Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PEMBUKAAN

1. Persoalan.
Menulis sedjarah dunia, hingga waktu jang belum lama ini, boleh
dikatakan hanja terdapat dalam peradaban Barat. Sedjak achir Abad
Pertengahan, dunia ini ditindjau orang dari Eropa, kemudian dipetakan,
achirnja ditaklukkan dan sebagian besar dapat dikuasai orang Eropa.
Sebab itu tidak mengherankan, bahwa rentjana pertama membuat apa
jang kita namakan sedjarah dunia itu, mula2 dilakukan oleh orang jang
ikut serta dalam penindjauan dan penaklukan itu, jakni Sir Walter
Raleigh, seorang pradjurit, orang istana, penemu daerah baru, dan
seorang penjair dalam zaman Elizabeth ratu Inggeris. Sedjarah itu
dimulainja selama ia dipendjarakan dalam Tower of London (1603-
1616). Di Erona pula, dalam abad ke-18, bersemi kesadaran, bahwa
seluruh manusia dan dunia kita ini merupakan suatu kesatuan. Tak
mengherankan pula, bahwa dalam zaman itu Voltaire menulis buku, jang
umum diakui sebagai sedjarah dunia pertama dalam arti modern. (Essai
sur les Moers et l'Esprit des Nations, 1756.)
Tetapi sedjak permulaan abad kita ini hal itu mulai berubah.
Kesadaran nasional jang sedang bangkit dalam negara2 Asia mulai
menanjakan masa-lampau bangsa sendiri. Dengan demikian orang
menemukan kemungkinan menindjau dunia dan sedjarah dunia dari sudut
penglihatan sendiri. Orang tak mau lagi masuk golongan jang
“ditemukan” orang lain, melainkan ingin masuk bangsa jang sadar akan
sedjarahnja.
Memang di Erona sendiri sedjak Aufklarung abad ke-18 itu, telah
ada pendapat, bahwa pitjik dan salah menganggap Eropa Nasrani sebagai
satu2- nja pusat peradaban dan menganggap sisa dunia sebagai daerah
“kafir” dan “biadab”. Tetapi baru dalam zaman kita ini — karena
Kebangunan Asia — disangsikan orang kekuasaan Eropa jang dianggap
sudah sewadjarnja, dan sudah menurut kodrat itu. Sekarang orang
mentjari keterangan, mentjari sebab-musabab kekuasaan Eropa itu.
Pertanjaan itulah jang akan kita bitjarakan disini, jakni : hal apakah jang
mengakibatkan, bahwa sedjak kira2 1600 Eropa tidak hanja dapat
menduduki Amerika dan Australia dengan djalan mendesak penduduknja
jang sedikit djumlahnja itu, tetapi dapat pula menguasai Asia jang padat
penduduknja, dan achirnja menguasai hampir seluruh Afrika, hingga
kira2 1900? Sedjak saat itu kita lihat gerak-menentang membawa
negara2 djadjahan atau setengah djadjahan itu ke gedung kemerdekaan.
Pertanjaan itu akan kita djawab dengan mengikuti methode A. J.
Toynbee ahli sedjarah kebudajaan bangsa Inggeris itu. Ketika
menghadapi pertanjaan : apa jang disebut peradaban, maka ditjobanja
mentjari djawaban dengan mula2 mernperhatikan bentuk masjarakat jang
bagaimana tak termasuk dalam pengertian itu. Kita tempuh pula djalan
itu karena merupakan salah satu djalan, jang memungkinkan kita
menghilangkan sedjumlah purbasangka, jang mempunjai kesempatan
berkembang-biak dalam abad2 ketika supremasi Eropa tak dapat
dibantah lagi, hingga akibatnja orang berpendapat tak perlu mentjari
sebab jang lebih mendalam.
Berturut-turut kita adjukan pertanjaan berikut kepada diri kita :
1. Hal jang menjebabkan Eropa memainkan peranan penting dalam
sedjarah dunia, hendaklah kita tjari pada tempat Eropa di bumi ini,
maksudnja karena faktor2 geografi?
2. Mungkinkah karena faktor2 demografi, artinja karena djumlah
penduduknja ?
3. Haruslah kita tjari pada faktor2 ethnologi? Maksudnja, adakah
terdapat suatu sifat pada badan orang Eropa, jang menjebabkan ia dapat
menguasai bukan-orang-Eropa, walaupun hanja sementara? Lebih
besarkah ia, lebih kuat, lebih aktif, sebab itu lebih agressif ?
4. Kita bertanja pula : andaikata ketiga djawab atas pertanjaan tadi
ternjata negatif, maka mungkinkah hal itu disebabkan oleh faktor2
rohani? Dalam rolaani orang Eropa adakah sesuatu, jang lebih daripada
bangsa2, jang daerahnja mereka datangi itu ?
Perkenankanlah saja mengemukakan hasil penjelidikan kita, sebelum
kita tindjau keempat soal itu lebih landjut. Akan ternjata, bahwa bukan
faktor2 geografi, demografi, ethnologi atau faktor2 rohani. jang dapat
memberikan keterangan jang kita tjari dan bukan pula kombinasi dari
keempat faktor itu. Bukan maksud kita bahwa faktor2 itu sedikitpun tak
ada pengaruhnja. Ditempat lain kita lihat, bahwa tiap2 faktor atau
kombinasinja tidaklah menimbulkan hubungan sematjam itu. Djadi dapat
kita mengambil kesimpulan, bahwa faktor2 itu hanja berpengaruh dalam
tingkat tertentu dalam perkembangan sedjarah Eropa. Djadi bagi kita tak
ada lain dari pada faktor2 sedjarah, jang memberikan kedudukan
istimewa kepada Eropa. Dan faktor2 sedjarah pula, sedjak kira2 1900
mengachiri kekuasaan Eropa, jang bersifat sementara didunia ini. Djadi
pertanjaan kita itu hanja dapat kita djawab dengan menjelidiki sedjarah
Eropa, artinja kita membitjarakan sedjarah Eropa dengan selalu
mengingat masalah jang kita persoalkan. Ichtisar sedjarah dalam bentuk
jang sangat ringkas itu menjebabkan, dengan sengadja kita akan
melampaui hal penting, sebab pandangan kita harus kita pusatkan pada
faktor2, jang menolong kita memberikan djawaban atas sebab2
kekuasaan Eropa itu. Pertanjaan tadi dapat pula kita rumuskan sebagai
berikut; dalam perkembangan sedjarah Eropa itu, apakah jang istimewa,
jang chusus, jang lain dari jang lain dan sampai dimanakah hal itu dapat
dipergunakan untuk menerangkan kekuasaan Eropa didunia ini.

