DHF GRADE II
Oleh :
Muhammad
110-2006-164
FK YARSI
Pembimbing :
I. IDENTITAS
Nama : An. N
Agama : Islam
II. ANAMNESIS
2
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 25 Februari 2012
a. Keluhan Utama :
b. Keluhan Tambahan
Pasien Perempuan umur 12 tahun 3 bulan, berat badan 40 kg, datang ke UGD
RSUD Pasar Rebo dengan keluhan utama demam tinggi sejak 3 hari SMRS
3 hari SMRS, Os mengeluh demam tinggi, demam naik secara mendadak , terus
menerus sepanjang hari, disertai dengan keringat, menggigil, tidak mengigau dan
tidak ada penurunan kesadaran. Os merasa lemas sejak demam, lemas akan
berkurang bila beristirahat. Os mengatakan ada pilek, batuk, tidak ada nyeri menelan,
tidak ada nyeri telinga. Os merasa mual, muntah setiap makan dan nyeri perut. Os
mengeluh sakit kepala berdenyut, tidak berputar, sakit kepala diperberat saat
beraktivitas dan berkurang saat istirahat. Os merasakan nyeri pada seluruh badan dan
sendi. BAK + 5x/hari, berwarna kuning jernih, tidak ada busa, tidak ada darah, tidak
ada pasir, volume + 300 cc/sekali BAK, nyeri saat berkemih tidak ada. BAB (-) dua
hari. Os hanya minum obat penurun panas namun demam hanya turun selama + 4
jam lalu kemudian demam naik lagi.
2 hari SMRS Os mengeluh nyeri pada ulu hatinya terasa sangat hebat dan demam
terasa semakin tinggi, akhirnya orang tua Os memutuskan untuk membawa Os ke
3
klinik terdekat, Os dibawa ke dokter umum, dan diberikan obat penurun panas, dan
antibiotik untuk mengurangi nyeri pada ulu hatinya dan menurunkan demamnya,
mual dan muntah tidak berkurang setelah minum obat, demam dirasa tetap tinggi, Os
tidak timbul bercak-bercak kemerahan pada lengan bawah dan kaki, tidak ada gusi
berdarah, tidak ada mimisan.
Beberapa jam SMRS, Os merasa demam tinggi tidak ada perbaikan dan karena
takut makin parah keadaannya atau terkena demam berdarah, Ibu Os memutuskan
untuk datang ke UGD RSUD Pasar Rebo.
Os tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis (tidak banyak
makan, banyak minum, dan banyak berkemih), tidak ada riwayat darah tinggi, tidak
ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan. Menurut Orang tua Os di keluarga
dan lingkungan sekitar seperti tetangga tidak ada yang menderita demam berdarah,
Os juga tidak memiliki riwayat berpergian ke luar kota atau luar pulau sebelum
terjadinya demam. Os mengatakan tidak suka jajan sembarangan.
Di lingkungan dan di sekolah OS, Orang tua Os mengatakan tidak ada tetangga dan
teman OS yang menderita DBD
4
Riwayat sakit, terpapar radiasi foto Rongent dan konsumsi obat-obatan selama
kehamilan disangkal.
g. Riwayat Kelahiran :
Pasien dilahirkan secara cesar di rumah sakit bersalin dan ditolong oleh dokter
spesial kandungan, langsung menangis saat lahir, tidak ada cacat maupun trauma.
Berat saat lahir 3 kg dan panjang badan 50 cm.
h. Riwayat Perkembangan :
Tengkurap : ± 3 bulan
Duduk : ± 6 bulan
Berjalan : ± 10 bulan
Bicara : ± 18 bulan
5
Riwayat Imunisasi :
I II III
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
Kesan : imunisasi dasar sudah lengkap sesuai dengan usia, imunisasi ulangan belum lengkap.
i. Riwayat Makanan :
6
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
Berat badan : 40 Kg
Pernapasan = 20 x/menit
Suhu = 38 °C
Status Generalis :
− Kepala : Normocephal
− Wajah :
− Mata : Palpebra kanan dan kiri tidak cekung dan tidak edema, konjungtiva
kanan dan kiri pucat, sklera kanan dan kiri tidak ikterik, kornea
7
kanan dan kiri jernih, iris kanan dan kiri berwarna coklat, pupil
isokor diameter 3 mm.
− Telinga : Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal, liang telinga kanan dan
kiri tidak terdapat serumen dan tidak terdapat cairan, membrane
timpani intak.
− Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada,
epistaksis tidak ada.
− Thoraks : Bentuk normal, gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi
tidak ada.
