Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL AKUT (ACUTE RENAL FAILURE, ARF)

A. Pengertian
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu sindrom klinis
yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menurun secara cepat (biasanya dalam
beberapa hari) yang menyebabkan azotemia yang berkembang cepat. (Lorraine M.
Wilson)
Gagal ginjal akut adalah hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir
lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular.
(Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2)
B. Etiologi/Predisposisi
a. Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut : 1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi
berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam,
menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis Glomerulonefritis akut adalah peradangan
glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan
komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk
7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan
ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami
hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik
(Elizabeth, 2000).
c. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis
arteria renalis Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil. Nefrosklerosis Maligna
suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi (hipertensi maligna), dimana
arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan
segera terjadi gagal ginjal tenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau
kedua pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu
untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah
tinggi dan kerusakan ginjal.
d. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik
(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena
adanya perubahan sistem imun.
e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
f. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis,
retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi sistem
tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit abu-
abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan
dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan
kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam
dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis,
peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang..
D. Patofisiologi
Menurut Keperawatan Medikal Bedah vol 2 Gagal ginjal akut adalah
hilangnya fungsi ginjal secara mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan
sirkulasi renal atau disfungsi tubular dan glomerular. Ini dimanifestasikan dengan
anuria, oliguria, atau volume urin normal. Anuria (kurang dari 50 ml urin per hari)
dan normal haluaran urin tidak seperti oliguria. Oliguria (urin kurang dari 400 ml
per hari) adalah situasi klinis yang umum dijumpai pada gagal ginjal akut.
Disamping volume urin yang diekskresikan, pasien gagal ginjal akut
mengalami peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin serum dan
retensi produk sampah metabolik lain yang normalnya diekskresikan oleh ginjal.
Tiga kategori utama kandisi penyebab gagal ginjal akut adalah prarenal
(hipoperfusi ginjal), intrarenal (kerusakan aktual jaringan ginjal), pascarenal
(obstruksi aliran urin)
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan
turunnua laju filtrasi glomerulus. Kondisi klinis yang umum adalah status
penipisan volume (hemoragi atau kehilangan cairan melalui saluran
gastrointestinal), vasodilatasi (sepsis atau anafilaksis), dan gangguan fungsi
jangtung (infark miokardium, gagal jantung kongestif, atau syok kardiogenik)
Penyebab intrarenal gagal ginjal akut adalah akibat dari kerusakan struktur
glomerulus atau tubulus ginjal. Kondisi seperti rasa terbakar, cedera akibat
benturan, dan infeksi serta agens nefrotoksik dapat menyebabkan nekrosis tubulus
akut (ATN) dan berhentinya fungsi renal. Cedera akibat terbakar dan benturan
menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan
dari otot ketika terjadi cedera), sehingga terjadi toksik renal, iskemia atau
keduanya. Reaksi transfusi yang parah juga menyebabkan gagal intrarenal;
hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran
glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal menjadi faktor pencetus
terbentuknya hemoglobin. Faktor penyebab lain adalah pemakaian obat-obat
antiinflamasi nonsteroid (NSAID), terutama pada pasien lansia. Medikasi ini
mengganggu prostaglandin yang secara normal melindungi aliran darah renal,
menyebabkan iskemia ginjal.
Pascarenal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi
di bagian distal ginjal. Tekanan di tubulus ginjal meningkat; akhitnya laju filtrasi
glomerulus meningkat
Meskipun patogenesis pasti dari gagal ginjal akut dan oliguri belum diketahui,
namun terdapat masalah mendasar yang menjadi penyebab. Beberapa faktor
mungkin reversibel jika diidentifikasi dan ditangani dengan tepat sebelum fungsi
ginjal terganggu. Beberapa kondisi berikut menyebabkan pengurangan aliran darah
renal dan gangguan fungsi ginjal: hipovolemia, hipotensi, penurunan curah jantung
dan gagal jantung kongestif, obstruksi ginjal atau traktus urinarius bawah akibat
tumor, bekuan darah, atau batu ginjal dan obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal.
Kondisi ini ditangani dan diperbaiki sebelum ginjal rusak secara permanen,
peningkatan BUN, oliguria, dan tanda-tanda lain yang berhubungan dengan gagal
ginjal akut dapat dikurangi.
Terdapat empat tahapan klinik dari gagal ginjal akut; periode awal, periode
oliguria, periode diuresis, dan periode perbaikan. Periode awal dengan awitan awal
dan diakhiri dengan terjadinya oliguria. Periode oliguria, (volume urin kurang dari
400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan konsentrasi serum dari substansi yang
biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin, asam urat, dan kation
intraseluler – kalium dan magnesium). Jumlah urin minimal yang diperlukan untuk
membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Pada tahap in gejala
uremik untuk pertamakalinya muncul, dan kondisi yang mengancam jiwa seperti
hiperkalemia terjadi.