2. Faktor Geografi
a. Luas daerah
Kalau tjara diatas tadi kita terus2kan, kita akan berbuat kesalahan
jang sama pula, jakni dengan mendahului kesimpulan kita dengan sebuah
purbasangka. Mari kita kembali kepada faktor2 geografi. Dalam atlas
atau pada globe kita lihat, bahwa ketjuali Australia — jang dapat
dikatakan pulau terbesar — Eropa bukan tergolong benua jang terbesar,
malahan termasuk benua jang terketjil. Luas permukaan bumi kita kira2
512 djuta km². Sebagian ketjil terdiri atas daratan; jakni 29%, sedangkan
air 71%. Bagian paroh utara, jang lebih penting itu, angka2 itu ialah 40
dan 60, bagian paroh-selatan ialah 17 dan 81. Daratan jang merupakan
29% dari permukaan bumi dan luasnja 148,5 djuta km² itu, mendjadi
lima benua masing2 luasnja : Asia 44,2 djuta km² — termasuk kepulauan
— kedua Amerika 41,4 djuta km² (Amerika Utara 24,1 djuta dan
Amerika Selatan 17,8 djuta km²). Afrika jang disebut “benua hitam” itu
luasnja 29,8 djuta km², masih tiga kali seluas Eropa, jang luasnja hanja
9,97 djuta km². Achirnja Australia, benua jang telketjil, dengan luasnja
8,9 djuta km². Sebuah tjontoh sebagai perbandingan : Indonesia termasuk
Irian luasnja 2 djuta km2; sedangkan Nederland hanja 33.000 km².
Melihat angka2 itu, djelas bagi kita bahwa kekuasaan Eropa antara
1600 dan 1900 tidak mungkin disebabkan karena luas benua itu.
Andaikata kedudukan ditentukan oleh luas benua, sewadjarnja Asia,
rnerupakan benua, jang harus memegang pimpinan, baik dalam masa
lampau, maupun dalam masa sekarang. Dalam sedjarah Indonesia dapat
kita ketahui bahwa luas bukan suatu faktor jang rnenentukan. Hingga kini
bagian Indonesia, jang terpenting ialah pulau Djawa, jang luasnja hanja
7% dari seluruh Indonesia. Hal itu berlaku pula bagi Nederland : negara
ketjil, jang hampir2 tak kelihatan dalam peta dunia itu, selama satu abad
lebih termasuk negara besar dan hingga kini dapat mempertahankan diri
sebagai negara jang mempunjai djadjahan. Kedudukan Inggeris tak dapat
diterangkan dengan melihat luas tanah Inggeris asli. Dalam abad ke-19,
walaunun Turki dan Tiongkok luas daerahnja, tidaklah kedua negara itu
memainkan peranan penting dalam sedjarah dunia.

b. Iklim
Iklim, sebagai faktor geografi kedua, mungkin ada artinja disamping
faktor luas daerah tadi. Tak dapat disangkal bahwa iklim memang besar
pengaruhnja atas perbuatan. manusia. Panas jang ber-lebih2an akan
menekan aktivitet manusia; dingin, jang melebihi ukuran akan memaksa
manusia mempergunakan segala tenaganja untuk mengatasi dingin itu.
Karena Eropa terletak dizone sedang, mungkin ada jang mengira kita
telah menemukan djedjak jang kita tjari. Djika iklim sedang itu ada
pengaruhnja, djangan kita lupakan bahwa Asia dan Amerika, besar
daerahnja jang letaknja dalam zone itu, tetapi perkembangannja lain dari
Eropa. Hal itu akan berlaku pula bagi daerah2 paroh-selatan, walaupun
tak berapa luasnja, sebab terletak dalam zone jang sama. Dalam sedjarah
ada tjontoh, bahwa sesuatu daerah berturut-turut mengalami masa
perkembangan, masa menguasai daerah sekitarnja, tetapi kemudian
mengalami keruntuhan dan kemusnahan, sedangkan iklim daerah itu,
tetap tak berubah. Dalam hal ini kita ingat akan Persia keradjaan besar
itu, ingat akan puntjak kebesaran Junani, kepada imperium Rumawi.
Sebaiknja penjerbuan bangsa2 nomad Asia ke Eropa, dari bangsa Hun
hingga bangsa Turki Osmania antara 400 hingga 1400, dapat kita
terangkan terdiadi sebagai akibat padang rumput jang mereka diami di
Asia Tengah itu mendjadi kering. Menurut dugaan orang, zaman Es —
dalam zaman Pra-sedjarah — membawa perubahan iklim dan terdjadi
pula perpindahan bangsa2 sebagai akibatnja.
Achirnja dalam zaman sedjarah, kita lihat bahwa perubahan geologi-
klimatologi dapat membawa perubahan dalam nasib manusia : bandjir
(terdjadi Zuiderzee di Nederland), erupsi gunung berapi (musnahnja
Pompei) atau karena lumpur (Brugge, Bagan Siapi-api). Tetapi hal itu
hanja merupakan perubahan ketjil2an sadja, garis2 besar tak dapat
diterangkan dengan faktor itu.

c. Letak daerah
Sekarang kita bertanja, apakah arti letak suatu daerah bagi faktor
geografi itu. Segera kita menghadapi kesulitan, bahwa letak daerah tak
pernah atau hampir tak pernah benar2 merupakan faktor geografi. Djika
dalam sebuah teluk jang dalam serta aman dibuat orang sebuah
pelabuhan misalnja Amsterdam, Sabang, Sidney, maka hal itu memang,
ada hubungannja dengan faktor geografi, tetapi djangan kita lupa, bahwa
pelabuhan itu hanja mungkin diadakan, karena daerah didekatnja
memerlukan pelabuhan. Misalnja perkembangan Industri daerah Ruhr di
Djerman, memerlukan bidjih2, jang harus diangkut melalui Nederland.
Ternjata, bahwa untuk keperluan itu Rotterdam lebih baik letaknja.