− Paru
• Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal dan
subcosta tidak ada.
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.
− Jantung
• Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri, tidak kuat
angkat, tidak ada thrill
8
• Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
• Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
− Abdomen
• Palpasi : Cembung, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Nyeri tekan di
epigastrium.
Pemeriksaan Neurologis
− Refleks fisiologis
− Refleks patologis
9
I. Refleks babinski : -/- normal
Brudzinki I : Negatif
Brudzinki II : Negatif
Kernig : Negatif
Tanner Staging
Tidak dilakukan
Darah Rutin
10
Hemoglobin 14,4 12-18 tahun 14 g/dl
Hematokrit 45 41 %
Imunologi/Serologi Widal
S. TYPHI H 1/160
S. PARATYPHI AO -/Negatif
S. PARATYPHI AH -/Negatif
S. PARATYPHI BO -/Negatif
S. PARATYPHI BH -/Negatif
S. PARATYPHI CO -/Negatif
S. PARATYPHI CH -/Negatif
Darah Rutin
Hematokrit 42 41 %
11
Hematologi Nilai Nilai Rujukan
Darah Rutin
Hematokrit 49 41 %
Darah Rutin
Hematokrit 45 41 %
Darah Rutin
Hematokrit 45 41 %
12
Darah Rutin
Hematokrit 45 41 %
Darah Rutin
Hematokrit 39 41 %
Darah Rutin
Hematokrit 34 40-52%
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan
13
VI. RESUME
Pasien perempuan, 12 tahun 3 bulan , BB 40 kg, datang ke UGD RSUD Pasar Rebo dengan
keluhan utama panas tinggi mendadak 3 hari SMRS
Pada RPS :
- 3 hari SMRS :
• Lemas
- 2 hari SMRS :
- 1 hari SMRS : Pasien tidak ada perbaikan sehingga keesokan harinya pasien
dibawa ke RS Pasar Rebo.
14
Berat badan : 40 Kg
Tanda-tanda vital :
- Pernapasan = 20 x/menit
- Suhu = 38 °C
Status Generalis :
− Abdomen
• Palpasi : Cembung, hepar tidak teraba, Lien tidak teraba. Nyeri tekan di
epigastrium.
15
Hematologi 24/02/12 24/02/12 25/02/12 25/02/12 26/02/12 26/02/12 26/02/12 27/02/12 Nilai
Jam Jam Jam Jam Jam Jam Jam Rujukan
Jam 18:06 07:09
10:21 17:14 23:28 15:53 22:02 05:39
Hemoglobin 14,4 13,8 16,2 15,1 14,4 15,5 12,6 11,5 12-18
tahun 14
g/dl
Hematokrit 45 42 49 45 45 45 39 34 41 %
Leukosit 4.250 2.340 4.970 5.070 4.940 6.860 5.960 3.530 4800-
10800/uL
Trombosit 93.000 57.000 46.000 54.000 21.000 29.000 22.000 47.000 150000-
400000/u
L
S. TYPHI H 1/160
Demam Tifoid
IX. TATALAKSANA
Medikamentosa
• Suportif
16
• Menggunakan kelambu saat tidur dan memasang obat nyamuk
• Menggunakan mosquitoe repellant
• Melaksanakan 3M
• Meletakkan abate ke dalam tempat penampungan air
• Melaporkan ke RT untuk dilakukan tindakan fogging di kawasan tempat tinggal
XI. PROGNOSIS
• Ad vitam : bonam
• Ad functionam : bonam
• Ad sanationam : bonam
X. FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
25 S = mual (+) muntah (-) intake (-)
Februari O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis
2012 TD = 90/60 mmHg Nafas = 20 x/mnt
Nadi = 80 x/menit Suhu = 36 °C (aksila)
Kepala = Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), NCH tidak ada, sekret tidak ada, T1
– T1 tenang, faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
17
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel, Nyeri tekan Epigastrium
Ekstremitas = Akral dingin, edema (-)
