Anda di halaman 1dari 5

Paket A

Soal 1:
a) (i) Makna sesungguhnya dari Hak Asasi Manusia adalah eperangkat hak yang melekat
pada diri setiap insan manusia sejak ia lahir, merupakan karunia dari Tuhan sehingga
bersifat kodrati, serta tidak dapat dipisahkan dari identitasnya sebagai manusia.
HAM atau Hak Asasi Manusia adalah hak yang dimiliki oleh setiap insan manusia.
Sifatnya yang mendasar menjadikan pemenuhan dan perlindungan atas hak asasi manusia
menjadi salah satu tugas penting yang wajib dilakukan oleh setiap negara yang
menempatkan kesejahteraan warga negaranya sebagai prioritas utama dalam menjalankan
fungsi pemerintahan.
Di Indonesia, misalnya, hal ini diwujudkan dengan didirikannya lembaga Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia, sebagai sebuah lembaga negara yang berperan penting
dalam mendorong penegakan HAM di wilayah hukum negara Republik Indonesia.

(ii) Pengertian HAM adalah hak-hak dasar manusia yang dimiliki sejak berada dalam
kandungan dan setelah lahir ke dunia (kodrat) yang berlaku secara universal dan diakui
oleh semua orang. Sejak dalam kandungan karena ketika masih didalam kandungan janin
mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang.

(iii) Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak yang dimiliki setiap orang dan bersifat
universal. Seorang filsuf asal Inggris yang juga tokoh penegakan HAM di Eropa, John
Locke mengatakan, setiap manusia memiliki hak alamiah yang melekat dalam dirinya.

HAM kemudian terus berkembang dan keberadaannya diakui oleh seluruh dunia. HAM
kini bersifat universal. Menurut UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.

(iv) Hak pendidikan: Setiap anak berhak menempuh pendidikan sesuai dengan
jenjangnya. Misalnya mulai dari SD hingga SMA atau SMK. Anak juga berhak
memperoleh pendidikan yang layak dan sesuai dengan yang diinginkan tanpa adanya
paksaan.

Hak hidup: Tiap manusia berhak berkeluarga, melanjutkan keturunan, dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Hak hidup juga termasuk perlindungan
dari segala bentuk tindakan kekerasan, perbudakan, serta diskriminasi.

Hak mengeluarkan pendapat: Manusia juga memiliki kebebasan untuk mengeluarkan


pendapatnya. Cara penyampaian pendapat ini harus dilakukan sebaik mungkin dan
menaati peraturan yang berlaku. Hak kebebasan berpendapat ini menjadi hak dasar yang
dimiliki oleh setiap manusia. Tidak boleh ada pihak yang menghapus atau mengambil
hak tersebut.
Hak bebas memeluk agama: Sama seperti hak lainnya, manusia juga memiliki kebebasan
untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya masing-masing, tanpa adanya
unsur paksaan. Manusia juga mendapat hak yang setara untuk beribadah sesuai dengan
kepercayaannya, tanpa adanya unsur paksaan dan atau diskriminasi.

b) (i) Dalam HAM, hak dibedakan menjadi positif dan negatif. Hak negatif memiliki
kewajiban yang setara bagi orang lain untuk tidak melakukan sesuatu. Contohnya adalah
hak atas hidup, hak atas kesehatan, hak atas keamanan, hati nurani, beragama, dan lain
sebagainya. Sementara hak yang positif adalah hak yang memberikan akibat terhadap
orang lain.
Contohnya adalah hak atas pendidikan, hak atas layanan kesehatan, hak atas pekerjaan
yang layak, dan lain sebagainya. Secara sekilas kedua hak ini tidak bisa dibedakan secara
tajam. Namun, hak negatif terdiri dari hak aktif beserta hak pasif di dalamnya.
(ii) Contoh dari hak negatif adalah hak atas hidup, hak atas kesehatan, hak atas
keamanan, hati nurani, beragama, dan lain sebagainya.

Contoh dari hak positif adalah hak atas pendidikan, hak atas layanan kesehatan, hak atas
pekerjaan yang layak, dan lain sebagainya.

