Yi-zhen

Bertempat di : Kota Yuanjiang

Bulan Mei 2004


61
14. Permohonan Pasti Terkabul

Namaku Gu Bing-qin, tinggal di Kota Ma'anshan, Provinsi Anhui.


Bulan Desember 1996, suamiku mengidap kanker lidah, perlu
diamputasi. Saya takut hidupnya tidak lama lagi, maka itu berikrar
di hadapan rupang Buddha : “Apabila operasi lidah suamiku berhasil,
saya akan bervegetarian melafal Amituofo.”

Beberapa hari kemudian dilakukan pembedahan, sangat lancar.


Dokter berkata : “Entah kenapa ya, umumnya operasi begini 100
persen rongga laring akan mengeluarkan darah, terkecuali pada
pasien ini!”

Sepertiga lidahnya diamputasi, tidak tega melihatnya, sampai


pada hari membuka benang jahitan, saya takut suamiku tidak
sanggup menerima kenyataan ketika melihat lidahnya jadi pendek.
Namun di luar dugaan, dia tampak tenang dan stabil. Luka bekas
operasi menutup dengan sangat cepat.

Suatu pagi, dia melihat di atas ranjang pasien kosong yang


berada di seberang, ada sebuah bungkusan, sudah beberapa hari
ditaruh di sana dan tidak ada yang mengambilnya, dokter juga tidak
tahu bungkusan itu punya siapa.

62
Suamiku menyuruh putra kami untuk membuka bungkusan
tersebut, begitu dibuka ternyata isinya adalah selembar poster
Buddha Amitabha berwarna keemasan, sisanya adalah buku-buku
Ajaran Tanah Suci. Putra kami membawa pulang poster Buddha
tersebut lalu dibingkai kaca dan digantung di dinding.

Sejak itu tiap hari saya menyalakan dupa, melafal Amituofo,


bervegetarian, bahkan mengambil Visudhi Trisarana, memfokuskan
pikiran melafal Amituofo.

Bulan Desember Tahun 2000, di rahang suamiku tumbuh tumor


sebesar telur ayam. Ketika menjalani operasi di Rumah Sakit, dokter
berkata : “Setelah pengaruh obat bius berlalu, pasien akan merasa
sangat sakit.”

Maka itu hatiku sangat cemas, tiada henti-hentinya melafal


Amituofo. Tiba-tiba, saya melihat Buddha Amitabha berdiri di sisi
kiri tempat tidur suamiku, di tanganNya ada selembar kertas
bertuliskan “Permohonan Pasti Terkabul”.

Waktu itu saya tidak tahu apa maknanya, langsung pulang dan
menyalakan dupa serta bersujud di hadapan rupang Buddha.

Kemudian kembali ke Rumah Sakit, waktu menunjukkan pukul 8


malam, begitu masuk ke dalam kamar pasien, suamiku sedang
bercengkerama dengan pasien lainnya.
63
Saya bertanya padanya : “Apakah setelah pengaruh obat bius
hilang, kamu merasa kesakitan?”

Dia menjawab : “Entah kenapa, kali ini tidak merasa sakit sama
sekali.”

Saya memberi tahu padanya : “Buddha Amitabha memberkati


dirimu.” Lalu saya menceritakan kejadian mukjizat tadi kepada
dirinya dan pasien lainnya yang dirawat dalam kamar yang sama.
Mereka berkata : “Sungguh tak terbayangkan! Ternyata Buddha dan
Bodhisattva nyata adanya!”

Sejak itu, setiap bertemu dengan siapa saja, suamiku pasti akan
menceritakan mukjizat yang dialaminya saat menjalani operasi di
Rumah Sakit.

Setiap hari saya melafal Amituofo sepuluh ribu kali, guna


membalas budi mendalam dari Buddha.

Oleh : Gu Bing-qin

64
15. Terhindar dari Hukuman Mati

Xiao Hui-mei adalah seorang pensiunan yang tinggal di


Kabupaten Yuanjiang, Provinsi Hunan. Putra sulungnya bernama Hu
Yu-jun, oleh karena tempat kerjanya bangkrut, maka dia pindah
bekerja di Shenzhen (Provinsi Guangdong) dan kecanduan narkoba,
bahkan juga berperan sebagai kurir.

Suatu hari bos-nya ditangkap, dia juga ikut ditangkap,


pengadilan menjatuhkan vonis hukuman mati pada mereka berdua,
eksekusi akan dilangsungkan pada tanggal 25 Juni 2002.

Hu Yu-jun hanyalah anak buah si bos, terlampau berlebihan bila


hukumannya setara dengan si bos. Jika dapat menyewa seorang
pengacara senior untuk membelanya, maka masih memiliki harapan
meringankan hukuman mati menjadi hukuman penjara seumur
hidup. Tetapi keluarganya tidak punya uang juga tidak punya
kekuasaan, bagaimana mungkin bisa membayar gaji pengacara
senior.

Mendengar putranya akan dihukum mati, Xiao Hui-mei paniknya


bukan main, namun juga tak berdaya, hanya bisa menangis pilu
memohon Ayahanda Universal, Buddha Amitabha memberkati dan
menyelamatkan nyawa putranya.
65
20 hari sebelum dilakukannya eksekusi mati, Xiao Hui-mei
menerima telepon dari menantu perempuannya, mengabarkan
penangguhan hukuman mati pada putranya. (Penangguhan
hukuman mati di Negeri Tirai Bambu umumnya adalah dua tahun,
selama periode ini akan dilakukan pertimbangan, bila terpidana
memperoleh keringanan, maka hukuman mati dapat diubah menjadi
hukuman penjara seumur hidup).

Menantu perempuannya ini setelah mendengar suaminya


divonis hukuman mati, langsung mengajukan gugatan cerai, kedua
pihak telah menandatangani surat perceraian.

Begitu mendengar berita penangguhan hukuman mati putranya,


Xiao Hui-mei sangat berterimakasih hingga tidak sanggup
membendung deraian air mata, akhirnya berhasil melepaskan
beban berat yang mengganjal di hatinya.

Dia segera menuju ke penjara untuk mengunjungi putranya,


memberitahu bahwa Buddha Amitabha-lah yang telah
menyelamatkan nyawanya, menasehati buah hatinya agar melafal
Amituofo guna membalas budi Buddha.

Kini Hu Yujun oleh karena berperilaku baik di dalam penjara,


tiap hari melafal Amituofo, berhasil menghapus kecanduan-nya,
hukumannya juga dikurangi. Ayahanda Universal telah
66
memberikannya kehidupan kedua.

Yang lebih membahagiakan bagi Xiao Hui-mei adalah menantu


perempuannya yang sebelumnya tidak pernah memanggilnya
“Mama”, kini mulai memanggilnya “Mama”, bahkan mengunjungi Hu
Yujun di penjara, tampaknya besar kemungkinan bagi mereka untuk
berbaikan kembali.

Ditulis oleh : Upasika Liao Zhen

Bulan Juli 2005

67
16. Menyeberangi Lautan Racun

Ini merupakan kisah nyata menghilangkan kecanduan narkoba


dengan mengandalkan kekuatan Buddha dan kegigihan. Dengan
sepatah Amituofo, bukan saja menjauhkan dirinya dari keterikatan
kecanduan narkoba, namun sejak saat itu juga telah mengubah
kehidupannya.

Tahun ini Upasaka Zhihui genap berusia 28 tahun, jika


dibandingkan dengan kondisinya pada 2,5 tahun yang silam,
sungguh merupakan dua sosok yang berbeda.

Orang-orang yang mengenalnya 2 tahun yang silam, ketika


bersua lagi dengannya sekarang akan terkesima : “Bagaimana
mungkin bisa berubah jadi begini?”

Tidak ada yang bisa memercayai keajaiban ini, cahaya cemerlang


dari sepatah Amituofo, dapat menyelamatkan seseorang dari dalam
lautan racun, raut wajah yang penuh dengan kekerasan, kini
berubah menjadi wajah yang ramah, seorang pemuda yang tahu
mengejar kemajuan.

Jatuh Ke Jalan Sesat


68
Setelah mengundurkan diri dari militer, Zhihui meninggalkan
rumahnya di atas gunung di wilayah pusat, lalu menuju ke wilayah
selatan, berkenalan dengan beberapa teman dari kelompok gangster,
lalu bergerak bolak-balik antara wilayah selatan dan utara, bergaul
dengan kelompok gangster melewati hari demi hari.

Sejak itu, dia semakin jarang menghubungi keluarganya.


Ayahbunda juga tak berdaya pada dirinya, menganggap anak yang
berkelana di luar ibarat anak yang hilang, tidak tahu anaknya itu
berada di mana.

Meskipun bergaul dengan kelompok gangster, tetapi Zhihui tidak


pernah terpikir untuk menyentuh narkoba. Namun lama kelamaan
akibat terpengaruh bujukan teman-temannya, suatu hari dia kalah
judi, lalu bertengkar dengan teman-temannya, ketika perasaannya
tertekan, dia mencoba mengisap heroin.

Saat itu dia cuma berpikir menggunakan narkoba untuk


menghilangkan kesedihannya. Setelah 2-3 kali, akhirnya dia jadi
kecanduan, dikendalikan oleh telapak tangan Mara narkoba.

Dia jadi rutin mengonsumsi narkoba, kalau tidak maka sekujur


tubuh jadi tidak nyaman, baik duduk maupun berdiri terasa gelisah
dan galau, suasana hati jadi labil dan gampang emosi.

Setelah satu kurun waktu mengonsumsinya, dosis yang ada


69
sudah tidak mempan lagi, harus ditambah, kian lama dosisnya kian
berat, semangat pun kian menurun, uang pun selamanya tidak
cukup pakai, hanya bisa mencari sumber uang melalui meja judi.

Begitu jatuh ke dalam jurang kecanduan narkoba, jika ingin


terbebas darinya, bukanlah hal yang gampang, yang ada hanyalah
hari demi hari semakin tenggelam dalam kecanduan, hari demi hari
berada dalam kegelapan seakan-akan takkan pernah berakhir.

Mengajarkan Melafal Amituofo

Suatu hari Zhihui pulang ke rumahnya di atas gunung di wilayah


pusat, ketika bertandang di rumah sahabatnya, mendadak
kecanduan-nya kambuh (sakau).

Saat itu kebetulan narkoba-nya sedang kehabisan stok, suasana


hatinya labil dan gejolak kebencian terus mempermainkan
perasaannya, terpikir tempo dulu orang-orang yang pernah
berselisih dengannya, makin terbayang makin murka dan sulit
meredakan api amarah, kemudian dia merakit beberapa butir bom
bensin, dengan menunggang sepeda motor, pergi membuat
perhitungan dengan orang-orang yang dibencinya.

Di tengah perjalanan dia melewati sebuah Vihara, mungkin


karena kecapekan, Zhihui menghentikan sepeda motornya, duduk
bersandar di atas batu besar di pekarangan Vihara.

70
Menikmati suasana lingkungan Vihara yang tenang, dia merasa
hatinya jadi sejuk, emosinya mulai mereda, dia berpikir, “Kenapa sih
harus balas dendam pada orang lain?” berangsur-angsur suasana
hatinya jadi stabil.

Waktu itu ada seorang Bhiksuni keluar dari Vihara, bertanya


padanya : “Kenapa wajah anda tampak pucat sekali? Apakah anda
tidak sehat?”

Berhadapan dengan seorang anggota Sangha dan perhatian yang


diberikan, membuat dirinya melontarkan keluar seluruh ganjalan
hatinya : “Kecanduan-ku kambuh, tidak ada stok narkoba lagi, saya
sangat sengsara, murka dan ingin menyakiti orang lain.”

Bhiksuni itu berkata padanya : “Pulanglah dan lafallah Amituofo.


Meskipun menghilangkan kecanduan adalah sangat sulit, namun
Buddha dan Bodhisattva akan memberkatimu, seberat apapun
penderitaan itu, anda harus bersabar, lafallah terus menerus, hingga
berhasil melepaskan belenggu ini.”

Melafal Amituofo? Apakah benar bisa berguna? Zhihui merasa


ragu. Tetapi dia juga berpikir, kalau terus menerus kecanduan
narkoba, hasilnya juga sama, jadi mengapa tidak mencoba melafal
Amituofo!

Pertempuran Melawan Mara


71
Pulang ke rumah, dia mengurung diri di dalam kamar, mulai
melafal Amituofo. Mara narkoba tentu saja takkan begitu gampang
melepaskan dirinya.

Kalau tidak rutin mengonsumsinya, maka sekujur tubuh akan


menggigil kedinginan, gemetaran, bahkan berjalan keluar kamar
saja harus melapisi dengan selimut.

Saat siang hari kebingungan dan mengantuk, malam hari


sebentar tidur sebentar terjaga, siang malam hidup tersiksa, tidak
sanggup lagi memikul beban derita ini, bahkan kadang kala tersiksa
sampai berguling-guling di atas lantai.

Melihat gejala ini, barulah keluarganya tahu dia kecanduan


narkoba, tidak tega melihatnya begitu merana, tetapi tidak tahu apa
yang harus dilakukan. Sementara itu Zhihui oleh karena suasana
hatinya labil dan gampang emosi, selalu membentak Ayahbundanya,
atau melempar barang-barang di rumah untuk melampiaskan
amarahnya. Dia menggambarkan kondisi dirinya waktu itu, “Mirip
dengan kerasukan musuh kerabat penagih utang”.

Selain fisiknya tersiksa, di dalam pikirannya terus menerus


muncul dorongan untuk mengonsumsi narkoba, batinnya terus
menerus berkecamuk diantara pilihan menghentikan kecanduan
atau mengonsumsi kembali.

72
Namun akhirnya dia berhasil mengendalikan diri, dalam hatinya
ada semacam kekuatan yang mendukungnya, berjuang dengan
penuh kegigihan, tiada henti-hentinya melafal Amituofo, takkan
membiarkan lagi dirinya menjadi budak candu.

Melihat Kembali Sinar Mentari

Sebulan kemudian, Mara narkoba akhirnya menyerah, kondisi


jiwa dan raga Zhihui berangsur-angsur pulih kembali. Dia yang
pernah tenggelam di dalam lautan racun, dengan menumpang kapal
Maitri lafalan Amituofo, setelah menyeberangi dan melewati segala
kesengsaraan, akhirnya berhasil berlabuh dengan selamat.

“Betul-betul berkhasiat!” dia begitu bahagia setelah remuk


diterjang hujan badai, kini dapat melihat kembali sinar mentari
kehidupan.

Setelah berhasil terlepas dari ketergantungan narkoba,


keyakinan hati Zhihui terhadap Buddha Dharma semakin kokoh. 2,5
tahun silam saat perayaan Tahun Baru, dia datang ke Vihara
mengambil Visudhi Trisarana, dengan tulus menyingkirkan
kejahatan menimbun kebajikan, melatih diri dengan tekun.

Dia berkata : “Guru, Master Shengkai berkata melatih diri di


tengah kesulitan, yakni di tempat yang makin sibuk dan makin
ramai, semakin kita butuh melatih diri, di mana saja dan kapan saja
hendaknya melakukan introspeksi diri, ketika kerisauan muncul
73
hendaknya menyeimbangkan batin, oleh karena melatih diri adalah
setetes demi setetes upaya kita berjuang di dalam kehidupan
keseharian.”

Setelah berhasil membebaskan dirinya dari belenggu kecanduan,


Zhihui menjadikan pelafalan Amituofo sebagai metode pelatihan
dirinya, setiap saat tidak pernah memisahkan diri dari melafal
Amituofo.

Mengenang kembali masa kelamnya ketika masih menjalin


pertemanan dengan narkoba, hari-hari yang dilalui adalah terlena
dalam harta, rupa, popularitas, makanan dan tidur. Setiap saat dia
hanya ingin berjudi, menikmati kesenangan, guna mengisi
kehampaan batinnya.

Dia berkata : “Kehidupanku sebagai manusia baru dimulai ketika


bersua dengan Ajaran Buddha. Setelah belajar Buddha Dharma
barulah tahu bagaimana menjalani hidup, mengembangkan kualitas
batin, merasakan hari-hari sekarang sangat bermakna.”

Selain menekuni karirnya, dia juga lebih memahami bagaimana


memberi perhatian kepada keluarganya, memikirkan kepentingan
orang lain. Perubahan ini membuat orang tuanya merasa terhibur.

“Pemuda belia terlibat dalam narkoba, sebagian besar akibat


pengaruh lingkungan, karena itu berharap Ayahbunda dapat
74
membangun keluarga Buddhis, sejak usia kecil anak-anak telah
memiliki pandangan hidup yang benar, dengan demikian dapat
mengurangi masalah sosial.”

Ini merupakan kesan mendalam yang diperoleh Upasaka Zhihui


setelah melewati sebuah perjalanan hidup yang kelam. Dia juga
menyerukan agar para remaja untuk menjauhi papamitra (sahabat
buruk), mendekatkan diri pada Kalyanamitra (sahabat baik), jangan
sampai karena rasa penasaran sehingga jadi ceroboh, jatuh ke dalam
neraka yang gelap gulita.

(Majalah Buddhis Rensheng Edisi Juni 1993)

Ditulis oleh : Zheng Kuan

75
17. Ditindih Makhluk Halus

Rekan kerjaku bernama Song Wei, usia 20 tahun, belum


memahami Buddha Dharma. Dia melihat kadang kala saya
menerima kiriman email dari Vihara, juga mendengar bahwa saya
adalah pengikut Buddha, makanya datang bertanya padaku.

Gadis ini sering bermimpi buruk, saat tidur merasa ditindih


sebuah beban yang berat, diikat sehingga sekujur tubuhnya tidak
dapat bergerak, juga tidak sanggup mengeluarkan suara, kaki dan
tangannya juga tidak dapat digerakkan, saat inilah dia sangat
ketakutan dan tak berdaya, dia harus berjuang untuk waktu yang
cukup lama.

Saya menasehatinya melafal Namo Amituofo, nama Buddha


mengandung jasa kebajikan yang tak terhingga, jangan takut, tiap
pagi melafal 108x, tiap kali merasa takut segeralah melafal Amituofo,
pasti ada hasilnya.

Tak disangka baru 2 hari berlalu, dia datang menghampiriku


dengan wajah yang sangat gembira, matanya berbinar-binar,
berkata : “Melafal Amituofo sungguh menakjubkan sekali!
Selanjutnya saya takkan takut lagi.”

Ternyata tanggal 2 September, dia melafal Amituofo hingga


76
tertidur, saat terjaga, fenomena ditindih muncul lagi, saat itu tanpa
sadar dia segera melafal Namo Amituofo, tiba-tiba mendengar suara
“Sou”, lalu bayangan hitam tampak kian menjauh dari jarak
pandangnya, suasana menjadi terang benderang, hatinya sangat
tenang dan bersukacita, anggota tubuhnya sudah dapat bergerak
dengan leluasa, ancaman horor itu telah berlalu.”

Saya berkata padanya : “Melafal Amituofo bukan hanya guna


menyelesaikan permasalahan kita, yang paling penting adalah
memperbaiki tabiat diri sendiri, melafal Amituofo hendaknya
berkesinambungan tak terputus, hingga saat menjelang ajal, Buddha
Amitabha datang menjemput kita terlahir ke Alam Sukhavati.
Sampai di Alam Sukhavati, kita akan memiliki kemampuan untuk
menyelamatkan para makhluk”.

Song Wei mengangguk : “Bagus sekali.”

Saya memperkenalkan padanya buku-buku Ajaran Sukhavati,


juga memberikan padanya selembar kartu Buddha Amitabha, dia
menjadikan kartu Buddha ini bagaikan jimat pelindung diri, tak
terpisahkan dari dirinya.

Namo Amituofo!

Ditulis oleh : Lan Yu

Tanggal : 3 September 2006

77
18. Balita Selamat dari Bahaya

Salah seorang tetangga ibu mertua-ku, memiliki seorang putri,


beberapa tahun yang lalu menikah.

Setelah menikah dia mempunyai seorang putra yang masih


berusia 3 tahun, namun malangnya mati dalam bencana banjir.
Sekarang dia dikaruniai seorang putra lagi, masih belum genap usia
3 tahun.

Beberapa hari yang lalu, balita ini mendadak menderita demam


tinggi, napasnya melemah, denyut jantung juga melemah, oleh
karena pertolongan darurat di Rumah Sakit Kabupaten tidak efektif,
makanya dipindahkan ke Rumah Sakit Anak.

Tiga hari menjalani rawat inap, kondisinya makin memburuk.


Dalam kondisi tak berdaya, Mama balita itu bertanya padaku,
bagaimana sebaiknya? Saya bilang padanya, tidak ada cara lain,
hanya bisa memohon pada Bodhisattva Avalokitesvara, memohon
pada Buddha Amitabha.

Papa balita itu berkata, andaikata buah hati mereka meninggal


dunia, dia juga tidak ingin hidup lagi, bahkan berkata bahwa
musibah ini berkaitan dengan kuburan leluhur mereka, bersiap-siap
pulang ke rumah untuk membongkar makam leluhur.
78
Tetapi setelah mendengar nasehatku, seluruh anggota keluarga
berlutut di hadapan rupang Buddha sambil menangis pilu, berikrar
meyakini Buddha, melafal Amituofo.

Kemudian saya memberikan selembar kartu yang bertulisan


aksara “Buddha” dan satu unit mesin pelafal Amituofo, supaya
diletakkan di sisi bantal balita.

Mereka sekeluarga melafal Amituofo dengan setulus hati, hingga


lebih dari satu jam kemudian, balita yang semula menderita gagal
pernapasan dan gagal jantung, berangsur-angsur kondisinya pulih
kembali.

Saya berpesan pada mereka supaya memutar lafalan Amituofo


24 jam tak terputus, siang malam melafal Amituofo. Akhirnya tiga
hari kemudian, balita telah sembuh, menjalani rawat inap seminggu
di Rumah Sakit, lalu diperbolehkan pulang ke rumah.

Ketika keluar dari Rumah Sakit, mereka khusus mengucapkan


terima kasih kepada-ku, lalu mengajarkan si balita untuk
mengucapkan sampai jumpa kepadaku, baik orang dewasa maupun
anak kecil, semuanya menebarkan senyuman bagaikan kuntum-
kuntum Bunga Teratai yang sedang bersemi.

Ditulis oleh : Upasika Heng Yu

79
19. Pengalaman Mati Suri Lai Chao-he

Upasaka Lai Chao-he lahir pada tahun 1956 di Kabupaten


Nantou, Taiwan. Tahun 1977 ketika sedang menjalankan dinas
militer di Kepulauan Matsu atau Kepulauan Lienchiang (kepulauan
di lepas pantai Provinsi Fujian, Tiongkok), oleh karena ditugaskan
mengurus bahan amunisi, tiap hari bersahabat dengan peluru
meriam.

Suatu hari ketika dia menghitung stok peluru meriam, ada


sebutir bom belerang tiba-tiba meledak, seluruh wajahnya dan
bagian depan tubuhnya mengalami luka parah, dia kesakitan sampai
berguling-guling di atas permukaan tanah. Rekan-rekannya yang
melihat hal ini segera menyiramnya dengan air dan diantar ke
Rumah Sakit guna memperoleh pertolongan darurat.

Oleh karena mengalami kesakitan yang luar biasa, tidak sanggup


lagi menahannya, akhirnya pingsan tak sadarkan diri. Tidak lama
kemudian, kesadaran-nya atau roh-nya keluar dari tubuh kasarnya,
mengambang di atas raganya, dia melihat dokter dan perawat sibuk
membersihkan lukanya, juga melihat sekujur tubuhnya diperban
mirip dengan mumi.

Saat itu dia tidak merasakan kesakitan lagi, juga tidak ada
80
perasaan gembira dan sedih, semuanya seperti biasa-biasa saja,
bahkan “mumi” yang terbujur kaku di hadapannya seakan-akan
tidak ada kaitannya dengan dirinya sekarang.

Dia melihat dengan jelas rekan-rekannya yang datang


membesuk dirinya, dia dapat bergerak dengan leluasa, tidak ada
pembatas ruang lagi, dia dapat melihat apa yang ada dibalik meja,
segala yang ada di balik tembok.

Kamar bedah yang ada di ruangan sebelah, dokter sedang


melakukan pembedahan, dia juga dapat melihat dengan jelas, lantai
atas dan lantai bawah, ruangan kiri dan ruangan kanan, tiada
satupun yang tidak tampak olehnya.

Ketika ketua regu dan rekan-rekannya sedang membahas topik


yang berkaitan dengan dirinya di dalam kamp militer, dia bisa
langsung hadir di lokasi tersebut, mengetahui apa yang sedang
mereka bahas.

Tiap hari rekan-rekannya saling bergantian menjaga dan


merawatnya di Rumah Sakit, dia menyaksikan hal ini. Oleh karena
fasilitas di Rumah Sakit kepulauan kurang memadai, maka itu
dokter menyarankan supaya Lai Chao-he dipulangkan ke Rumah
Sakit di Taiwan, tetapi ada pula dokter yang membantah usulan ini,
karena dengan kondisi Lai Chao-he yang sudah separah ini, takkan
sanggup bertahan menempuh perjalanan sampai ke Taiwan.

81
Setiap kali para dokter sedang berdiskusi bagaimana cara untuk
mengobatinya, dia langsung hadir di lokasi, juga sangat jelas akan
hasil diskusi.

Sekitar seminggu kemudian, dia dipindahkan ke “Tri-Service


General Hospital” di Taipei. Sementara itu di kamp militer
Kepulauan Matsu, setiap kali ketua regu dan rekan-rekannya
membahas dan menyinggung nama “Lai Chao-he”, roh-nya langsung
hadir di lokasi tersebut, seolah-olah antara Taipei dan Matsu tidak
berjarak sama sekali.

Suatu kali rekan-rekannya yang berada di kamp militer di Matsu


sedang membungkus bakcang, ada seorang rekannya berkata :
“Nanti kalau bakcang-nya sudah selesai dibungkus, mau kasih
berapa butir ke Lai Chao-he?”

Begitu namanya disinggung, roh-nya langsung hadir di lokasi,


mendengar dan melihat rekan-rekannya sedang membungkus
bakcang.

Sementara itu di Rumah Sakit di Taipei, para dokter sibuk


berdiskusi cara menangani pasien Lai Chao-he, begitu namanya
disebut, dia langsung hadir di lokasi, dia hanya bisa melihat dan
mendengar, namun tidak bisa mengajukan pendapatnya sendiri,
kelak di kemudian hari ketika dia siuman, dia dapat menyebut
82
nama-nama dokter yang terlibat dalam diskusi ini.

Suatu hari dia mencium semerbak keharuman, berlangsung


hingga tiga hari berturut-turut, keharuman ini mengelilingi dirinya.
Kemudian dia mulai bisa merasakan, sekujur tubuhnya terasa sakit
sekali, tidak tahu kapan roh-nya masuk kembali ke dalam tubuh
kasarnya.

Sejak meninggalkan tubuh kasarnya sampai masuk kembali,


periode ini berlangsung hingga lebih dari 20 hari, jadi selama lebih
dari 20 hari roh-nya mengambang di luar tubuh kasarnya.

Sejak sudah bisa merasakan, berangsur-angsur kondisi tubuhnya


pulih kembali, tentu saja selanjutnya dia harus menjalani operasi
demi operasi, barulah penampilannya bisa seperti sekarang ini.

Setelah kejadian ini berlalu, Upasaka Lai menyadari bahwa


ternyata hatinya dan hati ibunda-nya saling terjalin. Ketika dia
ditimpa musibah, pihak kamp militer di Matsu memblokir berita ini,
juga tidak langsung mengabarkan kejadian naas itu kepada Keluarga
Lai, namun hati bunda dan hati anak saling terjalin, bahkan ibunda-
nya memiliki firasat buruk telah terjadi sesuatu pada putranya,
hatinya terasa tersayat dan perasaannya berkecamuk, tiada henti-
hentinya meminta putra sulungnya Lai Ming-xi untuk mencari tahu
kabar tentang putra kedua-nya yakni Lai Chao-he.

83
Upasaka Lai Chao-he memiliki seorang Paman, saat usia muda
sudah menjadi Bhiksu, Ibunda Lai oleh karena mencemaskan
putranya, lalu pergi menemui Bhiksu untuk menemukan
jawabannya.

Bhiksu menjawab : “Pulanglah dan melafal Amituofo, dengan


sendirinya mengubah bahaya menjadi sejahtera”. Ibunda Lai pulang
dan melafal Amituofo dengan setulus hati, memohon Buddha
Amitabha menyelamatkan putranya.

