PENDAHULUAN
Muntah pada bayi dan anak merupakan gejala yang sering ditemukan dan seringkali
merupakan gejala awal dari berbagai macam penyakit infeksi, misalnya faringitis, otitis media,
pneumonia, infeksi saluran kencing, bila disertai adanya gejala panas badan. Muntah dapat juga
merupakan gejala awal dari berbagai macam kelainan seperti peningkatan tekanan intrakranial.
Muntah secara klinis merupakan hal penting sebab muntah yang berkepanjangan atau persisten
akan mengakibatkan gangguan metabolisme.1
Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua dan mendorong
mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk mengatasinya. Secara medis muntah dapat
merupakan manifestasi berbagai penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar
gastrointestinal, juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan
lambung, dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang dan bila muntah
terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss tear of the gastro-esophageal
epithelial junction dan robekan esophagus (sindroma Boerhave).2
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks gastroesofageal.
Muntah berulang atau muntah siklik juga sering dipengaruhi oleh faktor psikologis dan biasanya
didahului oleh faktor yang menggelisahkan atau menggembirakan yang berlebihan, misalnya
saat marah, sesudah dihukum di sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun, dan sebagainya.
Muntah adalah keadaan yang kompleks, terkoodinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting
adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang memerlukan penilaian dan
pemeriksaan yang seksama. Muntah akut merupakan gejala yang sering terjadi pada kasus
abdomen akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal. Berlainan dengan muntah akut,
muntah kronis atau berulang sering merupakan faktor yang penting dari gambaran klinik suatu
penyakit. Karena penyakit yang mendasari muntah kronik atau berulang sering tidak jelas, maka
muntah kronik atau berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.2
Pada bayi kecil dan sangat muda atau mengalami keterlambatan mental, muntah dapat
membahayakan karena terjadinya aspirasi, oleh karena adanya koordinasi neuromuskuler yang
belum sempurna. Untuk mencegah hal tersebut posisi bayi dapat dimiringkan atau tengkurap dan
bukannya terlentang. Umur merupakan hal penting yang berkaitan dengan muntah. Pada periode
neonatal terjadinya spitting atau regurgitasi sejumlah kecil isi lambung masih dalam batas
kewajaran dan bukan merupakan keadaan yang patologis di mana masih terjadi kenaikan berat
yang normal.1
Mengetahui patofisiologi, diagnosis, dan penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak.
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Muntah adalah pengeluaran isi lambung secara paksa melalui mulut disertai kontraksi
lambung dan abdomen. Pada anak biasanya sulit untuk mendiskripsikan mual, mereka lebih
sering mengeluhkan sakit perut atau keluhan umum lainnya. Muntah merupakan suatu cara di
mana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua
bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas, sangat mengembang atau bahkan sangat
terangsang. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot lambung, kontraksi,
sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal, hipersalivasi, keringat dingin, detak
jantung meningkat dan perubahan irama pernafasan. Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama
periode nausea yang disertai peristaltik retrograde dari duodenum ke arah antrum lambung atau
secara bersamaan terjadi kontraksi antrum dan duodenum. Muntah timbul bila persarafan atau
otak menerima satu atau lebih pencetus seperti keracunan makanan, infeksi pada gastrointestinal,
efek samping obat, atau perjalanan. Mual biasanya dapat timbul sebelum muntah. 3,4
II. 2 Etiologi
Pembahasan etiologi muntah pada bayi dan anak berdasarkan usia adalah sebagai
berikut :5
1. Kolitis Alergika
Alergi terhadap susu sapi atau susu formula berbahan dasar kedelai. Biasanya diikuti
dengan diare, perdarahan rektum, dan rewel.
6. Ileus mekonium
Inspissated meconium pada kolon distal; dapat dipikirkan diagnosis cystic fibrosis.