Akibatnja pelabuhan Rotterdam lebih dari pada Amsterdam. Letak
Sabang jang menguntungkan itu tak ada artinja lagi, karena kapal2 jang
berlajar antara Aden dan Djakarta tak memerlukan stasiun batu bara lagi,
karena telah memakai minjak bakar. Dapat dikatakan orang bahwa
Indonesia baik letaknja, jakni di djalan antara India dan Tiongkok. Tetapi
letak itu baru menguntungkan Indonesia, karena adanja hubungan
ekonomi dan kebudajaan antara kedua negara itu, hingga Indonesia ikut
merasakan manfaatnja. Letak Eropa antara Grunlandia dan Afrika, antara
Asia dan Amerika, hingga sekarang tak menguntungkan Eropa, sebab tak
ada perhubungan antara Grunlandia dan Afrika dan hubungan antara Asia
dan Amerika melalui Samudera Pacifik. Pada umurnnja kesimpulan kita
ialah, bahwa baik luas, baik iklim, baik letak suatu daerah — djadi
faktor2 geografi — tidak menentukan sedjarah manusia, walaupun faktor
itu tak dapat diabaikan. Perubahan geografi ketjuali bentjana2 alam jang
kita sebut tadi (bandjir, erupsi dsb.) terdjadi dalam waktu jang, sangat
lama, hingga keadaan geografi dapat dikatakan statis djika dibandingkan
dengan djalan sedjarah manusia. Perubahan2 dengan tjepat, jang tak
banjak djumlahnja itu hanja terbatas dalam daerah jang ketjil sadja.
Sebaliknja sebagai segala kehidupan, maka azas sedjarah ialah
perubahan. Hidup di bumi ini selalu memperlihatkan dua hal, jakni
pembaharuan dan mendjadi tua: membangun sel2 baru, merombak jang
lama, timbulnja individu dan lenjapnja individu lama. Demikian pula
sedjarah, merupakan suatu proses pembangunan dan perombakan.
Seorang ahli geologi akan mengenal proses dalam bumi.
Dipergunakannja angka2 besar : ribuan, ja bahkan djutaan tahun. Tetapi
segala proses itu terdjadi dalam waktu jang sangat pandjang, seakan-akan
terletak diluar sedjarah perkembangan manusia.
Pada achir fasal geografi ini akan kita kemukakan sedjenak, bahwa
nama2 benua dapat dipergunakan sebagai keterangan tentang pimpinan
Eropa didunia ini selama ber-abad2. Rupa2nja telah sedjak dahulu dari
benua Eropa keluar suatu aktivitet, Eropa jang lebih tepat dinamakan
bagian-benua, lebih tepat lagi sebagai djazirah Asia. Dari mana asal
nama2 benua? Menurut pendapat terachir, Asia berasal dari kata Açu,
artinja tjahaja, udaja, djadi masjrik tempat timbulnja matahari. Djadi
rupa2nja jang memberikan nama itu ialah bangsa jang diam sebelah
Barat Asia, mungkin bangsa Hitti atau mungkin bangsa Assyria di Asia
Ketjil. Bagaimana djuga suatu bangsa pada batas barat. Kata Açu itu
diambil bangsa Junani sebagai kota Asia (menurut beberapa sardjana
mula2 oleh Aeschylus, seorang penulis sandiwara, djadi kira2 500
sebelum Masehi). Kata Asia itu kemudian dipergunakan oleh bangsa
Rumawi. Daerah Barat disebut bangsa Assyria “Ereb”, artinja gelap,
magrib, tempat matahari terbenam. Kata Ereb didjadikan bangsa Junani
kata Europa, dan dalam bentuk itu nama itu mendjadi umum. Bangsa
Junani telah mengenal bangsa jang diam disebelah barat Mesir. Bangsa
itu menjebut dirinja Lboe. Didjadikan Lybia oleh bangsa Junani, dan
nama itu dipakai mereka untuk menjatakan bagian Afrika lainnja. Tetapi
bangsa Rumawi mendengar penduduk asli Carthago menjebut dirinja
Aforika, didjadikan Africa dan kemudian dipergunakan untuk menjatakan
seluruh benua itu. Amerika berasal dari nama seorang Italia Amerigo
Vespucci. Sesudah beberapa tahun Columbus menemukan Amerika itu,
orang tadi mendjeladjahi benua “baru” itu dan menulis sebuah buku
tentang daerah itu. Berdasarkan buku itu, Waldseemüller seorang ahli
geografi Djerman, menganggap Amerigo sebagai orang jang menemukan
benua itu, dan Vespucci itu didjadikannja patrinus benua itu, bukan
Columbus, Sebenarnja Columbus sendiri tak dapat menuntut kehormatan
itu. Orang menjebut benua baru, sebab dewasa itu orang telah biasa
memandang dunia dari Eropa Selatan. Kira tahun 1000 bangsa Norman
dari Skandinavia telah mengadakan pelajaran ke Amerika Utara, Menurut
dugaan umum, bangsa Indian itupun bukan penduduk asli Amerika.
Nenek mojang mereka jang menemukan benua itu dan mendiaminja ;
datang dari Asia melalui Selat Behring atau rnelalui Samudra Pacifik,
dari kepulauan Polynesia atau mungkin melalui kedua-duanja. Nama
Australia berasal dari terra australis incognita (daerah selatan jang tak
dikenal), nama jang diberikan oleh musafir-penemu bangsa Eropa. Kata
itu menundjukkan bahwa nama ilmu bumi diberikan sangat Eropa-
centris, misalnja kata Timur Dekat, dsb. Bagi penduduk Timur Djauh
sungguh aneh menjebut dirinja “djauh”. Bahkan dari Amerika sendiripun
tidak pada tempatnja kata “Barat Djauh”. Tetapi baiklah kita berpegang
pada penjebutan Eropa itu, sebab kalau tidak akan terdjadi kekatjauan
dalam pemakaian kata2.