Upasaka Lai Chao-he tidak ingin keluarganya mencemaskan


dirinya, makanya tidak berani pulang ke rumah, juga tidak
menghubungi keluarganya, dan Abang sulung Lai oleh karena
permintaan Ibunda-nya, berusaha mencari dan menghubungi adik
kedua-nya tersebut, melewati proses yang berbelit-belit, ketika
berhasil menemukan dan menghubungi adiknya, pasukan sudah
dipindahtugaskan kembali ke Taiwan.

Sementara itu Upasaka Lai Chao-he telah keluar dari Rumah


Sakit dan kembali bertugas di regu-nya, adik abang bersua bagaikan
dipisahkan oleh dimensi ruang yang berbeda, Abang Lai melihat
wajah Lai Chao-he jadi berbeda, hatinya sakit bagaikan disayat-
sayat oleh pisau.

Kemudian Upasaka Lai Chao-he baru mengetahui, ternyata


semerbak keharuman yang berlangsung hingga tiga hari berturut-
turut yang mengelilingi dirinya sehingga dia siuman, adalah
84
keharuman dupa yang dinyalakan Ibunda-nya ketika melafal
Amituofo dan memohon pada Buddha Amitabha bagi keselamatan
dirinya.

Dicatat oleh : Upasaka Chen Wan

85
20. Menyaksikan Diri Sendiri Mendapat Pertolongan
Darurat

Suatu malam di musim panas sekitar tahun 1996, saya bersama


suami dan putra sulungku sedang menonton film barat di ruang
tamu, saat waktu iklan tiba, saya masuk ke toilet, tiba-tiba merasa
tidak enak badan, cepat-cepat berteriak memanggil nama suamiku,
lalu pingsan di permukaan lantai kayu di luar kamar mandi.

Usai itu saya jatuh ke dalam kondisi koma, kemudian saya baru
mengetahui ternyata sekujur tubuhku sudah berubah jadi warna
coklat tua, tidak bernafas sama sekali, detak jantung melemah.

Suamiku melakukan pernapasan buatan untuk menyelamatkan


nyawaku, bahkan meminta guru pendidikan kesehatan yang tinggal
di sebelah rumah datang membantu, tetapi tidak ada perubahan,
kemudian mereka mengantar diriku ke Rumah Sakit “Kaohsiung
Chang Gung Memorial Hospital” untuk memperoleh pertolongan
darurat.

Waktu itu saya merasakan diriku jadi begitu ringan, mengapung


ke sudut atas ruangan UGD (Unit Gawat Darurat), melihat para
dokter dan perawat sibuk memasang selang di tubuh kasar-ku.

86
Saya juga mendengar suara suamiku yang berada di luar
ruangan UGD sedang sibuk melafal Amituofo, sementara itu putra
sulungku terus menerus menangis hingga sepasang matanya telah
memerah dan terus memanggil Mama.

Tetapi pada waktu itu, saya merasa diriku baik-baik saja,


mengapa mereka sibuk menyelamatkan diriku?

Dokter dan perawat setelah menghabiskan waktu belasan menit


untuk melakukan pertolongan darurat, menyampaikan kepada
suamiku supaya mempersiapkan mental menghadapi kondisi
terburuk, walaupun saya berhasil diselamatkan, namun telah
menjadi orang cacat. Suamiku menelepon keluarga-ku supaya
datang ke Kaohsiung melihat diriku buat terakhir kali.

Saat itu saya melihat tubuh kasar-ku terbujur kaku dan dianggap
sudah koma, selain itu saya juga melihat abang kedua-ku, kakak
keempat tiba di Rumah Sakit. Begitu menerima telepon dari
suamiku, mereka langsung kemari.

Saat itu saya merasa tidak ada batasan dimensi waktu, juga tidak
ada batasan dimensi ruang, bergerak leluasa ke mana saja hanya
dalam sekejab pikiran, dapat melihat menembusi dinding, serupa
dengan yang diceritakan oleh sahabat Dharma tentang pengalaman
mati suri yang dialami Upasaka Lai Chao-he yang berasal dari
Nantou.

87
Keesokan harinya pukul 3 dini hari, perlahan-lahan saya siuman,
dokter dan perawat yang melakukan pertolongan darurat pada
diriku, berkata serentak padaku : “Anda dapat bangun kembali
merupakan sebuah keajaiban, pasti karena pemberkatan dari
Buddha yang dipuja keluarga anda.”

Oleh karena tubuhku masih sangat lemah, setelah menjalani


rawat inap selama seminggu di Rumah Sakit, barulah pulang ke
rumah.

Sesungguhnya sebelum mengalami kejadian pingsan di kamar


mandi, hatiku sudah merasa tidak tenang, firasatku mengatakan
akan ada sesuatu yang bakal terjadi, karena itu tiap hari saya
mengambil tasbih melafal Namo Amituofo tiada henti, memohon
supaya musibah dapat terurai, tidak berani malas sama sekali.
Demikianlah dalam kepanikan, saya telah melafal Amituofo selama
sebulan lebih.

Saya pikir keajaiban diriku dapat siuman kembali, pasti karena


sebelumnya saya giat melafal Amituofo. Terima kasih pada
pemberkatan Maitri Karuna Buddha Amitabha, jasa kebajikan dari
melafal Amituofo sungguh tak terbayangkan, kini terhadap Pintu
Dharma Pelafalan Amituofo, saya tidak ragu sama sekali, bahkan
menasehati orang lain supaya ikut melafal Amituofo menerima
Penyelamatan Maitri Karuna Buddha Amitabha.

Dicatat oleh : Upasaka Fa Pin


88
21. Semut Pindah Rumah

Sejak sembuh dari sakit, Mama begitu rajin melafal Amituofo.


Mama bilang tempo hari Papa bertanya : “Kenapa kamu sekarang
berubah jadi malas bicara?” Mama menjawab : “Saya hanya ingin
terlahir ke Alam Sukhavati.”

Dengan agak sedih Papa berkata : “Urusan di rumah masih


banyak, kalau kamu sudah pergi, bagaimana dengan kami?” Mama
cepat-cepat memanfaatkan kesempatan tersebut guna menasehati
Papa : “Kalau begitu kamu juga ikut melafal Amituofo bertekad lahir
ke Alam Sukhavati.”

Papa mengeluh : “Tapi saya kan belum sanggup melepaskan


kemelekatan.”

Mendengar cerita Mama ini, saya bilang ke Mama, jangan bahas


dulu tentang urusan lahir ke Alam Sukhavati sama Papa, asalkan
Papa bersedia melafal Amituofo, maka ini sudah sangat bagus.

Kemudian setelah melewati proses belajar, akhirnya saya


memahami apa yang dimaksud dengan “Keyakinan, Tekad,
Pengamalan”, yang merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,
asalkan bersedia melafal Amituofo, maka di dalam pengamalan telah
sempurna akan keyakinan dan tekad.
89
Asalkan mau melafal Amituofo, maka dengan sendirinya telah
bersedia menerima tuntunan dari Buddha Amitabha. Mama bilang
kalau ada kesempatan pasti harus menasehati Papa lagi.

Ketika musim panas menjelang, rumah Mama kedatangan tamu


yang tak diundang yakni segerombol semut. Papa Mama jadi pusing
melihat tingkah laku tamu yang tanpa izin berbaris memasuki
rumah orang lain, asalkan ada sedikit saja sisa makanan yang
terjatuh, maka kawanan semut segera dapat menemukannya.

Papa Mama memiliki daya penglihatan yang kurang bagus,


kadang kala makanan yang mengandung semut pun ikut dilahapnya.

Saya bilang ke Mama supaya memohon bantuan Buddha


Amitabha, Anda fokuskan saja perhatian melafal Amituofo. Mama
bilang setiap hari dia melimpahkan jasa kebajikan kepada para
semut, meminta mereka supaya pindah keluar, sudah berhari-hari
mereka bertamu di rumah Papa Mama.

Sesungguhnya saya juga tidak terlalu yakin pada kemanjuran


cara ini, meskipun saya selalu baca di internet tentang beragam cara
mengusir serangga , tetapi saya belum pernah mencobanya.

Tiba-tiba saya teringat pada sebuah artikel yang saya baca di


90
internet, si penulis membaca selembar kertas doa buat tikus-tikus di
rumahnya, habis itu tikus-tikus pindah keluar.

Saya mengingatkan Mama supaya ikut menulis kertas doa yang


mempersilahkan kawanan semut pindah keluar, Mama pun
mencobanya. Setelah mengulang membacanya sebanyak tiga kali,
kawanan semut menghilangkan diri.

Hal ini membuat keluarga kami jadi lega, yang pertama adalah
masalah yang sudah begitu lama membelenggu kini jadi selesai;
yang kedua adalah paling penting, mukjizat nyata ini telah membuat
kami sekeluarga jadi terharu, sehingga memperkuat keyakinan hati.

Papa merasa kejadian ini sungguh menakjubkan tak


terbayangkan, Mama mempergunakan kesempatan itu guna
menasehati Papa : “Urusan yang belum sanggup kamu lepaskan, diri
sendiri juga tidak mampu menuntaskannya, lebih baik melafal
Amituofo memohon bantuan pada Buddha Amitabha, alangkah
bagusnya.”

Sejak itu Papa juga mulai mengambil penghitung digital sambil


melafal Amituofo.

Dicatat oleh : Upasika Weimiao Xiangjie

91
22. Anak Jadi Lebih Cerdas

Namaku Pan Mei-lian, tahun ini berusia 50 tahun, tinggal di


Distrik Yongning, Kota Nanning. Berikut ini adalah kisah putraku
yang berkat melafal Amituofo sehingga kebijaksanaan-nya terbuka.

Putraku tahun ini berusia 26 tahun, sekarang adalah mahasiswa


pascasarjana dari Fakultas Hukum Universitas Guangxi. Sejak kecil
dia kurang cerdas, prestasi belajarnya juga biasa-biasa saja. Oleh
karena tidak lulus ujian seleksi masuk perguruan tinggi, dia pergi
masuk militer.

Tahun 2004 pulang ke rumah, berniat mengikuti ujian seleksi


masuk Fakultas Hukum Universitas Guangxi. Waktu itu saya sudah
belajar Ajaran Buddha dan melafal Amituofo, dalam hatiku berpikir
dia sudah lama meninggalkan bangku sekolah, sekarang baru
hendak memulai belajar lagi, pasti sulit sekali.

Karena itu saya mengajaknya ke Vihara Tianning, sambil


membawa buku materi ujian yang sangat tebal dan diletakkan di
altar Buddha, bersujud di hadapan rupang Buddha Amitabha dan
memanjatkan doa : “Maha Maitri Maha Karuna Buddha Amitabha,
murid berniat mengikuti ujian seleksi masuk Fakultas Hukum,
semoga Buddha memberkati diriku, sehingga saya mampu
mengingat isi buku materi ini dan berhasil lulus ujian, mulai
sekarang murid akan melafal Amituofo bertekad terlahir ke Tanah
92
Suci Sukhavati.”

Sejak itu putraku begitu serius belajar sambil melafal Amituofo.


Alhasil dia berhasil lulus ujian seleksi dan sekarang juga lulus ujian
kelas pascasarjana.

Selama kuliah dia berhasil melewati ujian demi ujian dengan


lancar, setiap kali usai ujian, saya selalu menanyakan bagaimana
kondisinya, dia menjawab : “Entahlah, pokoknya saya cuma tahu
melafal Amituofo.” Tiap kali usai ujian, suasana hatinya tampak
gembira.

Selain itu dia berhasil menguasai banyak bidang ilmu


pengetahuan, saya jadi berpikir seorang anak yang kurang cerdas,
bagaimana dalam tempo waktu tiga tahun menguasai banyak ilmu
pengetahuan, hal ini pasti dikarenakan melafal Amituofo
berkesinambungan, pemberkatan dari kekuatan Buddha.

Namo Amituofo!

Disampaikan secara lisan oleh : Pan Mei-lian

Tanggal : 20 Maret 2008

Ditulis oleh : Venerable Zongdao

93
23. Menghindari Akal Bulus Mandor Licik

Saya bernama Pan Yan-lan, tinggal di Distrik Yongning, Kota


Nanning. Tahun 2007 keluargaku membangun gedung 6 tingkat.
Imlek hari ke-18 proyek pembangunan dimulai, oleh karena waktu
itu saya telah mulai belajar Ajaran Buddha, memahami kebenaran
dari Hukum Sebab Akibat, makanya tidak mencari ahli nujum untuk
memilih hari baik, hanya saja sebelum proyek pembangunan
dimulai, saya menghadap ke arah lahan kosong sambil berkata :
“Kalian sudah lama menetap di sini, sekarang keluargaku hendak
mendirikan rumah di sini, kami minta maaf dengan setulusnya,
semoga kalian bersedia pindah keluar, dan melafal Amituofo, kelak
terlahir ke Alam Sukhavati.” Kemudian saya melafal Amituofo
sambil berjalan mengelilingi lahan satu putaran.

Selanjutnya tiap hari saya melafal Amituofo dan melimpahkan


jasa kebajikan kepada para pekerja bangunan, semoga mereka
berada dalam kondisi selamat, memohon pada Buddha Amitabha
agar memberkati bangunan selesai dengan kondisi yang baik.

Namun si Mandor ternyata serakah akan keuntungan, ingin


cepat-cepat menyelesaikan proyek ini, lalu segera pergi
mengerjakan proyek lainnya. Makanya begitu lantai dasar baru
selesai dicor, dia sudah buru-buru hendak mengerjakan lantai 2.

94
Dengan demikian semen di lantai dasar tidak punya kurun
waktu yang cukup untuk memadat dengan sempurna, kelak kualitas
bangunan pasti akan sangat buruk.

Saya tetap rutin setiap hari melafal Amituofo dan melimpahkan


jasa kebajikan, alhasil mukjizat pun terjadi.

Setiap kali Mandor baru menyelesaikan lantai bawah lalu


tergesa-gesa hendak membangun lantai atas, cuaca mendadak
berubah dan turun hujan, berlangsung hingga 2-3 hari, proyek
terpaksa dihentikan, kejadian serupa berlangsung sejak dari
mengecor lantai 1 hingga lantai 5, tiap lantainya juga sama.

Hingga mencapai lantai ke-6, tidak hujan lagi, tetapi listrik


padam. Oleh karena listrik padam, semen dan batu bata tidak dapat
diangkut ke tingkat 6. Dengan demikian lantai cor tiap tingkat dapat
memadat dengan sempurna, lagi pula para pekerja juga
memperoleh istirahat yang cukup.

Kejadian ini membuat Mandor heran dan tidak habis pikir, lalu
bertanya padaku dan suamiku : “Apa yang telah kalian lakukan?
Ilmu mistis apa yang telah kalian gunakan? Mengapa setiap kali usai
mengecor satu lantai, bisa turun hujan....................”

Saya menjawab : “Kami tidak menggunakan ilmu apa-apa, cuma


melafal Amituofo saja, berharap Buddha memberkati bangunan
95
dapat diselesaikan dengan bagus.”

Akhirnya bangunan selesai dibangun, para pekerja tidak ada


yang mengalami luka sama sekali. Saya mengundang beberapa
teman dari biro konstruksi datang menilai kualitas bangunan,
mereka mengatakan hasilnya sangat bagus.

Namo Amituofo!

Disampaikan secara lisan oleh : Pan Yan-lan

Dicatat oleh : Venerable Zongdao

Tanggal 20 Maret 2008

96
24. Penyelamatan Buddha di Amerika

Orang Tiongkok memiliki pepatah : “Tiap keluarga memuja


Buddha Amitabha, tiap rumah tangga memuja Bodhisattva
Avalokitesvara.” Hal ini menjelaskan bahwa Buddha Amitabha dan
Bodhisattva Avalokitesvara merupakan bagian penting dari
kehidupan rohani Bangsa Tionghoa.

Bahkan bagi umat Buddha yang tidak memahami ajaran sekali-


pun, secara tak sengaja maupun saat bercanda juga tahu
mengucapkan : “Amituofo.”

Lafalan “Amituofo” telah menjadi salam dan slogan yang tak


terpisahkan dari kehidupan umat Buddha Mahayana. Sesungguhnya
apa makna dari nama Buddha Amitabha ini? Apa saja manfaatnya?
Buddha Sakyamuni membabarkan Aliran Tanah Suci dan melafal
Amituofo, apa tujuannya?

Pertama-tama saya ingin menjelaskan terlebih dulu, mengapa


tiba-tiba saya bisa mengalihkan perhatian pada lafalan Amituofo.

Akhir tahun 1986, Upasaka Yan dari “Fo Guang Shan Chung Mei
Temple-Houston” memberiku sebuah kaset pelafalan Amituofo.
97
Waktu itu kebetulan saya sedang libur dan ada sebuah masalah yang
membuatku risau.

Sesungguhnya setelah “beberapa kali” mengikuti retret 10 hari


meditasi, kerisauanku sudah banyak berkurang, tetapi kaset lafalan
Amituofo ini begitu diputar, kerisauanku langsung pupus sudah,
tidak bersisa lagi, hal ini tidak mungkin tidak menyita perhatianku.
Lafalan Amituofo membuatku sangat bersukacita.

Awal tahun 1987, saya terinspirasi menyelenggarakan sebuah


kelas yang memperkenalkan dasar-dasar Ajaran Buddha. Saat
mempersiapkan materi pembelajaran, saya membaca buku-buku
ber-Bahasa Mandarin dan Bahasa Inggris, memahami bahwa
Amituofo adalah diterjemahkan dari Bahasa Sanskrit artinya
“Cahaya Tanpa Batas”, ejaan Bahasa Inggris-nya adalah AMITABHA.

Buddha Amitabha tinggal di Alam Sukhavati di penjuru barat,


yang berjarak sepuluh triliun Alam Buddha dari tempat kediaman
kita di sini. Tujuan dari ajaran Tanah Suci adalah melafal Amituofo
bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

Selama beribu-ribu tahun di Tiongkok ada banyak sekali kisah-


kisah mukjizat dari melafal Amituofo, makanya barulah ada
pepatah : “Tiap keluarga memuja Buddha Amitabha”.

Ketika kelas pembelajaran dimulai, terlebih dulu saya


98
menjelaskan tentang nama Buddha Amitabha kepada para hadirin,
manfaatnya selain dapat mengurai rintangan karma, juga untuk
melimpahkan jasa bagi orang hidup dan orang yang telah meninggal
dunia, terlahir ke Alam Sukhavati.

Para peserta kelas adalah orang bule, usia mereka berkisar 30-
40 tahun, merupakan para kaum intelek. Saat pertama kali mereka
mendengar suara kaset lafalan Amituofo, mereka begitu bersukacita,
meminta saya merekam kaset ini buat mereka, kisah mukjizat
berawal dari sini.

Berikut ini saya cantumkan beberapa kisah mukjizat yang


mereka alami.

Salah seorang murid bernama Peter, yang juga merupakan


sahabat baik dan rekan kerjaku, lahir di Inggris, memperoleh gelar
doktor di bidang teknik listrik di universitas paling terkenal di
Inggris. Satu dekade yang lalu dia bekerja di samping Aibert Szent-
Gyorgyi. Aibert Szent-Gyorgyi adalah seorang tokoh penemu
Vitamin C sehingga memperoleh penghargaan Nobel.

Saya dan Peter pernah bekerja sama selama tiga tahun, akhir
tahun silam dia baru datang ke “University of Texas MD Anderson
Cancer Center” atau pusat penelitian kanker Universitas Texas dan
terlibat dalam sebuah proyek.

99
Peter memiliki akar kebijaksanaan yang mendalam, alasan
mengapa kami dapat bekerjasama dengan kompak adalah kami
memiliki pandangan yang sama tentang kehidupan manusia.

Ketika kelas Dharma ini berlangsung hingga minggu ketiga,


suatu hari Peter memberitahukan padaku, sudah bertahun-tahun
lamanya, pada waktu-waktu sebelum mentari terbit, dalam
mimpinya dia sering diganggu makhluk halus.

Sejak mengikuti kelas Dharma, kondisi ini semakin brutal,


frekuensi gangguan pun bertambah. Saya beri tahu padanya,
makhluk halus itu kalau tidak berjodoh, takkan datang mencari-mu.

Umumnya ada dua sebab : Yang pertama adalah keluarga,


kerabat dan sahabat pada masa kelahiran lampau yang jatuh ke
Alam Setan Kelaparan atau Neraka, mereka datang memohon
pelimpahan jasa padamu. Yang kedua, musuh dari masa kelahiran
lampau datang menagih utang.

Frekuensi gangguan yang kian brutal dikarenakan mereka tahu


kamu sekarang telah belajar Ajaran Buddha, melafal Amituofo,
dapat melimpahkan jasa kepada mereka. Lain kali kalau ketemu
fenomena begini, lafallah Amituofo buat mereka.

Sehari kemudian Peter datang memberitahukan padaku, dini


hari sebelum mentari terbit, antara setengah tidur setengah mimpi,
100
dia mulai melafal Amituofo, gangguan segera berhenti.

Setelah melafal Amituofo beberapa waktu kemudian, muncul


dua wajah orang di hadapannya dan berkata padanya : “Mohon
lafalannya jangan dihentikan, kami tidak sanggup melafal keluar
suara ini.”

Sejak itu dia tidak mendapat gangguan lagi. Kadang kala dia
merasakan ada makhluk halus yang memohon dirinya melafal Namo
Amituofo. Sekarang setiap kali pergi dan pulang kerja, saat
mengemudi mobil, dia akan memutar kaset lafalan Amituofo.

Mr.Edward adalah karyawan di perusahaan minyak yang berusia


lebih dari 50 tahun, dalam suatu kesempatan, dia bercerita tentang
wanita pemilik rumahnya yang terdahulu, yang telah meninggal
dunia, tetapi setiap sekitar enam minggu sekali, arwah wanita ini
akan pulang dan tidur di kamar utama yang menjadi kamar tidur
mereka.

Edward bahkan sudah terbiasa dengan fenomena ini dan tidak


merasa heran lagi. Sedangkan bagi kami justru fenomena ini tidak
normal, manusia setelah mati akan pergi bertumimbal lahir, takkan
tinggal di tempatnya semula.

Umumnya manusia tidak memahami kondisi setelah kematian,


mengira bahwa setelah mati maka segalanya telah usai, padahal roh
101
atau arwah itu masih ada.

Makanya saya memberi usulan pada Edward, lain kali kalau


wanita majikan rumah terdahulu itu, arwahnya datang lagi,
segeralah melafal “Amituofo”.

Dua bulan kemudian, Edward menceritakan pada kami mukjizat


yang dialaminya dari melafal Amituofo. Usai perbincangan tempo
hari, esok harinya arwah wanita itu datang lagi.

Saat itu Edward agak cemas, dia mencemaskan kalau-kalau dia


mengeja lafalan Amituofo dengan kurang tepat, kalau salah mengeja,
nanti arwah wanita itu tersinggung pula.

Dia melafal keluar “Amital”, tidak ada respon apapun. Lalu dia
melafal lagi “Amitabha, go in peace” yang artinya “Amituofo,
pergilah dengan damai”.

Wanita itu segera beranjak pergi, bahkan meninggalkan tiga


butir pesan, salah satu diantaranya adalah agar dia menghemat
energi, perbanyak melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi
orang banyak. Sejak itu arwah wanita itu tidak kembali lagi.

Akhir tahun lalu, Ayahanda Betty divonis menderita kanker


102
paru-paru, kondisinya sangat tidak stabil, bulan Mei tahun ini
ditemukan lagi sel-sel kanker di saluran pernapasannya, harus
dioperasi buat kedua kalinya.

Betty demi menemani ibundanya, bergegas pulang ke


Washington dari Houston, kebetulan saya juga sedang berada di
Washington selama tiga hari.

Tanggal 14 Juni, malam hari, Betty mengundang saya menginap


semalam di rumahnya. Ayah Betty adalah karyawan senior sebuah
perusahaan farmasi Barat yang besar, rumahnya cukup megah, ada
dua tingkat, pekarangan yang luas, sungguh membuat orang
berdecak kagum.

Tetapi Ibunda Betty tidak pernah berani berada sendirian di


rumah, makanya kali ini Ayah Betty dirawat di Rumah Sakit, Betty
harus pulang ke rumah menemani Ibunda-nya.

Malam itu ketika saya melangkah masuk ke rumahnya, suasana-


nya terasa angker, ketika naik ke loteng, terasa ada beban yang
menindih di dada, sungguh tidak nyaman.

Saya dan Betty duduk bermeditasi 1 jam lamanya, barulah


kemudian dia menceritakan kejadian di rumahnya. Betty
mengatakan, bulan September tahun lalu, ketika Ayahnya baru jatuh
sakit, dia bergegas pulang ke rumah, malam harinya terasa ada
103
sesuatu beban berat yang menindih dadanya, hingga tidak mampu
bernapas, lalu ada sebuah kekuatan yang ingin mengusirnya keluar
dari kamar tidur.

Waktu itu dia mengira oleh karena penyakit Ayahnya menyerang


di bagian dada, makanya sebagai putrinya juga ikut merasakan
penderitaan sang Ayah. Tetapi firasat saya mengatakan bahwa
kamar tidur ini diganggu makhluk halus, jika tidak melafal Amituofo,
saya tidak berani tidur.

Lalu saya menyalakan kaset lafalan Amituofo, bersama Betty,


kami berdua melafal Amituofo hingga 1 jam lamanya. Setengah jam
pertama, saya merasakan sekujur tubuhku kedinginan, usai itu saya
tidak merasakan hawa dingin lagi, kami merasakan suasana di
kamar telah berubah jadi baik, saya juga dapat tidur pulas hingga
pagi hari.

Kemudian Betty memberitahukan padaku, dia pernah meminta


bimbingan pada seorang wanita paranormal yang berada di Florida,
apakah penyakit Ayahnya ada kaitannya dengan gangguan makhluk
halus, apakah rumahnya ada diganggu makhluk halus.

Wanita paranormal ini menjawab, ada dua makhluk halus yang


sudah lama menghuni rumah tersebut, penyakit Ayahnya juga
karena pengaruh ini. Sejak Betty rajin melafal Amituofo, suasana
angker di rumahnya berangsur-angsur hilang. Meskipun Ayahnya
sedang dirawat di Rumah Sakit, tetapi suasana hatinya stabil dan
104
kondisi kesehatannya membaik secara signifikan.

Kemudian dari pengakuan tetangganya, Betty mengetahui


bahwa rumah tua di sebelahnya yang telah berusia lebih dari seabad,
sering muncul kejadian yang aneh-aneh, perabot rumah yang bisa
bergeser sendiri, orang-orang yang pernah tinggal di sini juga
pernah melihat penampakan wanita berkulit hitam di malam hari.

Ternyata lahan di seberang kolam, mulanya adalah kawasan


suku Indian yang dilarang masuk bagi orang luar, kalau bukan
penyakit Ayahnya, mereka juga takkan menaruh perhatian pada
kasus ini.

Tetangganya juga memberitahukan pada Betty, sejak dia


berkunjung ke rumah tua tersebut, arwah wanita berkulit hitam
tersebut tidak pernah muncul lagi. Ketika berkunjung, Betty terus
menerus melafal Amituofo di dalam hati.

Di dalam kehidupan ini ada banyak hal yang tidak dapat dicerna
secara logika, terutama peristiwa setelah kematian. Tiga
perumpamaan yang saya cantumkan di sini adalah membuktikan
keberadaan arwah atau roh, dan mukjizat dari melafal Amituofo
juga efektif bagi insan non Buddhis, menjelaskan bahwa lafalan
Amituofo bersifat universal.

Maitri Karuna dan kekuatan tekad agungNya Buddha Amitabha,


105
bukanlah berada dalam jangkauan pikiran kita sebagai manusia
biasa, kita takkan mampu membayangkannya.

Seperti pada kasus Ayah Betty, saya terpikir banyak penyakit


manusia berkaitan dengan rintangan karma dan musuh kerabat
penagih utang. Dalam kondisi begini, kalau tidak terlebih dulu
mengeliminasi rintangan karma dan melimpahkan jasa kebajikan
kepada musuh kerabat penagih utang, maka penyakit akan sulit
disembuhkan.

Melafal Amituofo, selain dapat mengeliminasi rintangan karma,


juga dapat melimpahkan jasa kebajikan kepada musuh kerabat
penagih utang, boleh dikatakan sebagai mustika yang tak ternilai
yang sulit ditemukan.