7. Necrotizing Enterocolitis
Sering terjadi khususnya pada bayi prematur terutama jika mengalami hipoksia saat lahir.
Dapat disertai dengan iritabilitas atau rewel, distensi abdomen dan hematokezia.
8. Overfeeding
Regurgitasi dari susu yang tidak dapat dicerna, wet-burps sering pada bayi dengan
kelebihan berat badan yang diberi air susu secara berlebihan.
9. Stenosis pylorus
Puncaknya pada usia 3-6 minggu kehidupan. Rasio laki-laki banding wanita adalah 5:1
dan keadaan ini sering terjadi pada anak laki-laki pertama. Manifestasi klinisnya secara
progresif akan semakin memburuk, proyektil, dan emesis nonbiliaris.
1. Tumor otak
Pikirkan terutama jika ditemukan sakit kepala yang progresif, muntah-muntah, ataksia,
dan tanpa nyeri perut.
2. Ketoasidosis diabetikum
Dehidrasi sedang hingga berat, riwayat polidipsi, poliuri dan polifagi.
3. Korpus alienum
Dihubungkan dengan kejadian tersedak berulang, batuk terjadi tiba-tiba atau air liur yang
menetes.
4. Gastroenteritis
Sangat sering terjadi; sering adanya riwayat kontak dengan orang yang sakit, biasanya
diikuti oleh diare dan demam.
5. Trauma kepala
Muntah sering atau progresif menandakan konkusi atau perdarahan intrakranial.
6. Hernia inkarserasi
Onset dari menangis, anoreksia dan pembengkakan skrotum yang terjadi tiba-tiba.
7. Intussusepsi
Puncaknya terjadi pada bulan ke 6-18 kehidupan; pasien jarang mengalami diare atau
demam dibandingkan dengan anak yang mengidap gastroenteritis.
8. Posttusive
Seringkali, anak-anak akan muntah setelah batuk berulang atau batuk yang dipaksakan.
9. Pielonefritis
Demam tinggi, tampak sakit, disuria atau polakisuria. Pasien mungkin mempunyai
riwayat infeksi traktus urinarius sebelumnya
1. Adhesi
Terutama setelah operasi abdominal atau peritonitis.
2. Appendisitis
Manifestasi klinis dan lokasi nyeri bervariasi. Gejala sering terjadi termasuk nyeri yang
semakin meningkat, menjalar ke kuadran kanan bawah, muntah didahului oleh nyeri,
anoreksia, demam subfebril, dan konstipasi.
3. Kolesistitis
Lebih sering terjadi pada perempuan, terutama dengan penyakit hemolitik (contohnya,
anemia sel sabit). Ditandai dengan nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas yang terjadi
secara tiba-tiba setelah makan.
4. Hepatitis
Terutama disebabkan oleh infeksi virus atau akibat obat; pasien mungkin mempunyai
riwayat buang air besar berwarna seperti dempul atau urin berwarna seperti teh pekat.
5. Inflammatory bowel disease
Berkaitan dengan diare, hematokezia, dan nyeri perut. Striktura bisa menyebabkan
terjadinya obstruksi.
6. Intoksikasi
Lebih sering terjadi pada anak yang sedang belajar berjalan dan remaja. Dicurigai jika
mempunyai riwayat depresi. Bisa juga disertai oleh gangguan status mental.
7. Migrain
Nyeri kepala yang berat; sering terdapatnya aura sebelum serangan seperti skotoma.
Pasien mungkin mempunyai riwayat nyeri kepala kronis atau riwayat keluarga dengan
migrain.
8. Pankreatitis
Faktor resiko termasuk trauma perut bagian atas, riwayat infeksi sebelumnya atau sedang
infeksi, penggunaan kortikosteroid, alkohol dan kolelitiasis.
9. Ulkus peptikum
Pada remaja, ratio wanita:pria = 4:1. Nyeri epigastrium kronik atau berulang, sering
memburuk pada waktu malam.
