MAKALAH
Disusun Oleh:
Kelompok 8
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Maidin Gultom, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan”, (Bandung:
Refika Aditama, 2004), hlm. 87.
2
Satjipto Rahardjo, “Masalah Penegakan Hukum”, (Bandung: Sinar Baru, 1987), hlm. 15.
3
Peter Mahmud, Marzuki, “Pengantar Ilmu Hukum”, (Jakarta: Kencana Prenada, 2012),
hlm. 15.
2
3
4
Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu Penganta”r, (Yogyakarta: Liberty,
2005), hlm. 160.
5
Ediwarman, “Penegakan Hukum Pidana Dalam Persfektif Kriminologi”, (Yogyakarta:
Genta Publishing, 2014), hlm. 6.
4
Dalam hal ini, kriminologi merupakan batang tubuh ilmu pengetahuan yang
mengandung pengertian kejahatan sebagai suatu fenomena sosial. Fenomena ini
tergambar di dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh aparatur penegak
hukum di mana dalam praktek masih rendahnya komitmen aparatur penegak hukum
dalam memberantas kejahatan sehingga dalam penegakannya selalu terjadi
penyimpangan-penyimpangan dalam penegakan hukum pidana.6
6
Ibid, hlm. 6-7.
7
Soejono Soekanto, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum”, (Jakarta:
Rajawali Pers), hlm. 8.
8
Ibid, hlm. 8.
5
kurang baik maka pasti akan timbul masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci
keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari
penegak hukum.
4. Faktor masyarakat
5. Faktor Kebudayaan
Pandangan Hans Kelsen, sebagai penggagas teori hukum murni (pure legal
theory, reine rechts lehre) agaknya menjadi patron dari pandangan-pandangan yang
diungkapkan, bahwa hukum harus bebas dari anasir-anasir non hukum, baik itu
anasir sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Penegakan hukum dalam optik
sosiologis pada dasarnya dapat di pahami sebagai sebuah perspektif dalam
menganalisis upaya penegakan hukum itu sendiri. Penegakan hukum merupakan
upaya yang selain bertujuan untuk menegakkan aturan-aturan hukum yang ada, juga
untuk mengupayakan terciptanya ketertiban, keteraturan, keserasian, dan
keselarasan dalam masyarakat. Dengan demikian, penegakan hukum sesungguhnya
bukan hanya untuk menetapkan siapa yang salah dan benar, siapa yang berhak dan
tidak berhak, tetapi juga mengupayakan terciptanya suatu situasi yang seimbang
(homeostatis) di masyarakat. Suatu keharusan bahwa hukum harus ditegakkan demi
terwujud nya keadilan di masyarakat, sehingga hukum ditempatkan pada suatu
kedudukan yang pertama dan utama dalam penyelenggaraan negara. Implikasi dari
kenyataan tersebut adalah munculnya ekspektasi yang demikian tinggi di
masyarakat akan penegakan hukum yang benar-benar bercirikan keadilan. Dalam
benak masyarakat, hukum harus ditegakkan, walau dalam kondisi yang paling sulit
sekalipun, bahkan ketika langit akan runtuh, hukum tetap harus ditegakkan; fiat
justitia ruat caelum. Masyarakat, dengan mengerahkan segala daya dan upayanya.9
Pada dasarnya semua proses hukum harus berjalan secara fair dan
independent, akan tetapi peran dan pengaruh dari masyarakat tetap tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sebab, eksistensi lembaga peradilan dan lembaga penegak
hukum lainnya tidak akan kuat tanpa dukungan dan sokongan moril dari
masyarakat. Dapat dibayangkan, betapa sebuah peradilan kehilangan legitimasi dan
kewibawaannya manakala masyarakat justru tidak memberikan dukungan penuh
bagi penyeleng garaan fungsi peradilan yang merdeka dan lepas dari intervensi
9
Suadi Amran, “Sosiologi Hukum”, (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2018), hlm. 248.
7
10
Ibid.
8
hukum yang sangat diperlukan oleh aparat penegak hukum juga masih jauh
dari memadai sehingga sangat mempengaruhi pelaksanaan penegakan hukum
untuk berperan secara optimal dan sesuai dengan rasa keadilan di dalam
masyarakat. Sebagai upaya untuk meningkatkan pemberdayaan terhadap
lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum lainnya langkahlangkah yang
perlu dilakukan yaitu: pertama, Peningkatan kualitas dan kemampuan aparat
penegak hukum yang lebih profesioanal, berintegritas, berkepribadian, dan
bermoral tinggi. Kedua, Perlu dilakukan perbaikan–perbaikan sistem
perekrutan dan promosi aparat penegak hukum, pendidikan dan pelatihan, serta
mekanisme pengawasan yang lebih memberikan peran serta yang besar kepada
masyarakat terhadap perilaku aparat penegak hukum. Ketiga, Mengupayakan
peningkatan kesejahteraan aparat penegak hukum yang sesuai dengan
pemenuhan kebutuhan hidup.11
Krisis kepercayaan masyarakat terhadap hukum disebabkan antara lain
karena masih banyaknya kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum tuntas penyelesaiannya
secara hukum. Dalam rangka memulihkan kembali kepercayaan masyarakat
terhadap hukum, upaya yang harus dilakukan adalah : pertama,
Menginventarisasi dan menindak lanjuti secara hukum berbagai kasus KKN
dan HAM. Kedua, Melakukan pemberdayaan terhadap aparat penegak hukum,
khususnya aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan masyarakat. Ketiga,
Pemberian bantuan hukum kepada masyarakat yang tidak mampu.
b. Upaya Pemberdayaan Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum
Lainnya.
Negara Indonesia sebagai negara hukum tentang adanya kebebasan
peradilan telah di jamin sebagimana tersebut dalam Undangundang Dasar 1945
hasil Amandemen dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
11
Bagir Manan,“Penegakan Hukum yg berkeadilan”, (Jakarta : Varia Peradilan No. 245,
2005), hlm. 7.
10
12
Satjipto Rahardjo, “Masalah Penegakan Hukum”, (Bandung : Sinar baru, 1983), hlm. 8.
13
Sanyoto, “Penegakan Hukum di Indonesia”, (Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 8, No. 3,
2008).
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide
tentang keadilan-keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial
menjadi kenyataan. Lazimnya, penegakan hukum oleh sebagian pihak
dipandang sebagai proses tunggal yang terlepas dari anasir-anasir
nonhukum. Hukum dijalankan pada suatu mekanisme yang independen
sehingga intervensi faktor-faktor nonhukum tidak dibenarkan. Penegakan
hukum dalam optik sosiologis pada dasarnya dapat di pahami sebagai
sebuah perspektif dalam menganalisis upaya penegakan hukum itu sendiri.
3.2. Saran
Agar harkat dan martabat lembaga pengadilan, hakim dan penegak
hukum lainnya, tidak selalu direndahkan dan dapat dipercaya, maka aparat
penegak hukum diharapkan segera meningkatkan profesionalisme dan
segera melakukan reformasi birokrasi secara internal. Khususnya lembaga
pengadilan, yang sangat rentan dan sensitif terhadap protes dan reaksi atas
kinerjanya terutama dalam menangani kasus-kasus penting.
11
DAFTAR PUSTAKA
Publishing: Yogyakarta.
Manan, Bagir. 2005. Penegakan Hukum yang Berkeadilan. Varia Peradilan No.
245.
Jakarta.
Yogyakarta.
12