Insan yang beruntung bisa memperoleh mustika ini, hendaknya


menghargainya baik-baik, perbanyaklah melafal Namo Amituofo.

Ditulis oleh :

Lei Jiu-nan

Catatan :

Upasika Lei Jiu-nan lahir pada tahun 1951 di Tainan, Taiwan,


sejak usia kecil mengikuti Ayahbunda-nya bermigrasi ke Amerika.
106
Setelah lulus dari Universitas Hawaii, menerima gelar doktor dalam
bidang kimia dari Massachusetts Institute of Technology, MIT.

Upasika Lei Jiu-nan merupakan pendiri Lapis Lazuli Light,


sebuah lembaga yang tidak hanya mempelajari pencegahan dan
pengobatan kanker, juga meneliti ancaman bahaya bagi lingkungan,
seperti gelombang elektromagnetik, polusi air, polusi tanah, dan
masalah lainnya.

Keterangan :

90 persen penduduk Amerika Serikat begitu lahir sudah dibaptis


dalam Agama Kristen atau Katolik. Bagi orang Amerika, Agama
Buddha terasa asing, apalagi lafalan Amituofo, lebih terasa asing lagi.

Walaupun kadang kala mereka karena suatu alasan sehingga


melafal Amituofo, itu pun mereka tidak memahami secara teori.
Meskipun demikian, asalkan melafal Amituofo, tetap memiliki
kekuatan yang tak terbayangkan, oleh karena sepatah Amituofo
mewakili Buddha Amitabha sendiri, melafal Amituofo Buddha
Amitabha hadir di tempat, dengan sendirinya memperoleh
perlindungan dari Buddha, kelak terlahir ke Alam Sukhavati.

Sepatah Amituofo merupakan lafalan universal, melampaui


batasan negara, melampaui batasan ras, melampaui batasan
keyakinan, merupakan Dharma yang melampaui batasan alam
semesta.
107
25. Selamat dari Kesulitan Melahirkan

Kira-kira lebih dari setengah bulan yang lalu, saya mendapat


mimpi yang aneh. Dalam mimpi tersebut, saya melihat ada seorang
wanita hamil, air ketuban pecah, tetapi kesulitan melahirkan. Ibu
dan anak berada dalam kondisi kritis.

Waktu itu saya amat cemas, tidak tahu harus bagaimana, jika
berada kelamaan di dalam kandungan bunda, bayi kemungkinan
akan menemui ajal.

Saya bukan dokter, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam
kondisi terdesak, saya menaruh telapak tanganku di atas perut ibu
hamil itu, mulai melafal “Namo Amituofo, Namo Amituofo”, tidak
lama kemudian, bayi lahir dengan selamat.

Setelah bangun dari tidur, saya merasa keheranan, kenapa


semalam bisa bermimpi demikian.

Setengah bulan kemudian, siang ini Upasika Fo-ci datang ke


Vihara mengikuti kebaktian umum, menceritakan kepada kami
tentang kemenakan-nya yang bernama Li Die mengalami kesulitan
melahirkan, dalam kondisi genting dia melafal Amituofo dan
108
berhasil melahirkan seorang bayi laki-laki. Setelah mendengarnya,
saya jadi ikut bersukacita, kenapa bisa serupa dengan mimpiku
tempo hari?

Menurut penuturan Upasika Fo-ci, kemenakannya Li Die pada


tanggal 9 Maret 2014, pukul 3 sore, diantar ke Rumah Sakit Bersalin
Pengobatan Tradisional Kabupaten Lantian, Xi’an. Li Die baru
pertama kali menjalani proses persalinan, sebelumnya Upasika Fo-ci
telah berulang kali mengingatkannya perbanyak melafal Amituofo,
supaya proses persalinan berjalan lancar, tapi Li Die tidak percaya.
Saat melahirkan, dia mengalami kesakitan yang luar biasa.

Tanggal 10 Maret, sekitar pukul 3 sore, air ketuban pecah, tetapi


dokter mengatakan serviks harus terbuka selebar 10 cm barulah
dapat melahirkan, sedangkan Li Die sekarang baru terbuka 4 cm,
tidak berdaya melahirkan.

Li Die tiada henti-hentinya menjerit kesakitan, seluruh anggota


keluarga hanya bisa pasrah.

Ketika Upasika Fo-ci tiba di Rumah Sakit, segera menggenggam


tangan kemenakannya sambil berkata : “Dalam waktu keseharian,
saya selalu mengingatkan kamu supaya melafal Amituofo, tapi kamu
tidak mau mendengarnya, sekarang harus menanggung penderitaan
kesakitan, dokter juga tidak berdaya apa-apa, cobalah melafal
Amituofo.”

109
Li Die setelah mendengarnya, juga tidak berdaya, hanya dapat
sambil menangis sambil berteriak “Namo Amituofo”.

Upasika Fo-ci meminta suami Li Die masuk ke dalam kamar


bersalin guna menemani istrinya melafal Amituofo. Kira-kira
belasan menit kemudian, dokter kembali melakukan pemeriksaan
lalu berkata : “Sudah bisa melahirkan, sungguh ajaib.”

Pukul 5 lewat, sore hari, Li Die berhasil melahirkan seorang bayi


laki-laki, ibu dan anak berada dalam kondisi selamat.

Maha Maitri Maha Karuna Buddha Amitabha, memberikan solusi


bagi kita dalam menghadapi segala permasalahan, bahkan dalam
proses persalinan sekalipun. Terima kasih pada Ayahanda Univesal
Buddha Amitabha!

Dicatat oleh : Venerable Shi Fo-yan

Tanggal : 11 Maret 2014

110
26. Pembawa Sial

Upasika Bi Xian-ying, seorang lansia dari Kota Guiyang, Provinsi


Guizhou, suatu hari janjian dengan sahabat Dharma hendak
mengikuti kebaktian umum di sebuah Vihara, dini hari sudah
berangkat dari rumah, dia berjalan kaki sambil melafal Amituofo.

Oleh karena jalanan masih sepi, toko-toko juga belum buka


semuanya, ketika dia melewati toko pertama yang baru buka, yakni
kedai jual tahu, si penjual memandang ke arah Upasika Bi, lalu
beralih memandang ke arah belakang, seakan-akan sedang memberi
sinyal peringatan padanya, tetapi oleh karena dia sedang terfokus
melafal Amituofo, makanya tidak menghiraukannya, tetap berjalan
ke arah depan sambil melafal Amituofo.

Tiba-tiba ada yang menodongkan pisau ke punggungnya, sambil


mendesaknya berjalan ke lorong yang sepi sambil mengingatkan
dirinya tidak boleh berbicara.

Saat ini Upasika Bi baru menyadari telah berhadapan dengan


perampok, pantas tadi penjual tahu memandang ke arahnya lalu
memandang ke arah belakang, tetapi Upasika Bi sama sekali tidak
panik, bahkan berkata pada perampok itu : “Kamu jangan bertindak
sembarangan lho! Saya ini praktisi pelafal Amituofo.”

111
Kenapa Upasika Bi harus mengatakan kalau dia adalah praktisi
pelafal Amituofo? Ternyata menurut kepercayaan masyarakat
setempat, orang-orang yang berprofesi sebagai pencuri dan
perampok juga mengetahui bahwa jika bertemu dengan korban
yang melafal Amituofo, mereka akan mengalami nasib apes.

Kenapa bisa beredar kepercayaan sedemikian rupa? Ini juga


merupakan kesimpulan dari berbagai kasus yang pernah mereka
alami, menurut pengalaman “Gerombolan Siberat” ini, jika
korbannya adalah praktisi pelafal Amituofo, kalau bukan gagal
merampok maka segera ditimpa Hukum Karma.

Lama kelamaan, kabar ini beredar cukup luas dalam lingkungan


“Gerombolan Siberat”, bahkan kabar begini sudah diketahui
masyarakat luas. Para pencuri dan perampok sangat memahami jika
bertemu dengan korban praktisi pelafal Amituofo, akan membawa
sial bagi mereka. Maka itu mengapa Upasika Bi berkata bahwa dia
adalah praktisi pelafal Amituofo, berharap si perampok mau
melepaskannya.

Upasika Bi ketika dipaksa berjalan ke dalam lorong kecil,


mengulangi sebanyak tiga kali : “Kamu jangan bertindak
sembarangan lho, saya ini adalah praktisi pelafal Amituofo.”

Tidak disangka pemuda ini malah bersikukuh memaksanya


berjalan ke lorong yang sepi. Saat itu Upasika Bi menenteng sebuah
tas, sementara itu telepon genggam dan uangnya ditaruh di dalam
112
kantong.

Dalam hatinya berpikir : “Perampok ini sudah dinasehati tidak


mau mendengar, saya juga tidak berdaya melawannya, yah sudahlah,
lebih baik saya memfokuskan pikiran melafal Amituofo saja.”

Lalu dengan suara nyaring melafal : “Namo Amituofo, Namo


Amituofo, Namo Amituofo.........”

Saat itu dia terkejut melihat perampok itu sekujur tubuhnya


bergoyang-goyang seperti orang yang sedang menari, kedua
tangannya bergerak sendiri, mulanya dia hendak mengambil harta
korbannya, sekarang malah tidak bisa mengendalikan sepasang
tangannya.

Beberapa orang teman si perampok yang mulanya ingin datang


membantu, setelah melihat fenomena tersebut segera lari kocar-
kacir.

Saat itu si perampok bahkan bicara pun sudah gemetaran : “Maaf,


saya sudah tiga hari tidak makan.” Mungkin mereka telah
menyaksikan secara langsung ternyata merampok praktisi pelafal
Amituofo sungguh merupakan “Pembawa Sial”, maka itu mencari
alasan untuk menutupi kejahatannya, dengan harapan bisa
memperoleh sedikit uang iba. Kalau bukan begini, rekan-rekannya
yang berbadan kuat tadi, bagaimana mungkin sudah tiga hari tidak
113
makan?

Sekarang kondisi pun terbalik, Upasika Bi dengan suara nyaring


berkata pada si perampok : “Belum makan ya? Ayo ikut denganku,
kita makan di Vihara saja.”

Perampok ini meskipun punya 10 nyali juga takkan berani


mengikuti Upasika Bi ke Vihara, maka itu dengan penuh hormat
mengantar Upasika Bi keluar dari lorong.

Saat itu kebetulan sahabat Dharma menelepon Upasika Bi,


menanyakan Upasika Bi sudah sampai mana, ketika Upasika Bi
sedang berbicara di telepon, si perampok segera mengambil langkah
seribu.

Upasika Bi sampai di Vihara, dengan gembira dia berkata pada


sahabat Dharma : “Master Shandao berkata ‘Pedang tajam adalah
sepatah Amituofo, melafal sepatah Amituofo menghapus segala dosa,
hari ini saya menggunakan pedang tajam ini, melafal sepatah
Amituofo menghapus segala pencuri. Bukan hanya dapat
menghapus pencuri harta benda, juga dapat menghapus pencuri
harta Dharma”.

Disampaikan secara lisan oleh : Venerable Fo-cheng

Dicatat oleh : Venerable Jingzong

Tanggal : 6 Januari 2010


114
27. Jalanan Bercabang Dua

Ketika acara Taiwan TV show “News Wawawa” sedang


berlangsung, aktor kondang yang juga sekaligus motivator bagi
terpidana mati, Zhang Bo-zhou, mengenang kembali peristiwa 20
tahun silam yang dialaminya di jalan raya Beiyi.

Waktu itu dia sedang menjalani syuting film di Yilan, usai syuting,
dia mengemudi mobil di jalan raya Beiyi hendak pulang ke Taipei,
waktu menunjukkan pukul 2-3 tengah malam.

Setelah menempuh perjalanan 30-40 menit kemudian,


mendadak di hadapannya muncul jalan bercabang dua. Dia langsung
teringat kira-kira lebih dari sebulan yang lalu, pernah mendengar
perkataan dari seorang lansia yang tinggal di sekitar wilayah
tersebut, di jalan raya Beiyi, jika mendadak melihat muncul jalan
bercabang dua, segera hentikan mobil, jangan menerobosnya.

Maka itu dia segera menginjak pedal rem, menghentikan


mobilnya. Duduk diam di dalam mobil, melanjutkan perjalanan,
salah, tidak melanjutkan perjalanan juga salah, hatinya mulai
merasa panik, makanya menyalakan sebatang rokok dan
mengisapnya dalam-dalam, sambil merokok sambil melafal
“Amituofo, Amituofo............”
115
Bahkan jendela mobil pun tidak berani dibuka, seluruh ruangan
mobil penuh dengan asap rokok. Ketika rokoknya sudah terbakar
habis setengah batang, dia ingin melihat bagaimana kondisi di luar
mobil, lalu menurunkan sedikit kaca mobil dan mengintip ke luar,
ternyata jalan bercabang dua tersebut telah hilang, pulih kembali
menjadi jalan raya biasa, barulah hatinya lega, melanjutkan
perjalanannya pulang ke Taipei.

Kesan dari penulis Zong-nian :

Sutra menyebutkan kekuatan kewibawaan dari nama


Bodhisattva Avalokitesvara, dapat terhindar dari kematian yang
tidak wajar. Apalagi jika melafal nama Guru dari Bodhisattva
Avalokitesvara. Bodhisattva Avalokitesvara menempatkan sosok
GuruNya di mahkota yang dikenakan di puncak kepalaNya-----------
yakni Buddha Amitabha.

Dari kejadian di atas, aktor kondang Zhang Bo-zhou baru melafal


Amituofo beberapa kali saja, namun rintangan yang tidak kasat mata
itu segera lenyap tak berbekas.

Ditulis oleh : Zong-nian

116
28. Terhindar dari Ular Berbisa

Saya dan kakak kedua-ku tinggal di sebuah apartemen lima


lantai, kami tinggal di lantai empat, masing-masing menempati satu
unit.

Suatu hari kakak kedua mengatakan padaku, sudah beberapa


hari berturut-turut dia bermimpi ada ular di kamarnya, kadang kala
lewat di hadapannya, kadang kala menggigit tangannya, bahkan
kadang kala ada tiga ekor ular yang muncul bersamaan. Saya pikir
ini cuma mimpi, lalu bilang padanya, ini cuma mimpi, jangan pikir
terlampau banyak, dalam waktu keseharian perbanyak melafal
Amituofo.

Tanggal 30 September 2006, sekitar pukul 9 pagi, saya masih


tidur, sebuah teriakan histeris membangunkan diriku dari mimpi,
saya segera berlari keluar, tampak kakak kedua wajahnya pucat pasi,
berteriak tanpa henti : “Ada ular! Ada ular!”

Saya menundukkan kepala dan melihat di depan pintu masuk


kamar mandi, ada seekor ular berwarna belang hitam putih, bentuk
kepalanya segitiga, dalam hatiku berpikir, ini pasti ular berbisa,
cuma tidak tahu nama spesies-nya, tetapi tidak berani bilang ke
kakak kedua, karena dia sedang dilanda kepanikan dan ketakutan
117
ekstrim.

Saya berjongkok di samping ular tersebut, melihatnya


menengadahkan kepala tinggi-tinggi, mengetahui bahwa dia sedang
menebarkan ancaman (sesungguhnya nyaliku juga kecut, hatiku
juga merasa sangat takut, sejak tadi otakku bekerja keras, apa yang
harus dilakukan supaya selain tidak melukainya juga tidak
melukaiku).

Saya bilang ke kakak kedua, tenangkan hati, pergilah ambil


kantong plastik, saya bermaksud menaruh ular tersebut ke dalam
kantong plastik, lalu membawanya ke tempat sepi dan
melepaskannya ke alam bebas.

Saat itu, saya dan kakak kedua menghadap ke arahnya sambil


melafal Amituofo, hingga lafalan ketiga, si ular perlahan-lahan mulai
menurunkan kepalanya, bahkan terasa sangat jinak, serupa dengan
anjing kecil yang menundukkan kepalanya di lantai, saya sempat
tertegun melihat fenomena ini.

Selanjutnya, dibawah iringan suara lafalan Amituofo yang


berkesinambungan, saya pelan-pelan meletakkan kain handuk ke
badan si ular, masih tetap melafal Amituofo dan menarik nafas
dalam-dalam, dengan lembut saya menggendongnya, lalu
memasukkannya ke dalam kantong plastik.

118
Catatan penerjemah :

Tindakan ini dinilai terlampau beresiko, sebaiknya menghubungi


pihak pemadam kebakaran yang lebih ahli dalam mengevakuasi ular.

Akhirnya ancaman bahaya berhasil diatasi. Ular yang jadi jinak


setelah mendengar lafalan Amituofo, fenomena ini masih terukir
dalam ingatanku, sehingga membuatku terharu.

Sore harinya, kakak kedua pulang, ketakutannya masih belum


hilang, lalu menceritakan padaku sebuah kejadian : Ular tersebut
harusnya tidur bersamanya semalaman.

Oleh karena kakak kedua menderita Astigmatisma (gangguan


penglihatan) 300 derajat, dalam waktu keseharian malas pakai
kacamata, makanya ular dianggap sebagai karet pengikat rambut.
Malam hari melihatnya berada di sisi tempat tidur juga tidak
dihiraukannya, esok harinya bangun tidur, ular itu sudah merayap
ke bawah tempat tidur, hingga kakak kedua bangun dan berjongkok
mencari “karet pengikat rambut”, barulah menemukan ternyata
bukanlah karet pengikat rambut, tetapi adalah seekor ular.

Kemudian kakak kedua baru mengetahui bahwa ular itu adalah


jenis ular belang taiwan atau Bungarus multicinctus, yang sangat
berbisa, dia terus menerus bersyukur mengatakan Buddha
Amitabha telah menyelamatkan dirinya.

119
Saya katakan padanya, kita mengerahkan segenap hati guna
melafal Amituofo, baik berjalan, berdiri, duduk maupun berbaring,
Buddha Amitabha senantiasa melindungi kita, ini merupakan hal
yang wajar.

Andaikata dalam kehidupanku tidak mengenal Buddha Amitabha,


mungkin akhir dari kejadian ini tidaklah sama. Jika tidak mengenal
Buddha Amitabha, maka niat pikiran pertama yang muncul adalah
membunuh ular tersebut, dan kepala ular yang diangkat tinggi-
tinggi sebagai ancaman, mungkin akan berubah menjadi serangan
berbisa. Saya dan kakak kedua mungkin takkan berada dalam
kondisi selamat.

Jika tidak mengenal Buddha Amitabha, maka saya takkan


bernyali berjongkok di hadapan ular tersebut sambil melafal
Amituofo. Beragam fenomena yang tak terbayangkan muncul
bersamaan, pasti merupakan pemberkatan Buddha Amitabha
melindungi ular kecil yang berjodoh tersebut, sekaligus melindungi
diriku dan kakak kedua.

Dicatat oleh : Jingling

Tanggal : 3 Oktober 2006

120
29. Si Cilik Terlahir ke Alam Sukhavati

Sekitar tahun 1980-an, di Jiangsu Utara terdapat sebuah


keluarga, ada seorang Upasaka praktisi pelafal Amituofo yang
membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati, setiap hari
melakukan kebaktian rutin dengan melafal Amituofo di hadapan
rupang Buddha.

Praktisi ini mempunyai seorang anak perempuan yang baru


berusia 10 tahun, tiap hari mendengar Ayahnya melafal Amituofo,
merasa keheranan lalu bertanya : “Papa, mengapa Anda tiap hari
melafal Amituofo? Apa saja manfaat dari melafal Amituofo?”

Upasaka menjawab : “Melafal Amituofo tujuannya supaya


terlahir ke Alam Sukhavati di penjuru barat. Oleh karena alam itu
sangat indah sempurna, di sana tidak ada penderitaan lagi, yang ada
hanyalah kebahagiaan, lagi pula permukaan tanahnya dilapisi
dengan emas, Bunga Teratai yang ada di Kolam Tujuh Mustika
ukurannya sebesar roda pedati, kuntum-kuntum memancarkan
cahaya, demikian pula dengan pepohonan juga memancarkan
cahaya...........”

Upasaka menuruti apa yang tercantum di dalam “Amitabha


Sutra”, menjelaskan kepada putri-nya tentang panorama
121
menakjubkan Alam Sukhavati, setelah mendengarnya si Cilik
bertanya : “Papa, Alam Sukhavati sungguh bagus, di mana letaknya?
Bolehkah Anda membawaku jalan-jalan ke sana?”

Upasaka menjawab : “Papa tak berdaya membawamu ke sana,


hanya Buddha Amitabha yang dapat mengantarmu ke sana. Jika
kamu ingin ke sana, maka harus rajin-rajin melafal Amituofo.”

Si Cilik yang lugu tersebut setelah mendengar kata Ayahnya,


setiap hari merenungkan keindahan panorama Alam Sukhavati, hati
yang penasaran berharap sedini mungkin dapat mencapai Alam
Sukhavati, maka itu dengan setulusnya melafal Amituofo, baik
berjalan, berdiri, duduk maupun berbaring, tak terpisahkan dari
melafal Amituofo.

Tiga tahun kemudian, suatu hari si Cilik tiba-tiba berkata pada


Ayahnya : “Papa, saya sudah mau pulang ke Alam Sukhavati,
waktunya adalah tanggal sekian, pukul 10 pagi (tepatnya tanggal
berapa, Venerable sudah tidak ingat lagi). Anda undanglah kerabat
dan sahabat datang mengantar kepergianku!”

Saat itu Ayahnya tidak percaya putrinya melafal Amituofo hanya


dalam waktu singkat sudah bisa terlahir ke Alam Sukhavati, namun
karena dia sendiri juga merupakan praktisi pelafal Amituofo, lagi
pula ini juga merupakan permintaan putrinya, makanya dia
menuruti saja.

122
Mulanya kerabat dan sahabatnya juga tidak percaya, tidak
bersedia hadir, bahkan berkata bagaimana boleh orang dewasa
memercayai perkataan anak kecil, orang yang masih sehat dan baik-
baik, juga tidak menderita sakit apapun, normal-normal saja,
bagaimana mungkin bilang mau mati langsung bisa mati.

Upasaka menjelaskan : “Bukan mati tapi terlahir ke Alam


Sukhavati, pokoknya saya sudah mengundang kalian, tiba hari H
nanti semoga kalian bisa hadir ya.”

Kerabat dan sahabatnya juga tidak mengerti apa itu “Terlahir ke


Alam Sukhavati”, namun karena penasaran, mereka datang juga
supaya bisa menyaksikan secara langsung dan memahami apa
artinya “Terlahir” itu.

Sampai pada pukul 9 pagi seperti yang telah dijanjikan, mereka


berkumpul di rumah Upasaka, si Cilik mulai membasuh diri,
berpakaian dan berpenampilan rapi, tepat pukul 10 pagi, Buddha
Amitabha memancarkan cahaya datang menjemput, si Cilik terlahir
ke Alam Sukhavati dengan bebas tanpa rintangan.

Saat itu semua hadirin menyaksikan dengan mata kepala sendiri,


si Cilik berdiri di atas Bunga Teratai, langsung berubah menjadi pria,
menampilkan tubuh keemasan, pergi menuju ke arah barat!

123
Setelah menyaksikan langsung fenomena menakjubkan nan
unggul tersebut, orang-orang yang tidak meyakini Buddha datang ke
Vihara mengambil Visudhi Trisarana, meyakini Buddha melafal
Amituofo, bertekad terlahir ke Alam Sukhavati.

Lampiran :

Kisah di atas disampaikan secara lisan oleh seorang anggota


Sangha dari Vihara Donglin, penulis merasakan kesan yang sangat
unggul, memperoleh motivasi yang sangat mendalam, makanya
mencatatnya secara garis besar, lalu membaginya kepada khalayak
ramai.

Papa si putri kemudian adalah Master Huiming, seorang anggota


Sangha di Vihara Ling-yan-shan. Semasa hidupnya, Master Huiming
selalu membagi kisah putrinya terlahir ke Alam Sukhavati kepada
orang-orang di sekitarnya.

Anggota Sangha lainnya mencatat kisah tersebut, tiap kali


diselenggarakan kegiatan Foqi (kegiatan melafal Amituofo selama
tujuh hari berturut-turut), mereka akan menyampaikan kisah ini
guna memotivasi para peserta.

Namo Amituofo!

Ditulis oleh : Upasaka Huiwu


124
30. 18 Tahun Kemudian Barulah Memasuki Bunga
Lotus

Ayahku bernama Zhang San-he, penduduk Kabupaten Yilan,


Taiwan. Lahir pada tanggal 9 Agustus 1939, meninggal pada tanggal
26 Mei 1992. Usia 53 tahun.

Sebagai anak sulung, Ayahku harus mencari nafkah menghidupi


keluarga, selain membesarkan kami tiga bersaudara, masih harus
membiayai sekolah kedua paman dan seorang bibi kami, sampai
mereka berumah tangga.

Selain itu juga harus melunasi sejumlah utang yang ditinggalkan


kakek. Maka itu selain bercocok tanam juga berternak ayam, bebek,
babi untuk dijual.

Bulan April 1992, Ayah menderita flu dan batuk, tapi tidak
pernah diobati, setelah parah baru diperiksa ke Rumah Sakit,
ternyata adalah kanker paru stadium akhir.

Setelah sebulan dirawat di Rumah Sakit, Ayah meninggal dunia.


Waktu itu keluarga kami tidak ada seorang pun yang belajar Ajaran
125
Buddha, jadi Ayah dikuburkan menurut upacara tradisi setempat.

Kakak ipar sulung percaya sama Chikung, dapat merasakan


kehadiran makhluk halus. Kakak ipar sulung bilang arwah Ayah
sering pulang rumah. Kakak ipar sulung hanya bisa merasakan
tetapi tidak dapat melihatnya.

Tahun 1997, Ayah telah wafat lima tahun lamanya, saya berusia
27 tahun, mulai belajar Buddha Dharma, barulah mengetahui
tentang kebenaran Hukum Sebab Akibat dan enam alam tumimbal
lahir.

Saya jadi terpikir akan Ayah yang demi menghidupi keluarga


harus mengikat jodoh buruk dengan hewan ternak, jika tidak
melimpahkan jasa kebajikan padanya, takutnya beliau tidak dapat
terlahir di alam yang baik.

Maka itu setiap tahun saya akan mengikuti upacara ritual


pelimpahan jasa, guna melimpahkan jasa kepada Ayah dan hewan
ternak, supaya bersama-sama terlahir ke Alam Sukhavati.

Sekitar 9 tahun yang silam, pagi hari saya bekerja, malam hari
saya tinggal di Vihara, supaya memudahkan saya belajar Buddha
Dharma dan bervegetarian.

126
Saat liburan tiba, saya pulang ke rumah menemani Mama. Pada
hari pertama, malamnya saya tidur bersama Mama, baru saja
terlelap, tidak lama kemudian sekujur tubuhku merasa gatal sekali,
akhirnya saya pindah tidur di ruang tamu.

Hari kedua saya kembali tidur di kamar Mama, sekujur tubuhku


juga merasa gatal sekali, pindah lagi tidur di ruang tamu. Hari ketiga
saya kembali tidur di kamar Mama, saat tengah malam saya
bermimpi melihat penampakan seekor ular besar, saya ketakutan
dan menendangnya dengan kaki, lalu terperanjat dan bangun,
sekujur tubuhku penuh dengan keringat dingin.

Hari keempat, hanya bisa segera angkat koper dan angkat kaki,
cepat-cepat kembali ke Vihara.

Begitu tiba di Vihara, Shifu (guru) bertanya padaku, “Apa yang


kamu bawa ke dalam Vihara?”

Saya menjawab : “Tidak ada, cuma koper.”

Shifu bertanya lagi : “Benarkah tidak ada? Coba ingat-ingat, apa


yang kamu alami selama pulang ke rumah beberapa hari ini?”

Saya masih gagal paham.


127
Akhirnya Shifu bilang : “Ada seekor ular mengikutimu pulang ke
Vihara, dia dipukul mati oleh ibunda-mu.”

Saya bertanya : “Mengapa dia mengikuti-ku?”

Shifu menjawab : “Oleh karena kamu sudah belajar Ajaran


Buddha, dapat melimpahkan jasa kebajikan kepadanya.”

Saya bertanya : “Bagaimana caranya?”

Shifu menjawab : “Lunar bulan 7 nanti ada upacara pelimpahan


jasa, tulislah nama ibunda-mu. Untuk sementara waktu persilahkan
ular ini melatih diri dulu di sini, sampai tiba saatnya barulah
melimpahkan jasa buat dirinya.”

