Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

DIARE

Kelompok 7:

1. Anggi Ivanka
2. Retno Hidayanti
3. Nanda Putri D
4. Wida Sukmawati

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2021
LAPORAN PENDAHULUAN
DIARE

A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan
normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (2014), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari
dan diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih
dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002).
Diare adalah kondisi yang didefinisikan oleh peningkatan frekwensi defekasi (lebih
dari 3kali sehari), peningkatan jumlah feses (lebih dari 200g per hari) dan perubahan
konsistensi (cair) (Brunner&Suddart, 2014).

B. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus,
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat
menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia,
ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu
bisa terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang
terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.

C. Manifestasi Klinis
1. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat
badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut
jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

D. Pathways
E. Komplikasi
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan
menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

G. Masalah keperawatan/kolaborasi
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare /
output berlebih dan intake yang kurang.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.

H. Penatalaksanaan:
Penatalaksanaan medis menurut Brunner&Suddart (2014):
1. Penatalaksanaan medis primer diarahkan pada upaya mengontrol gejala,
mencegah komplikasi, dan menyingkirkan atau mengatasi penyakit penyebab
2. Medikasi tertentu (misalkan pemberian antibiotic, agens anti-imflamasi) dan
antidiare (misalkan pemberian loperamida (imodium)), defiknosilit (limotil) dapat
mengurangi tingkat keparahan diare.
3. Menambah cairan oral, larutan elektrolit dan glukosa oral dapat diprogramkan
4. Antimikroba diprogramkan ketika agens infeksius telah teridentifikasi atau diare
tergolong berat
5. Terapi IV digunakan untuk tindakan hidrasi cepat pada pasien yang sangat muda
atau pasien lansia.
6. Terapi obat menurut Markum (2008):
- obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
- obat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
- antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta.

I. Fokus intervensi keperawatan


1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : <
24 x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cekung, UUB
tidak cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa
dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian
cairan segera untuk memperbaiki defisit
b. Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
c. Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt.
d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada klien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
e. Kolaborasi :
1. Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ Koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui
faal ginjal (kompensasi).
2. Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
3. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ Anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
seimbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik
sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare/output
berlebih dan tidak adekuatnya intake.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x24 jam di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria :
- Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat
tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang
mengiritasi lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
- terapi gizi : Diet TKTP rendah serat
- obat-obatan atau vitamin
R/ Mengandung zat yang diperlukan oleh tubuh
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
- Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio laesa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya
infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas
tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
4) Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)
Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama 3 x 24 jam integritas kulit
tidak terganggu
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan
benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah
dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena
kelebaban dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga
tak terjadi iskemi dan irirtasi.

J. DaftarPustaka
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai