SEJARAH MUHAMMADIYAH
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang yang berjudul Sejarah
Muhammadiyah ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dosen
mata kuliah AIK III (Kemuhammadiyahan) . selain itu makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Sejarah Muhammadiyah bagi para pembaca dan
penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Budi Santoso, M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah AIK III (Kemuhammadiyahan) yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
saya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah
pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan
jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau
tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau
memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga
tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan
rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang
oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres
Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi
Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor objektif (kondisi sosial dan keagamaan bangsa Indonesia
pada masa kolonial) ?
2. Bagaimana dengan faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan
KH. A. Dahlan terhadap umat dan bangsa ?
3. Apa saja pemikiran-pemikiran KH. A. Dahlan tentang Islam dan
umatnya ?
C. Tujuan
1. Mengetahui faktor objektif (kondisi sosial dan keagamaan bangsa
Indonesia pada masa kolonial) ?
1
2. Mengetahui faktor subjektif (keprihatinan dan keterpanggilan KH. A.
Dahlan terhadap umat dan bangsa) ?
3. Megetahui profil KH. A. Dahlan dan apa saja pemikiran-pemikirannya
tentang Islam dan umatnya ?
BAB II
PEMBAHASAN
2
anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang
telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga
tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan
rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang
oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres
Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi
Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
3
Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan mendirikan
Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur
pendidikan.
4
kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-
Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata
menentang pemerintah kolonial Belanda.
5
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap
selama dua tahun. Pada masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh
Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.
Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di
kampungKauman, Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah,
sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak
dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional
dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah,
KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah,
Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum,
adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik
Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Ia pernah
pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta. KH.
Ahmad Dahlan dimakamkan di KarangKajen, Yogyakarta.
Pengalaman Organisasi
Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal sebagai seorang
wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang
saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di
masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat
dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan
mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela
Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi
Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di
6
bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan
agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali
hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini
berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912. Dan sejak awal
Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi
politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini
juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari
masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan
datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama
baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai
palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen,
mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh
Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan
bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu Ahmad Dahlan sempat
mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang
merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priyayi.
Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia
berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada
tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22
Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan
organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari
Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti
Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang
7
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH.
Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya
Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung Pandang,
Ahmadiyah di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq
Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari
cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia
menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan
pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan dan jama'ah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, diantaranya ialah Ikhwanul-Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub,
Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba,
Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri,
Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama
lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur
pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith di Muntilan
yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat
itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian
hajinya.
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh
Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota,
disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari
masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari
berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan
dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama
makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu,
pada tanggal7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
8
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan
oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas
gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para
anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan
pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas
gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas
kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai
istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).
Pahlawan Nasional
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan
kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam dan
pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya
sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no.
657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut:
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat
Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah
yang masih harus belajar dan berbuat;
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah
banyak memberikan ajaran Islam yang murni kepada
bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan,
dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman
dan Islam;
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori
amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi
kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam; dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita
(Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia
untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat
dengan kaum pria.
9
D. Pemikiran-pemikiran KH. A. Dahlan tentang Islam dan umatnya
KH. A. Dahlan merasa tidak puas dengan system dan praktik
pendidikan yang adadi Indonesia saat itu, dibuktikan dengan pandangannya
mengenai tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang baik
budi, luas pandangan,dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakat.
Karena itu beliau merentaskan beberapa pandangannya mengenai
pendidikan dalam bentuk pendidikan model Muhammadiyah khususnya,
antara lain:
Pendidikan Integralistik
K.H Ahmad Dahlan (1868-1923) adalah tipe man of action
sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak
amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau mustilebih banyak
merujuk pada bagaimana beliau membangun sistem pendidikan.
Namun naskah pidato terakhir beliau yang berjudul Tali Pengikat
Hidup menarik untuk dicermati karena menunjukkan secara
eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci melalui
filsafat dan logika. Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal,
yaitu: 1) pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan
hidup yang dapat dicapai dengan sikap kritis dan terbuka dengan
mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali
dengan di dasari hati yang suci; (2) akal adalah kebutuhan dasar
hidup manusia; (3) ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan
tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan dicapai hanya jika
manusia menyerah kepada petunjuk Allah swt. Pribadi K.H. Ahmad
Dahlan adalah pencari kebenaran hakiki yang menangkap apa yang
tersirat dalam tafsir Al-Manaar sehingga meskipun tidak punya latar
belakang pendidikan Barat tapi ia membuka lebar-lebar gerbang
rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan ijtihad dan
menolak taqlid. Dia dapat dikatakan sebagai suatu “model” dari
bangkitnya sebuah generasi yang merupakan “titik pusat” dari suatu
10
pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang
dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan dalam sistem
pendidikan dan kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan
tokoh-tokoh nasional pada zamannya yang lebih menaruh perhatian
pada persoalan politik dan ekonomi, K.H. Ahmad Dahlan
mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang pendidikan. Titik bidik
pada dunia pendidikan pada gilirannya mengantarkannya memasuki
jantung persoalan umat yang sebenarnya.
11
Namun, ide Beliau tentang model pendidikan integralistik
yang mampu melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam
proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah sebenarnya
warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan konteks
ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai
dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi
perkembangan. Dalam rangka menjamin kelangsungan sekolahan
yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya, beliau akhirnya
mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan bercorak
kontekstual melalui proses penyadaran.
12
o Luas pandangan, alim dalam ilmu-ilmu dunia (umum)
o Bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan. Beliau adalah
pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud,
beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak
hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya
berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian
keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para
pedagang.
13
Belanda, dan disebabkan politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang
menimbulkan perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
14