Ayahbunda demi mencari nafkah telah mengikat jodoh buruk


dengan banyak hewan ternak, maka itu Ayah meninggal dalam usia
53 tahun dan Ibunda sepanjang tahun sakit-sakitan, sibuk berobat
ke dokter, disuntik jarum, minum obat, tapi tak kunjung sembuh.

Tahun 2003 saya meninggalkan keduniawian, menjadi anggota


Sangha. Suatu hari ketika sedang bermeditasi, saya melihat
128
segerombol hewan ternak, banyaknya mirip dengan kebun binatang.
Saat mengikuti upacara pelimpahan jasa, saya menulis papan
sembahyang buat mereka.

Tiga tahun kemudian, mereka tidak muncul lagi, namun masih


juga belum ada kabar dari Ayah, saya juga tidak merisaukannya,
hanya saja tiap tahun melakukan pelimpahan jasa buat Ayah.

Sampai akhirnya pada Bulan November 2009, saya datang ke


Vihara Aliran Tanah Suci di Taipei, saya memilih menetap di Vihara
ini, berguru pada Master Huijing, lalu memfokuskan diri pada
metode pelafalan Amituofo.

Pada pertengahan Maret 2010, suatu sore, ketika mengikuti


kebaktian umum pelafalan Amituofo, tiba-tiba mencium bau asap
rokok, dalam hatiku berpikir, mustahil ada orang yang merokok di
sini.

Untuk meyakinkan diri sendiri, saya melihat ke seluruh ruangan


kebaktian, memang tidak ada yang merokok. Tetapi bau asap rokok
masih ada, bahkan tidak asing lagi (Ayahku semasa hidupnya suka
mengisap rokok bungkus warna kuning mereknya Rokok Kretek
Panjang Umur).

Saya berdoa pada Buddha Amitabha, kalau memang Ayahku


datang, tolong kasih saya melihatnya. Baru saja selesai berdoa, saya
129
sudah melihat penampakan Ayah berdiri di barisan paling depan sisi
kanan tempat untuk umat pria.

Saya berkata dalam hati, saya mohon pada Ayah supaya duduk
dan mengikuti hadirin melafal Amituofo. Hingga pukul 5 sore nanti,
kebaktian selesai dan melimpahkan jasa kepada semua makhluk,
juga sekaligus pada dirinya, sambil berpesan pada Ayah supaya
mengikuti Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.

Lalu saya melanjutkan melafal Amituofo, tetapi Ayahku malah


diam tidak melafal Amituofo, matanya terus menerus memandang
ke arahku. Oleh karena waktu masih cukup panjang, 40 menit lagi
barulah kebaktian usai dan memasuki sesi pelimpahan jasa, maka
itu saya terus memohon Ayah supaya ikut melafal Amituofo.

Saya berkata dalam hati : “Papa, Anda telah bersusah payah


seumur hidup, walaupun arwahmu bisa bebas ke sana kemari, tetapi
masih dalam cakupan enam alam tumimbal lahir. Lebih baik terlahir
ke Alam Sukhavati, mengganti dengan tubuh yang paling sehat,
menjadi Bodhisattva. Setibanya di sana, Buddha Amitabha akan
menganugerahkan kemampuan gaib sempurna kepada dirimu,
terhadap segala hal juga takkan melekat lagi.

Kewibawaan jasa kebajikan Alam Sukhavati, bukanlah dapat


diungkapkan dengan sepatah dua patah kalimat, setelah sampai di
sana, Anda baru bisa memahaminya. Apalagi Anda begitu
bertanggung jawab pada keluarga, Mama, abang dan kakak ipar
130
serta cucu-mu juga sedang menanti-mu kembali lagi dengan status
Bodhisattva guna menyelamatkan mereka!”

Saya sudah bicara panjang lebar, tapi Ayah tetap saja bungkam,
wajahnya tidak memperlihatkan respon apapun, cuma menatap ke
arahku. Saya mulai merasa panik dan terdesak, lalu berkata : “Ayo
cepatlah pergi ke Alam Sukhavati! Untuk apa Anda berada terus di
dunia ini? Anda harusnya membangkitkan tekad terlahir ke Alam
Sukhavati!” Saya ulangi kalimat ini sebanyak beberapa kali, lalu
melanjutkan kembali melafal Amituofo.

Sekitar pukul 4.30 sore (setengah jam sebelum kebaktian usai),


begitu saya membukakan mata, sekuntum Bunga Lotus putih sudah
ada di depan Ayah, luasnya mirip dengan luas bangku untuk satu
orang saja.

Dalam hatiku berpikir : “Kenapa Bunga Lotusnya kecil ya?


Bagaimana menyuruh Ayah duduk di atas Bunga Lotus? Lalu
bagaimana pula Bunga Lotus bisa mengantarnya ke Alam Sukhavati?”

Tetapi saya tetap menasehati Ayah : “Cepat naik ke atas Bunga


Lotus! Cepat naik ke atas Bunga Lotus!”. Ayah masih saja tidak
merespon, cuma menatap ke arahku.

Saya panik dan mendesaknya : “Ayo naik ke atas Bunga Lotus!


Buat apa lagi Anda berada di dunia ini? Kami semuanya nanti juga
131
menyusul ke Alam Sukhavati dan reuni di sana lho!”

Dalam sekejab, Ayah sudah berdiri di atas Bunga Lotus, saat itu
penampilannya sudah berubah, mengenakan setelan jas dan dasi,
rambutnya disemir rapi, wajahnya berubah jadi muda, wajahnya
mulus tanpa keriput sama sekali.

Tidak lama kemudian, Bunga Lotus melayang perlahan naik ke


atas hingga menembusi atap ruangan kebaktian, ukuran Bunga
Lotus juga berubah kian besar dan luas, kemudian sirna dan tidak
tampak lagi.

Mengenang kembali saat permulaan saya belajar Buddha


Dharma (masih belum memfokuskan diri melafal Amituofo), tiap
tahun mengikuti upacara ritual pelimpahan jasa dan menulis nama
Ayah, tapi Ayah masih tetap berada di alam baka, hanya saja Ayah
bisa bebas melanglang buana, namun belum keluar dari enam alam
tumimbal lahir!

Dan sekarang saya telah memfokuskan diri melafal Amituofo,


tidak melatih metode lainnya lagi, sehingga dapat membantu Ayah
menaiki Bunga Lotus Putih, terlahir ke Alam Sukhavati.

Dapat dilihat metode melafal Amituofo itu praktis dan mudah,


namun jasa kebajikannya adalah yang terunggul, melampaui jasa
kebajikan dari membaca sutra, upacara pertobatan dan upacara
132
ritual lainnya.

Lagi pula melafal Amituofo tidak perlu pakai biaya, setiap orang
dapat melafalnya, kapan saja dan di mana saja juga dapat melafalnya,
alangkah mudah dan praktisnya, lalu hasilnya sungguh
menakjubkan tak terbayangkan, langsung dapat melimpahkan jasa
kebajikan pada sanak keluarga terlahir ke Alam Sukhavati, takkan
bertumimbal lahir lagi.

Ditulis oleh : Venerable Shi Jingpu

Tanggal : 2 Juni 2012

133
31. Kucing Terlahir ke Alam Sukhavati

Tahun ini (2012), lunar bulan 8 hari ke-27, adalah hari ulang
tahun Mama, kami sekeluarga, kerabat dan sahabat janjian
berkumpul dan bermain di Kangzhuang, yang terletak di pinggiran
Distrik Yanqing, Beijing.

Saya, abang ketiga dan seorang kakak perempuan berada dalam


satu mobil, berangkat menuju ke Kangzhuang. Mobil kami baru saja
melaju keluar dari Dusun Nan-xin-pu-cun, tiba-tiba saya melihat ada
seekor kucing belang hitam putih, terbujur kaku di atas jalan raya,
tidak bergerak sama sekali.

Saya segera memperlambat laju mobil, lalu berhenti dan turun


dari mobil, ternyata kucing itu sudah mati ditabrak mobil, di atas
jalanan terdapat banyak bercak darah.

Saya segera berjongkok di samping jasad kucing dan melafal


Amituofo, menasehatinya supaya ikut melafal Amituofo, mengikuti
Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.

Biasanya kalau melihat darah, saya langsung pingsan, tetapi


setelah melafal Amituofo belasan menit lamanya, saya tidak
134
mengalami gejala tersebut.

Kemudian saya terpikir jika jasadnya dibiarkan begitu saja, nanti


akan rata digilas mobil lagi, saya mencari sebuah tempat di tepi
jalan, lalu menggali lubang, menguburnya, menancapkan sebuah
batu nisan kecil, meneruskan melafal Amituofo selama setengah jam,
barulah bersiap-siap beranjak pergi.

Ketika hendak masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saya merasa


pusing dan letih, lalu saya minta abang ketiga yang mengemudi, saya
pindah ke bangku belakang dan tertidur.

Begitu tidur langsung bermimpi, dalam mimpi saya melihat ada


seorang pria berkata padaku : “Terima kasih!”

Saya berkata : “Saya tidak mengenal Anda!”

Dia berkata : “Saya adalah kucing yang tadi kamu kubur.”

Saya merasa sangat terkejut, tidak berani percaya.

Dia berkata : “Tadi kamu menasehati saya melafal Amituofo, saya


mendengarnya, ketika saya sedang mengikutimu melafal Amituofo,
135
Buddha Amitabha muncul menjemput diriku, sekarang saya hendak
mengikuti Buddha Amitabha pergi ke Alam Sukhavati, namun
sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih padamu!”

Saya bilang padanya : “Cepatlah pergi mengikuti Buddha


Amitabha! Kelak kita akan bersua lagi di Alam Sukhavati!”

Usai itu saya terbangun, saya merasa bahagia, Ayahanda


Universal telah menjemput kucing itu. Ayahanda Universal sungguh
ber-Maitri Karuna, saya melafal Amituofo dengan seadanya saja,
namun Ayahanda Universal juga hadir dan menjemput kucing yang
mati ditabrak mobil itu ke NegeriNya, saya bahagia sekaligus
terharu.

Ditulis oleh : Upasaka Fo-yuan

Tanggal 17 Oktober 2012

136
32. Mutiara Penghalau Air

Saya adalah seorang pensiunan dini, penderita penyakit darah


tinggi, penyakit jantung, tukak saluran pencernaan, kaki tangan
gemetaran, dan beragam jenis penyakit lainnya, sudah berobat ke
mana-mana, namun tak kunjung tampak hasilnya. Akhirnya hanya
bisa pasrah, menunggu ajal tiba.

Saat kehilangan asa, saya dengar dari seorang praktisi pelafal


Amituofo di dusun kami, katanya melafal Amituofo dapat
menyembuhkan penyakit dan mengurai musibah, saat menjelang
ajal dapat terlahir ke Alam Sukhavati. Tetapi kala itu saya juga tidak
terlampau menaruh hal begini di dalam hati, cuma kadang kala saya
akan melafal sepatah dua patah saja.

Tahun 2013, lunar bulan 9 hari ke-16, sahabatku yang tinggal di


dusun tetangga, mengundangku ke sana untuk berdiskusi tentang
festival Imlek di Dusun Wucheng.

Menjelang siang hari, saya tiba di rumah sahabatku, oleh karena


kebelet dan mau pipis, sehingga buru-buru cari toilet. Oleh karena
dusun tersebut terletak di pegunungan, sudah jauh berjalan tidak
juga ketemu toilet, akhirnya melihat tidak jauh di sana ada
setumpuk puing-puing bahan bangunan, dipenuhi pepohonan dan
rerumputan, sangat tersembunyi.

137
Dengan tergesa-gesa saya bergegas menerobos pepohonan dan
rerumputan, di sana ada sebuah permukaan tanah yang datar, di
atasnya ditutupi tumpukan kulit jagung dan gulma, saya baru saja
menginjaknya, sungguh di luar dugaan, bahaya segera terjadi,
ternyata di bawah tumpukan kulit jagung dan gulma, adalah
kubangan atau lubang air kotor yang sedalam 4-5 meter, “Plung”,
sekujur tubuhku jatuh ke dalam kubangan.

Sejak kecil saya takut pada air, saya tidak bisa berenang, di sisi
lubang air juga tidak ada ranting atau akar pohon yang bisa ditarik,
di sekeliling juga tidak ada orang yang dapat menolongku, dalam
sekejab saya jadi panik dan ketakutan, sambil berjuang sambil
berpikir, kali ini saya pasti menemui ajal.

Saat berada dalam bahaya, tiba-tiba tanpa sadar saya berteriak


“Amituofo, Amituofo”, sambil melafal Amituofo, sambil
mengayunkan tangan dan kaki berupaya mencapai tepi kubangan.

Tiba-tiba badanku terasa seringan burung layang-layang, di


belakang tubuhku seolah-olah ada orang yang mendorongku, dalam
sekejab berhasil mencapai tepi kolam. Setelah berhasil naik ke darat,
sekujur tubuhku basah dan berbau busuk, dingin sekali.

Saat itu, saya menyadari bahwa ini merupakan mukjizat dari


Buddha yang telah menyelamatkan diriku. Deraian air mataku
langsung mengalir deras, sambil menangis sambil berterima kasih
pada budi Buddha : “Terima kasih pada budi Buddha Amitabha yang
138
telah menyelamatkan nyawaku!”

Kembali ke rumah sahabatku, melihat kondisiku yang basah


kuyup, dia dan keluarganya dengan cemas bertanya padaku apa
yang telah terjadi, saya menceritakan padanya seluruh kejadian
yang saya alami, mereka merasa terkejut dan berkata : “Itu
merupakan kubangan air busuk tempat peternak memberi makan
babi mereka, kedalamannya 5 meter, kalau bukan Buddha Amitabha
menyelamatkan dirimu, anda pasti telah mati di dalam kubangan
tersebut. Kalau sudah begini, bahkan jasadmu juga sulit ditemukan,
bagaimana saya harus bertanggung jawab pada keluargamu?
Amituofo, Amituofo.............”

Dia berkata sambil melafal Amituofo berulang kali. Mereka yang


hadir waktu itu juga berkata : “Sejak dulu hingga sekarang, banyak
yang bilang Buddha Amitabha dapat mengurai penderitaan dan
musibah, selama ini kita cuma mendengar dan tidak pernah
menyaksikan mukjizatNya, hari ini kita telah menyaksikan-nya
dengan mata kepala sendiri.” Kemudian mereka menyatakan akan
mulai melafal Amituofo.

Sejak itu saya mengerahkan segenap hati guna melafal Amituofo,


kapan saja dan di mana saja juga melafal Amituofo, bahkan
menasehati orang lain supaya ikut melafal Amituofo.

Dicatat oleh : Wang Qin-yin

Bertempat di : Dusun Shi, Provinsi Hebei.

139
33. Bintang Keberuntungan

Tanggal 15 Oktober 2014, hari ini telah terjadi sebuah peristiwa


yang tak terbayangkan. Seseorang yang dengan tangan kosong
mencoba melepaskan lilitan kawat konektor dengan tegangan 380
volt dan lolos dari maut, hanya tangannya mengalami luka bakar,
menurutmu apakah hal ini masuk akal? Kenyataannya kejadian ini
dialami oleh diriku.

Begini ceritanya, oleh karena tanaman gandum tidak tumbuh


dengan subur, hari ini saya dan Wang Shu-nan pergi menyirami
ladang gandumnya. Baru saja pompa air dihidupkan sudah tampak
ada kebocoran pada tabungnya, makanya saya segera menghubungi
Xue Hong, minta dia menggantinya dengan yang baru.

Kami sudah lama menunggu di ladang, tetapi Xue Hong masih


juga belum datang, saya jadi berpikir, daripada menganggur
menunggu di sini, lebih baik saya gulung kabel pompa saja, jadi
nantinya kalau Xue Hong tiba di sini, pekerjaannya jadi lebih simpel
dan cepat selesai.

Sebelumnya saya sudah pernah membantu Xue Hong memasang


pompa air, menggulung dan mengurai kabel, bukanlah cuma se-kali
atau dua kali saja, makanya saya sudah terampil, setiap kali pompa
140
dibongkar, Xue Hong akan menggunting kabel listriknya, dengan
demikian seluruh aliran listrik pun berhenti.

Kesalahannya juga ada pada diriku, tidak memeriksa panel


listrik dengan seksama, langsung buru-buru ke ujung motor untuk
menggulungnya. Demikianlah benih sebabnya, demikianlah jalinan
jodoh atau faktor pendukungnya, demikian pula buah akibatnya.

Oleh karena kedua ujung kawat konektor masing-masing


kumparan dipelintir menjadi satu, jadi harus diurai simpulnya. Saya
juga salah, bukannya mengambil perkakas tang terlebih dulu, malah
dengan tangan kosong melepaskan pita isolasi dari tiga sambungan,
setelah itu langsung memutar dan mengurai simpul tersebut.

Akhirnya sudah bisa dibayangkan, begitu tanganku menyentuh


kawat listrik, langsung merasa kebas-kebas, sepasang tanganku
seolah-oleh dihisap oleh alat pengisap yang sangat kuat, bagaimana
pun tidak bisa melepaskannya, bersamaan itu tubuhku jatuh
terhempas ke atas permukaan tanah, saat itu tanganku masih ditarik
oleh arus listrik.

Begitu tanganku tersengat listrik dan kebas-kebas, pada momen


tersebut, dalam hatiku berpikir, tamatlah riwayatku. Pada saat itu
saya tidak merasa takut sama sekali, sedih, tidak ikhlas, maupun
tidak tenang, namun ada semacam sinar kehangatan, perasaan
sukacita yang tak terungkapkan dengan kata-kata, perasaan nyaman
memenuhi hati bahkan sekujur tubuh.
141
Bersamaan itu pula lafalan Namo Amituofo bagaikan hembusan
angin menyembur keluar dari mulutku. Sejak momen tersengat
listrik hingga roboh ke tanah, dalam pikiranku hanya ada Namo
Amituofo, dengan sekuat tenaga melafalnya keluar.

Oleh karena kabel listrik masih berada di tanganku, tanganku


bergemetaran, mataku perlahan-lahan jadi kabur, antara setengah
sadar dan setengah tidak, namun perasaanku mengatakan saat itu
saya masih melafal Amituofo.

Ketika kesadaranku hampir sepenuhnya hilang, tiba-tiba kabel


terpental dan terlepas dari tanganku. Saya siuman kembali, segera
bangun dari permukaan tanah, tidak mengalami gejala bingung dan
sesak napas, gemetaran dan tidak kuat berdiri, kepala pusing,
penglihatan kabur. Hanya saja sepasang lenganku tampak berwarna
merah, saat itu saya baru menyadari lenganku mengalami luka
bakar, dan akhirnya bisa disembuhkan.

Selama berlangsungnya proses kejadian, pikiranku dipenuhi oleh


lafalan Amituofo dan tekad terlahir ke Alam Sukhavati. Terutama
ketika tubuhku terhempas ke permukaan tanah, momen saat saya
hampir kehilangan seluruh kesadaranku, perasaan itu tak
terungkapkan dengan kata-kata, perasaan sukacita, damai dan
bahagia.

142
Pulangnya saya menceritakan pengalamanku kepada Xue Hong,
dia terperanjat sampai mulutpun menganga lebar.

Pengalaman ini telah memotivasi diriku untuk lebih giat belajar


Ajaran Buddha dan melafal Amituofo, membulatkan tekad terlahir
ke Tanah Suci Sukhavati.

Jasa kebajikan dan manfaat dari melafal Amituofo adalah tak


terbayangkan, tak terhingga dan tanpa batas, unggul tiada
bandingnya. Asalkan kita membangkitkan keyakinan benar dan
tekad menyeluruh, mengerahkan segenap hati berlindung pada
Buddha Amitaba, bencana akan jadi ringan, kesulitan berkurang,
petaka beralih jadi sejahtera, bahaya beralih jadi selamat; berkah
jadi tertimbun, kebajikan jadi terakumulasi, kebajikan diperoleh dan
jasa jadi terwujud.

Ketahuilah bahwa sepatah Namo Amituofo, merupakan bintang


keberuntungan bagi semua insan. Kita melafal Amituofo
berkesinambungan sepanjang hayat, semasa hidup manfaat yang
diperoleh adalah menakjubkan tak terbayangkan, saat menjelang
ajal terlahir ke Negeri Buddha Amitabha.

Ditulis oleh : Wang Dao-you

143
34. Janin Meninggalkan Kandungan Bunda

Saya bernama Wei Shu-yun, usia 43 tahun, tinggal di Kota Qin-


huang-dao, Provinsi Hebei. Saya meyakini Buddha dan melafal
Amituofo, bertekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.

Tanggal 25 Januari 2012, saya mendapati diriku hamil, dalam


hatiku berpikir, putraku sekarang sudah berusia 21 tahun, mana
boleh melahirkan lagi.

Setelah belajar Ajaran Buddha, saya jadi mengerti,


menggugurkan kandungan adalah perbuatan membunuh, tidak
boleh menggugurkan kandungan; tetapi kehadiran janin ini tidak
dihendaki, apa yang harus dilakukan? Benar-benar terjebak dalam
dilema, perasaan kala itu begitu sengsara, terlampau menyakitkan!

Tanggal 27 Januari, saya sedang chatting di media sosial QQ,


kebetulan Upasika Wuxiu juga sedang online, saya mengutarakan
masalah ini kepada dirinya.

Dia sangat iba padaku, berkata padaku : “Masalah ini sulit


ditangani, hanya dengan melafal Amituofo, memasrahkan diri dan
menerima pengaturan dari Buddha. Lafallah Amituofo beberapa hari,
144
menyampaikan kebenaran kepada janin, menasehatinya supaya
melafal Amituofo.”

Demikianlah, saya melafal Amituofo selama beberapa hari, tetapi


di dalam hatiku masih belum punya kepastian.

Tanggal 3 Februari, saya menelepon Upasika Baoxin,


menceritakan masalahku ini, berharap bisa mendapatkan bantuan.
Terlebih dulu dia bertanya berapa usia kandunganku, saya bilang
sudah sebulan.

Lalu dia berkata padaku : “Masalah ini memang sangat sulit! Saya
dapat memahami kondisi anda, di satu sisi, tidak boleh melakukan
aborsi, aborsi adalah membunuh anak kandung sendiri, di sisi
lainnya, kehadiran anak ini tidak dihendaki, benar-benar dilema!

Tetapi mengingat usia kandungan masih berkisar sebulan, anda


masih memiliki peluang, ada satu cara, anda boleh mencobanya.
Mengerahkan segenap hati memohon pada Buddha Amitabha,
semoga janin bersedia pergi dengan sendirinya.”

Saya bertanya : “Jadi bagaimana caranya supaya janin dapat


pergi dengan sendirinya?”

145
Baoxin menjawab : “Anda harus sering berkomunikasi dengan
janin, seperti apa yang dikatakan sebagai ketulusan penuh
mendatangkan mukjizat, apalagi ibu dan anak saling terjalin hatinya,
dia dapat memahaminya.

Nasehati dia supaya menjauhi penderitaan neraka kandungan,


bertekad terlahir ke Alam Sukhavati. Lalu melafal Amituofo seratus
ribu kali, melimpahkan jasa kebajikan kepada si janin, memohon
pada Buddha Amitabha ber-Maitri Karuna membimbingnya, semoga
janin menerima penyelamatan Buddha Amitabha, terlahir ke Tanah
Suci Sukhavati. Ini merupakan akhir yang paling baik.”

Saya tidak memiliki cara lainnya lagi, hanya bisa menurutinya,


memutuskan untuk mencobanya.

Maka itu saya menulis di selembar kertas : “Memohon Buddha


Amitabha menjemput buah hatiku terlahir ke Alam Sukhavati,
semoga anakku bersedia meninggalkan siksaan neraka kandungan,
bertekad terlahir ke Alam Sukhavati. Anakku, saya percaya kamu
pasti dapat terlahir ke Alam Sukhavati.”

Hari ini setelah selesai melakukan kebaktian pagi, saya mulai


berkomunikasi dengan janin.

Saya berkata : “Anakku, Mama bersalah padamu, oleh karena


kecerobohanku, sehingga mengandung dirimu, tetapi saya tidak
146
dapat membawamu ke dunia ini. Terpikir sampai di sini, Mama
sangat menyesali dan menyalahkan diri sendiri, sungguh merana.”

Pada saat itu, air mata mulai mengalir membasahi wajahku,


sambil menangis sambil berkata : “Anakku, dunia ini terlampau
menderita, enam alam tumimbal lahir terlampau menyengsarakan,
meskipun kamu datang ke dunia ini, juga hanya hidup beberapa
dekade saja, ibarat sebuah mimpi, sekejab saja sudah berlalu,
sungguh tiada artinya, lebih baik kamu melafal Amituofo bertekad
terlahir ke Alam Sukhavati, di sana barulah ada keluarga kita yang
nyata.

Hanya Buddha Amitabha yang dapat menyelamatkan kita


menyeberangi lautan penderitaan, anakku, pergilah dulu, menanti
ajal tiba, Mama akan menyusulmu ke sana, saat itu kita akan
berkumpul bersama buat selamanya, penduduk di sana memiliki
usia tanpa batas, takkan mati; lingkungan alam di sana sangat indah
sempurna, Mama takkan mengelabui-mu! Mama berharap kamu
dapat terlahir ke Alam Sukhavati, hanya dengan terlahir ke sana,
barulah kamu dapat terbebas dari lautan samsara.”

Demikianlah, setiap harinya saya berkomunikasi dengan si janin,


mengulangi perkataan yang sama, usai itu mulai melafal Amituofo
dan melimpahkan jasa kepada janin di kandunganku.

Tanggal 6 Februari, suamiku mendesak supaya saya melakukan


aborsi ke Rumah Sakit, dia mencemaskan jika usia janin semakin
147
besar maka akan sulit digugurkan, si Ibu juga akan terancam
nyawanya.

Saya bertanya pada Upasika Baoxin : “Mengapa janin masih


belum meninggalkan kandungan? Apa yang harus kulakukan?”

Dia berkata kami tidak memberikan tenggang waktu kepada si


janin, pemikiran yang kurang manusiawi, hanya memikirkan
kepentingan orang dewasa, tidak pernah berpikir dari sisi si janin.

Jika berpikir dari sisi si janin, pergi atau menetap di dalam


kandungan, adalah keputusan yang sangat besar baginya, untuk
menentukannya bukanlah hal yang gampang, butuh waktu untuk
mempertimbangkannya.

Apalagi sudah sempat masuk ke dalam kandungan manusia,


kesempatan yang begitu langka, untuk membuat keputusan
melepaskan kesempatan jadi manusia, baginya merupakan hal yang
sulit. Maka itu, hendaknya memberikan janin waktu untuk
mempertimbangkan, memberinya tenggang waktu.

Setelah mendengar perkataannya, berpikir dengan seksama,


memang beralasan, sungguh menyesal tidak pernah berpikir dari
sisi si janin. Saya memutuskan mengikuti perkataan Baoxin.

148
Tanggal 7 Februari, usai kebaktian pagi, saya kembali
berkomunikasi dengan janin, sebelum tanggal 13 (Hari Senin), dia
sudah harus meninggalkan kandungan, paling lambat adalah tanggal
12, oleh karena Hari Senin saya sudah harus ke Rumah Sakit, tidak
boleh ditunda lagi.

Terus terang saja, walaupun tiap hari saya berkomunikasi


dengan si janin, menasehatinya supaya melafal Amituofo,
membulatkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati, namun di dalam
hatiku tidak punya kepastian, apakah janin bisa atau tidak
meninggalkan kandungan, saya juga tidak berani memastikannya,
setengah percaya setengah tidak.

Dalam hati berpikir, pokoknya saya telah berusaha, apakah dia


bisa atau tidak meninggalkan kandungan, tergantung jodoh. Namun
dari sisi lainnya saya juga berpikir, asalkan yakin pada Buddha,
berlindung sepenuhnya pada Buddha Amitabha, janin pasti akan
meninggalkan kandungan. Dalam kecemasan semacam ini, setiap
hari saya melafal Amituofo dan memanjatkan doa.

Tanggal 12 Februari sekitar pukul 13.30 siang, saya mengalami


pendarahan di toilet, firasatku mengatakan : saya keguguran! Ini
adalah hari ke-49 usia kandunganku. Saya sangat senang, akhirnya
janin bersedia meninggalkan kandungan! Pada saat ini saya masih
belum menyelesaikan seratus ribu lafalan Amituofo, malam itu juga
saya menyelesaikannya.