(iii) Di dalam UU 39 Tahun 1999 tentang HAM Khususnya di Pasal Pasal 6 Ayat (1):
Dalam rangka penegakan HAM, perbedaan dalam masyarakat hukum adat harus
diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah dan Ayat (2):
Identitas budaya masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi
selaras dengan perkembangan zaman.
Macam-macam kerifan lokal yang ada di Indonesia antaral lain: Sasi (Maluku)
memanfaatkan hasil laut, Ilmu Tiga Hutan (Riau) hutan adat, Pamali (Sunda) tidak
mengusik hutan larangan, Gilir Balik (Dayak, Kaltim), Hutan tdk boleh jadi
ladang, Pikukuh (Baduy)dilarang merusak alam, Taro ada Taro Gau, Sipakainge
sipakatau ( Bugis) satu kata satu perbuatan, Bakar Batu (Papua), baku-baku bae
dan baku-baku inga (Manado) dan masih banyak lagi.
(iv) Penjatuhan hukuman mati terhadap pelaku kejahatan serius, seperti kejahatan
terorisme dan narkoba, adalah sebagai upaya detteranceyang bersifat publik untuk
menimbulkan rasa takut terhadap masyarakat luas sehingga dapat mencegah atau
meminimalisasi terjadinya kejahatan serupa.
Hukuman mati terhadap pelaku kejahatan serius yang telah menimbulkan banyak
korban jiwa terhadap masyarakat tidak bertentangan dengan HAM, karena dalam
konteks penegakan HAM di Indonesia menuntut adanya keseimbangan antara hak-
hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia. Dipidananya pelaku kejahatan serius
dengan hukuman mati merupakan bentuk implementasi dari pembatasan HAM. Hak
hidup mereka dibatasi oleh konstitusi dan undang-undang, karena dalam melakukan
aksi kejahatan mereka telah melanggar hak hidup orang lain.
Putusan lembaga peradilan yang menjatuhkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan
serius tidak melanggar HAM, karena di samping memiliki landasan konstitusional dan
undang-undang, putusan hukuman mati juga telah memperoleh legitimasi dan landasan
hukum dalam instrumen hukum penegakan HAM internasional, yaitu International
Covenant on Civil and Political Right (ICCPR). Meski, dalam perkembangannya
penafsiran terhadap pasal 6 ayat (2) ICCPR tidak menganggap bahwa kejahatan narkoba
sebagai kejahatan paling serius yang pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati. Namun,
dengan menggunakan ketentuan yang sama negara tetap memiliki kedaulatan hukum
untuk menentukan bahwa kejahatan narkoba sebagai salah satu kejahatan serius yang
pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati.Dalam hal demikian, negara-negara lain,
termasuk PBB, harus menghormatinya, sepanjang penerapan hukuman mati itu
dilakukan secara ketat sesuai dengan hukum yang berlaku dalam rangka untuk
melindungi HAM orang lain melalui sistem peradilan yang obyektif, terbuka
(transparan), dan berkeadilan.
Soal 2:

a) (i) Sebagian kalangan menyatakan bahwa pilihan yang strategis secara sosiologi adalah
lokalisasi. Namun, banyak pihak pula yang keberatan, terutama kalangan agamawan,
yang menyatakan bahwa lokalisasi dianggap menjadi pembenaran terhadap perjudian
serta perzinahan. Dua hal yang diharamkan oleh agama manapun.

Tidak ada yang meragukan, bahwa idealitas yang diinginkan oleh agama adalah nihilnya
perjudian dan perzinahan. Namun di sisi lain, kita tak dapat menutup mata akan semakin
"liarnya" praktek ke dua maksiat tersebut. Bahkan konsumennya pun telah beraneka
ragam, dari anak belum dewasa hingga yang telah cukup umur, dari pelosok kampung
hingga kota besar. Tak salah ada yang mengatakan bahwa 2 dosa itu "mustahil" untuk
dihapus dari muka bumi. Setidaknya, selagi ada krisis moral dan ketimpangan sosial.