Etiologi muntah dalam bagan berikut:7
Gambar 1. Penyebab muntah pada bayi
Gambar 2. Penyebab muntah pada anak
II. 3 Patofisiologi
Ada 2 regio anatomi di medulla yang mengontrol muntah, 1) chemoreceptor trigger zone
(CTZ) dan 2) central vomiting centre (CVC). CTZ terletak di area postrema pada dasar ujung
caudal ventrikel IV di luar blood brain barrier (sawar otak). Koordinasi pusat muntah dapat
dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena tekanan psikologis melalui jaras
yang kortek serebri dan sistem limbik menuju pusat muntah (CVC) dan jika pusat muntah
terangsang melalui vestibular atau sistim vestibuloserebelum dari labirin di dalam telinga.
Rangsangan bahan kimia melalui darah atau cairan otak (LCS ) akan terdeteksi oleh CTZ.
Mekanisme ini menjadi target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagus dan visera merupakan
jaras keempat yang menstimulasi muntah melalui iritasi saluran cerna dan pengosongan lambung
yang lambat. Sekali pusat muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan
menyebabkan timbulnya muntah. Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini. 1,3
- Muntah psikogenik
- Peningkatan tekanan intrakranial (efusi subdural atau hematoma, edema otak, atau
tumor, hidrosefalus, meningoensefalitis, sindroma Reye)
- Valvulus (migrain, hipertensi)
- Kejang
- Penyakit vestibuler, motion sickness
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC, selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang dimulai
melalui spangnik vagus eferen. CVC terletak di traktus nukleus solitarius dan di sekitar formasio
retikularis medula tepat di bawah CTZ..1,3
Terdapat tiga fase muntah, yaitu fase prodromal (fase pre-ejeksi), fase ejeksi dengan retching
dan muntah dan fase post ejeksi.4,8
1. Fase pre-ejeksi
Fase ini biasanya berlangsung sebentar, ditandai dengan mual dan dihubungkan dengan
peningkatan kadar vasopressin plasma (ADH), kadang-kadang kenaikan ini melebihi tingkat
vasopressin yang dibutuhkan dalam kerjanya sebagai antidiuretik dan mengganggu aktifitas
mioelektrisitas di antrum gaster sehingga terjadi takigastria. Awal dari retching menyebabkan
kontraksi retrograde yang kuat dimulai dari usus halus bagian bawah membawa isi dari usus
halus kembali ke lambung. Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang
berlebihan, antiperistaltis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi.
Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang
antiperistaltik bergerak mundur, naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3cm/detik; proses ini
dapat mendorong sebagian isi usus kembali ke duodenum, menjadi sangat meregang. Peregangan
ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Sistem saraf
otonom teraktivasi sehingga terjadi takikardi, vasokonstriksi dan berkeringat dingin. Sistem saraf
vagus membuat traktus intestinal bagian atas menjadi relaksasi dan memicu salivasi.
2. Fase ejeksi
Retching biasanya mendahului muntah. Fungsi dari retching masih belum diketahui. Muntah
merupakan gabungan dari kontraksi ritmik yang terkoordinasi dari diafragma, otot-otot
interkostalis eksterna dan otot abdomen memeras lambung dan mengeluarkan isi lambung.
Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung,
bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus bagian bawah, sehingga membuat
muntahan mulai bergerak ke dalam esophagus. Setelah itu terjadi kerja muntah spesifik yang
melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar.
Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang pertama
adalah (1) bernafas dalam, (2) naiknya tulang lidah dan faring untuk menarik sfingter esofagus
bagian atas supaya terbuka, (3) penutupan glotis, dan (4) pengangkatan palatum mole untuk
menutupi nares posterior. Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama
dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut di antara
diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang
tinggi. Akhirnya sfingter esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat
pengeluaran isi lambung ke atas melalui esophagus. Jadi kerja muntah berasal dari suatu kerja
memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esophagus secara tiba-tiba
sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.