149
Tanggal 13 pukul 8.30 pagi, suamiku mendampingiku ke Rumah
Sakit. Dokter bersalin melakukan pemeriksaan terhadap diriku,
hasilnya adalah janin telah mati. Dokter wanita ini juga meyakini
Buddha, saya ceritakan padanya pengalaman yang saya alami, dia
berkata : “Janin mati harus dikeluarkan dari kandungan, rahim
butuh dibersihkan.”

Pulang dari Rumah Sakit, hal pertama yang ingin kulakukan


adalah menyampaikan kabar gembira ini kepada Upasika Baoxin!
Setelah mendengarnya dari telepon, dia juga ikut merasakan
kegembiraanku, berkata : “Baguslah! Saya ikut bersukacita! Terima
kasih Buddha Amitabha! Juga harus berterima kasih pada janin yang
penuh pengertian!”

Benar, terima kasih pada penyelamatan Maha Maitri Maha


Karuna Buddha Amitabha. Buah hatiku yang memiliki akar
kebajikan, kebijaksanaan, keberanian dan penuh berkah, kita akan
bersua nanti di Alam Sukhavati.........

Ditulis oleh : Wei Shu-yun

Disusun oleh : Huang Bao-xin

150
35. Menasehati Janin Melafal Amituofo

Beberapa waktu yang lalu, sahabat baikku, Xiao-nan (nama


samaran) dengan cemas menceritakan padaku, dia hamil di luar
rencana. Mendengar penuturannya, saya ikut merasa pilu, oleh
karena saya mengetahui kondisi Xiao-nan tidak memungkinkan dia
melahirkan buah hatinya ini, sementara itu aborsi adalah tindakan
membunuh, bagi si janin, ini terlampau sadis.

Xiao-nan tidak meyakini Buddha, namun juga tidak menolaknya.


Dia berkata padaku : “Saya minta maaf, mengetahui kamu meyakini
Buddha, masih menceritakan hal ini padamu, saya takut hal ini jadi
memengaruhi-mu, tetapi saya tidak tahu harus menceritakan
kepada siapa lagi.”

Saya paham maksud perkataan Xiao-nan, saya adalah sahabat


terdekatnya. Saya menghiburnya : “Tak peduli keyakinan apapun
yang saya peluk, saya tetap adalah sahabat baikmu, sekarang kamu
bertemu masalah, tentu saja saya harus membantumu. Lafallah
“Namo Amituofo”, mintalah petunjuk dari Buddha Amitabha.”

Saya percaya Xiao-nan ada melafalnya di dalam hati. Manusia


ketika berada dalam kondisi terdesak dan tak berdaya, pasti akan
memohon penyelamatan dari Buddha dan Bodhisattva.

151
Selanjutnya selama kurun waktu beberapa hari, saya menemani
Xiao-nan memeriksakan diri ke Rumah Sakit, duduk di lobi Rumah
Sakit melafal Amituofo.

Suatu kali, usai menyelesaikan tiga ribu lafalan Amituofo, tiba-


tiba muncul perasaan yang memilukan di hatiku, tampaknya ada tak
terhitung jumlah kesedihan dalam kegelapan, anak-anak yang tak
berdaya dalam kepiluan, menangis, meminta pertolongan,
kegelisahan dan keputus-asaan tersebut, membuat diriku hampir
menumpahkan air mata, kemudian saya bertekad melimpahkan jasa
kebajikan dari melafal Amituofo kepada seluruh arwah janin yang
gugur di Rumah Sakit, khususnya janin yang berada dalam
kandungan Xiao-nan, semoga para makhluk yang menderita ini
dapat menjauhi penderitaan dan memperoleh kebahagiaan, terlahir
ke Alam Sukhavati.

Selanjutnya selama beberapa hari berturut-turut, setiap usai


melakukan kebaktian pagi dan sore, saya akan melimpahkan jasa
kebajikan kepada janin di kandungan Xiaonan, memohon
perlindungan Buddha dan Bodhisattva, semoga janin tidak
menyalahkan Mama-nya (Xiao-nan), sesungguhnya Mama-nya juga
tak berdaya, Mama-nya juga adalah orang yang berbudi pekerti,
semoga janin bersedia melepaskan segala kemelekatan, mengikuti
Buddha Amitabha terlahir ke Alam Sukhavati.

Usai kebaktian sore, oleh karena ada lebih banyak waktu,


terlebih dulu saya akan membaca “Amitabha Sutra”, diikuti dengan
melafal Amituofo, menyampaikan kepada janin Xiao-nan tentang
keindahan Alam Sukhavati, semoga janin membangkitkan niat
152
terlahir ke Alam Sukhavati, menerima penyelamatan dari kekuatan
tekad agung Buddha Amitabha.

Setelah dua kali memeriksakan diri ke Rumah Sakit, dokter


menetapkan hari dilakukannya operasi aborsi. Saat hari tersebut
tiba, mendadak dokter berkata kantung janin adalah kosong, janin
telah tiada.

Semua orang tidak mampu menjelaskan fenomena ini. Dokter


menduga ini mungkin adalah kehamilan ektopik atau hamil di luar
rahim.

Beberapa hari kemudian Xiao-nan pergi memeriksakan diri lagi,


membuktikan bahwa ini bukanlah kehamilan ektopik. Yang berarti
bahwa arwah janin telah meninggalkan kandungan ibunda-nya,
sehingga tidak perlu mengalami siksaan akibat operasi aborsi.

Setelah saya mendengar kabar ini, dalam hatiku merasa terharu.


Terima kasih pada Maitri Karuna pemberkatan Ayahanda Universal,
Buddha Amitabha, sehingga meningkatkan keyakinanku pada jasa
kebajikan dari nama Buddha serta membulatkan tekadku pulang ke
kampung halaman Alam Sukhavati.

Namo Amituofo!

Oleh : Upasika Miao Yin.


153
36. Terkubur Hidup-hidup di Dalam Tumpukan Batu

Wan Zhen-xiang, sekarang berusia 46 tahun, tinggal di Kota Chibi,


Provinsi Hubei. Adik Wan sejak usia 28 tahun sudah mengikutiku
meyakini Buddha dan melafal Amituofo. Tahun 2009 musim gugur
mulai memfokuskan diri melafal Amituofo berkesinambungan.

Aktivitas kesehariannya adalah pukul 4-5 dini hari mengendarai


truk batu keluar, pukul 10 malam baru pulang, meskipun sangat
sibuk, tetap menyempatkan diri melafal Amituofo.

Bahkan saat berada dalam bahaya, tanpa pikir panjang dia


langsung melafal “Namo Amituofo”, beberapa kali dia berhadapan
dengan bahaya ketika menjalankan pekerjaannya, namun berkat
perlindungan Buddha, akhirnya bahaya berubah jadi sirna.

Terutama pernah satu kali, dia dikubur hidup-hidup oleh satu


truk batu, berkat melafal Amituofo, dia tidak mengalami luka sama
sekali.

Waktu itu adalah tahun 2011 musim dingin, dia bersama


abangnya (abang dari istrinya) sedang mengemudi truk yang
bermuatan batu-batu (bobotnya melampaui 50 ton), berangkat dari
154
Kota Chibi menuju ke pabrik semen di Linxiang (Provinsi Hunan).

Setibanya di pabrik, Adik Wan naik ke atas bak berisi batu-batu,


untuk membuka terpal (kain penutup), abangnya tetap duduk di
belakang kemudi, tidak sadar Adik Wan ada di bak belakang truk,
lalu menarik tuas untuk membongkar muatan.

Begitu tuas ditarik, seluruh muatan batu tertuang keluar, Adik


Wan mengikuti arus batu menggelinding jatuh ke permukaan tanah,
dalam sekejab tubuhnya telah terkubur hidup-hidup di dalam
tumpukan batu.

Untungnya sepasang sepatunya terlepas dan tidak ikut terkubur,


tetapi berada di atas permukaan batu, supir forklift langsung
melihat sepatu tersebut, lalu berteriak : “Celaka, ada orang yang
terkubur di dalam tumpukan batu, cepat selamatkan dia!”

Sambil berteriak dia cepat-cepat mengendarai forklift untuk


memindahkan batu-batu, beberapa orang juga membantu
memindahkan batu dengan tangan, barulah berhasil
menyelamatkan nyawa Adik Wan.

Malam itu juga, Adik Wan meneleponku menceritakan kejadian


yang dialaminya tadi : “Waktu itu saya memanjat ke atas bak truk
untuk membuka kain terpal, tiba-tiba bak bergerak, seluruh muatan
batu-batu langsung bergerak turun ke permukaan tanah, saya ikut
155
terbawa arus batu dan terkubur di dalam tumpukan batu.

Saat itu saya menyadari telah terjadi kecelakaan besar, tetapi


saya tidak panik sama sekali, pikiranku masih jernih. Berada di
ambang hidup dan mati, saya segera melafal “Namo Amituofo, Namo
Amituofo.............” tiada henti-hentinya melafal Amituofo, tidak
terputus.

Akhirnya suara lafalan Amituofo-ku terdengar oleh orang yang


berada di luar, saya mendengar dengan jelas mereka berkata :
“Sudah terkubur di dalam tumpukan batu, masih melafal Amituofo.”

Saat permulaan masih bisa bertahan, setelah agak lama


kemudian, di bagian dadaku terasa tekanan yang sangat besar, mulai
sesak napas. Ketika saya sudah tidak sanggup bertahan lagi,
kondisiku sudah sekarat, tiba-tiba batu-batu berhasil dipindahkan,
mereka segera menolongku keluar.

Begitu diperiksa sekujur tubuhku tidak ada luka sama sekali,


cuma kepalaku agak pusing sedikit. Mulutku, hidung dan sekujur
tubuh dipenuhi debu.

Setelah cuci muka, batuk-batuk sebentar, istirahat sejenak,


sudah itu pulih kembali seperti sedia kala.”

156
Setelah saya mendengar kejadian ini, hati pun ikut merasa lega,
semakin memahami Maitri Karuna Penyelamatan Buddha Amitabha,
asalkan melafal Amituofo, maka Buddha Amitabha senantiasa
bersama kita, senantiasa melindungi kita, tak pernah terpisahkan
dari diri kita, segala ancaman dan ketakutan, berubah jadi kondisi
selamat.

Namo Amituofo!

Ditulis oleh : Yao Chulin

157
37. Terlanjur Cinta

Ada seorang sahabat Dharma (Upasaka A), bekerja di


perusahaan surat kabar di Beijing, di unit kerja-nya cuma dia
seorang saja yang melafal Amituofo, dalam sehari dia dapat melafal
Amituofo hingga dua atau tiga puluh ribu lafalan, saat bersua
dengan orang lain, dia akan berpesan pada mereka : “Perbanyaklah
melafal Amituofo!”

Dia sering menjalin jodoh dengan memberikan tasbih kepada


orang lain, sambil berpesan : “Melafal atau tidak bukanlah masalah,
tasbih juga boleh dipakai sebagai perhiasan! Saat bertemu masalah
atau kesusahan, melafal Amituofo dapat membantu-mu.” Dia selalu
menanam gagasan ini kepada orang lain.

Beberapa bulan kemudian, ada seorang rekan kerja wanita


(Nona B) yang meneleponnya : “Terima kasih banyak, anda telah
menyelamatkan diriku!”

Ternyata Nona B ini sedang menjalin hubungan asmara, dia


merasa tidak cocok dengan teman pria-nya, lalu minta putus, tetapi
kekasihnya itu sudah terlanjur cinta padanya, makanya tak sudi
berpisah.

158
Suatu hari kekasihnya mengajak Nona B bertemu di taman untuk
berbincang, Nona B juga ingin mempertegas kembali bahwa
hubungan mereka sudah tidak mungkin lagi, untuk selanjutnya
jangan menghubunginya lagi.

Nona B sedang duduk di bangku taman, tiba-tiba pria itu telah


hadir di belakangnya, dengan nada mengancam berkata : “Hari ini
kalau kamu tidak mau berbaikan denganku, kamu akan kubunuh.”
Lalu mengeluarkan sebilah pisau.

Nona B jadi ketakutan, jika dia bersikukuh minta putus, nyawa


jadi taruhannya. Pada saat ini, dia jadi teringat “Ketika bertemu
dengan mara bahaya, segeralah melafal Amituofo”, tanpa pikir
panjang dia segera melepaskan gelang tasbih dari pergelangan
tangannya, mulai melafal “Namo Amituofo, Namo Amituofo, jika
kamu memang mau menghabisi nyawaku, silahkan saja, Amituofo,
Amituofo, Amituofo............” Ajal sudah di depan mata, dia begitu
terfokus melafal Amituofo.

Entah sudah berapa lama dia melafal Amituofo, beberapa saat


kemudian, dia menemukan tidak terjadi sesuatu apapun pada
dirinya. Dia menoleh ke belakang, tidak ada orang, dia merasa
berhasil lolos dari mulut harimau, segera pulang ke rumah.

Keesokan harinya, mantan kekasihnya menelepon minta maaf


padanya : “Saat itu saya sudah kehilangan akal sehat, saya berdiri di
belakangmu, entah apa yang kamu lafal, tiba-tiba saya merasa
159
sangat malu dan menyesal, tidak pantas melakukan hal yang tidak
terpuji, maka itu diam-diam saya beranjak pergi.”

Melafal Amituofo sungguh bermanfaat! Kekuatan tekad Buddha


Amitabha telah menuntun makhluk yang keras kepala kembali ke
jalan yang benar, cahaya Buddha telah meluluhkan niat brutalnya.

Maka itu kita menebarkan lafalan Amituofo ke seluruh penjuru,


mungkin saja saat itu mereka masih belum berminat melafalnya,
namun ketika bertemu dengan masalah, mereka langsung teringat
dan melafalkan dengan penuh ketulusan.

160
38. Kedahsyatan Angin Topan

Tahun 2007 bersama suamiku, Zhang Ting-jia, kami bermigrasi


dan menetap di Vancouver, British Columbia, Kanada. Ketika berada
di Taiwan, kami telah mendalami Ajaran Sukhavati, beberapa tahun
terakhir ini, kami mulai bervegetarian, dalam menjalani kehidupan
keseharian selalu mengandalkan pengaturan dan perlindungan dari
Buddha Amitabha.

Ting-jia selalu sibuk dengan pekerjaannya, harus sering


bepergian berjumpa dengan konsumen-nya, setiap kali sebelum
mengemudi mobilnya keluar, dia akan berdoa terlebih dulu
memohon keselamatan pada Buddha Amitabha, agar segalanya
berjalan dengan lancar.

Pada tanggal 29 Agustus 2015, dini hari Ting-jia telah


mengendarai mobilnya keluar, seperti biasanya sebelum bepergian,
terlebih dulu dia akan memanjatkan doa di hadapan rupang Buddha
Amitabha, sambil menjelaskan tujuan perjalanannya, memohon
perlindungan dari Buddha Amitabha. Barulah kemudian dia
mengemudikan mobilnya keluar rumah, sementara saya tetap
berdiam di rumah menyelesaikan tugas-tugasku.

Baru saja melewati siang hari, saya menerima telepon dari Ting-
161
jia, katanya dia akan segera kembali ke rumah. Saya sangat terkejut,
menanyakan padanya apa yang telah terjadi, oleh karena saat
berangkat tadi pagi, dia bilang pukul 6 sore baru bisa pulang ke
rumah.

Terdengar nada suaranya di telepon begitu panik berkata : “Di


mana-mana berhembus angin kencang, saya baru saja kembali ke
Vancouver dari Surrey, tadi di Highway One (jalan bebas hambatan)
ada pohon besar tumbang sekaligus tercabut sampai ke akar-
akarnya, lalu lintas jadi terganggu, kendaraan hanya bisa melintas
dengan kecepatan yang sangat lamban, akhirnya sekarang baru tiba
di jantung Kota Vancouver.”

Setelah mendengarnya saya jadi tertegun. Pohon besar tumbang


bersama akarnya? British Columbia selalu dikenal karena produksi
hutannya, pohon besar di sini sangat kuat dan kokoh, pohon yang
tumbuh di perkotaan saja dapat dipeluk oleh satu orang, andaikata
pohon begini bisa tumbang sekaligus dengan akarnya, bisa
dibayangkan seberapa dahsyatnya angin kencang hari ini?

“Sungguh mengerikan, apakah sepanjang perjalanan, kamu


aman-aman saja?”, pada saat ini barulah dia menceritakan dua
kejadian tragis yang baru dialaminya.

Yang pertama, ketika mobilnya baru memasuki Kota Surrey,


sepanjang jalan tampak pohon-pohon bertumbangan, jalanan
dipenuhi daun dan ranting pohon, menyadari hari ini bertiup angin
162
kencang, kemudian dia memarkirkan mobilnya ke sisi jalan, sambil
membuka pintu mobil sambil melafal Amituofo di dalam hati.

Baru saja turun dari mobil, dia mendengar suara jeritan, ternyata
ada seorang wanita bule yang juga hendak turun dari mobil, tetapi
begitu pintunya dibuka langsung terpental kembali diterpa angin,
padahal salah satu kakinya sudah sempat dikeluarkan dari mobil,
alhasil kini kakinya terjepit oleh pintu mobil, dalam sekejab darah
mengalir keluar, wanita ini mengalami luka parah.

Dapat dibayangkan dahsyatnya kekuatan angin, Ting-jia dapat


turun dari mobil dengan selamat berkat melafal Amituofo.

Suami wanita itu segera menjerit minta tolong dan menelepon


911, Ting-jia melihat mereka telah menghubungi 911, tidak butuh
bantuannya lagi, makanya beranjak pergi dan meneruskan
perjalanannya. Saat itu dia merasakan beratnya laju mobil, kekuatan
angin begitu kuat, seakan-akan dapat menerbangkan mobil ke udara.

Kejadian kedua, ketika Ting-jia tiba di tujuan dan menghubungi


pelanggan-nya, barulah mengetahui ternyata si pelanggan belum
sempat keluar rumah : “Hari ini Vancouver dilanda bencana angin,
terlampau berbahaya, saya tidak jadi keluar rumah!”

Mendengar jawaban dari pelanggan-nya, akhirnya dia kembali


ke mobilnya, menempuh perjalanan pulang. Dalam perjalanan
163
pulang, dia baru saja melewati Highway One, melihat ada pohon
besar yang tumbang, melihat kendaraan di depannya mulai melaju
lambat, dia pun ikut memperlambat laju mobilnya.

Tiba-tiba dia melihat ada sebuah mobil yang hendak memutar


balik, Ting-jia segera menginjak pedal rem, siapa yang menduga
mobil ini baru saja memutar balik dan berada di depan mobil Ting-
jia, mendadak sebatang dahan pohon melayang jatuh, tepat
mengenai dan menghancurkan kaca pintu kanan depan mobil,
tertancap ke dalam mobil, situasinya sangat membahayakan.

Saat itu andaikata ada penumpang yang duduk di bangku kanan


depan, kalau tidak tewas pasti terluka parah, untunglah tidak ada
penumpangnya. Saat itu pengemudi segera menyalakan lampu
samping sambil menghentikan mobilnya ke tepi jalan, menunggu
datangnya bantuan.

Andaikata tadinya mobil ini tidak mengambil jalan memutar


balik, maka yang dihantam oleh dahan pohon tersebut adalah mobil
Tingjia.

Pada hari naas itu banyak sekali terjadi kecelakaan lalu lintas,
jika kemalangan terjadi di Highway, entah harus menanti berapa
lama barulah mobil derek tiba di lokasi, apalagi waktu itu angin
begitu kencang dan dahsyat, meskipun mobil berhenti dan
menunggu di sisi jalan, namun setiap saat bahaya tetap mengintai.

164
Setelah mendengar penuturan dari Tingjia, saya sangat
tercengang, segera melafal Amituofo, berterima kasih pada
pemberkatan Buddha.

Ketika Tingjia tiba di rumah dengan selamat, setelah mendengar


pemberitaan di siaran televisi barulah tahu bahwa hari itu telah
terjadi bencana angin yang parah di Vancouver, lokasi yang
ditujunya yakni Kota Surrey, merupakan salah satu wilayah yang
mengalami kerusakan paling parah.

Angin topan kali ini telah menyebabkan pemadaman listrik di


hampir 700 ribu rumah tangga di seluruh Vancouver dan Pulau
Vancouver, banyak pohon besar tumbang sekaligus tercabut dengan
akar-akarnya, rumah-rumah dan kendaraan hancur, korban yang
mengalami luka karena tertimpa pohon di jalanan, wilayah yang
terdampak bencana mengalami kerusakan parah.

Highway One merupakan jalan bebas hambatan yang sering


dilewati oleh Tingjia, pada hari naas tersebut dia harus mengemudi
di jalanan tersebut selama satu setengah jam lamanya, selama di
perjalanan, dia tidak mengalami musibah apapun, tiba di rumah
dalam kondisi selamat, sungguh merupakan perlindungan dari
Buddha Amitabha.

Pada hari kejadian, ketika Tingjia sedang mengemudi


165
menempuh perjalanan pulang, mendadak lampu darurat di panel
kemudi menyala, itu adalah tanda adanya masalah di ban mobil,
tetapi Tingjia tidak merasa ada kelainan saat mengemudi, makanya
dia tidak berhenti dan terus melajukan mobilnya hingga sampai ke
rumah.

Esok paginya mobil dikirim ke bengkel untuk diperiksa, tidak


ada masalah. Beberapa hari kemudian lampu darurat di panel
kemudi kembali menyala, mobil dikirim lagi ke bengkel, barulah
ditemukan ban kanan depan telah berlubang, tekanan udara di ban
telah berkurang 20 pound.

Dalam kondisi begini, masih dapat mengemudi di sepanjang


jalan bebas hambatan dengan selamat tiba di rumah, sungguh
merupakan sebuah keajaiban.

Disampaikan secara lisan oleh : Zhang Tingjia

Ditulis oleh : Upasika Jingyi

Tanggal : 4 Oktober 2015

166
39. Tidak Pernah Ikut Kegiatan Buddhis

Zhao Jia-rong, penduduk Dusun Huxi, Provinsi Jiangsu. Orangnya


kurus dan pendek, sepanjang hidup kenyang akan siksaan, memiliki
perasaan minder, malu keluar rumah; saat bicara dengan orang lain
selalu menutupi wajah sendiri dengan tangan; ketika menghadapi
perselisihan, orang lain belum buka mulut, kakinya sudah
gemetaran duluan.

Dia bersama istrinya hidup dengan mengandalkan tunjangan


sebanyak 300 Yuan per bulan, ditambah sedikit penghasilan dari
luar. Zhao Jia-rong merasa dirinya merupakan kasta terendah di
dalam masyarakat, yang paling tidak berguna, dia merasa muak
dengan dunia ini.

Tahun 2013, kesehatan Zhao Jia-rong makin memburuk, mulai


melihat keberadaan makhluk halus, dia merasa hidupnya takkan
lama lagi.

Bulan Agustus, ada sahabat Dharma yang mengajak kami


berkunjung ke rumah Zhao Jia-rong membantunya melafal Amituofo.
Kami menjelaskan padanya tentang tekad agung Buddha Amitabha,
setelah melatih diri selama berkalpa-kalpa kemudian terwujudlah
Alam Sukhavati di penjuru barat.
167
Kami juga menjelaskan tentang kewibawaan Alam Sukhavati
beserta seluruh isinya secara garis besar, menyampaikan tentang
penyelamatan Maitri Karuna Buddha Amitabha; asalkan melafal
Amituofo, membulatkan tekad terlahir ke Alam Sukhavati, saat
menjelang ajal, Buddha Amitabha pasti datang menjemput, pasti
terlahir ke Negeri-Nya.

Setelah mendengar penuturan kami, Zhao Jia-rong yang semula


tampak kehilangan asa, kini bersemangat kembali, dia telah melihat
secercah harapan cemerlang terpampang di depan matanya.

Seketika itu dia merasakan kebahagiaan juga sekaligus terharu :


“Benarkah yang kalian katakan?”

Kami meyakinkannya : “Pasti benar.”

Bahkan sepuluh ribu orang yang melatihnya, sepuluh ribu pula


yang berhasil, satu pun takkan ketinggalan. Setelah mendengarnya,
Zhao Jia-rong tak henti-hentinya memuji : “Amituofo sungguh
terlampau bagus.”

Sejak itu Zhao Jia-rong memfokuskan pikiran melafal Amituofo,


dari pagi hingga malam, dari malam hingga pagi, sepatah Amituofo
dilafal berkesinambungan tak terputus.
168
Kemudian kami berkunjung ke rumahnya sebanyak beberapa
kali, setiap kali melihatnya begitu tulus melafal Amituofo, hati kami
merasa terhibur. Istrinya berkata pada kami, Zhao Jia-rong sering
berdoa : “Buddha Amitabha, mengapa Anda tidak meremehkan
diriku ini? Mengapa Anda begitu baik? Segenap hatiku
mengandalkan diriMu, lekaslah datang menjemputku, pada satu
masa kehidupan ini juga saya akan menangkapMu erat-erat, takkan
melonggarkannya sama sekali.........” lalu terdengar isak tangisnya,
sambil melafalkan “Namo Amituofo, Namo Amituofo............”

Bulan Mei 2014, Zhao Jia-rong mulai tidak makan nasi, tiap hari
hanya minum sedikit air, tidak menghiraukan kesakitan yang
dialami tubuhnya, namun memusatkan perhatian melafal Amituofo
hingga waktu sebatang dupa.

Dia tidak mengizinkan istrinya sembarangan mengundang tamu


ke rumah, takut mengganggu konsentrasi-nya melafal Amituofo;
saat istrinya keluar, dia menyuruh istrinya mengunci pintu rumah,
agar tidak ada yang mengganggunya melafal Amituofo.

Selama lebih dari sebulan lamanya, dia bertahan hidup hanya


dengan sedikit air tajin, atau satu sachet kecil susu bubuk, namun
tiap harinya dia tampak bersukacita, bersemangat, membuat setiap
orang ikut merasakan kekuatan pemberkatan Buddha Amitabha,
sungguh tak terbayangkan.

169
Tanggal 3 Juni, yakni 3 hari menjelang wafatnya Zhao Jia-rong,
dia berkata pada istrinya : “Tolong masak sedikit bubur, saya makan
sebentar.”

Setelah istrinya selesai memasak, Zhao Jia-rong hanya makan


tiga suap lalu berhenti dan berkata : “Di Alam Sukhavati mau makan
apa saja juga tersedia.”

Malam hari sebelum kepergiannya, Zhao Jia-rong berjalan


sendiri ke altar Buddha, tertegun di sana sambil menatap rupang
Buddha, istrinya bertanya kenapa dia tidak tidur, Zhao Jia-rong
menjawab : “Buddha Amitabha baru saja datang tadi, tubuhNya
memancarkan cahaya keemasan, persis dengan rupang Buddha
yang kita puja ini.”

Pagi harinya menjelang Zhao Jia-rong terlahir ke Alam Sukhavati,


dia bangun pagi-pagi, usai gosok gigi, berkata : “Hari ini saya akan
berpulang.”

Istrinya keheranan : “Mau pulang ke mana lagi? Bukankah ini


rumahmu?”

Zhao Jia-rong menjawab : “Saya akan pulang ke kampung


halaman Alam Sukhavati, hari ini kamu masak satu panci nasi dan
satu panci bubur.”

170
Istrinya merasa ragu : “Udara begitu panas, masak banyak sekali,
tidak takut basi?”

Zhao Jia-rong menjawab : “Hari ini akan ada banyak tamu.”

Pukul 11 siang, Zhao Jia-rong tidak sanggup bicara lagi. Istrinya


berkata : “Kamu harus ingat melafal Amituofo.”

Zhao Jia-rong hanya sanggup melafal : “Fo, Fo, Fo.............”

(佛 = Fo = Buddha)

Istrinya berkata : “Kamu tidak dapat berbicara, saya ingin tanya


sejenak, kalau benar, kamu mengangguk ya! Apakah Buddha
Amitabha sudah datang?”

Zhao Jia-rong tersenyum dan mengangguk.

Lalu bertanya lagi : “Apakah kamu segera terlahir ke Alam


Sukhavati?”

171
Zhao Jia-rong kembali tersenyum dan mengangguk-anggukan
kepalanya.

Terakhir istrinya berkata : “Kamu pergilah mengikuti Buddha


Amitabha dengan tenang, jangan risaukan diriku, kamu berangkat
dulu, kelak kita akan bersua kembali di Alam Sukhavati.”