A = Panas hari ke 5 DHF grade 1
P =
IVFD RF 30 tetes/ menit
Inj Rantin 2 x 1
PCT 3 x 300 mg PO
Imboost Force 3 x 1
26 S = Pasien mengatakan nyeri pada ulu hatinya, mual (+), Muntah (-).
Februari O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
2012 TD = 90/60 mmHg Nafas = 22x/mnt
Nadi = 80x/menit Suhu = 37°C (aksila)
Kepala = Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), NCH tidak ada, sekret tidak ada, T1
– T1 tenang, faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (+/+), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel, Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral dingin, edema (-)
A = Panas hari ke 6, DHF grade II
P =
IVFD Asering 500 cc/12 jam
Cek HHTL setiap 8 jam
Rantin stop
18
27 S = mual berkurang, intake (+), sakit perut berkurang
Februari O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
2012 TD = 110/70 mmHg RR = 20x/menit
N = 80x/menit S = 36,8°C (aksila)
Kepala = Mesocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
THT = Discharge (-), epistaksis (-), NCH tidak ada, secret tidak ada, T1
– T1 tenang, faring tidak hiperemis
Mulut = Sianosis (-), gusi tidak berdarah
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (+/+), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, supel,
Ekstremitas = Akral hangat, edema (-)
A = DHF grade II, panas hari ke 7
P =
IVFD RF 10 tetes/menit
HHT /24 jam dan urin sedimen
19
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Sedangkan
manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever (DF) dan Dengue
Haemoragic Fever (DHF).
DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.
Etiologi
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali,
yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.
Patofisiologi
20
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh
manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan
zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit menurun, apabila
kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang/
mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan (1) peningkatan permeabilitas
kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia, dan
koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :
Manifestasi Klinik
21
Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari
asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue
haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan
lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau
berat.
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama
kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila
jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini
manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue dalam tubuh
manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini antara manusia
yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini akan
memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya,
bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :
22
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga
bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.
Dengue Fever
23
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri
pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini
timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan dapat disertai dengan menggigil.
Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada
saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang
putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai
panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari. Pada
saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai dengan
berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah demam
biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di tengahnya
menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva
panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi,
nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan. Karena
adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan sembuhnya
penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga
memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah
panas turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue
dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan yang
masif yang dapat berakhir pada kematian.
24
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan yang
bersifat sementara dari gangguan berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada keadaan
lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat panas
tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan kondisi seperti
ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.
Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan pada
DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis
sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga
perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik
kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam jumlah
yang tidak terbayangkan.
Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau mendeteksi kapan
seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah.
Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari
ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara
mendadak (lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak ditemui kasus
dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan normal mengira kalau putranya
sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa putra mereka
ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan terlambat
sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.
25
Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah dengue
yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO)(Dorland
Medical Dictionary, 2005)
Pemeriksaan Penunjang
Trombosit
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu
fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan antitrombin III
26
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent,
protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal
- Hiponatremia
-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan
2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila
terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral dekubitus
kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG
3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)
Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya ruwet dan
membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.
3. Neutralization Test
27
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari plaque
yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari antibodi
komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet
Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang
kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat
ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila masih negatif,
harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-).
IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh
dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di bawah
uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja. Saat ini
sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik (IgM/IgG
dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak didapatkan.
4. Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
5. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak langsung. Untuk
identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal
Diagnosis
28
Dasar diagnosis DHF (WHO, 1997):
Klinis
Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).
Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DHF.
• Suhu turun
29
Derajat (WHO,1997) :
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.
IV. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan malaria.
Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari penyakit lain.
30
Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic Trombositopenic
Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga terkena dengan
gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti dengan
ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji
bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang cepat menghilang
dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah trombosit pada
DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak sangat
anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan
sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan
komplikasi diperlukan perawatn intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh dengan gula,
sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan rumatan 80-
100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan bila perlu
surface cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi demam
dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-
menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit
yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari
derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan NaCl
31
0,9%. Bila terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan
yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0.9% + glukosa
ditambah 1/4 natrium bikarbonat).
32
33
34
Prinsip terapi DHF/DSS
35
Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb:
Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit (disarankan masker dengan
saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah
3. Kateter urin
Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam).
Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi
5. Resusitasi Cairan
Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak alergik,
namun hanya ¼ bolus yang tetap di intravascular )
• Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
• Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
• Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali (D5/GF)
Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan onkotik,
mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit
daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain
36
• Plasma • Hetastarch
Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi koagulopati.
Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah dalam jumlah
besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang mengandung glukosa
jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia, diuresis osmotik dan
memperburuk cedera serebral iskemik
Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi
dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167
mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama
dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah
defisit 6% (5%-8%)
37
10 100 per kg BB
10-20 1000+50x kg BB(di atas 10 kg)
>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)
- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup,
susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah keadaan
dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan berikutnya. Bayi
yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping larutan oralit. Rasa haus dan
dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi selama
24-48 jam
- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2
ml/kgBB/jam atau lebih.
- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah
pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital
baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi
7. Rawat di PICU
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis tidak dikoreksi,
memacu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat dengan
38
dosis: IV lambat (1) <5kg: BE(base excess) x kgBB/4 (2)anak-anak: BEx kgBB/6 (3)dewasa:
BE x kgBB/10. Dosis ini mengoreksi ½ defisit basa.
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik tidak
stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan <3bulan
digunakan cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila pemeriksaan analisa gas darah
tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit infuse pelan
1-2 menit
Infus obat-obatan untuk resusitasi dipersiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik atau
Ringer laktat menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila
diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam=1.0 µg/kgBB/menit.
9. Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi yang non responsif
terhadap resusitasi jantung paru dan cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB epinefrin 1:10000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan
menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit. Dosis
infus epinefrin adalah 0,1-1,0 µg/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse epinefrin
diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis. Epinefrin tidak aktif pada cairan
alkali. Tersedia dalam vial 1 mg/ml. larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk IV dan IO
dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IO dan IV dosis tinggi dan
endotrakeal.
10. Atropin
Curah jantung anak adalah rate dependent, karena itu bradikardia simtomatik (<60
kali/menit) akibat perfusi buruk, hipotensi dan hipoksemia harus diobati dengan resusitasi
jantung paru, pemberian epinefrin atau atropin. Atropin adalah obat parasimpatolitik yang
mempercepat sinus atau pacemaker atrial dan konduksi atrioventrikular. Digunakan juga
untuk mencegah bradikarsi karena refleks vagal pada intubasi endotrakeal. Dosisnya 0,02
mg/kgBB dengan dosis minimal 0,1 mg, dosis atropin tunggal maksimal adalah 0,5-1mg/x
39
yang dapat diulang tiap 5 menit dengan total maksimal 1 mg untuk anak dan 2 mg untuk
remaja. Atropin tersedia dalam kemasan 0,4 mg/ml dapat diberikan IV/IO
11. Glukosa
Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak memberi respons terhadap
tindakan resusitasi standar. Glukosa diberikan dengan dosis 0,5-1,0 g/kg secara IV atau IO.
Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl 0,9% atau RL 10-20 ml/kgBB, dapat
diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi maksimum glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara
IV)
13. Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan
volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin disiapkan menurut Rule of
six (6xBB) mg dopamin dalam cairan 100 ml, bila diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam
akan memberikan dopamin 1 µg/kgbb/menit. Diberikan infus kontinu dengan bantuan pompa
infus melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi dopamin dapat
menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai dari 10 ml/jam atau 10µg/kgbb/
menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi sistemik dan tekanan
darah. Pada dosis rendah (2-5µg/kgbb/menit), efek langsung dopamin pada reseptor β
adrenergic jantung sedikit namun pada vascular bed dopamin merangsang reseptor
dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal, splanknik,
koroner dan serebral. Pada dosis tinggi (>5µg/kgbb/menit) dopamin memberi efek melalui
40
pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β adrenergic jantung dan efek α
adrenergic. Infus dopamin 5-10µg/kgbb/menit meningkatkan kontraktilitas jantung tanpa
efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin10-20µg/kgbb/menit terjadi
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul masalah takikardia. Infus
dopamin >20µg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer hebat dan iskemia tanpa
tambahan efek inotropik.
14. Dobutamin
15. Sedatif
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat diberikan Kloral Hidrat per
oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50 mg/kgBB (tidak lebih dari 1 gram). Diusahakan tidak
memberi obat yang hepatotoksik. Gelisah akan hilang segera setelah pemberian cairan adekuat.
Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan pada pasien syok. Untuk
pasien DIC dengan pendarahan masif dapat diberikan plasma segar dan suspensi trombosit.
Untuk menentukan prognosis, berat perdarahan dan deteksi terjadinya DIC perlu dilakukan
pemeriksaan PT, PTT dan FDP
41
Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya dapat diberikan furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang
CVP untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya. Tetap dilakukan pemantauan diuresis,
kadar ureum dan kreatinin.
18. Pemantauan
- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 ‘ atau lebih sering sampai syok dapat teratasi
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan pasien stabil
jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah cukup
- Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus dipantau.
19. Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang
mendapat terapi suportif
- Hematokrit stabil
42
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida).
2. Tanpa insektisida
• Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali
seminggu.
• Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
• Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
• Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.
Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS mortalitasnya
cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan
bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama muncul
dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan anemia.
DAFTAR PUSTAKA
43
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I,
Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.
5. Dengue haemorrhagic fever. Diagnosis, treatment, prevention and control, 2nd edition.
WHO, Geneva
44