Gambar 4. Mekanisme muntah 10
3. Fase Post-ejeksi
Fase post ejeksi belum seluruhnya dimengerti, bagaimana fungsi normal tubuh kembali lagi
sepenuhnya setelah mengalami muntah dan kapan muntah pertama akan diikuti muntah lainnya
lagi.
d. Kelainan Neurologis
Abnormalitas susunan saraf pusat, seperti perdarahan intrakranial, hidrosefalus dan
edem serebri, harus dicurigai pada neonatus dengan defisit neurologis, peningkatan
lingkar kepala yang cepat dan penurunan hematokrit yang tidak dapat dijelaskan.
II. 5 Diagnosis
II. 5. 1 Anamnesis
Sifat dan ciri muntah akan membantu mengetahui penyebab muntah. Muntah proyektil
dapat dikaitkan dengan adanya obstruksi gastrointestinal atau tekanan intrakranial yang
meningkat. Muntah persisten pada neonatus dapat dicurigai ke arah kelainan metabolik bawaan
ditambah dengan adanya riwayat kematian yang tidak jelas pada saudaranya dan multipel abortus
spontan pada ibunya. 1,9
Bahan muntahan dalam bentuk apa yang dimakan menunjukkan bahwa makanan belum
sampai di lambung dan belum dicerna oleh asam lambung berarti penyebab muntahnya di
esofagus. Muntah yang mengandung gumpalan susu yang tidak berwarna coklat atau kehijauan
mencerminkan bahwa bahan muntahan berasal dari lambung. Muntah yang berwarna kehijauan
menunjukkan bahan muntahan berasal dari duodenum di mana terjadi obstruksi di bawah ampula
vateri. Bahan muntahan berwarna merah atau kehitaman (coffee ground vomiting) menunjukkan
adanya lesi di mukosa lambung. Muntah yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan robekan
pada mukosa daerah sfingter bagian bawah esofagus yang menyebabkan muntah berwarna merah
kehitaman (Mallory Weiss syndrome). Adanya erosi atau ulkus pada lambung menyebabkan
muntah berwarna hitam, kecoklatan, atau bahkan merah karena darah belum tercerna sempurna.
Pada periode neonatal darah ibu yang tertelan oleh bayi pada waktu persalinan atau puting susu
ibu yang luka akibat sedotan mulut bayi, warna muntah juga berwarna kecoklatan, dapat
dibedakan antara darah ibu dan bayi dengan Apt test (alkali denaturation test). Muntah fekal
menunjukan adanya peritonitis atau obstruksi intestinal. 1,3
Jenis dan jumlah makanan atau minuman sebelum muntah (ASI atau susu formula,
makanan atau minuman lainnya), kehilangan berat badan, miksi terakhir dan perubahan perilaku
harus dicermati. Poin penting lainnya adalah apakah ada riwayat alergi atau intoleran makanan
dan pengobatan sebelumnya, apakah anak mengalami gejala lain seperti nyeri kepala, diare atau
letargi. Perlu juga ditanyakan kondisi medis anak sebelumnya, riwayat pembedahan, riwayat
bepergian ke negara berkembang dan sumber air minum dan apakah anak sebelumnya
mengkonsumsi makanan yang mungkin telah tercemar. 1,3
Kelainan anatomik kongenital, genetik, dan penyakit metabolik lebih sering terlihat pada
periode neonatal, sedangkan peptik, infeksi, dan psikogenik sebagai penyebab muntah lebih
sering terjadi dengan meningkatnya umur. Intoleransi makanan, perilaku menolak makanan
dengan atau tanpa muntah sering merupakan gejala dari penyakit jantung, ginjal, paru,
metabolik, genetik, atau kelainan neuromotorik.1,3
Tanda-tanda dehidrasi yaitu ubun-ubun yang cekung, turgor kulit kembali lambat/sangat
lambat, mulut kering, air mata yang kering,berkurangnya frekuensi miksi (kurang dari satu
popok basah dalam enam jam pada bayi) atau anak dengan denyut jantung cepat
(bervariasi, tergantung umur anak) sehingga dapat dinilai derajat dehidrasi untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Iritasi peritonium dicurigai pada anak yang menahan sakit dengan posisi memeluk lutut,
perlu diperiksa adanya distensi, darm countour dan darm steifung, peningkatan serta bising
usus.