Tidak berapa lama kemudian Zhao Jia-rong menghembuskan


napas terakhir, wajahnya tersenyum damai. Dan ternyata benar,
pada hari itu banyak sahabat Dharma yang berdatangan ke
rumahnya ikut melafal Amituofo.

Zhao Jia-rong semasa hidupnya tidak banyak kenalan, namun


perginya adalah begitu berjaya-nya, dia dijemput Buddha Amitabha
dan rombongan Suciwan.

Zhao Jia-rong menerima nasehat kami, memfokuskan diri


melafal Amituofo berkesinambungan hingga terlahir ke Alam
Sukhavati, tidak sampai setahun lamanya. Sepanjang hayatnya tidak
pernah berziarah ke tempat suci Agama Buddha, tidak pernah
menginjakkan kaki di Vihara, tidak pernah mengikuti acara
pelepasan satwa ke alam bebas, tidak mengambil sila secara formal,
tidak punya keterampilan samadhi, tidak tahu apa yang dinamakan
dengan kesucian hati, dia hanya tahu mengandalkan sebutir hati
yang membangkitkan ketulusan melafal Amituofo dan bertekad
terlahir ke Alam Sukhavati.

172
Kisah Zhao Jia-rong terlahir ke Alam Sukhavati, telah
menguatkan keyakinan hati kami, tak peduli siapa saja, asalkan
setiap saat menumpukan hatinya di atas lafalan Amituofo,
mengandalkan sepenuhnya kekuatan tekad agung Buddha Amitabha,
menyingkirkan segala keinginan untuk mengejar hal-hal mistis dan
kemampuan gaib, menyingkirkan keinginan mengejar kondisi batin;
asalkan bersedia membangkitkan ketulusan melafal Amituofo,
melepaskan kemelekatan, maka kita juga dapat serupa dengan Zhao
Jia-rong, terlahir ke Alam Sukhavati dengan bebas tanpa rintangan.

Oleh : Upasika Fomei

Di : Taizhou, Provinsi Jiangsu

Catatan dari penerjemah :

Pada kenyataannya, saat pasien menjelang ajal, janganlah


menanyakan sesuatu padanya walaupun cuma sebentar saja, karena
hal ini akan mengganggu konsentrasi-nya melafal Amituofo, jadi
saat pasien berada dalam kondisi kritis, janganlah mengalihkan
perhatiannya, tetapi harus membantunya terfokus melafal Amituofo
berkesinambungan. Meskipun Buddha Amitabha telah hadir, tetap
terfokus melafal Amituofo, jangan sampai goyah dan kehilangan
pikiran benar (pikiran yang melafal Amituofo).

173
40. Mama, Kita Bersua di Alam Sukhavati

Saya bernama Li Rui-xin, tinggal di Dusun Danihe, Kabupaten


Funing, Qinhuangdao, Provinsi Hebei. Putraku bernama Xiao-ke,
tahun ini belum genap 10 tahun.

Sejak kecil kondisi kesehatannya tidak bagus. Usia 6 tahun, di


daerah sekitar pelipis mata kirinya tumbuh benjolan. Saya dan
suamiku membawanya ke Beijing untuk berobat, barulah tahu Xiao-
ke menderita penyakit “Neurofibromatosis” (kelainan genetik
dimana pertumbuhan sel terganggu sehingga tumbuh tumor-tumor
pada jaringan saraf~sumber aladokter), harus dioperasi.

Setelah melalui pemeriksaan, ternyata kadar trombosit-nya


rendah sehingga tidak bisa dioperasi. Selain itu sumsum tulangnya
perlu diganti. Mendengar hal ini, saya dan suamiku jadi bengong!

Kami hanyalah keluarga petani biasa, mana ada banyak uang


buat anak berobat! Kami berdua sambil berjalan menyusuri jalanan
besar di Beijing, sambil mengeluarkan isak tangis, tetapi juga tidak
berhasil memikirkan jalan keluar, akhirnya hanya bisa pasrah
membawa anak pulang ke dusun.

174
Tahun 2013, putraku ketika sedang bersekolah, tiba-tiba lengan
kanannya terbentur. Mulanya hanya luka memar, setelah lukanya
sembuh mulai tumbuh benjolan, benjolan ini membesar dengan
cepat. Sanak saudara mengusulkan supaya anak ini diberikan
makanan bergizi untuk memperkuat imunitas-nya.

11 Februari 2014, saya dan suamiku membawa buah hati kami


ke Kota Qinhuangdao untuk membeli produk kesehatan di pusat
perbelanjaan “Golden Future Commercial Building”, di sinilah kami
bersua dengan Upasika Foyi, beliau menjelaskan pada kami tentang
Hukum Sebab Akibat, serta penyelamatan Maitri Karuna Buddha
Amitabha, bahkan menyarankan kami ke Vihara Hongshan di Anhui,
tempat adiknya menjadi Bhiksu.

Tanggal 15 Februari, saya membawa putraku ke Vihara


Hongshan, bertemu dengan ketua vihara yakni Master Zongcheng
dan Master Zongjuan.

Master Zongcheng ber-Maitri Karuna menyampaikan Visudhi


Trisarana kepada putraku, serta mengajarkan kami melafal Namo
Amituofo, menyerahkan segala masalah kepada Buddha Amitabha,
biarlah Buddha yang mengaturnya.

Kami tinggal di Vihara selama lebih dari 20 hari, mengikuti


kebaktian dan melafal Amituofo. Benjolan di pelipis mata kirinya
berangsur menyusut jadi kecil, benjolan di tangan kanannya juga
berhenti membesar.
175
Master Zongjuan membawa kami ke Rumah Sakit Kanker untuk
berobat, dokter menyarankan kami ke Rumah Sakit yang lebih besar
di Beijing atau Tianjin.

Pada pertengahan Maret, Rumah Sakit Kanker di Tianjian


mendiagnosis putraku menderita tumor ganas, menyarankan lengan
kanannya diamputasi.

Saya dan suamiku setelah mendengar hal ini, bagaikan disambar


petir di siang bolong. Saya bertanya pada dokter, apakah setelah
lengan kanan anakku diamputasi, maka bisa menjamin dia sehat
kembali, dokter menggelengkan kepala bilang tidak, bahkan nyawa
anakku sewaktu-waktu bisa terancam.

Saya berdiskusi dengan suamiku, akhirnya dengan menahan


perasaan pilu, kami memutuskan kalau memang anak kami tidak
bisa disembuhkan lagi dan harus mati, jasadnya juga harus memiliki
anggota tubuh yang lengkap, kami membawa buah hati kami pulang
ke dusun! Melafal Amituofo mengandalkan Buddha Amitabha,
menyerahkan Xiao-ke sepenuhnya kepada Buddha Amitabha!

Sampai di rumah, benjolan di lengan kanan putra kami telah


membesar hingga menyerupai kepala bayi, setelah pecah keluar
nanah tanpa henti. Saya beri tahu kondisi anakku kepada Upasika
Foyi, dia berkata : “Mohonlah pemberkatan pada Buddha Amitabha.
176
Jika masa hidup anak telah habis, biarlah dia pergi tanpa rasa sakit,
terlahir ke Alam Sukhavati dengan damai; andaikata masa hidupnya
masih ada, mohon berkati anak ini sehat kembali.”

Saya berlutut di hadapan rupang Buddha, memohon Buddha


supaya memberkati putraku berhenti mengeluarkan darah,
meringankan derita anakku. Akhirnya pada hari kedua, pendarahan
berhenti, putraku tampak kembali bersemangat, saya dan suamiku
merasa kaget sekaligus senang.

Tanggal 6 April, Upasika Foyi membawa beberapa orang sahabat


Dharma datang membesuk putraku, saat itu benjolan di lengan
kanannya telah pecah, bentuknya menyerupai seekor kodok besar.

Tetapi meskipun sudah pecah dan lukanya luas, tetapi anakku


tidak merasakan kesakitan sama sekali. Harus kuakui bahwa
manfaat dari melafal Amituofo sungguh menakjubkan tak
terbayangkan!

Upasika Foyi menceritakan tentang kewibawaan lingkungan


Alam Sukhavati kepada putraku, melafal Amituofo dapat terlahir ke
Alam Sukhavati, putraku senang sekali mendengarnya.

Setiap hari saya bersama suamiku melakukan namaskara pada


Buddha dan melafal Amituofo. Suamiku selalu tidak sanggup
membendung air matanya.
177
Xiao-ke berkata pada kami : “Papa, Mama, kalian janganlah
bersedih. Kalau memang saya masih memiliki sisa hidup di dunia ini,
kelak saya akan meninggalkan keduniawian dan menyebarluaskan
Ajaran Sukhavati. Sebaliknya kalau memang ajalku telah tiba, saya
akan terlahir ke Alam Sukhavati mencapai KeBuddhaan, kelak
mengikuti rombongan Buddha Amitabha datang menjemput kalian.”

Mendengar ucapan Xiao-ke, deraian air mata membasahi wajah


kami berdua, kami menganggukan kepala.

Kali ini kami bertiga datang ke hadapan altar Buddha dan


melafal Amituofo, Xiao-ke berkata : “Apa yang ada di dalam garis
hidup, pasti takkan lari ke mana, sebaliknya apa yang tidak ada di
dalam garis hidup, janganlah didambakan.”

Saat itu saya merasakan firasat buruk, saya dan suamiku saling
bergantian melafal Amituofo siang malam 24 jam.

Tanggal 12 April pukul 17 lewat 55 menit, Xiao-ke berkata


padaku : “Mama, kita berjumpa lagi di Alam Sukhavati!”

Saya berkata : “Nak, jangan menakuti Mama!” Perasaan yang


tidak nyaman memenuhi benakku, firasatku mengatakan 3 hari lagi
putraku akan terlahir ke Alam Sukhavati.
178
Tanggal 13, Xiao-ke mendadak berkata : “Ma, tolong gantikan
pakaianku.” Setelah menggantikan pakaiannya, saya segera melafal
Amituofo, bahkan menelepon Upasika Foyi.

Malam harinya Upasika Foyi tiba dirumahku, lalu kami melafal


Amituofo bersama-sama.

Tanggal 14 pagi hari, beberapa sahabat Dharma juga ikut hadir


melafal Amituofo. Siang harinya Xiao-ke ingin melakukan
namaskara pada Buddha, saya menggendongnya ke hadapan altar
Buddha agar dia dapat melakukan namaskara, saat itu Xiao-ke
mengalirkan air mata.

Tanggal 14 April pukul 17 lewat 50 menit, Xiao-ke


menghembuskan napas terakhir. Malam itu para sahabat Dharma
berdatangan melafal Amituofo.

Tanggal 15 April pukul 10 pagi, Xiao-ke meninggal dunia telah


16 jam lamanya, lalu mengganti pakaiannya, jasadnya sangat lentur,
sepasang kakinya dapat bersila, wajahnya lebih bagus daripada
semasa hidupnya, wajahnya tampak berisi, tidak pucat pasi lagi.

Banyak warga dusun yang melihatnya merasa heran. Setelah


jasad Xiao-ke dikremasi, dari abu kremasi muncul banyak sarira
179
atau relik, membuat banyak orang terkejut.

Sebuah akhir yang luar biasa dan tak terduga, membuat hati
kami sangat terhibur! Kami sekeluarga dan warga dusun meyakini
sepenuhnya, Xiao-ke yang berusia 9 tahun telah dijemput Buddha
Amitabha, terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.

Catatan :

Ketidakkekalan tidak membedakan tua dan muda, seorang anak


usia 9 tahun juga tidak dapat menghindarinya, betapa
menyedihkannya! Penyelamatan Buddha Amitabha yang tanpa
syarat, asalkan mengulang namaNya pasti terlahir ke Tanah Suci
Sukhavati, memperoleh usia tanpa batas, sungguh keberuntungan
yang luar biasa!

Dengan penulisan artikel ini, semoga semua makhluk yang


berjodoh bersama-sama ikut menikmati keberuntungan ini.

Namo Amituofo!

Ditulis oleh : Li Rui-xin dan Upasika Foyi

Tanggal : 20 April 2014

180
41. Tunawicara Terlahir ke Alam Sukhavati

Adik laki-lakiku bernama Guo Xiao-wu adalah seorang


tunawicara, lahir pada tanggal 18 September 1937 di Nanjing, tahun
1944 masuk Sekolah Dasar di Hunan, tahun 1947 mengalami luka di
gendang telinga yang berakibat tuli dan bisu.

Tahun 1948, Partai Nasionalis mengundurkan diri ke Taiwan,


Ibunda kami baru pulang dari menyelesaikan studinya di luar negeri,
beliau mendalami ilmu kebidanan dan kandungan.

Mama berharap dengan ilmu-nya tersebut dapat


menyembuhkan buah hatinya yang menderita bisu dan tuli, maka
itu menetap di Daratan Tiongkok, tidak jadi mengikuti Ayah terbang
ke Taiwan.

Tahun 1954, Mama tidak sanggup memikul tekanan berat


akhirnya memilih mengakhiri hidup dengan terjun dari gedung
bertingkat, sebelum meninggal dunia, beliau menitipkan adik
tunawicara kepada diriku, kami berdua kini hidup dengan saling
mengandalkan.

Adik tunawicara orangnya lugu dan berbakti, membangun


181
sendiri gubuk tempat tinggal kami berdua, di samping makam
Ibunda, kami menjalani masa perkabungan selama tiga tahun. Kami
mencari nafkah dengan menganyam keranjang bambu.

Tahun 1996, Papa kami yang berada di Taiwan wafat pada usia
98 tahun di Vihara Nongchan. Menjelang ajalnya, beliau
menyatakan sangat menyesal dan malu pada istri dan anak-anaknya
yang berada di Daratan Tiongkok, berpesan pada anggota Sangha di
Vihara, apabila ada kesempatan memberi ceramah ke Tiongkok,
jangan lupa memperkenalkan Ajaran Buddha kepada kami berdua.

Maka itu tidak lama kemudian, saya mengambil Visudhi


Trisarana dibawah bimbingan Master Baiyun, nama Dharma-ku
adalah Jingzhen. Adik tunawicara mengambil Visudhi Trisarana
dibawah bimbingan Master Xindao, nama Dharma-nya adalah
Daoxiang.

Yang mengherankan adalah adik tunawicara saat mengikuti


upacara Visudhi Trisarana, dapat mengeluarkan suara melafal
“Namo Amituofo”. Sejak itu baik berjalan, berdiri, duduk maupun
berbaring, senantiasa melafal Amituofo berkesinambungan, baik
suka maupun duka tak lupa melafal Amituofo.

Dia belajar melukis secara otodidak (tanpa guru), setiap ada


waktu senggang, dia akan melukis “Tiga Suciwan Alam Sukhavati”,
kadang kala cuma melukis Buddha Amitabha saja. Setelah selesai,
dia akan mengirim sekaligus dengan laporan hasil belajarnya
182
kepada gurunya, Master Xindao di Taiwan.

Master Xindao sangat ber-Maitri Karuna, setiap pucuk surat pasti


dibalas. Melihat surat balasan, adik tunawicara menangis juga
tertawa, usai tertawa kembali lagi menangis.

Sejak mengambil Visudhi Trisarana, luka-luka yang kami alami


karena dipukuli selama berlangsungnya periode Revolusi
Kebudayaan, berangsur-angsur membaik.

Tahun 2003 oleh karena saya mengikuti retret di Vihara,


makanya saya menitipkan adik tunawicara ke panti jompo.

Tahun 2008, ketika kami merayakan Imlek di rumah, adik


tunawicara menulis : “Kakak, daripada memberi persembahan
kepada para Suciwan yang banyaknya bagaikan butiran pasir di
Sungai Gangga, lebih baik diri sendiri membangkitkan kegigihan
tanpa gentar untuk mencapai pencerahan!”

Tiga hari kemudian, cuaca tiba-tiba berubah, salju tebal


menyelimuti daratan tanah air Leluhur. Adik tunawicara tiba-tiba
mengantar koleksi buku-buku Dharma-nya ke Vihara buat dibagi-
bagikan kepada umum.

183
Lunar bulan 12 hari ke-16, sekitar pukul 7-9 pagi, adik
tunawicara mengenakan seragam panti jompo, kemudian berbaring
menghadap ke lukisan “Tiga Suciwan Alam Sukhavati”, meninggal
dunia dengan wajah tersenyum.

Pada saat itu, mentari yang telah lama menyembunyikan diri,


perlahan-lahan muncul sejenak dari balik awan, muncul keharuman
istimewa, menakjubkan tak terungkapkan dengan kata-kata.

Peraturan panti jompo mewajibkan pasien yang meninggal hari


itu juga harus diantar ke perabuan. Tetapi saat itu adalah musim
salju yang ekstrem, lalu lintas juga tersendat, alhasil jenazah adik
tunawicara disemayamkan selama belasan hari. Imlek hari ke-2
barulah diantar ke perabuan, setelah dikremasi muncul sarira atau
relik.

Oleh : Upasika Guo Zhen

Bertempat di : Pingxiang, Provinsi Jiangxi

184
42. “42” Adalah Sepucuk Surat dari Buddha Amitabha

Di Vihara kami di Taiyuan, Provinsi Shanxi terdapat seorang


sahabat Dharma bermarga Zong, usia 70 tahun, sudah dua tahun
lamanya dia melafal Amituofo.

Upasaka Zong memiliki tiga orang putri, putri bungsunya adalah


seorang tuna-grahita (penderita keterbelakangan mental), juga
tuna-aksara (buta aksara), apapun tidak bisa. Tidak menikah dan
tinggal bersama Ayahbunda-nya.

Bulan Mei tahun ini, putri bungsunya meminta satu unit mesin
pemutar lafalan Amituofo kepada Upasaka Zong, sambil menunjuk
ke arah mesin pemutar lafalan Amituofo sambil memaksakan diri
melafal keluar sepatah A-MI-TUO-FO.

Kemudian Upasaka Zong menyerahkan mesin pemutar lafalan


Amituofo kepada putri bungsu-nya, sejak itu si bungsu rajin
menempelkan mesin pemutar lafalan Amituofo ke telinga-nya,
begitu serius mendengarkan lafalan Amituofo dengan seksama.

Sebulan kemudian, Upasaka Zong menjalani operasi batu


empedu di Rumah Sakit, otomatis satu-satunya mesin pemutar
185
lafalan Amituofo tersebut juga ikut dipindahkan ke Rumah Sakit.

Si bungsu terus ribut pada Mama-nya, dia ingin mendengar


suara mesin pemutar lafalan Amituofo, Upasaka Zong hanya bisa
menyuruh istri-nya membawa pulang mesin pemutar lafalan
Amituofo buat si bungsu, barulah si bungsu diam dan kembali serius
mendengarkan suara mesin pemutar lafalan Amituofo.

Kemudian melewati sebulan lagi, si bungsu mendadak meninggal


dunia. Ketika keluarganya sedang membereskan barang-barang
peninggalannya, mereka menemukan di lacinya ada banyak isi pena
yang tinta-nya sudah kosong dan setumpuk kertas tebal.

Keluarganya merasa heran, lalu memeriksa kertas-kertas


tersebut, ternyata setiap lembar kertas penuh dengan tulisan angka
“42”. Si bungsu meninggal dunia ketika genap berusia 42 tahun.

Ketika saya mendengar kisah ini, tanpa sadar terharu hingga


meneteskan air mata. Mengapa dua bulan sebelum wafat, putri
bungsu tiba-tiba meminta mesin pemutar lafalan Amituofo kepada
Ayahbunda-nya, bahkan terus menerus mendengarkan dengan
begitu seriusnya?

Dia adalah tuna-grahita sekaligus juga adalah tuna-aksara, tidak


tahu urusan hitung menghitung, juga tidak tahu berapa usianya,
mengapa tiap hari mengurung diri di dalam kamarnya, diam-diam
186
menulis begitu banyak angka “42”? Alasannya cuma satu : dia telah
terlahir ke Alam Sukhavati dengan bebas tanpa rintangan, bahkan
mengetahui terlebih dulu waktunya terlahir ke Alam Sukhavati.

“42” melalui angka ini, Buddha Amitabha memberitahukan pada


si bungsu, saat dia genap berusia 42 tahun, Buddha Amitabha akan
menjemputnya terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.

Maka itu lembaran-lembaran kertas bertuliskan angka “42”


tampaknya ditulis oleh si bungsu, padahal sesungguhnya itu adalah
surat yang dikirim Buddha Amitabha kepada dirinya.

Upasaka Zong dan istrinya telah berusia 70 tahun, andaikata


putri bungsunya tidak mendahului mereka, bagaimana kelak dia
dapat menjaga dan merawat dirinya sendiri? Berapa lama lagi sisa
waktu bagi Ayahbunda-nya masih dapat menemaninya? Ketika
Ayahbunda-nya wafat, bagaimana nasib si bungsu?

Namun karena Upasaka Zong mengerahkan segenap hati melafal


Amituofo, Buddha Amitabha pasti memberkatinya sekeluarga,
sehingga putri bungsu-nya yang tuna-grahita terlebih dulu dijemput
Buddha Amitabha ke NegeriNya, bahkan si bungsu terlebih dulu
mengetahui waktunya terlahir ke Alam Sukhavati, meninggal dunia
dengan damai, sungguh membuat orang lain ikut bersukacita dan
sekaligus terharu.

187
“42” adalah surat yang ditulis Buddha Amitabha kepada si
bungsu, sekaligus juga ditujukan kepada kita semuanya, yang
menyatakan bahwa kekuatan Buddha Amitabha adalah sungguh tak
terbayangkan, penyelamatan Buddha Amitabha adalah tanpa syarat.

Bahkan seorang tuna-grahita sekalipun juga mampu mengetahui


terlebih dulu waktunya terlahir ke Alam Sukhavati, melangkah pergi
dengan begitu elegannya, apalagi orang lain?

Disampaikan secara lisan oleh : Upasaka Foming

Dicatat oleh : Foli

188
43. Nyonya Mahjong Terlahir ke Alam Sukhavati

Ibunda-ku bernama Shen Mian-zai, meninggal dunia pada


tanggal 8 November 2010 di Vihara Kaiyuan, Kabupaten Changsha,
pada usia 82 tahun.

Semasa hidupnya Ibunda belum meyakini Ajaran Buddha dan


melafal Amituofo. Pada bulan Mei 2005, Ibunda dirawat di Rumah
Sakit karena menderita Osteoporosis parah yang menyebabkan
kelumpuhan.

Selama 5 tahun lebih, tulang di sekujur tubuh siang malam tak


berhenti terasa sakit, dalam kehidupan keseharian tidak mampu
mengurus diri sendiri, mengompol, mengenakan popok sepanjang
hari; buang air besar beberapa hari bahkan belasan hari se-kali,
butuh bantuan perawat untuk menariknya keluar, terkadang
anusnya sampai membusuk, sepanjang hari tidur di atas tumpukan
kotoran, melewati kehidupan bagaikan berada di Neraka.

Sepanjang hidupnya, Mama hobi main mahjong, sehari sampai


menghabiskan belasan jam di atas meja mahyong. Tiap hari bangun
pukul 11 siang, tidak sampai pukul 12 dia sudah berada di atas meja
mahyong, sampai pukul 6 sore, barulah makan malam, lalu sambung
lagi sampai pukul 1-2 dini hari.
189
Dalam waktu keseharian dia tidak suka bergerak, selama jangka
panjang duduk di atas meja mahjong, menyebabkan sakit pada
bagian tulang leher, bahu dan pinggang. Malam harinya tidak bisa
tidur pulas, kami putra-putrinya saling bergantian selama 24 jam
memijatnya juga tidak ada gunanya.

Kemudian penyakitnya berkembang sampai tangan tidak


mampu mengangkat sumpit untuk makan, bahkan tidak sanggup
memegang sendok lagi; seterusnya kakinya tidak bisa digerakkan
lagi.

Walaupun sudah jadi begini, namun semangat Mama main


mahjong tak pernah kendur. Beliau tinggal di lantai dua, menelepon
ke kedai mahjong : “Kalian utus orang antar saya ke kedai.”

Tentu saja petugas di kedai mahjong senang sekali, Mama


sampai diberi gelar “Jenderal Dermawan” alias orang yang sering
menderita kekalahan uang!

Saya bilang ke Mama : “Duh....Mama ini.....sudah menderita sakit


parah begini, masih saja memikirkan main mahjong.” Mama
langsung cemberut dan membela diri : “Kalau sekarang tidak main,
nanti sudah tidak punya kesempatan lagi.”

190
Ternyata benar, tidak lama kemudian Mama harus dirawat di
Rumah Sakit, bahkan sudah berpindah-pindah ke beberapa Rumah
Sakit, walaupun gejala penyakit sudah agak lumayan, tetapi rasa
sakit tidak berkurang sama sekali, terbaring tak berdaya di atas
tempat tidur, siksaan kesakitan itu tak terungkapkan dengan kata-
kata.

Pembaca sekalian mungkin mengira saya mengatakan hal ini


berarti tidak menghormati Ibunda sendiri, tetapi kalau tidak
berterus terang, bagaimana bisa mencerminkan Maitri Karuna
penyelamatan Buddha Amitabha?

Suatu hari saya tiba di Rumah Sakit, Bunda memberitahukan


padaku bahwa semalam dia bermimpi lagi sedang bermain mahjong,
ada tiga orang yang tidak berkepala menyeret dan memukulinya, dia
ketakutan setengah mati, memohon pada mereka : “Saya sudah
menderita sakit hingga separah ini, kalian jangan menyiksaku lagi,
kumohon pada kalian.”

Keesokan harinya dia mengadu pada dokter dan perawat supaya


mengusir ketiga sosok tersebut, jangan datang mengganggu dan cari
masalah dengannya lagi.

Saya sangat memahami apa yang telah terjadi sebenarnya,


makanya cepat-cepat menasehati Mama supaya melafal Amituofo.

191
Ibunda-ku memiliki enam orang putra-putri, tiga diantaranya
meyakini Buddha dan melafal Amituofo, dalam waktu keseharian
juga menjelaskan pada Mama tentang manfaat dari meyakini
Buddha dan melafal Amituofo, makanya beliau memahami sedikit
tentang Buddha Dharma, namun juga tidak sudi melafal Amituofo.

Apa boleh buat, Mama tetap tidak mau melafal Amituofo,


terpaksa menaruh mesin pemutar lafalan Amituofo di sisi bantalnya,
siang malam dibuka terus menerus, hingga satu kurun waktu
berlalu, tiga sosok hantu tidak berkepala itu tidak datang
mengganggunya lagi.

Kemudian Mama sering meminta perawat untuk menutup mesin


pemutar lafalan Amituofo, dia tidak ingin mendengarnya lagi,
selanjutnya saya dan abang sering ke Rumah Sakit menjelaskan
padanya tentang Buddha Dharma dan Kisah Hukum Karma,
perlahan-lahan dia mulai bisa menerimanya.

Agar dia cepat pulih kembali, saya berkunjung ke beberapa


Vihara guna melimpahkan jasa kepada dirinya, baik mengikuti
upacara ritual, melepaskan satwa ke alam bebas, dan sebagainya,
bahkan membaca Sutra buat Mama.

Hingga tahun 2006 saya mengenal Ajaran Tanah Suci, saya


merasa diri sendiri pasti terlahir ke Alam Sukhavati, bahkan
menasehati Mama supaya memfokuskan diri melafal Amituofo.

192
Tahun 2007, melalui persetujuan Ibunda, saya mewakili beliau
mengambil Visudhi Trisarana di Vihara Hongyuan, tetapi Bunda
masih saja tidak serius meyakini Buddha dan melafal Amituofo.

Tulang-tulang di sekujur tubuhnya kesakitan sampai tidak bisa


tidur sepanjang malam, tangan dan kakinya sudah parah hingga
berubah bentuk, tiap kali tiba di Rumah Sakit, beliau selalu tersiksa
hingga menangis dan memberitahukan padaku : “Saya sangat
tersiksa! Coba bantu pikirkan solusinya!”

Saya berkata : “Mama, saya tahu anda sangat tersiksa, hanya


Buddha Amitabha yang dapat membantu menghapus deritamu,
lafallah Amituofo!”

Bunda berkata : “Terkadang saya ada juga melafal, setiap kali


saya melafal Amituofo, malam harinya cuma butuh menelan sebutir
tablet penenang, sudah bisa tidur pulas.”

Mama sudah tahu manfaat melafal Amituofo, tetapi masih juga


lafalan Amituofo tidak mampu menembus ke dalam sanubarinya,
harus menunggu saat sudah kesakitan tak tertahankan, tidak bisa
tidur, barulah melafal beberapa kali.