Pada banyak pasien hal ini dapat merupakan penurunan fungsi ginjal disertai
kenaikan retensi nitrogen, namun pasien masih mengekskresikan urin sebanyak 2
liter atau lebih setiap hari. Hal ini merupakan bentuk nonoligurik dari gagal ginjal
dan terjadi terutama setelah antibiotik nefrotoksik deberikan kepada pasien; dapat
juga terjadi pada kondisi terbakar, cedera traumatik, dan penggunaan anastesi
halogen.
Pada tahap ke tiga, periode diuresis, pasien menunjukan peningkatan jumlah
urin secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Nilai
laboratorium berhenti meningkat dan akhirnya menurun, meskipun haluaran urin
mencapai kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal.
Tanda uremik mungkin masih ada, sehingga penatalaksanaan medis dan
keperawatan masih diperlukan. Pasien harus dipantau dengan ketat akan adanya
dehidrasi selama tahap ini; jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
Periode penyembuhan merupakan tanda perbaikan fungsi ginjal dan
berlangsung selama 3 sampai 12 bulan. Nilai laboratorium akan kembali normal.
Meskipun terdapat reduksi laju filtrasi glomerulus permanen sekitar 1% sampai
3%, tetapi hal ini secara klinis tidak signifikan
E. Pathwey
F. Penatalaksanaan Kegawatan
Penatalaksanaan utama kerusakan fungsi ginjal diarahkan pada
penatalaksanaan khusus dan adekuat dari keadaan hipoperfusi. Ketiga penyebab
yang paling pada penurunan fungsi ginjal adalah penurunan curah jantung,
perubahan tahanan vaskuler perifer, dan hipovolemia. Faktor-faktor seperti
disritmia jantung, infark miokard akut, dan temponande prikardial akut,semuanya
ini menurunkan curah jantung, mungkin berhubungan dengan penurunan aliran
darah ginjal. Oleh karenanya reversibilitas (kemampuan untuk kembali ke keadaan
normal) dari gagal ginjal tergantung pada kemampuan untuk meningkatkan fungsi
jantung.
Pada kondisi ini, curah jantung biasanya terganggu secara akut dan sangat
payah. Bila curah jantung terganggu sampai batas yang lebih kecil selama periode
waktu yang lama, bagaimana pun, terjadi gambaran gagal jantung kongestif.
Sekali lagi, disini terjadi penurunan perfusi ginjal meskipun sampai batas yang
terkecil. Gambaran utama dari keadaan ini, dari aspek ginjal, makin menyerap
natrium, yang mengakibatkan peningkatan volume cairan ekstraselular, kenaikan
tekanan vena sentral, dan edema.
Beberapa mekanisme bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
tubular terhadap natrium. Pertama, terjadi penurunan lebih besar dalam aliran
darah ginjal daripada dalam filtrasi glomerulus, membawa ke mekanisme yang
telah dibicarakan sebelumnya. Kedua, telah diduga bahwa aliran darah ke kortek
superficial menurun, sementtara aliran darah kearea kortikal dalam meningkat.
Selain itu, diperkirakan bahwa nefron pada region kortikal dalam menyerap
natrium terfiltrasi dalam presentase yang lebih besar daripada nefron di korteks
luar ginjal.
Factor-faktor lain termasuk peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal dan
proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi
natrium tubulus proksimal sebagian besar tergantung pada peningkatan tekanan
onkotik posglomerular; namun aldosteron paling bertanggung terhadap
peningkatan reabsorpsi natrium tubulus distal. Dapat dilihat bahwa berbagai
mekanisme yang bertanggung jawab terhadap peningkatan reabsorpsi natrium
tubular pada gagal jantung kongesti.
Terapi diarahkan terutama pada meningkatkan ekskresi natrium urine. Kadang-
kadang, keadaan ini dapat diselesaikan dengan memperbaiki curah jantung , yang
selanjutnya meningkatkan perfusi ginjal. Namun hal ini tidak selalu
memungkinkan. Diuretic sering digunakan untuk meningkatkan ekskresi natrium.
Agen ini secara langsung menghambat reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal.
Potensi diuretic ditentukan terutama oleh tempatdi tubulus ginjal dimana
reabsorpsi natrium di hambat.
Kedua diuretic yang paling poten yang sekarang ada adalah furosemmid
(Lasix; Hoechst-Roussel Pharmaceuticals, Somerville, NJ) dan asam etakrinik
(Edcrin; Merck Sharp & Dohme, West Point, PA). Agen ini menghambat
reabsorpsi natrium pada parsasenden ansa Henle dan pada tubulus distal. Masih
belum jelas apakah agen ini juga mempunyai efek pada tubulus proksimal.