3. Faktor Demografi
Djika luas daerah, iklim dan letak daerah tak memberikan
keterangan jang memadai tentang kedudukan Eropa jang istimewa dalam
dunia itu maka kita bertanja, djumlah penduduk sampai mana ada
peranannja dalam hal itu. Mengetahui djumlah penduduk tidaklah
mudah, sebab dalam zaman kita sadja pentjatatan djiwa dengan teliti
hanja diadakan dalam daerah tertentu sadja. Berapa djumlah penduduk
dalam Abad Pertengahan dan sebelumnja tidak kita ketahui. Baru sedjak
tahun 1650 agak ada kepastian tentang djumlah penduduk itu, walaupun
hanja dugaan dan perhitungan. Djumlah penduduk seluruh dunia dalam
pertengahan abad ke-17 itu kira2 550 djuta. Perintjiannja sebagai berikut:
Asia 330 djuta, Eropa 100 djuta, Afrika 100 djuta; sisanja bagi Amerika
dan Australia. Dinjatakan dengan persen pembagian itu : Asia 60,6%,
Eropa dan Afrika masing2 18,3%. Perhitungan tahun 1750 dan 1850
agak lebih mendekati kenjataan. Angka2 bagi tahun 1750: Asia 479
djuta, Eropa 266 djuta; tahun 1850: Asia 749 djuta, Eropa 266 djuta.
Tahun 1950: Asia 1300 djuta dan Eropa 547 djuta, djadi Asia 55% dan
Eropa 25% dari djumlah seluruhnja. Djadi kita lihat penduduk Eropa
sedjak 1650 kelihatan selalu meningkat, tetapi ternjata pula bahwa Asia
selalu penduduknja lebih banjak dari Eropa. Sekarang dapat kita
mengambil suatu kesimpulan — dengan mengetjualikan beberapa hal —
bahwa djumlah penduduk suatu benua tidaklah menentukan peranan
penting jang didjalankan oleh benua itu. Hal itu mudah diterangkan.
Sebab djika orang mendjumlah banjak penduduk suatu benua, belum lagi
orang mengadakan persatuan dibenua itu. Tetapi penduduk Eropa dahulu
dan sekarang agak lebih banjak menundjukkan persatuan daripada
penduduk jang mendiami benua Asia. Walaupun jang kita hadapi satu
matjam penduduk dalam suatu daerah, maka djumlah penduduk baru
dapat membesarkan kekuasaan negara itu, djika sekalian tenaga
penduduk dipersatukan setjara effektif, djika mereka setjara suka rela
atau tidak dapat dipaksa melakukan suatu prestasi. Kita kemukakan dua
buah tjontoh sebagai pendjelasan. Tak ada orang jang akan membantah
bahwa dalam zaman kita ini kekuasaan Amerika terasa dimana-mana.
Hal itu akibat Amerika banjak penduduknja? Ketika pengaruh Amerika
mulai berkembang sedjak 1900 itu, penduduknja pada waktu itu baru 76
djuta (kurang dari Indonesia sekarang), sedangkan Eropa 401 djuta dan
Asia 937 djuta. Dengan penduduknja jang berdjumlah kira2 150 djuta itu
dewasa ini Amerika Serikat selalu ikut tjampur tangan dalam soal Asia
dan Eropa, sedangkan Eropa penduduknja djumlahnja kira2 550 djuta.
Tjontoh kedua ialah Djepang. Dalam abad ke-19 penduduk Djepang
bertambah dengan tjepat. Ketika Djepang mengalahkan Tiongkok tahun
1895 penduduknja hanja kira2 44 djuta, sedangkan Tiongkok 435 djuta,
djadi sepuluh kali lihat dari penduduk Djepang. Dan ketika mengalahkan
Rusia, penduduk Djepang kira2 50 djuta Rusia 100 djuta lebih, djadi
lebih dari dua kali penduduk Djepang. Andaikata djumlah penduduk
suatu negara dalam segala keadaan menentukan kekuasaan dan pengaruh
negara itu, maka Tiongkok seharusnja mendjadi negara jang selalu besar
kekuasaannja, sebab penduduknja selalu terbanjak, sepandjang jang dapat
kita ketahui dalam sedjarah. (1650 : 70 djuta, 1750 : 158 djuta, 1850 :
200 djuta, 1950 : 500 djuta). Hal itu djelas djuga kita lihat pada India
(1850: 200 djuta, 1950 : 400 djuta). Negara itu mulai membentuk daerah-
pengaruh sedjak negara itu merdeka tahun 1948, dan terbatas pula. Tetapi
salah pula, djika kita katakan bahwa djurnlah penduduk sama sekali tak
ada artinja bagi kedudukan atau martabat negara itu. Ditindjau dari sudut
militer, maka makin banjak penduduk, makin banjak pradjurit. Dalam
arti militer luas negara ada djuga artinja, sebab banjak penduduk dapat
ditentukan oleh luas daerah dan karena negara ketjil lebih mudah
diduduki musuh dari pada negara besar. Peperangan Xerxes, Napoleon,
dan Hitler ke Rusia itu achirnja kandas karena luas daerah itu.
4. Faktor Ethnologi
Djadi telah ada kesimpulan pada kita bahwa bagi kedudukan dan
martabat suatu negara atau benua, luas daerah, iklim dan letak daerah
memang ada artinja, demikian pula berapa djumlah penduduk negara
atau benua itu. Tetapi faktor itu sendiri2 atau kombinasi faktor2 itu
belum menentukan. Artinja harus ada satu faktor lagi jang harus ada,
untuk mentjapai kedudukan dan martabat sesuai dengan luas, letak dan
djumlah penduduk itu. Mungkinkah faktor itu faktor ethnologi? Maksud
kita djenis manusia, jang mendiami sesuatu benua, dapat menentukan
kekuasaan dan perbawanja keluar? Maksud kita dalam pembawaannja
adakah suatu bangsa jang lebih tinggi dari pada bangsa lain? Adakah
suatu rakjat jang melebihi rakjat lain? Baiklah kita terima, djika suatu
bangsa dapat mengalahkan bangsa lain, itu berarti ia lebih dari bangsa
jang dikalahkannja. Memang sudah biasa suatu golongan penduduk,
golongan besar atau ketjil, menganggap dirinja lebih dari golongan lain.
Demikian pula suatu desa terhadap desa tetangga, suatu suku Indian atau
Neger terhadap suku jang berdekatan dengan mereka, dalam kasta,
golongan, dalam klas, demikian pula dalam suatu bangsa atau djenis-
bangsa. Bangsa Jahudi menjebut dirinja, sebagai bangsa jang terpilih oleh
Tuhan. Dalam abad ke-17 diantara bangsa Belanda ada pula jang
berfaham demikian mengenai bangsanja. Bangsa jang bukan Junani,
disebut barbar oleh bangsa Junani. Orang Amerika Serikat zaman kita
menamakan negerinja : God's own country. Memang sedjak dahulu ada
djenis bangsa — nanti akan kita lihat apa jang kita maksud dengan hal ini
— jang menganggap dirinja lebih dari bangsa lain. Tetapi rasa itu sangat
istimewa pada bangsa kulit putih, belum terdjadi dimanapun djuga hal
sematjam itu. Karena dalam waktu jang sangat lama dapat menguasai
bangsa lain, maka se-akan2 mereka memperoleh bukti tentang kelebihan
mereka. Sedjak diantara orang kulit putih ada jang mulai ragu2 akan
kebenaran pendapat itu, maka sedjak itu timbul masalah djenis-bangsa.