Tahun 2008, oleh karena biaya berobat yang terlampau mahal,


193
sementara itu Ibunda tidak bekerja dan tidak memperoleh jaminan
kesehatan, kemudian dipindahkan dari Rumah Sakit ke Apartemen
Panti Jompo.

Saat itu beliau duduk di atas kursi roda, lagi-lagi dia mulai main
mahjong, sambil main mahjong sambil mengeluh kesakitan. Kami
menasehatinya supaya jangan main mahjong lagi, dia menjawab
kalau tidak main mahjong, bagaimana bisa melewati hari demi hari,
bahkan beberapa bulan menjelang ajal, masih sibuk di atas meja
mahjong.

Tanggal 7 November 2010, siang hari ketika pulang ke rumah,


suamiku memberitahukan padaku, tadi ada telepon dari Apartemen
Panti Jompo, katanya kondisi Mama kurang bagus, menyuruh saya
mengantar pakaian untuk dikenakan beliau saat meninggal nanti.

Saya pikir tidak terlalu parah, beberapa hari yang lalu saya
sempat membesuknya, cuma menderita sakit perut, tetapi saya
putuskan langsung menghubungi adik perempuanku, bergegas ke
Apartemen.

Saat itu kondisi Mama sudah tidak mampu berbicara lagi, saya
berteriak memanggilnya juga tidak ada respon, sesak napas, saya
mulai melafal Amituofo dan memberinya wejangan, supaya beliau
mengikuti-ku melafal Amituofo, saya melafal Amituofo selama
beberapa menit, Mama telah menghembuskan napas terakhir,
meninggal dunia dengan damai, pukul 14:07.
194
Saya tidak menangis, meneruskan melafal Amituofo, lalu
menyuruh adik perempuanku menghubungi abang dan adik laki-
laki-ku. Dalam hatiku berpikir tunggu abangku tiba, barulah
mengatakan padanya rencanaku mengantar jenazah Bunda ke
Vihara Kaiyuan untuk disemayamkan.

Abang dan adik-adikku semuanya sudah setuju, saya langsung


menelepon Ketua Vihara Master Zongxin, waktu itu beliau sedang
berada di Qiyang, beliau menelepon ke Vihara supaya melakukan
segala persiapan, sementara itu Master Zongxin bergegas pulang ke
Vihara, membuat kami sekeluarga merasa begitu terharu pada
welas asihnya. Para sahabat Dharma juga berdatangan ke Vihara
untuk membantu Bunda melafal Amituofo.

Catatan penerjemah :

Tidak semua Vihara menyediakan layanan mengantar pasien ke


Alam Sukhavati, bahkan sangat langka.

Apartemen Panti Jompo tidak mengizinkan pasien yang


meninggal dunia didiamkan kelamaan, makanya mendesak kami
segera mengantar jenazah keluar. Sepanjang jalan mengantar
jenazah Mama ke Vihara, kami empat bersaudara melafal Amituofo
tanpa henti, sampai di Vihara waktu sudah menunjukkan pukul
18:40.

195
Begitu turun dari mobil, kami melihat anggota Sangha dan
puluhan orang sahabat Dharma menggunakan senter, sambil
melafal Amituofo menyambut kedatangan kami, saat itu di benak
kami selain timbul perasaan terima kasih juga sekaligus
menenangkan hati kami.

Sepanjang malam anggota Sangha dan sahabat Dharma melafal


Amituofo, hingga keesokan paginya, para sahabat Dharma masih
berdatangan. Pukul 3 sore, sudah 25 jam kami melafal Amituofo
buat Mama, ketika selimut Dharani dibuka, menemukan wajah dan
kaki Mama yang semula membengkak, kini sudah mereda,
tangannya yang semula berubah bentuk, kini normal kembali,
sekujur tubuhnya lentur. Wajahnya juga jadi berwibawa.

Semasa hidup Mama doyan main mahjong, semangat dan


wajahnya tidak enak dipandang, namun kini malah jadi tampak
berwibawa dan tersenyum bahagia, sungguh tak terbayangkan!

Setelah dikremasi, muncul bunga sarira berwarna merah, putih


dan biru.

Namo Amituofo!

Oleh : Upasika Fojie

Di : Hunan
196
44. Terbaring Selama Sepuluh Tahun

Saya bernama Liang Yan, tinggal di Kota Xiantao, Provinsi Hubei.


Putraku bernama Shuai-shuai, lahir pada 11 Februari 1992, saat
usianya 10 tahun (Tahun 2002) mendadak divonis penyakit kritis
yang langka dan belum ada obatnya, yakni “Leukodistrofi adrenal”.

Gejala awalnya adalah penglihatan tiba-tiba kabur, kemampuan


pendengaran juga menurun; kemudian penyakit berkembang hingga
tidak mampu berbicara, tidak dapat berjalan; akhirnya lumpuh dan
terbaring tak berdaya, mirip dengan orang cacat yang terbaring di
tempat tidur selama 10 tahun, sebelum akhirnya wafat pada 11
Desember 2012.

Ketika baru jatuh sakit, dia bermimpi ada orang yang bilang
padanya, sisa hidupnya cuma tinggal setahun saja. Saat terbangun
dia menangis tersedu-sedu. Setelah mendengarnya hatiku terasa
disayat-sayat pisau tajam, sejak itu saya memutuskan, apa saja akan
kukorbankan demi kesembuhan buah hatiku!

Kabarnya ada seorang tabib sakti di Gunung Jiuhua, saya nekat


berangkat sendirian ke sana, menempuh perjalanan sejauh ribuan li,
dari kaki gunung melakukan namaskara hingga ke puncak Gunung
Jiuhua, memohon tabib sakti bersedia menyembuhkan putraku.
197
Kemudian saya juga mendengar bahwa Bodhisattva
Avalokitesvara menyelamatkan orang yang kesusahan dan sangat
manjur, saya cepat-cepat melafal namaNya.

Suatu malam saya bermimpi bersua dengan Bodhisattva


Avalokitesvara yang memberitahukan padaku bahwa penyakit
putraku adalah akibat rintangan karma-nya. Kemudian saya
berangkat ke Provinsi Anhui, di sana ada sebuah Vihara yang fokus
melatih metode Tanah Suci, tiap hari saya membangkitkan
ketulusan melafal Amituofo, bernamaskara pada Buddha sebanyak
ribuan kali, melimpahkan jasa kebajikan kepada putraku, semoga
kekuatan Buddha memberkati, agar rintangan karma-nya
tereliminasi, kesehatannya segera pulih seperti sedia kala.

Pada malam hari sebelum berangkat ke Vihara di Anhui, saya


bermimpi bersua dengan Bodhisattva Avalokitesvara. Saya segera
memohon pada Bodhisattva supaya menyembuhkan buah hatiku,
Bodhisattva tidak langsung memberi respon, namun dengan
pandangan welas asih memandang diriku, bertanya kembali padaku :
“Apakah kamu mengira dia adalah anakmu?”, waktu itu saya belum
tercerahkan, saya bersikukuh melekat bahwa dia adalah putraku.

Hingga tahun 2011, melihat buah hatiku menjalani siksaan di


pembaringan, Oma-nya yang paling menyayangi-nya juga ikut
menderita kesakitan di sekujur tubuhnya, namun tanpa mengeluh
setia menjaga dan merawat cucu kesayangannya.

198
Saya mulai merenungkan dengan seksama : dia hidup dengan
kondisi begini, apa bedanya dengan mati? Mengapa saya tidak
membiarkannya terbebas? Kemudian saya berlutut di hadapan altar
Buddha dan memanjatkan doa : “Buddha Amitabha, kini saya
bersedia melepaskan kemelekatan, menyerahkan putraku
kepadaMu, biarlah Buddha mengatur apa yang terbaik buat kami!”

Kemudian sekitar 7-8 bulan lamanya saya tidak pergi membesuk


putraku. Tanggal 11 Desember 2012, cuaca cerah, kebetulan di
Vihara ada kebaktian umum melafal Amituofo, pada hari baik begini,
Buddha Amitabha menjemput putraku terlahir ke Alam Sukhavati.

Mendengar berita putraku terlahir ke Alam Sukhavati, para


sahabat Dharma berdatangan melafal Amituofo hingga semalaman.
Master Zongzhi memberi wejangan pada putraku : “Panorama Alam
Sukhavati sangat indah sekali, di sana takkan menderita sakit lagi.
Setibanya di Alam Sukhavati, kamu akan memiliki kemampuan gaib,
kapan saja dapat kembali mengunjungi kami di sini.”

Saya juga berulang kali berpesan padanya : “Shuai-shuai,


dengarlah kata Mama, ikutlah dengan Buddha Amitabha, Buddha
Amitabha akan lebih menyayangi-mu melampaui kasih sayang Oma
dan Opa padamu, juga melampaui kasih sayang Papa dan Mama
padamu. Kamu berangkat dulu ke Alam Sukhavati, saat ajal kami
tiba, kamu dapat mengikuti rombongan Buddha Amitabha datang
menjemput kami, kita akan berkumpul kembali di Alam Sukhavati,
selamanya takkan terpisah lagi!”
199
Keesokan paginya pukul 7 lewat, suara lafalan Amituofo para
sahabat Dharma lebih serentak. Tiba-tiba Bhiksuni Zongzhi
mengatakan padaku : “Shuai-shuai pasti sudah terlahir ke Alam
Sukhavati!”

Pukul 9 pagi, kami selesai melakukan pelimpahan jasa, bersiap-


siap memperabukan jenazah, ada seorang sahabat Dharma
memberiku dorongan untuk membuka kain penutup jenazah untuk
melihat wajah putraku.

Terus terang saja saya juga ingin melihatnya, tetapi khawatir


wajahnya tidak enak dipandang, seingatku ketika dia baru
menghembuskan napas terakhir, wajahnya pucat pasi.

Akhirnya saya memberanikan diri membuka kain penutup


jenazah, saya tidak berani percaya ketika melihat wajah Shuai-shuai
yang merah merona dan tersenyum, sekujur tubuhnya lentur. Saya
begitu gembira dan terharu hingga air mata tak terbendung!

Imlek hari ke-11 tahun 2013, dini hari, saya bermimpi bersua
dengan Shuai-shuai, saya segera bertanya padanya : “Shuai-shuai,
sekarang kamu berada di mana nak?”

Dengan gembira dia menjawab : “Saya sudah berada di Alam


200
Sukhavati!”

Kemudian saya terbangun, terpikir akan putraku telah terlahir


ke Alam Sukhavati, hatiku pun terasa lega! Buddha Amitabha
sungguh ber-Maitri Karuna!

Oleh : Liang Yan

201
45. Cuma Sekadar Melafal Amituofo

Saya bernama Ji Ying-ling, tinggal di Dusun Xichen, Kota Handan,


Provinsi Hebei. Pada bulan September 2014, suamiku jatuh sakit
dan dirawat di Rumah Sakit, namun Rumah Sakit terbaik juga tak
berdaya, sahabat suamiku yang tinggal di Beijing memberiku
beberapa buku tentang Ajaran Tanah Suci.

Sesungguhnya saya ini penganut Atheis, tetapi menghadapi


kondisi sekarang, apa boleh buat, hanya bisa ikut-ikutan melafal
Namo Amituofo.

Waktu itu saya tidak mengerti apa-apa, cuma sekadar melafal


Amituofo, sambil berkata pada suamiku yang sedang sekarat :
“Kamu juga ikut melafal Amituofo-lah! Kalau tidak bisa sembuh lagi,
pergilah ke Alam Sukhavati, tunggulah saya di sana.”

Tetapi apakah dia ada mendengarnya atau tidak, saya juga tidak
tahu, oleh karena saya sendiri juga tidak percaya sepenuhnya,
namun diri sendiri juga tidak punya jalan keluar lainnya, makanya
cuma sekadar melafal Amituofo.

Keluar dari Rumah Sakit, kami pulang ke rumah, hati pun terasa
kalut, urusan juga bertumpuk, saya tidak melafal Amituofo lagi.
Seminggu kemudian, saya menasehati suamiku supaya melafal
202
Namo Amituofo di dalam hati, waktu itu dia tidak berkata apa-apa,
namun dalam benaknya dia mengerti.

Sehari sebelum wafat, sorenya, dua orang sahabatnya datang


membesuknya, mereka bercengkerama sambil tertawa, senang
sekali, sejak menderita sakit, itu merupakan tawanya yang paling
alami, bahkan bercanda kalau dia bermimpi jadi walikota Handan.

Esok paginya pukul 5 lewat dini hari, dia menghembuskan napas


terakhir. Setelah selesai dikuburkan, malam harinya salah seorang
sahabatnya datang berkunjung dan mengatakan padaku : “Dini hari
tadi waktu kamu mengabarkan kepergian suamimu, saya sempat
bermimpi, Li Bin (nama suamiku) datang mengunjungiku,
berpakaian serba hitam. Kemudian saya melihat dari angkasa
penjuru barat datanglah seorang Buddha, memancarkan cahaya
keemasan lalu menjemputnya pergi, diriku yang tidak pernah
bermimpi jadi kaget setengah mati.”

Kemudian saya jadi tidak mengerti, sahabatnya tidak meyakini


Buddha, mengapa bisa bermimpi melihat Buddha yang
memancarkan cahaya keemasan, bahkan pakaian yang dikenakan
suamiku dalam mimpinya adalah sama dengan pakaian yang
dikenakan suamiku waktu meninggal dunia.

Oleh : Ji Ying-ling

14 Desember 2014
203
46. Akhir Pengelanaan Meat Lover

Ayahku bernama Xue Hui-quan, tinggal di Kota Fuxin, Provinsi


Liaoning. Ayah adalah orang yang gampang emosi dan pemarah,
dalam waktu keseharian suka makan daging, terutama yang banyak
lemaknya.

Usia 49 tahun menderita “cerebral thrombosis” (penyakit


kelainan pembuluh darah akibat pembentukan gumpalan darah
pada pembuluh darah di otak), setelah itu jalannya jadi begitu
lamban, penyakitnya ini kambuh sebanyak tiga kali.

Tanggal 7 Juni 2008, karena penyakitnya kambuh makanya tidak


dapat bangkit dari tempat tidur lagi, tangan kanannya mengepal
dengan sangat kuat, kami berusaha membukanya juga tidak bisa,
sampai-sampai telapak tangannya jadi terluka dan membusuk. Pada
stadium akhir, sekujur tubuhnya mengalami pembusukan, bau-nya
bukan main.

Ibunda-ku adalah seorang praktisi Buddhis yang taat, dalam


keseharian membaca “Surangama Sutra”, “Ksitigarbha Sutra”,
bahkan sangat terampil, sudah hampir 20 tahun lamanya.

204
Ayahku sakit-sakitan hingga sampai kondisi parah begini, Ibunda
masih setia membersihkan lukanya, membubuhkan obat, sudah
banyak resep yang digunakan, tetapi lukanya yang membusuk tak
kunjung sembuh juga.

Setahun yang silam, saya berkenalan dengan dua orang sahabat


Dharma di dunia maya, yakni Jingxiu dan Fokang. Mereka
memperkenalkan padaku Ajaran Sukhavati, dimana penyelamatan
Buddha Amitabha adalah tanpa syarat, tak peduli siapapun juga,
asalkan bersedia terlahir ke Alam Sukhavati, memfokuskan diri
melafal Amituofo, maka dengan mengandalkan kekuatan tekad
Buddha Amitabha, pasti terlahir ke NegeriNya. Saya juga sampaikan
hal ini kepada Ibundaku.

Kemudian Jingxiu dan Fokang secara terpisah datang membesuk


Ayahku, menjelaskan tentang keindahan panorama Alam Sukhavati
dan penyelamatan Buddha Amitabha yang tanpa syarat. Di sana
tidak ada penderitaan, yang ada hanyalah kebahagiaan, asalkan
bersedia melafal Amituofo, saat menjelang ajal, Buddha Amitabha
pasti datang menjemput praktisi terlahir ke Alam Sukhavati.

Ayah meskipun tidak sanggup berbicara, tetapi dia dapat


mengerti. Ketika ditanya apakah beliau bersedia terlahir ke Alam
Sukhavati, dia mengangguk, bahkan mengalirkan air mata.

Ibunda yang mendengar ajaran yang begitu unggul, akhirnya


melepaskan semua sutra, tidak membacanya lagi, beralih
205
memfokuskan diri melafal Amituofo berkesinambungan.

Mulanya saya adalah seorang Atheis, kini melafal Namo


Amituofo, setengah percaya setengah tidak, namun saya tetap
berharap Ayah dapat terlahir ke Alam Sukhavati, ini merupakan
harapan setiap anak.

Saya berharap pada momen terakhir Ayahku, Jingxiu dan Fokang


dapat hadir membantu melafal Amituofo, mereka menyetujuinya,
saya dan Mama senang sekali.

Fokang tinggal di Heilongjiang yang berjarak cukup jauh dari


Liaoning, dia takut terlambat sampai di Liaoning, makanya
menghubungi perkumpulan sahabat Dharma setempat supaya dapat
hadir membantu melafal Amituofo.

Bulan November, kondisi Ayah memburuk, tiap hari menjerit


sekuat tenaga, entah apa sebabnya, sepertinya sangat menderita
sekali, juga sepertinya sangat ketakutan sekali.

Saya segera menghubungi perkumpulan sahabat Dharma


setempat supaya datang membantu melafal Amituofo, hasilnya
sungguh efektif, Ayah tidak menjerit-jerit lagi, berubah jadi tenang.

206
Tanggal 24 Desember, pukul 8 lewat 50 menit malam hari, Mama
menelepon mengabarkan Ayah telah meninggal dunia. Sambil
mengemudi bergegas pulang ke rumah, sambil sibuk menghubungi
sahabat Dharma.

Fokang menghiburku supaya jangan panik, katanya Buddha


Amitabha akan menjadi sosok pertama yang hadir duluan,
menasehati kami supaya menenangkan diri dan melafal Amituofo.

Para sahabat Dharma kemudian tiba di rumah dan memberi


ceramah sejenak lalu kami mulai melafal Amituofo.

Tanggal 25 pukul 3 sore, Jingxiu dan Fokang tiba di rumahku.


Para sahabat Dharma saling bergantian melafal Amituofo, sampai
pukul 9 malam, Ayah meninggal dunia sudah 24 jam lamanya,
sahabat Dharma membantu membersihkan jenazah Ayah dan
menggantikan pakaiannya.

Kami melihat kepalan tangan Ayah yang sudah sepanjang 5


tahun, akhirnya kini terbuka sudah, tangannya sangat lentur, juga
utuh, tidak tampak ada luka yang membusuk.

Mulanya yang paling saya takutkan adalah bau busuknya, takut


mengganggu para sahabat Dharma. Tetapi selama dua hari kami
melafal Amituofo, tidak mencium bau busuk sama sekali, sungguh
menakjubkan tak terbayangkan!
207
Setelah abu kremasi Ayah dikuburkan, kami pulang ke rumah,
Ibunda dengan gembira memberitahukan pada Fokang : “Pagi tadi
saya melafal Amituofo, dalam hati terasa begitu sejuk, seakan-akan
tidak ada kejadian apa-apa, dalam hati terasa begitu bersukacita!”

Fokang berkata pada Ibunda : “Saya juga ikut bersukacita,


mungkin Buddha Amitabha datang menghibur dan memberkati Bibi.”

Abang, kakak ipar, adik, adik ipar, yang menyaksikan langsung


rentetan peristiwa ini, juga mendengar ceramah yang disampaikan
para sahabat Dharma, mengetahui ternyata Alam Sukhavati begitu
indah sempurna, akhirnya jadi meyakini Buddha, melafal Amituofo,
membulatkan tekad terlahir ke Tanah Suci Sukhavati.

Sahabat-sahabat Mama yang sebelumnya belajarnya tidak


terfokus, setelah menyaksikan langsung keunggulan dari melafal
sepatah Amituofo, kini membangkitkan keyakinan hati dan
memfokuskan diri melafal Amituofo berkesinambungan.

Oleh : Xue Lihua

Tanggal : 31 Desember 2013

208
47. Anak Datang Menasehati Ibunda

Saya bernama Luo Xuan-ping tinggal di Kabupaten Rongchang,


Kota Chongqing, tahun ini berusia 51 tahun.

Tahun 2008 saya mengambil Visudhi Trisarana. Tidak lama


kemudian, putraku yang berusia 14 tahun, bernama Guo Chun, pada
tahun yang sama tanggal 15 Mei, usai bermain bola basket dengan
teman-teman sekolahnya, oleh karena cuaca lagi panas, mereka
pergi berenang di sungai bawah jembatan Guan-yin, naas-nya
putraku mati tenggelam.

Oleh karena sungai itu sangat dalam, tidak ada orang yang berani
menariknya ke atas, saya hanya bisa menangis di tepi sungai,
bersama dengan seorang sahabat Dharma yakni Upasika Yi,
bersama-sama melafal Amituofo.

Sampai esok harinya jasad putraku barulah mengapung ke


permukaan sungai, lalu diangkat ke atas. Kami meneruskan melafal
Amituofo. Tak disangka wajah anakku berangsur-angsur memerah,
makin lama makin enak dipandang, bahkan sekujur tubuhnya lentur.

Jenazah putraku disemayamkan di rumah duka selama 2 hari,


209
saya dan Bibi-nya terus menerus melafal Amituofo.

Setelah kepergian putraku, tiap hari saya menangis di rumah,


sungguh tak habis pikir. Oleh karena dia adalah anak yang patuh,
sangat baik, sangat berpengertian dan memaklumi kesusahan
Ayahbunda.

Putraku pernah berkata : “Mama, saya melihat kalian berdua


terlampau susah.” Tiap kali terkenang kejadian silam, makin dipikir
makin merana. Anehnya tiap hari saya menangis, namun
semangatku tidak jatuh, makan tetap berselera seperti biasa. Jika
dipikirkan sekarang, pasti adalah pemberkatan dari Buddha
Amitabha.

Suatu malam di awal bulan September, saya sedang berbaring di


sofa sambil menangis, tanpa sadar tertidur lelap, tiba-tiba
mendengar di angkasa ada suara lafalan Amituofo yang istimewa,
sebelumnya saya belum pernah mendengar ada suara yang begitu
enak didengar.

Tidak berapa kemudian putraku menampakkan diri, dia berdiri


di depan pintu rumah, penampilannya masih serupa dengan waktu
masih hidup. Dia berkata : “Mama, janganlah bersedih lagi, kini
segala keperluan hidupku terpenuhi dengan sendirinya, setelah
makan juga tak perlu cuci piring lagi.

210
Anda jangan mendengar omongan orang lain (waktu itu memang
ada orang yang mengajakku masuk sekte Tantra), Mama harusnya
memfokuskan diri melafal Amituofo, jangan sampai pikiran jadi
bercabang. Janganlah meremehkan sepatah Amituofo,
sesungguhnya bagusnya bukan main, kekuatan kewibawaan-nya
juga bukan main.” Selesai berkata, putraku tidak tampak lagi. Saat
itu telingaku dipenuhi oleh lafalan Amituofo.

Beberapa tahun kemudian, saya melihat orang lain


menggendong cucu, hatiku jadi begitu mengagumi-nya. Terpikir
putraku andaikata tidak meninggal dunia, maka sekarang mungkin
saya sudah jadi Oma, tanpa disadari air mata mulai memenuhi
pelupuk mataku. Tanpa terduga mendengar suara putraku yang
berkata : “Mama janganlah berangan-angan jadi Oma lagi, menjadi
Oma itu sangat sengsara lho.”

Oleh karena putraku hadir dalam mimpi mengingatkan diriku


supaya memfokuskan diri pada pelafalan Amituofo, makanya saya
selalu terfokus melafal Amituofo.

Kemudian saya berjodoh memperoleh banyak buku-buku Ajaran


Sukhavati, mengetahui manfaat terunggul dari melafal Amituofo.
Saya amat bersukacita!

Melafal Amituofo bukan saja kelak dapat terlahir ke Alam


Sukhavati, bahkan saat sekarang, siang malam berada dalam
lindungan Buddha Amitabha.
211
Terima kasih pada Maha Maitri Maha Karuna Buddha Amitabha!

Disampaikan secara lisan oleh : Luo Xuanping

Dicatat oleh : Venerable Fozhuang

Bulan Februari 2014

212
48. Pembalasan Induk Ayam

Ibundaku adalah seorang praktisi pelafal Amituofo yang tulus,


oleh karena tidak leluasa berjalan, makanya saya mengantarnya ke
Vihara, memapahnya masuk ke dalam ruangan kebaktian.

Lama kelamaan saya jadi suka sama lafalan “Namo Amituofo”,


juga suka melihat rupang Buddha Amitabha yang penuh Maitri
Karuna. Setiap kali melafal Amituofo dan melihat rupang Buddha
Amitabha, suasana hatiku yang labil berangsur-angsur jadi sejuk
dan hening.

Bulan Agustus 2013, saya mengambil Visudhi Trisarana dengan


nama Dharma “Fojing”, sejak itu saya makin tekun melafal Amituofo.
Setelah satu kurun waktu berlalu, saya menemukan diriku yang
semula berbuat sesuka hati, egois, emosional, kini berubah jadi
tenang dan ramah, hidup berdampingan dengan orang lain secara
harmonis.

Bersamaan dengan itu pula, karir suamiku semakin lancar,


kehidupan kami berangsur-angsur mengalami kemakmuran, saya
tahu semua ini adalah pemberkatan Maitri Karuna Buddha
Amitabha. Saya berharap suamiku bersedia mengikutiku melafal
Amituofo, namun harapan ini belum terwujud, sampai akhirnya
213
sebuah peristiwa tragis mengubah dirinya.

Hari kedua Tahun Baru 2015, seorang sahabat suamiku


membawa seekor ayam betina, kebetulan hari itu bertepatan
dengan ulang tahun putraku, suamiku memutuskan menyembelih
ayam ini untuk merayakan ulang tahun buah hati kami. Saya sudah
bersusah payah menasehatinya, tetapi tidak digubris, apa boleh buat.

Waktu dulu pekerjaan menyembelih itu adalah tugasku,


sekarang saya sudah mengambil Visudhi Trisarana, takkan tega
melukai makhluk hidup. Suamiku yang belum pernah menghabisi
nyawa ayam, memaksakan diri menyembelih hewan tanpa daya itu,
meskipun “jurusnya” sangat jelek, sudah begitu lama si ayam masih
juga belum tewas, kasihannya si ayam meronta-ronta kesakitan
sampai akhirnya menghembuskan napas terakhir, sungguh sadis
dan tidak tega melihatnya.

Seminggu kemudian, pukul 3 dini hari, suamiku mendadak


muntah darah, saya kira dia muntah sejenak sudah baikan, makanya
tidak terlalu peduli, usai muntah kami tidur kembali.

Siapa yang menduga pukul 7 pagi dia kembali muntah darah lagi,
barulah saya menyadari hal ini tidak boleh dibiarkan, dengan panik
saya segera mengantarnya ke Rumah Sakit terdekat, dokter bilang
kondisinya sangat berbahaya makanya langsung diopname.

214
Setelah dirawat inap di Rumah Sakit dan menjalani sejumlah
pemeriksaan, hasilnya semuanya normal. Tidak ditemukan adanya
masalah apapun, ditambah pekerjaan suamiku yang sangat sibuk,
kami langsung pulang ke rumah.

Malam itu di rumah, saya dan suamiku mendengar suara ayam


berkokok, lalu dilanjutkan suara “Tolonglah saya, tolonglah saya.......”
Bagaimana pun kami tidak menghiraukannya, suara ini tetap saja
ada.

Dini hari berikutnya, suamiku kembali muntah darah, dengan


panik saya mengantarnya ke Rumah Sakit, sama seperti tempo hari,
diopname, menjalani sejumlah pemeriksaan, hasilnya normal.
Begitulah berulang kali hingga kami merasa keletihan.

Ketika kami mulai frustasi, saya menghubungi Venerable


Foguang, beliau menyarankan kami supaya melakukan pertobatan.
Kemudian saya bersama suamiku melafal Amituofo sambil
bernamaskara di hadapan rupang Buddha.

Sejak itu kami tidak mendengar suara kokok ayam lagi, suamiku
juga tidak muntah darah lagi, wajahnya yang semula pucat pasi
karena muntah darah, sekarang berangsur-angsur merona kembali.

