•••
Dasar Hukum 3
Bagian I - Panitia Masyarakat Hukum Adat 4
Bagian II - Pengusulan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat 6
Bagian III - Pelaksanaan Identifikasi 7
Pelaksanaan Verifikasi dan Validasi 8
Bagian IV - Rekomendasi 10
Sengketa 11
Bagian V - Pengakuan Masyarakat Hukum Adat 12
Dasar Hukum
Dasar kewenangan Pengakuan MHA di Indonesia diatur dalam
peraturan dan perundangan sebagai berikut:
1. UNDANG UNDANG DASAR TAHUN 1945 Pasal 18B ayat (2)
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
3. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan
4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
5. P2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku
(Kesatuan Masyarakat hukum Adat yang tidak memenuhi syarat
sebagai kesatuan Masyarakat Hukum Adat)
6. Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008 perihal pengujian
UndangUndang Nomor 51 tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali , dan Kabupaten Banggai
Kepulauan (Kesatuan Masyarakat hukum Adat memenuhi
syarat sebagai kesatuan Masyarakat Hukum Adat)
7. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 95/PUU-XII/2014
perihal Pengujian UndangUndang nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
dan UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
(memperkuat putusan MK nomor 31/PUU-V/2017 dan Putusan
Nomor 6/PUU-VI/2008 memperkuat syarat sebagai Masyarakat
Hukum Adat)
8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Hasyarakat Hukum
Adat
9. Peraturan Badan Informasi Geospasial Nomor 12 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pemetaan Wilayah Masyarakat Hukum Adat
10. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2019 Tentang Tata Cara
Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum
Adat.
Tata Cara Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan 4
Bagian I
Panitia Masyarakat Hukum Adat
1. Masyarakat hukum adat (MHA) yang berada pada lintas
kabupaten dan/atau kota ditetapkan oleh Gubernur
Kalimantan Tengah atas rekomendasi Panitia MHA Provinsi.
2. MHA yang berada pada lokasi di kabupaten dan/atau kota yang
ditetapkan oleh Bupati dan/atau Walikota atas rekomendasi
Panitia MHA Kota/ Kabupaten.
3. Panitia MHA Provinsi dan Kota/Kabupaten dibentuk melalui
Keputusan Kepala Daerah.
4. Panitia MHA melaksanakan kegiatan-kegiatan yang meliputi:
a. Identifikasi;
b. Verifikasi;
c. Validasi; dan
d. Membuat dan menyampaikan rekomendasi kepada kepala
daerah.
5. Struktur kepanitiaan MHA Kota/Kabupaten adalah sebagai
berikut:
a. Penanggung Jawab Panitia MHA kabupaten dan atau/kota
adalah Bupati/Walikota;
b. Wakil Penanggung Jawab Panitia MHA kabupaten/kota
adalah Wakil Bupati/Wakil Walikota;
c. Sekretaris Daerah kabupaten/kota sebagai Ketua Panitia
MHA;
d. Perangkat Daerah bidang hukum di kabupaten/kota
sebagai Wakil Ketua Panitia MHA;
e. Perangkat daerah yang membidangi urusan lingkungan
hidup di kabupaten/kota sebagai Sekretaris Panitia MHA;
f. Anggota Panitia MHA paling sedikit terdiri dari:
1. Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) yang berada di
kabupaten/kota;
2. Badan Pertanahan Nasional (BPN) di kabupaten/kota;
3. kecamatan masing-masing tempat (camat dan/atau
sebutan lain).
Tata Cara Pengakuan Masyarakat Hukum Adat
Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan 5
4. Lembaga swadaya masyarakat dan/atau yayasan yang
membidangi pendampingan MHA
5. Kepala Desa dan/atau lurah;
6. Tokoh masyarakat adat setempat dibuktikan dengan
pengakuan dari pemerintah daerah setempat atau
pihak terkait di bidang adat;
•••
•••