Telah ada suatu perpustakaan besar ditulis orang tentang masalah itu,
tetapi belum djuga djelas bagi kita bagaimana duduk perkara sebenarnja.
Pembagian jang diadakan tentang bangsa2 itu dapatkah dikatakan
berdasarkan kodrat? Ja dan tidak. Kita katakan tidak, sebab rangka
seorang Eskimo, Neger, Eropa dan Melaju tak ada bedanja. Ja, karena
memang ada sifat2 jang tak memungkinkan seorang Eskimo mendjadi
seorang Neger, seorang Eropa tak akan mendjadi seorang Melaju atau
sebaliknja. Bagaimana terdjadinja perbedaan itu hanja dapat kita terka2
sadja, sebab hal itu tak dapat kita ketahui melihat rangka2 manusia jang
berasal dari zaman pra-sedjarah itu. Dewasa ini orang berpendapat,
bahwa pada suatu saat, kira2 600.000 tahun jang lampau, pada suatu
tempat, rupa2nja di Asia Tengah, dari suatu djenis machluk jang
berbentuk lebih rendah, timbullah machluk baru, jang dinamakan
manusia itu. Machluk itu tersebar keseluruh dunia karena hendak
mentjari makan. Lama2 terdjadi differensiasi, baik dalam bahasa baik
dalam tjiri2 badan, rupa2nja terdjadi karena machluk itu menjesuaikan
diri pada alam sekitarnja dan pada tjara hidup dalam daerah itu. Tetapi
bagaimana terdjadinja perubahan bagi kita masih merupakan tanda tanja.
Mungkin pula djenis-bangsa adalah buah perkembangan historis.
Bagaimana belum kita ketahui. Tak tahu pula kita hingga mana terdjadi
pertjampuran darah antara djenis2 bangsa “asli” itu, Tak dapat kita
selidiki setjara historis. Dikenal orang berpuluh-puluh pembagian djenis-
bangsa itu. Jang paling sederhana, dan karena itu mungkin terbaik, ialah
pembagian seperti berikut : 1. Djenis-bangsa Eropide (Kaukasia atau
“kulit putih”). 2. Djenis-bangsa Mongoloid atau djenis-bangsa “kuning”.
3. djenis-bangsa Negride atau djenis-bangsa “hitam”. Dalam zaman kita
ini, jang termasuk djenis, bangsa Eropide ada kira2 1200 djuta, atau
setengah dari umat manusia. Djenis itu tersebar di Eropa, Asia Barat
sampai dengan India, Afrika Utara dan Amerika. Jang termasuk
Mongoloid itu ada kira2 900 djuta orang dan kira2 150 djuta termasuk
djenis Negroid. Pembagian ini sangat skematis, dari bahan2 jang sangat
banjak sangkut pautnja dan berliku-liku pula. Kemudian kita lihat
terdjadi pertjampuran darah antara djenis2 itu, misalnja di India dan
Amerika. Bangsa Melaju dianggap orang sebagai tjampuran djenis
Mongolid dan tjabang selatan djenis Kaukasia. Sebagian besar bangsa
Indonesia termasuk dalam golongan itu.
Karena djenis kulit putih djumlahnja memang mengalahkan djenis
lain, mungkin karena itu orang membajangkan, bahwa kedudukannja
jang istimewa itu memang tugas djenis jang terbesar, atau memang
sebagai akibat djumlah mereka jang melebihi djenis lain itu. Tetapi siapa
jang akan mendjamin, bahwa djumlah tinggi djenis itu akan tetap
dipertahankan. Lagi pula djumlah jang lebih banjak itu belumlah bukti
bahwa bangsa kulit putih lebih dari pada djenis lain. Andaikata memang
begitu, mengapa tidak dari Arabia, India atau Afrika berkembang
penguasaan dunia, dan mengapa expansi itu terdjadi dari Eropa Barat,
tidak dari Eropa Timur. Dalam sedjarah kita ketahui bahwa djenis kulit
putih tersebar kemana-mana dari Eropa Barat: perpindahan orang Eropa
ke Amerika antara 1500—1900. Akibatnja benua itu sekarang didiami
oleh 200 djuta bangsa kulit putih, di Amerika Serikat sadja 130 djuta.
Kita lihat pula perpindahan ke Australia, jang sekarang diduduki oleh 8
djuta bangsa kulit putih. Afrika Selatan didatangi mereka sedjak abad ke-
17 hingga abad ke-19. Penduduk daerah itu sekarang 12 djuta,
diantaranja 2% djuta kulit putih. Di Amerika dan Australia dapat mereka
hampir melenjapkan penduduk asli. Mereka berkuasa di ketiga benua, di
Asia besar pula kekuasaan dan pengaruh mereka. Apa jang menjebabkan
hal itu nanti akan kita tindjau lebih landjut.
Tak ada hal jang memastikan, bahwa bangsa kulit putih djumlahnja
akan tetap melebihi djenis lain, walaupun karena pitjik pemandangan, di
antara bangsa kulit putih ada jang menganggap kelebihan itu sebagai hal
jang telah sewadjarnja. Demikian pula tak ada hal2 jang dapat dipakai
sebagai petundjuk, bahwa kedudukan istimewa dalam dunia itu, adalah
karena pembawaan, karena kodrat apa jang telah ditetapkan orang setjara
pengetahuan tentang hubungan antara sifat2 badan dan sifat2 kebudajaan
masjarakat manusia itu, dapat ditulis dibelakang meterai surat sadja.