Teraba massa, organomegali, perut yang lunak atau tegang harus diperhatikan dan
diperiksa dengan seksama. Pada pilorus hipertrofi akan teraba massa pada kuadran kanan
atas perut.
Intususepsi biasanya ditandai dengan perut yang lunak, masa berbentuk sosis pada kuadran
kanan atas dan ada bahagian yang kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign)
Rectal toucher, penurunan tonus sfingter ani, dan feses yang keras dengan jumlah yang
banyak pada ampula menandakan adanya impaksi fekal. Konstipasi akan meningkatkan
tonus sfingter ani, dan ampula yang kosong menandakan Hirschsprung disease.
a. Pemeriksaan laboratorium
Darah lengkap
Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau kelainan
saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya penyakit
metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas penyebabnya.
Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan kemungkinan
defek pada siklus urea.
Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai ke arah
penyakit hati.
Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar lipase serum
lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari setelah serangan
akut.
Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis atau
infeksi parasit.
b. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi akan
memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
d. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan bila
curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi pada
pengeluaran gaster.
e. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini 1,3
Jarang
Sering
Adrenogen
Obstruksi ital
syndrome
Gastroenteritis Tumor
Otak
(Peningkat
an
Tekanan
Intra
Kranial)
Keracunan
Refluks Gastroesofageal
Makanan
Inborn
error of
Overfeeding
metabolis
m
Asidosis
Infeksi Sistemik Tubular
Ginjal
Ruminasi
Perdaraha
n Subdural
Diagnosis banding muntah pada bayi berdasarkan kekerapan timbulnya dapat dilihat pada
tabel dibawah ini 1,3
Sering Jarang
Gastroenteritis Sindrom Reye
Kemoterapi
Akalasia
Muntah Siklik
Striktur Esofagus
Diagnosis banding muntah berdasarkan gejala yang hampir sama adalah sebagai berikut:2
1. Posseting
Pengeluaran sedikit isi lambung sehabis makan, biasanya meleleh keluar dari mulut. Sering
didahului oleh bersendawa, tidak berbahaya dan akan menghilang dengan sendirinya.
Merupakan suatu kebiasaan abnormal, mengeluarkan isi lambung, mengunyahnya dan kemudian
menelannya kembali. Kadang-kadang dirangsang secara sadar dengan mengorek faring dengan
jari, tidak berbahaya. Kebiasaan ini sulit dihilangkan, memerlukan bimbingan
psikologik/psikoterapi yang intensif.
3. Regurgitasi
RGE adalah keluarnya isi lambung ke dalam esophagus. Keadaan ini mungkin normal atau dapat
pula abnormal. Setaip refluks tidak selalu disertai regurgitasi atau muntah, tetapi setiap
regurgitasi pasti disertai refluks.
II. 7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi keadaan
hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan muntah, obat
rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.9
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang
dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi dengan
bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.9
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat diidentifikasi.
Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab yang jelas tidak
dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan gastroenteritis sekunder atau
kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic
pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan
intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi
kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.1,3
1,3,9,*,**,#,##,@
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
a. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena biasanya
merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada muntah pasca operasi,
mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks
gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4
kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena
mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro
merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan efek
peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
d. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular
atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6 mikrogram/kgBB/ hari
dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
a. Komplikasi metabolik :
Dehidrasi, alkalosis metabolik, gangguan elektrolit dan asam basa, deplesi kalium,
natrium. Dehidrasi terjadi sebagai akibat dari hilangnya cairan lewat muntah atau masukan yang
kurang oleh karena selalu muntah. Alkalosis sebagai akibat dari hilangnya asam lambung, hal ini
diperberat oleh masuknya ion hidrogen ke dalam sel karena defisiensi kalium dan berkurangnya
natrium ekstraseluler. Kalium dapat hilang bersama bahan muntahan dan keluar lewat ginjal
bersama-sama bikarbonat. Natrium dapat hilang lewat muntah dan urine. Pada keadaan alkalosis
yang berat, pH urine dapat 7 atau 8, kadar natrium dan kalium urine tinggi walaupun terjadi
deplesi Natrium dan Kalium
Muntah berulang dan cukup hebat menyebabkan gangguan gizi karena intake menjadi
sangat berkurang dan bila hal ini terjadi cukup lama, maka akan terjadi kegagalan tumbuh
kembang.
Aspirasi bahan muntahan dapat menyebabkan asfiksia. Episode aspirasi ringan berulang
menyebabkan timbulnya infeksi saluran nafas berulang. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi
GERD.
Merupakan laserasi linier pada mukosa perbatasan esofagus dan lambung. Biasanya
terjadi pada muntah hebat berlangsung lama. Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan kemerahan
pada mukosa esofagus bagian bawah daerah LES. Dalam waktu singkat akan sembuh. Bila
anemia terjadi karena perdarahan hebat perlu dilakukan transfusi darah
e. Peptik esofagitis
Prognosis pasien dengan gejala muntah tergantung pada derajat dehidrasi dan
penatalaksanaan dehidrasi, etiologi penyakit yang menyebabkan muntah, serta komplikasi yang
terjadi dari muntah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Putra, Deddy Satriya. Muntah pada anak. Di sunting dan di terbitkan Klinik Dr. Rocky.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Arifin Achmad/ FK-UNRI. Pekanbaru. Diakses dari
http://www.dr-rocky.com. Last update Saturday, 28 March 2009 19:14
2. Suraatmaja, Sudaryat. 2005. Muntah pada bayi dan anak dalam kapita selekta
gastroenterologi anak. CV. Sagung Seto. Jakarta.
3. Sudarmo, Subijanto Marto. 2009. Penatalaksanaan muntah pada bayi dan anak. Divisi
Gastroenterologi Laboratotrium Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo/FK Unair.
Diakses dari http://www.pediatrik.com/buletin/20060220-hw0gpy-buletin.pdf
4. Guyton and Hall, 1996. Textbook of medical physiology. 9th Ed. W. B Saunders Company.
Philadelphia.
5. Firmansyah, Agus. 1991. Gejala gangguan saluran cerna dalam buku ajar ilmu kesehatan
anak A. H Markum.Jilid I. Gaya Baru. Jakarta; hal: 408-409.
6. Charles A. Pohl, Leonard G.Gomella, series editor. Pediatrics on call. Lange medical
book/McGraw-Hill. 2006:435
7. Lindley, Keith J, Andrews, Paul L. Pathogenesis and treatment of cyclical vomiting. Journal
of Pediatric Gastroenterology and Nutrition [serial online] 2005 September. Philadelphia..
Available from URL : www.jpgn.org
8. Scruggs, Karen and Johnson, Michael. 2004. Persistent vomiting in pediatric treatment
guidelines. Current Clinical Strategies. USA; p : 129-133
9. Keshav, Satish. 2004. Nausea and vomiting in the gastrointestinal system at a glance.
Blackwell Science Ltd. Australia; p: 62-63
10. Behrman RE, 1998. Major symptoms and signs of digestive tract disorders in nelson
essentials of pediatrics, 3rd ed. WB Saunders. Philadelphia;
11. Schwarz, Steven M. Gastroesophageal refluks. [serial online] 2008, January 18th.
Philadelphia. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/930029-overview