Untuk perjudian, Malaysia dan Singapura telah melokalisasinya. Setidaknya lokalisasi


perjudian dipilih dengan 2 pertimbangan, salah satunya yaitu agar perjudian ini dilakukan
oleh individu yang memang memiliki kekayaan besar sehingga tidak merugikan ekonomi
rakyat kecil - khusus Malaysia ada tambahan yaitu tidak boleh muslim.

Tetapi masalah prostitusi lebih pelik dari perjudian, mengingat persebarannya yang lebih
luas dan bisa dilakukan antar 2 individu saja. Di sinilah kalangan agamawan perlu
mencari solusi atas masalah prostitusi. Tidak hanya bicara soal moral yang bobrok,
melainkan turun merembukkan solusi yang faktual dalam menyikapi prostitusi.
Penyebaran penyakit kelamin, praktek liar prostitusi yang diikuti oleh pungli liar oleh
berbagai oknum adalah kondisi yang "real" terjadi, dan harus segera dicarikan solusinya.

Dan jika kita memilih lokalisasi prostitusi sebagai jalan keluarnya, maka masih tersisa
beberapa pertanyaan, yaitu apakah lokalisasi perjudian dan prostitusi adalah wujud dari
pembiaran kita selaku umat beragama atau tidak? Jika iya, maka bagaimana solusi yang
nyata untuk menghadapi kedua maksiat itu? Dan sejauh mana dan akankah lokalisasi
akan membawa dampak yang positif terhadap penanganan maraknya perjudian dan
prostitusi. Semua harus dijawab dari sudut pandang agama ataupun sosial.
(ii) Bila saya pengusaha dan diberikan kesempatan untuk mengelola 2 bidang tersebut,
saya akan memilih mengembangkan perjudian karena seperti yang dijelaskan diatas,
untuk prostitusi urusannya akan sangat rumit dan panjang. Sedangkan perjudian yang
dilokalisasi bisa menerapkan peraturan seperti di Singapura ataupun Malaysia yang tidak
menutup kemungkinan akan membantu devisa Negara baik dari dalam negeri
(masyarakat) ataupun turis asing yang sedang liburan ke Indonesia.

b) (i) Bila saya seorang pejabat, saya tidak akan mengembangkan 2 bidang tersebut karena
resiko sangat besar untuk kedudukan seorang pejabat. Mengingat mayoritas yang akan
menolak akan membawa – bawa agama sebagai senjata untuk melarang 2 bidang tersebut
dijalankan. Saya lebih memilih untuk tidak ikut campur dalam 2 bidang tersebut andai
saya sebagai seorang pejabat. Pendapatan seorang pejabat juga sudah cukup untuk hidup
dan untuk mengembangkan pendapatan daerah bisa dengan cara lain terlepas dari 2
bidang tersebut.

(ii) Jika prositusi dan perjudian dianggap sebagai persoalan moralitas, Negara hanya bisa
membantu atau bertanggung jawab dalam proses pendidikan awal seseorang. negara
wajib menyelenggarakan pendidikan yang berbasis agama (Islami). Tidak memisahkan
agama dari pendidikan, mendukung para remaja dalam pengembangan bakat atau
kemampuan. Serta mendorong mereka dalam mengkaji Islam. Seperangkat dengan
negara, aturan dan hukum yang berlaku harus mampu memberikan pencegahan dan
sanksi bagi remaja yang menyimpang jauh dari asusila, seperti seks bebas, aborsi,
narkoba, perjudian dan lain sebagainya.

Soal 3:

a) Berbicara mengenai legitimasi dalam politik ini sebenarnya merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam dunia perpolitikan, sebab legitimasi merupakan suatu pengesahan
ataupun pengukuhan sebuah peraturan sebelum ditetapkan. Sebuah peraturan belum
dikatakan sah sebelum adanya legitimasi. Legitimasi dapat juga dikatakan berkaitan
dengan pengakuan serta penerimaan oleh masyarakat terhadap penguasa yang memiliki
kewenangan. Apabila seseorang yang memiliki kewenangan mengeluarkan peraturan
tanpa adanya legitimasi, maka pemilik otoritas itu akan tidak dipatuhi oleh masyarakat
serta adanya pelanggaran politik, begitupun sebaliknya. Adanya legitimasi dapat
membawa pengaruh keadaan politik yang kondusif antar para pemiik otoritas dengan
masyarakat. Proses legitimiasi juga dilakukan secara benar dan tidak ada kecurangan di
dalamnya.