Untuk menghilangkan purba-sangka jang salah itu, diperlukan
pandangan jang “nuchter” dan kebidjaksanaan, djuga dalam pengetahuan
“objektif” itu. Memang kedua hal itu sangat perlu, lebih2 karena
mengenai djenis-bangsa, suatu masalah, jang dapat menggetarkan djiwa
manusia itu. Sebab itu, ketika di Amerika dianggap perlu diadakan
penjelidikan tentang masalah Neger, jang memalukan itu, maka tugas itu
diserahkan kepada seorang, jang berdiri diluar, jakni kepada Gunar
Myrdal seorang ahli ilmu masjarakat bangsa Zwedia (an American
Dilemma, 1944).
Untuk melenjapkan purba-sangka tentang djenis-bangsa itu,
penjelidikan perkembangan bangsa Negride itu sungguh penting. Sebab
tidak hanja di Amerika atau di Eropa orang berpendapat bahwa djenis itu
terkebelakang djika dibandingkan dengan djenis lain, apa lagi karena
djenis itu sedikit djumlahnja. Nah, penjelidikan semakin lama makin
djelas membuktikan, bahwa dalam segala lapangan ternjata djenis itu tak
kalah dengan orang kulit putih, asal diberikan kesempatan jang sama
kepada mereka (seperti di Amerika Serikat). Prestasi jang sama telah
dapat mereka tjapai, walaupun mereka mendapat bermatjam rintangan
dari bangsa kulit putih.
Djadi kesimpulan kita, tak ada superioritet djenis bangsa karena
kodrat, jang akan dapat kita pakai sebagai keterangan, mengapa bangsa
kulit putih sangat istimewa kedudukannja itu. Bukan hal itu pula jang
dapat dipakai sebagai dasar keterangan tentang peranan Eropa antara
1600—1900 itu. Makin kita rasakan, bahwa hanja faktor historis jang
memberi keterangan tentang perkembangan chas itu. Tetapi sebelum
mengambil keputusan itu, lebih dahulu akan kita selidiki faktor jang
sering dikemukakan orang, jakni jang disebut “djiwa Eropa”.

5. Djiwa Eropa
Bagi mereka jang tak mufakat, bahwa kedudukan istimewa benua
Eropa dalam dunia dapat diterangkan berdasarkan luas daerah, iklim dan
letak daerah itu, atau djumlah atau pembawaan penduduknja maka masih
ada kemungkinan, bahwa expansi dan hegemonia itu adalah akibat
“djiwa Eropa”. Telah banjak pena digerakkan untuk menulis tentang
djiwa Eropa, tentang djiwa dunia Barat, tentang djiwa Timur. Tak dapat
dibantah memang ada perbedaan djiwa, perbedaan mentalitet, perbedaan
sikap antara penduduk benua2 dan negara2, seperti ada perbedaan tubuh
pada djenis2-bangsa itu.
Tetapi kalau lebih diperhatikan, perbedaan antara djiwa itu lebih
terbatas dari pada perbedaan tubuh, air muka, bentuk dan warna rambut
dan mata, dsb. Orang jang mempeladjari djiwa orang Eropa Abad
Pertengahan dari lembaga2, dari tulisan2, kesenian (seni lukis, seni artja,
musik dan kesusastraan) akan menemui hal2, jang asing bagi orang
Eropa zaman sekarang. Akan didjumlahnja hal2, jang hingga ini
kebanjakan masih berlaku di Asia. Sebaliknja kita lihat orang Asia
modern “membaratkan diri”, artinja menurut pandangan orang Barat.
Suatu tjontoh : dari orang Barat jang hidup di Timur, sedjak dahulu
kita dengar utjapan, bahwa orang Timur menurut kodratnja sopan santun.
Sekarang ada orang jang mengatakan orang Asia mendjadi lebih berani,
ada pula jang mengatakan mereka mendjadi kurang adjar. Orang bertanja
pada dirinja : kalau suatu sifat jang kelihatannja telah berurat-berakar,
dan jang telah dianggap umum itu, tiba2 dapat lenjap dalam waktu jang
singkat, sukar bagi kita mengatakan bahwa sifat itu adalah pembawaan
kodrat. Mungkin “kesopanan” itu dapat diterangkan sebagai rasa takut
dan rasa tunduk pada bangsa jang didjadjah atau setengah didjadjah.
Tetapi djika kita lihat menu rut sosiologi dan ilmu sedjarah, bagaimana
sikap manusia pada umumnja terhadap pekerdjaan suatu fungsi jang
sangat penting dalam masjarakat — akan ternjata sikap itu dimana-mana
sama, sama dengan sikap orang Eropa hingga achir Abad Pertengahan,
djadi sesuai dengan apa jang kita sebut “Pola Umum” itu. Djadi
penjimpangan dari Pola Umum itu tak terdapat pada bangsa lain,
melainkan pada dunia Barat sesudah Abad Pertengahan. Orang Eropa
kira2 tahun 1500 masih menganggap pekerdjaan sebagai suatu alat untuk
memenuhi keperluan hidup di dunia ini. Tidaklah mereka bekerdja lebih
dari pada jang diperlukan. Tetapi karena hal2, jang akan kita bitjarakan
nanti, Eropa meninggalkan Pola Umum itu. Kata2 dalam Indjil :
“nafkahmu akan engkau peroleh dengan memeras keringat”, bagi orang
Eropa sesudah 1500 memperoleh arti lain. Mula2 kata2 itu dirasakan
orang sebagai suatu kutuk, djadi sesuai dengan Pola Umum, kemudian
tetap dianggap sebagai firman, tetapi bukanlah firman, jang ditaati
dengan rasa pilu, melainkan dipatuhi dengan penuh kegembiraan. Kerdja
dianggap sebagai suatu kewadjiban besar, harus dikerdjakan karena
sesuatu jang sudah sewadjarnja, sesuatu barang etis. Ja, terhadap kerdja
bahkan timbul sikap, jang dapat disifatkan dengan kata2 “penjutjian
kerdja”, kerdja dianggap sebagai sesuatu jang sutji, sedangkan orang lain
akan mengatakan sikap itu sebagai “hidup jang dihinggapi benalu
kerdja”. Di Eropa seorang anak ketjil, sesudah dapat berbitjara, diadjar
melihat djam dan diadjar membagi djam kerdjanja. Sebab ternjata bahwa
kerdja, waktu dan uang, jang satu dapat dirubah mendjadi jang lain.