Setelah melewati kejadian ini, suamiku telah menyaksikan


dengan mata kepala sendiri jasa kebajikan terunggul dari lafalan
215
Amituofo. Dia berkata : “Mulai sekarang harus perbanyak melafal
Amituofo, tidak boleh menyembelih hewan lagi.”

Oleh : Upasika Fojing

Di : Kota Nanchang, Tiongkok

216
49. Dirasuki Setan Air

Li Ju-xian, wanita, penduduk Kota Xiantao, Provinsi Hubei,


orangnya lembut dan baik hati, suka beramal, meyakini Ajaran
Buddha, siswa Tri Ratna yang tulus. Banyak hal aneh yang terjadi
pada dirinya. Setelah membaca artikel ini, praktisi sekalian mungkin
akan beranggapan ini hanya merupakan mitos belaka, namun
peristiwa ini memang terjadi di kehidupan nyata.

A. Mengidap Penyakit Aneh

Upasika Li sejak usia 13 tahun, sudah sering sakit-sakitan. Gejala


yang pertama adalah sering merasa lapar, walaupun se-kali makan
porsinya sangat banyak, tetapi baru makan langsung lapar lagi.
Bahkan ketika sedang makan, selalu merasa kerongkongannya
seperti terbakar. Gejala kedua adalah suasana hati tidak stabil, tidak
bisa tidur.

Setelah dewasa dan menikah, oleh karena selalu terganggu


dengan kedua gejala tersebut, sehingga rumah tangga-nya retak. Dia
sudah memeriksakan diri ke beberapa Rumah Sakit, hasilnya dia
dinyatakan sehat.

Maka itu dia sibuk mencari pengobatan altenatif, berkunjung ke


kelenteng-kelenteng, memohon pada Dewa dan malaikat,
217
menyumbang uang menimbun berkah.

Hari demi hari, tahun demi tahun, kesehatannya juga tidak


membaik. Apa boleh buat, dia membangun sebuah altar Dewa di
rumah, tiap hari pagi dan malam membakar dupa, memohon
kesehatan. Namun bukan saja menjadi sehat malah sekarang dia
sering menggigil kedinginan.

B. Setan Air Mendengar Ceramah

Tahun 2007, Upasika Li berkunjung ke Vihara dan kebetulan


mendengar ceramahku tentang Penyelamatan Buddha Amitabha,
dia sangat bersukacita, langsung mengambil Visudhi Trisarana, lalu
membawa pulang VCD dan buku-buku Ajaran Sukhavati buat
dipelajari.

Tahun 2007 lunar bulan 12 hari ke-9, Upasika Li datang ke


Vihara hendak mengambil Visudhi Trisarana, saya keheranan lalu
berkata : “Bukankah tempo hari anda telah di-visudhi?”

Tiba-tiba sebuah nada suara yang agak suram berkata : “Guru,


saya juga ingin mengambil Visudhi Trisarana, saya juga ingin
terlahir ke Alam Sukhavati.”

218
Saya kembali menegaskan : “Bukankah anda sudah di-visudhi
tempo hari?”

Lalu suara suram itu menjawab : “Guru, saya bukan Li Ju-xian,


saya adalah setan air. Mulanya saya adalah seorang putri hartawan,
oleh karena melakukan hubungan asusila dengan kekasihku
sebelum menikah. Setelah keluargaku mengetahui hal ini, jadi
sangat murka, lalu memaksaku menikah dengan pelayan rumah.
Sejak menikah, tiap hari saya dipukuli, melewati hidup tidak
manusiawi.

Suatu malam, suamiku mengambil sebatang balok kayu


memukuli kakiku hingga patah, saya begitu kesakitan, lalu saya
dibuang ke dalam air dan mati tenggelam.

Selama bertahun-tahun saya hidup dalam kesengsaraan!


Kelaparan dan kedinginan, selalu ditindas setan lainnya. Untunglah
Li Ju-xuan membawaku ke rumahnya dan menyembahyangiku,
barulah kondisiku agak membaik! Saya ingin mengambil Visudhi
Trisarana, saya ingin terlahir ke Alam Sukhavati!”

Saya merasa penasaran dan bertanya : “Bagaimana anda bisa


tahu tentang Visudhi Trisarana dan terlahir ke Alam Sukhavati?”

219
Dia menjawab : “Li Ju-xian menyaksikan video ceramah di rumah,
di dalamnya ada petikan yang mengatakan hantu juga boleh
mengambil Visudhi Trisarana, melafal Amituofo dan terlahir ke
Alam Sukhavati, makanya saya juga ingin mengambil Visudhi
Trisarana, saya juga ingin terlahir ke Alam Sukhavati.”

Saya bilang : “Baiklah, saya menyampaikan Visudhi Trisarana


kepadamu, tetapi anda harus meninggalkan Li Ju-xian dan bertekad
terlahir ke Alam Sukhavati.”

Setan air langsung mengangguk setuju, setelah mengambil


Visudhi Trisarana, tampak Upasika Li menghela napas lega,
penampilannya tampaknya lebih bersemangat. Dia sendiri juga
merasa keheranan : Mengapa dalam waktu singkat, kondisi
kesehatannya sangat membaik (waktu itu dia masih belum tahu apa
yang terjadi).

C. Alam Setan Sungguh Sengsara

Tidak sampai beberapa hari kemudian Upasika Li kembali lagi


ke Vihara, dia berkata : “Ada hal yang ingin saya tanyakan pada guru.
Sejak hari itu mendengar ceramah anda, tubuhku tidak menggigil
kedinginan lagi, tetapi saya mulai lekas marah, ketakutan dan tidak
tenang.”

220
Saya bertanya : “Apakah anda ada melafal Amituofo?”

Dia menjawab : “Sudah melafal, saat melafal Amituofo merasa


baikan, tetapi waktu berhenti, gejala itu kembali lagi. Karena sebab
ini pula, saya mengeluarkan uang seribu Yuan untuk mengundang
anggota Sangha menyelenggarakan Upacara ritual “Fang Yan Kou”
atau upacara ritual menyalurkan makanan kepada para penghuni
alam setan kelaparan, usai itu agak baikan, tetapi beberapa hari
kemudian, gejala itu muncul kembali, jiwa ragaku kembali merasa
tidak tenang.“

Saya sedang berbincang dengan Upasika Li, tetapi mendadak


suaranya berubah jadi kasar, berkata : “Guru, kami juga ingin
mengambil Visudhi Trisarana, kami juga ingin terlahir ke Alam
Sukhavati!”

Oleh karena adanya pengalaman tempo hari, saya mengetahui


Upasika Li lagi-lagi dirasuki makhluk halus, makanya saya bertanya :
“Siapakah kalian? Bukankah Upasika Li telah mengadakan upacara
ritual ‘Fang Yan Kou’ buat kalian, kenapa kalian masih saja
mengganggunya?”

Tiba-tiba Upasika Li mengeluarkan suara pria : “Kami adalah


para setan yang tinggal di dekat rumah Upasika Li. Oleh karena di
dusun cuma Upasika Li satu-satunya yang meyakini Buddha, maka
itu kami hanya bisa memohon padanya untuk membantu kami
terbebas dari lautan penderitaan, kami para makhluk di alam setan
221
hidup dengan sangat merana!

Apa gunanya ritual ‘Fang Yan Kou’? Paling tidak cuma memberi
kami makan satu kali saja, tetapi tidak dapat membebaskan kami
dari penderitaan buat selama-lamanya. Hanya ketika Upasika Li
melafal Amituofo, cahaya Buddha yang terpancar membuat kami
merasa damai, maka itu kami memohon agar dia selalu melafal
Amituofo, tidak membiarkannya istirahat.

Ada lagi tempo hari, ketika anda menyampaikan Visudhi


Trisarana kepada setan wanita itu, kami juga hadir melihatnya,
tetapi kami tidak berani mengatakan bahwa kami juga ingin di-
visudhi. Hari ini kami ingin mengambil Visudhi Trisarana.”

Saya bertanya : “Lantas bagaimana dengan setan wanita itu


sekarang? Usai mengambil Visudhi Trisarana, kalian pulanglah
menasehati lebih banyak lagi setan lainnya supaya kembali ke jalan
yang benar, melafal Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati,
boleh?”

Setan yang merasuki tubuh Upasika Li berkata : “Kami telah


melihat setan wanita itu duduk di atas Bunga Lotus terlahir ke Alam
Sukhavati, kami tidak ingin kembali ke alam setan lagi. Di sana
sungguh tersiksa, yang kuat menindas yang lemah, tiap saat saling
berkelahi dan saling membunuh, sangat sengsara! Guru, kami ingin
mengambil Visudhi Trisarana, kami ingin terlahir ke Alam
Sukhavati!”
222
Saya berkata : “Baiklah! Kalau begitu saya akan menyampaikan
Visudhi Trisarana kepada kalian! Semoga semuanya melafal
Amituofo dan terlahir ke Alam Sukhavati.”

Sejak itu kondisi kesehatan Upasika Li berangsur-angsur


membaik, hanya saja rasa lapar dan insomnia yang masih saja
mengganggunya, siang malam tidak tenang.

D. Selama Ribuan Tahun Mencari Keberadaan Istri

Bulan Oktober 2009, Upasika Li sedang mengikuti kebaktian


umum di Vihara, usai kebaktian sore, dia mengatakan padaku dia
masih kurang percaya diri terhadap upaya terlahir ke Alam
Sukhavati.

Saya bertanya padanya : “Apakah anda bersedia terlahir ke Alam


Sukhavati? Apakah anda terfokus melafal Amituofo? Apakah anda
bersedia meyakini dan menerima penyelamatan dari Buddha
Amitabha?”

Dia cepat-cepat menyahut : “Tentu saja saya bersedia melafal


Amituofo terlahir ke Alam Sukhavati!”

223
Saya berusaha meyakinkan-nya : “Melafal Amituofo pasti terlahir
ke Alam Sukhavati, karena mengandalkan kekuatan tekad Buddha
Amitabha. Asalkan anda meyakini Buddha dan melafal Amituofo,
sampai mati pun takkan berubah, maka saat menjelang ajal Buddha
Amitabha pasti datang menjemputmu.”

Dia berkata dengan gembira : “Baiklah, saya pasti terlahir ke


Alam Sukhavati. Semoga Buddha Amitabha lekas menjemputku
terlahir ke Alam Sukhavati!”

“Tidak bisa! Tidak bisa! Setelah dia terlahir ke Alam Sukhavati,


bagaimana dengan diriku?” tiba-tiba muncul suara pria. Saya tahu
lagi-lagi ada makhluk halus yang merasuki tubuh Upasika Li, maka
itu bertanya : “Siapakah anda?”

Suara pria itu segera menyahut : “Saya adalah seorang jenderal


Dinasti Tang yang bernama Jiang Zhu-shuai, suami Li Ju-xian pada
era Dinasti Tang. Waktu itu Li Ju-xian adalah seorang wanita jelita
yang baik hati, sering berkunjung ke Vihara dan beramal, mengikuti
upacara ritual dan kegiatan Buddhis lainnya.

Saya selalu tidak di rumah karena bertempur di medan perang,


meskipun kadang kala berada di rumah, juga sulit berkesempatan
mencicipi masakannya. Lama kelamaan saya mulai curiga dan
berprasangka, jangan-jangan dia berselingkuh di luar, lalu
mengutuknya : Saya akan mengikuti dan mengganggunya terus,
supaya dia tidak bisa hidup tenang. Setelah meninggal dunia saya
224
jatuh ke alam penderitaan, mencarinya selama lebih dari seribu
tahun juga tidak berhasil menemukannya.

Akhirnya, pada masa kehidupan sekarang, ketika dia berusia 13


tahun, dia sedang mengambil air di tepi telaga, akhirnya saya
berhasil menemukannya, segera merasuki dirinya. Penyakit
kelaparan dan insomnia yang menderanya adalah karena ulahku.
Ketika dia menikah, saya tidak sudi dia menjalin hubungan dengan
pria lain, makanya saya membuat ulah, supaya hubungan mereka
retak.”

Saya berkata padanya : “Anda pasti sudah melihat banyak setan


yang telah terlahir ke Alam Sukhavati! Mengapa anda tidak melafal
Amituofo bertekad terlahir ke Alam Sukhavati?”

Dia melanjutkan perkataannya : “Saya telah melihatnya, kadang


kala saya mengikuti Li Ju-xian datang ke Vihara, melihat kalian
setiap melafal sepatah Amituofo, setiap kali pula Buddha muncul di
hadapan kalian.

Saya merasa dosaku terlampau berat, karena semasa hidup


terlampau banyak membunuh, makanya setelah mati jatuh ke alam
penderitaan. Li Ju-xian itu orangnya baik hati, juga berbakat, tetapi
saya masih saja mengganggunya, merusak kehidupannya, saya takut
Buddha Amitabha tidak mau menerima diriku!”

225
Saya menghiburnya : “Bukankah anda sudah menyadari
kesalahan diri sendiri? Apalagi Buddha Amitabha memiliki tekad
Karuna tanpa batas, Buddha Amitabha mengikrarkan tekad
menyelamatkan semua makhluk di sepuluh penjuru, termasuk
kalian yang berada di tiga alam penderitaan, asalkan anda bersedia
melepaskan dendam pada dirinya, mengikuti kami melafal Amituofo
bertekad terlahir ke Alam Sukhavati, Buddha Amitabha pasti datang
menjemputmu, bagaimana?”

Dia cepat-cepat menyahut : “Baiklah! Tetapi saya sangat lapar,


bolehkah saya makan dulu sebelum pergi?”

Saya jelaskan padanya : “Setibanya di Alam Sukhavati, segala


sesuatu terwujud sesuai dengan yang dipikirkan, anda ingin makan
hidangan apa, tinggal pikirkan saja, langsung muncul di hadapanmu.”

Dia berkata : “Baiklah!”

Sejak itu Upasika Li dapat merasakan makan kenyang dan tidur


nyenyak. Sungguh ikut bersukacita pada dirinya, juga bersukacita
pada para setan yang telah terlahir ke Alam Sukhavati! Dibawah
penyelamatan Ayahanda Universal, mereka terlahir di Tanah Suci
Sukhavati.

Disampaikan oleh : Venerable Jing-gui.

226
50. Lansia Sebatang Kara

Yuan Bei, penduduk Nanjing, Provinsi Jiangsu, lahir tahun 1944,


meninggal dunia pada tanggal 20 Juni 2020 pukul 8 pagi.

Kehidupan lansia ini sungguh memilukan. Meskipun serupa


dengan orang lain umumnya, semasa muda menikah dan berumah
tangga, tetapi pernikahannya tidak bahagia, usia 38 tahun bercerai
dengan suaminya.

Dia merupakan wanita yang berwatak keras, hampir tidak


pernah saling menyapa dengan adik laki-lakinya, hanya tersisa satu-
satunya putri kandungnya, tetapi hubungan Ibu dan anak juga tidak
harmonis, putrinya mengusirnya dari rumah, lalu dia menyewa
rumah di luar.

Seorang wanita berwatak keras menghadapi sederet cobaan


hidup, barulah mengantarnya memasuki Pintu Buddha. Mulanya dia
melatih metode yang mengandalkan diri sendiri, tidak memperoleh
ketenangan batin.

Kemudian dia mengenal Ajaran Sukhavati, bersama dengan para


sahabat Dharma melafal Amituofo. Saat berada di rumah sendirian,
227
dia akan mendengar ceramah, penyelamatan Buddha Amitabha
telah melembabkan ladang hatinya yang gersang, dia selalu berkata :
“Untunglah masih ada Pintu Dharma yang sedemikian bagusnya,
akhirnya saya memperoleh penyelamatan!”

Pada bulan November 2019, putrinya wafat di rumah, setelah


beberapa hari barulah ditemukan orang lain. Lansia dikarenakan
terlampau bersedih, akhirnya jatuh sakit.

Para sahabat Dharma membesuk dan menghiburnya, sekali lagi


menyampaikan padanya tentang penyelamatan Buddha Amitabha
yang tanpa syarat, meskipun seluruh manusia di dunia ini tidak ada
yang mau peduli dengannya, namun Buddha Amitabha akan tetap
menghargai dan mengasihinya, kasih sayang ini takkan berubah
buat selama-lamanya.

Lansia berhasil keluar dari kepiluannya, bahkan


mempersembahkan dana kepada Tri Ratna, melafal Amituofo dan
melimpahkan jasa kebajikan kepada mendiang putrinya, berharap
putrinya terlepas dari lautan penderitaan, terlahir ke Tanah Suci
Sukhavati mencapai KeBuddhaan.

Bulan Desember 2019, oleh karena menderita sakit di bagian


pinggang, sehingga tidak mampu mengurus diri sendiri, lalu pindah
ke panti jompo.

228
Ketika sahabat Dharma membesuknya, bertanya padanya :
“Apakah Oma bersedia terlahir ke Alam Sukhavati?” Lansia
menjawab dengan penuh kepastian : “Tentu saja bersedia,
sepanjang hayatku begitu merana, saya harus terlahir ke Alam
Sukhavati.”

Tanggal 17 Juni 2020, Lansia yang bernama Yuan Bei tersebut


berkata pada ketua pengurus panti jompo : “Saya melihat banyak
Bunga Lotus melayang jatuh dari angkasa, saya juga melihat Buddha
Amitabha. Buddha Amitabha berkata : Masa hidupmu di dunia telah
habis, tidak dapat ditunda lagi, dalam waktu dekat ini Saya akan
datang menjemputmu.”

Lansia memiliki satu unit rumah tidak ada yang mengurusnya,


akhirnya diserahkan kepada ketua panti jompo, berkata dia harus
terlahir ke Alam Sukhavati, hal lainnya menuruti jodoh apa adanya.

Tanggal 20 Juni, pukul 6 pagi lewat sedikit, lansia berkata :


“Apapun tidak dihendaki lagi, hanya ingin terlahir ke Alam
Sukhavati saja.”

Tepal pukul 8 pagi, lansia menghembuskan napas terakhir. Usai


itu para sahabat Dharma membantunya melafal Amituofo 12 jam
lamanya, mereka menemukan sekujur tubuh lansia lentur, wajahnya
penuh kedamaian, beliau pasti meninggal dunia dengan penuh
sukacita.

229
Lansia Yuan Bei, sepanjang hayatnya telah kenyang akan
kesengsaraan, benar-benar merasakan pahit getirnya kehidupan
manusia yang penuh dengan kehampaan, kesepian, ketika dia
berjalan sampai di akhir pengelanaan-nya, barulah menyadari
ternyata Buddha Amitabha telah menantinya begitu lama.

Disampaikan secara lisan oleh : Fo Ru Ru

Dicatat oleh : Venerable Shi Zongyi

230
51. Melafal Sepatah Amituofo Menghapus Semua Dosa

Melafal sepatah Amituofo menghapus seluruh rintangan


karma buruk, mengapa masih harus tinggal di dalam kelopak
Bunga Teratai 12 kalpa lamanya?

Tanya :

“Pedang tajam adalah lafalan Amituofo, melafal sepatah


Amituofo dapat menghapus seluruh rintangan karma buruk.”
Praktisi yang terlahir pada Bunga Teratai tingkatan bawah (bagian
atas, menengah dan bawah), seluruhnya mengandalkan lafalan
Amituofo sehingga terlahir ke Alam Sukhavati, mengapa bukannya
bunga bermekar bersua dengan Buddha, masih harus menetap di
dalam kelopak bunga hingga 12 kalpa lamanya?

Venerable Zhisui menjawab :

Pertanyaan ini lebih khusus, “Pedang tajam adalah lafalan


Amituofo, melafal sepatah Amituofo dapat menghapus seluruh
rintangan karma buruk”, ini adalah ucapan dari Master Shandao.

Kalau memang ternyata seluruh rintangan karma buruk sudah


terhapus, kenapa praktisi yang terlahir pada Bunga Lotus tingkatan
bawah (tingkatan bawah bagian atas, tingkatan bawah bagian
231
menengah, tingkatan bawah bagian bawah), bukannya bunga
bermekar bersua dengan Buddha, masih harus menanti hingga 12
kalpa lamanya?

Dari tinjauan karya tulis Master Shandao yang berjudul


"Penjelasan Amitayurdhyana Sutra Dalam Empat Bagian" dan “Sutra
Usia Tanpa Batas”, secara garis besar dapat dipahami dari dua aspek.

Yang pertama adalah menuruti konsep waktu alam saha. Di Alam


Sukhavati tidak ada konsep waktu, tidak ada perbedaan musim semi,
musim panas, musim gugur dan musim dingin, tidak ada siang dan
malam, selamanya adalah bercahaya cemerlang, maka itu konsep
waktu yang tercantum di dalam “Amitayurdhyana Sutra” adalah
menuruti istilah di dunia manusia, setelah melewati waktu sehari
barulah bunga bermekar, atau tujuh hari kemudian barulah bunga
bermekar, atau setelah 12 kalpa kemudian barulah bunga bermekar
dan sebagainya.

Master Shandao di dalam karya tulisnya yang berjudul


"Penjelasan Amitayurdhyana Sutra Dalam Empat Bagian"
menyatakan dengan jelas, konsep waktu ini adalah ditujukan
kepada penghuni alam saha.

Praktisi yang terlahir ke Alam Sukhavati pada Bunga Lotus


tingkatan atas bagian menengah “tujuh hari kemudian barulah
bunga bermekar”, Master Shandao menjelaskannya sebagai berikut :

232
tujuh hari bukanlah waktu Alam Sukhavati, tetapi adalah waktu di
alam manusia.

Waktu tujuh hari di Alam Sukhavati hanyalah sebersit niat


pikiran, hanya dalam sekejab saja sudah berlalu. Inilah perbedaan
konsep waktu.

Alam Sukhavati tidak muncul dan tidak lenyap, tidak ada


fenomena muncul dan lenyap, maka itu dari sudut pandang ini dapat
dijelaskan, tak peduli itu adalah waktu 12 kalpa besar atau 6 kalpa
besar atau 7 hari, adalah berdasarkan konsep waktu di alam saha.
Setelah terlahir ke Alam Sukhavati, tidak ada lagi konsep waktu.

Di dalam “Sutra Usia Tanpa Batas” juga memiliki penjelasan yang


sama, contohnya di Alam Sukhavati terdapat Bodhisattva, Sravaka
dan Dewa, jika kita hanya melihat kalimat yang tersurat, tampaknya
ada perbedaan.

Tetapi “Sutra Usia Tanpa Batas” juga menyebutkan bahwa


penduduk Alam Sukhavati semuanya juga memiliki “Kebijaksanaan
nan tinggi dan kemampuan gaib sempurna”. Juga disebutkan bahwa :
“Memiliki rupa dan penampilan yang sama”, sempurna akan 32
tanda Buddha.

Kalau memang demikian halnya, lantas kenapa masih ada


perbedaan sebutan Bodhisattva, Sravaka dan Dewa? Oleh karena
233
menuruti istilah dari penjuru alam lainnya, contohnya di alam
manusia ini ada istilah tinggi rendah, ada perbedaannya, jadi ketika
Buddha Sakyamuni membabarkan Dharma di dunia ini, menuruti
istilah di dunia manusia (supaya dapat dipahami manusia), makanya
ada istilah Bodhisattva, Sravaka dan Dewa.

Dapat dilihat bahwa Buddha Sakyamuni menggunakan upaya


kausalya dalam membabarkan Dharma, demi menuruti kebiasaan
para makhluk sehingga membabarkan fenomena perbedaan,
demikian pula dengan adanya konsep waktu, inilah uraian pertama.

Yang kedua adalah mencegah melakukan karma buruk. Di dalam


“Amitayurdhyana Sutra” kita dapat melihat adanya “Sembilan
tingkatan Bunga Teratai”, praktisi yang terlahir pada tingkatan atas
dan menengah adalah orang-orang baik, hanya yang terlahir pada
tingkatan bawah adalah orang jahat, yakni pelaku Pancanantariya
Karma dan Sepuluh Kejahatan, makanya setelah terlahir ke Alam
Sukhavati, harus menanti hingga waktu yang begitu panjang barulah
bunga dapat bermekar, mungkin 12 kalpa besar lamanya, atau 6
kalpa besar dan sebagainya, mengapa Buddha Sakyamuni
mengatakannya sedemikian rupa? Untuk mencegah para makhluk
melakukan kejahatan.

Andaikata Buddha Sakyamuni mengatakan bahwa praktisi yang


terlahir ke Alam Sukhavati semuanya adalah sama, begitu lahir
langsung menjadi Buddha, maka para pelaku kejahatan tidak punya
rasa takut lagi, tidak perlu mengendalikan diri lagi, mereka akan
beranggapan bahwa berbuat baik dan berbuat jahat apa bedanya
lagi?
234
Sang Buddha demi mencegah para makhluk melakukan
kejahatan, makanya menyampaikan bahwa pelaku kejahatan yang
setelah bertobat terlahir ke Alam Sukhavati, harus menanti hingga
waktu berkalpa-kalpa kemudian barulah bunga dapat bermekar
bersua dengan Buddha Amitabha.

Master Shandao di dalam karya tulisnya yang berjudul


"Penjelasan Amitayurdhyana Sutra Dalam Empat Bagian" juga
mengurai tentang topik “mencegah kejahatan” ini.

Tekad Buddha Amitabha butir ke-18 menyatakan “Ketika Saya


mencapai KeBuddhaan, semua makhluk di sepuluh penjuru alam,
setelah mendengar namaKu “Amituofo”, asalkan dengan hati yang
setulusnya membangkitkan keyakinan yang sepenuhnya, suka
mempelajari ajaran Sukhavati, juga melimpahkan jasa kebajikan
yang diperbuat dengan bertekad lahir ke Alam Sukhavati. Tak peduli
berapa kali nama Buddha yang dilafalnya, bahkan saat menjelang
ajalnya walau hanya melafal sepuluh kali saja juga dapat terlahir ke
Alam Sukhavati. Jika tidak dapat terlahir ke Alam Sukhavati, maka
Saya tidak akan mencapai KeBuddhaan. Terkecuali yang melakukan
Pancanantariya Karma, ditambah dengan “menfitnah Dharma sejati”,
maka tidak dapat terlahir ke Alam Sukhavati”.

Pada bagian akhir kalimat disebutkan “Terkecuali yang


melakukan Pancanantariya Karma dan menfitnah Dharma sejati”,
tetapi “Amitayurdhyana Sutra” menyebutkan bahwa pelaku
Pancanantariya Karma dan menfitnah Dharma sejati, asalkan
235
memfokuskan pikiran melafal Amituofo berkesinambungan juga
dapat terlahir ke Alam Sukhavati.

Kedua judul sutra tersebut sama-sama dibabarkan oleh Buddha


Sakyamuni, tetapi mengapa kalimat sutra yang tercantum di
dalamnya bisa berbeda? Sesungguhnya butir tekad ke-18 adalah
ditujukan untuk mencegah kita melakukan kejahatan; bila sudah
sempat melakukan kejahatan, Buddha Amitabha juga takkan
mengabaikannya.

Asalkan pelaku kejahatan itu bersedia memfokuskan pikiran


melafal Amituofo berkesinambungan, maka semuanya juga dapat
terlahir ke Alam Sukhavati, sedangkan bagi orang yang belum
sempat melakukan kejahatan, maka Sang Buddha menasehati
mereka supaya jangan berbuat jahat, sehingga di dalam Sutra Usia
Tanpa Batas dikatakan : “Terkecuali yang melakukan
Pancanantariya Karma dan menfitnah Dharma sejati”.

Maka itu Buddha Sakyamuni mengatakan bahwa praktisi yang


terlahir di Alam Sukhavati pada Bunga Teratai tingkatan paling
rendah, harus menanti hingga 12 kalpa besar kemudian barulah
bunga bermekar bersua dengan Buddha Amitabha. Hal ini ditujukan
untuk mencegah para makhluk melakukan kejahatan.

Bila ditinjau dari kedua judul sutra tersebut, dapat diketahui


bahwa Sang Buddha dalam membabarkan Dharma, di dalam

236
pengetatan terdapat kelonggaran, di dalam kelonggaran terdapat
pengetatan.

Artikel terkait :

Sembilan Tingkatan Bunga Lotus :

https://daunbodhi.blogspot.com/2018/12/sembilan-tingkat-bunga-
teratai.html

Pancanantariya Karma dan Sepuluh Kejahatan baca di :

http://daunbodhi.blogspot.com/2017/09/pancanantariya-karma-dan-
sepuluh.html

237
Daftar Pustaka

念佛感應錄
https://www.hongyuan.si/5135

Arsip :
http://amertasukhavati.blogspot.com/

238
239

Anda mungkin juga menyukai