Memerintah hanya berdasarkan kekuasaan semata-mata tanpa disetujui oleh sebagian


yang diperintah hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Meskipun kekuasaan pada
dasarnya bersifat netral, namun persoalan pemerintahan, kekuasaan dan otoritas telah
dijadikan objek kajian sejak masa pemerintahan kuno oleh para filusuf Yunani kuno,
seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles. Kendati kekusaan selalu berwajah dua
mempesona dan menakutkan, namun kehadiran kekuasaan sangat penting bagi
pemerintah dan masyarakat, sebab pemerintah dan masyarakat bergerak dan hidup karena
kekuasaan Itu sendiri. Kekuasaan bukan hanya terdapat dalam organisasi pemerintahan,
tetapi kekuasaan juga terdapat dalam setiap masyarakat yang sederhana. Karena Itu
kekuasaan harus dilihat dari baik ataupun buruknya dalam penggunaannya oleh
pemerintah dan bagi kehidupan masyarakat.

Sebagaimana yang telah dijelaskan Gaetano Mosca (dalam Haryanto, 2005:145) bahwa
pengakuan terhadap elit yang memiliki legitimasi adalah terdapatnya suatu keyakinan
yang menunjukkan mengapa the rullers (pemimpin atau penguasa) dipatuhi
kepemimpinannya. Pemimpin atau aturan yang keluar dari pemimpin akan dipatuhi jika
pemimpin memiliki legitimasi. Hal tersebut membuktikan bahwasanya legitimasi sangat
penting bagi suatu peraturan yang akan dikeluarkan oleh pemilik otoriter. Ada beberapa
cara untuk melalui proses legitimasi. Simbolis yang mana cara ini dilakukan dengan
memberikan kepercayaan yang menjajikan kepada masyarakat, menjadikan nilai nilai
budaya, adat, dan tradisi menjadi nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi. Prosedur,
dengan cara prosedur ini harus merealisasikan apa apa saja yang telah di janjikan
misalnya, membangun fasilitas fasilitas secara merata khususnya dalam pendidikan dan
kesehatan. Terakhir melalui cara materiil seperti dengan diadakannya pemilu untuk
pemiihan wakil rakyat, presiden, maupun yang lainnya, yang mana hal ini harus
dilakukan dengan sejujur-jujurnya dan seadil-adilnya, tidak ada sedikitpun kecurangan
karena pada dasarnya prinsip pemilu ialah luberjurdil (langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur dan adil).

Apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi dan Wakilnya merupakan hal yang lumrah dalam
dunia politik. Kabinet Indonesia Maju yang dibuat oleh Pak Jokowi adalah bentuk
tindakan untuk menarik perhatian masyarakat, untuk diakui oleh masyarakat bahwa
wewenang pemerintahan di tangan Presiden. Karena pada dasarnya legitimasi adalah
penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap kewenangan dan kekuasaan pemimpin
untuk memerintah, membuat, serta melaksanakan keputusan politik.

b) Legitimasi ideologi, pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana


ideologi. Biasanya, masyarakat akan memberikan legitimasinya kepada pemimpin yang
menganut ideologi yang sama dengan dirinya, sehingga pemimpin tersebut dipercaya
untuk dapat memimpin wilayahnya.

Legitimasi prosedural, pemimpin tersebut mendapatkan kewenangan menurut prosedur


yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Legitimasi diperoleh seseorang
berdasarkan terpilihnya pemimpin tersebut oleh rakyat dan sah dalam undang-undang.

Legitimasi instrumental, pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan


materiil (instrumental) kepada masyarakat. Seorang pemimpin akan mendapatkan
legitimasi apabila pemimpin tersebut dapat menjamin dan dipercayai oleh rakyat untuk
dapat mewujudkan masyarakat yang lebih baik sehingga dapat hidup secara sejahtera,
adil, dan makmur.

Anda mungkin juga menyukai