Berulang-ulang kita dengar orang Barat mempergunakan kata2 bahwa
orang-Djawa malas, orang Neger malas. Bukan karena mereka tak mau
bekerdja, sebab mereka melihat bagaimana radjinnja orang Djawa
bekerdja di sawah atau di perkebunan, dan orang Neger mereka
datangkan sebagai tenaga terpilih, melainkan karena mereka tak mau
bekerdja djika tak ada keharusan, atau jang dapat dipandang sebagai
suatu keharusan. Tetapi dalam hal inipun ternyata perbedaan Timur-Barat
bukanlah sesuatu jang tak daapat berubah. Dewasa ini “soal kerdja”,
bagi Indonesia Baru merupakan hal fundamentil bagi pembangunannja.
Dan kita lihat, bahwa di Indonesia sedjak achir2 ini djam tangan
mendjadi sangat popurer, hingga lebih baik kita mempergunakan kata
modern dari pada kata Barat.*)
Andaikata djiwa Barat itu bukan merupakan faktor tetap dan bukan
*)*)
Lebih luas tentang soal : “Het Arbeidsbegrip in Oost en West”, dalam karangan
kami In de ban van Prambanan, 1954.
agens (tenaga gerak) expansi Eropa itu, masih ada kemungkinan lain,
jakni dalam “djiwa” itu tidak adakah unsur2, jang dapat menuntun orang
Eropa ke arah expansi itu? Misalnja ada dikemukakan orang bahwa
agama Nasrani, jang bertanggung djawab atas sikap orang Eropa jang
agressif itu antara 1600—1900 dan sesudah itu, sebab agama memang
merupakan suatu pantjaran penting dari djiwa kita. Memang agama
Nasrani penganutnja terbanjak, jakni termasuk segala sekte kira2 800
djuta. Disamping atau bertentangan dengan agama itu terdapat 1400 djuta
manusia jang menganut agama lain, jakni Confucius 360 djuta, Islam 300
djuta, Hindu 290 djuta, Buddha 215 djuta, 100 djuta penganut agama
atau kepertjajaan jang disebut primitif dan 17 djuta agama Jahudi.
Dahulu agama Nasrani dianggap orang sebagai pendukung expansi
Eropa, karma agama itu memang berusaha menasranikan sekalian
bangsa2, karena jakin akan kebenaran adjarannja. Tetapi agama Buddha
dan Islam memperlihatkan semangat sematjam itu pula. Pada agama
Buddha penjiaran agama selalu berdjalan di luar pembentukan
kekuasaan. Pada agama Islam, terutama dalam abad2 sesudah
Muhammad wafat, kita lihat pengislaman dan expansi diadakan bersama-
sama. Diantara agama2 jang disebut tinggi itu, hanja agama Jahudi tak
ada atau sedikit ketjenderungannja meluaskan adjarannja. Dalam
sedjarah hanja ada satu tjontoh dengan besar2an orang memasuki agama
Jahudi itu, jakni suku bangsa Chazar di Asia tetapi bangsa itu telah lama
lenjap dari muka bumi. Tak ada hasrat pada orang Jahudi meluaskan
agamanja itu, mungkin rasa lebih agama itu melebihi agama Nasrani,
atau mungkin djuga karena pada bangsa Jahudi pengertian agama dan
bangsa lingkup-melingkupi. Tjukup alasan untuk mengira-ngira, bahwa
penjebaran agama Nasrani bukan merupakan sebab expansi dan
kolonialisme, melainkan akibat kedua hal itu. Ketjuali itu kami jakin,
bahwa djiwa “suatu bangsa atau kumpulan bangsa — dan kejakinan itu
berlaku djuga bagi agama — adalah akibat perkembangan sedjarah,
bukanlah djiwa itu jang mentjiptakan keadaan sedjarah itu. Hal ini tak
akan kita bahas lebih dalam, sebab dalam pembitjaraan kita tentang
agama Nasrani, hal itu akan berulang-ulang kita kemukakan.

6. Kesimpulan
Untuk sementara kesimpulan kita sebagai berikut : hingga kini
belum kita menemukan suatu faktor, jang dapat dipergunakan untuk
menerangkan kekuasaan Eropa itu dengan tjara memuaskan, sebagai jang
mungkin pada suatu peristiwa sedjarah. Tetapi tak dapat dibantah
memang ada peranan pimpinan Eropa dalam sedjarah dunia. Bahkan
sekarang 50 tahun sesudah puntjak kebesaran itu — sebab kira2 1900
datanglah musim pantjaroba dalam kekuasaan Barat itu, dan Asia makin
sadar akan harga dirinja*) — pengaruh Eropa itu masih terasa sadja. Hal
ini lebih kita sadari, djika pandangan kita tidak semata-mata kita
tudjukan kepada Eropa (Barat) sadja. Suatu kenjataan, bahwa sedjak
1946 sedjarah dunia dipengaruhi oleh dua buah negara besar jakni
Amerika Serikat dan Sovjet Unie, walaupun di luar pertentangan itu
sebagian dari sedjarah itu masih berdjalan terus. Kedua kekuasaan itu
dapat kita katakan tunas Eropa. Menurut dugaan jang sangat beralasan,
Amerika pada mulanja didiami oleh bangsa jang datang dari Asia
(melalui selat Behring dan Polynesia). Sesudah penemuan Columbus dari
Eropa (penemuan oleh pelaut Skandinavia sebelumnja tak ada pengaruh
tetap), datanglah bangsa Spanjol dan Portugal (terutama di Amerika
Selatan dan Amerika Tengah), bangsa Inggeris, Perantjis dan Belanda
(terutama di Amerika Utara).
Dibagian utara itu penduduk asli tadi boleh dikatakan lenjap,
sisa2nja diam dalam daerah reservaat. Di daerah selatan penduduk asli
banjak jang tinggal, terdjadi pertjampuran darah dengan penduduk baru
itu, hingga “kedua” Amerika itu lama2 didiami sebagian besar oleh
bangsa Eropa, tjampuran Eropa-penduduk asli dan disamping itu, bangsa
Neger, atau tjampuran Eropa-Neger, jang didatangkan dari Afrika
sebagai budak belian. (Di Amerika Serikat djumlah mereka kira2
sepersepuluh dari djumlah penduduk). Djadjahan Spanjol dan Portugis di
Amerika Selatan itu, dalam abad ke 19 melepaskan diri dari tanah-ibu. Di
Amerika Utara para kolonis Inggeris, jang mendiami 13 daerah koloni itu
— di pantai Timur antara abad ke-17 dan 18 — kemudian menghalau
saingan mereka, jakni bangsa Belanda dan Perantjis, dan dalam abad ke
18 koloni2 Inggeris itu melepaskan diri dari tanah-ibu. Canada tetap
mendjadi koloni. Inggeris hingga tahun 1867 tanah itu mendapat status
dominion.
Menurut tjara jang sama, Australia bertukar pula penduduknja dari
bangsa Maori mendjadi bangsa kulit putih. Dalam abad ke-17 dan 18,
tanah Inggeris mengirimkan penduduk jang tak disukai, ketanah
*)*)
Tentang proses ini lihat karangan saja : De Stem van Azië, dalam buku saja “In
de ban van Prambanan,” 1954.
koloninja di Amerika, misalnja pendjahat, orang jang tak tahu entah
dimana rumahnja dsb. Sesudah Amerika memerdekakan diri, Amerika
melarang orang2 sematjam itu dimasukkan ke Amerika, hingga Inggeris
mengirimkan mereka ke Australia. Riwajat Afrika Selatan agak berbeda.
Tahun 1652 Jan van Riebeek mendirikan stasiun perbekalan di Tandjung
Pengharapan, tempat kapal2 Kompeni mengambil air tawar dan sajur2an
baru. Tempat itu lama2 berkembang mendjadi koloni, djatuh ketangan
bangsa Inggeris tahun 1814, Tetapi bersamaan dengan bangsa Belanda
itu, dari utara datang bangsa Bantu dalam djumlah jang lebih besar, ke
daerah jang sedikit penduduknja itu. Achirnja mereka mendapat
kedudukan sebagai bangsa djadjahan atau lebih rendah dari pada bangsa
djadjahan terhadap bangsa kulit putih di daerah itu.
Daerah Sovjet Unie, jang tak termasuk daerah Eropa, jakni Asia-
Sovjet, diduduki orang dari Russia dalam abad ke-16 dan 17, hingga
sebagian besar dari penduduknja berasal dari Russia jang terletak di
Eropa.
Tentu sadja ada djenis-bangsa atau bangsa jang tersebar di bumi ini
setjara suka rela atau tidak suka rela dan tidak mereka bertjampur darah
dengan bangsa lain misalnja bangsa Neger di Amerika, bangsa India di
Afrika Selatan bangsa Djepang di Amerika dan Tiongkok bangsa
Tionghoa di seluruh Asia Tenggara. Tetapi bangsa2 itu tidak
memperoleh pengaruh politik, ekonomi dan kebudajaan seperti bangsa
Eropa. Hanja pengaruh bangsa Tionghoa dalam beberapa daerah
menjerupai pengaruh itu, tetapi itupun terbatas dalam lapangan ekonomi.
Sebaliknja warisan Eropa dalam lapangan ekonomi, politik dan
kebudajaan tersebar di seluruh dunia. Alat dan tjara jang dipakai di Asia
dan Afrika untuk memodernkannja adalah buatan atau tjara2 orang Barat,
dan setjara langsung atau tidak biasanja berdasarkan pendapatan insinjur
atau teknisi Eropa. Terusan Suez itu digali oleh sebuah maskapai
Perantjis didaerah Mesir. Untuk memperoleh daerah bagi penggalian
terusan Panama, agent Amerika Serikat menghasut daerah itu
memberontak kepada Columbia. Dari daerah, jang lalu mendjadi republik
baru, Amerika membeli zone terusan itu. Di seluruh dunia orang Belanda
membuat pelabuhan “polder” pengerukan dsb. Hubungan laut dan udara
jang dapat dianggap penting ada dalam tangan bangsa barat, demikian
pula industri besar dan pengambilan bahan2 mentah dari bumi didaerah
jang dahulu mendjadi djadjahan atau setengah djadjahan.
Untuk menerangkan peranan Eropa, jang menjebabkan djalan
sedjarah dunia seperti jang telah terdjadi itu, hanja tinggal satu
kemungkinan. Djika peranan itu bukan ditentukan oleh luas daerah,
bukan oleh letak Eropa, bukan oleh djumlah penduduk Eropa, bukan pula
oleh bakat djenis-bangsa kulit putih, bukan pula disebabkan oleh kodrat
tetap dari “djiwa” suatu bangsa atau himpunan bangsa2, bukan pula
karena agama orang Eropa, maka hanja satu kemungkinan untuk
mendekati keterangan jang kita perlukan jakni : sedjarah Eropa.
Mungkin akan ternjata, bahwa faktor2 jang kita tolak karena tersendiri
tidak menentukan sedjarah itu, masih ada djuga peranannja, besar atau
ketjil, dalam keseluruhan itu.
Djika kita katakan bahwa peranan Eropa dalam dunia itu
berkembang dalam sedjarah, maka tidaklah kita akan memasukkan suatu
faktor diluar masjarakat manusia, sebab manusia sendiri membuat
sediarahnja, tetapi dalam hal itu mereka tidak mendapat kebebasan
nenuh. Sebab segala perbuatan atau sepak terdjang manusia ditentukan
oleh berbagai keadaan, antaranja….. sedjarah sebelumnja.
Sesuai dengan masalah jang kita bitjarakan, akan kita bahas unsur2
jang menjebabkan terdjadinja hegemonia Eropa. Menurut hemat kami
unsur2 itu sebagai berikut : bangsa Junani, bangsa Rumawi, agama
Nasrani, bangsa Djermania, bangsa Slavia, kapitalisme, teknik Barat,
rationalisme, Aufklarung, revolusi industri, revolusi Amerika dan
revolusi Perantjis. Kalau unsur2 itu telah kita bitjarakan, baru akan
djelas, mengapa kita pilih unsur2 itu, apa isi tiap2 unsur itu, mengapa
unsur2 itu satu demi satu dan achirnja bersama-sama mentjiptakan “djiwa
Barat”. Kita pakai kata itu, karena tak ada kata jang lebih baik. Tetapi
sekali lagi kita katakan, bahwa dalam mempergunakan kata itu hendaklah
kita ingat, nama itu bukanlah menjatakan sesuatu jang sedjak dahulu ada
(jang baka, kekal) dan tak dapat berubah lagi, melainkan hendaklah kita
pandang sebagai buah dari perkembangan seluruh sedjarah sebelumnja.
Sedangkan landjutan sedjarah itu membuktikan bahwa “djiwa Eropa”
dan kekuasaan Eropa terus berubah dan mulai berkurang.***

Anda mungkin juga menyukai