Diuretic tiazid mempunyai kerja utama pada tubulus distal dan oleh karenanya
agen ini agak kurang poten daripada agen diatas.
Diuretic lain yang umum lain adalah spironokolakton (Aldactone; Searle
Laboratories, Chicago, IL), yang meningkatkan natrium urine dengan menghambat
efek aldosteron di tubulus ginjal. Spironolakton harus di gunakan dengan hari-hari
pada pasien dengan penurunan curah jantung dan perfusi ginjal yang lemah karena
diuretic ini menurunkan ekskresi kalium dan dapat menyebabkan hiperkalemia
yang mengancam hidup pada pasien seperti ini. Keadaan yang sama juga terjadi
untuk triamteren, diuretic hemat kalium.
Penatalaksanaan Nekrosis Tubular akut
Karena NTA Terus menerus berhubungan dengan tingginya mortalitas sasaran
yang penting adalah pencegahan komplikasi ini. Nekrosis Tubular Akut dapat
dicegah pada pasien yang mengalami cedera traumatik mayor dengan penggantian
kehilangan darah dan perbaikan gangguan cairan dan elektrolit. Sama halnya,
pasien yang menerima agen yang kemungkinan nefrotoksik harus menjalani
serangkaian pemeriksaan untuk mengevaluasi fungsi ginjal selama pemberian agen
tersebut. Hal ini ditangani lebih mudah dengan mengukur kadar kreatinin dengan
jadwal dua hari sekali. Bila kreatinin serum mulai meningkat, obat harus
dihentikan.pada kebanyakan pasien, pada penyimpanan fungsi dapat distabilkan
dan pasien sembuh tanpa mengalami kerusakan fungsi ginjal berat.
Masih ada perdebatan yang tajam berkenaan tentang efektifitas manitol dan
furosemid dalam mencegah GGA. Pada kenyataannya, berapa bukti telah
dikumpulkan yang menunjukkan bahwa furosemid secara nyata dapat
meningkatkan toksisitas agen-agen nefrotoksik tertentu. Namun kebanyakan
peneliti setuju bahwa percobaan furosemid harus diberikan intravena sampai 500
mg. Seringkali hal ini dapat memperbaiki oliguria menjadi GGA nonoliguria, yang
secara klinis lebih mudah ditangani
1. Penggantian volume
Setelah terjadi NTA, pertimbangan utama adalah pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Selama masa oliguria, volume urine
biasanya kurang dari 300 ml perhari. Kehilangan yang tidak terlihat rata-rata
800-1000 ml perhari dan sebenarnya bebas elektrolit. Secara umum,
pengantian cairan harus mendekati 500 ml perhari. Selain air akan dari air
yang terdapat dalam makanan di tambah air oksidari dari metabolisme. Karena
pengguanaan protein dan lemak tubuh, pasien idealnya harus kehilangan 2,2 lb
(1kg) perhari untuk mempertahankan keseimbangan air. Bahaya kelebihan air
dengan akibat gagal jantung kongesti dan edema paru terdapat sepanjang
periode oliguria.sebaliknya, selama NTA fase diuretik, pemborosan natrium
lebih jauh dapat terjadi berkaitan dengan peningkatan volume urine. Itulah
sebabnya perlu untuk mempertahankan pencatatan asupan dan haluaran secara
akurat dan penimbangan berat badan tiap hari pada kedua fase. Hal ini teruama
penting bila ada kesempatan lain untuk kehilangan cairan dan elektrolit seperti
muntah, diare, penghisapan nasogastrik, dan drainase oleh dari fistula. Secara
umum, kehilangan terjadi sebagai akibat dari masalah-masalah ini harus di
ganti penuh.
2. Terapi Nutrisi
Selain penggantian cairan dan elektrolit ,masukan di arahkan pada
pensuplaian pasien dengan kalori dalam bentuk karbohidrat dan lemak untuk
menurunkan pemecahan protein tubuh. Karena 1 gr urea dibentuk setiap 6 gr
protein yang di metabolisme, asupan protein biasanya dibatasi untuk mencegah
peningkatan BUN yang terlalu cepat. Dengan pengembangan tim nutrisi telah
terjadi kecendrungan untuk memberikan lebih banyak kalori dan protein dalam
bentuk parenteral atau hiperalimensasi enteral dalam upaya untuk
meningkatkan kondisi umum pasien dan untuk mempercepat pemulihan fungsi
ginjal. Diit mengandung 2000 sampai 3000 kalori/hari dengan 40 sampai 60 gr
protein atau asam amino esensial telah digunakan dengan frekuensi yang
meningkat. Diet ini mengandung lebih dari 500 ml cairan yang di anjurkan
sebelumnya.
3. Kontrol asidosis
Asidosis metabolik dengan keparahan sedang biasanya terjadi pada pasien
dengan gagal ginjal .hal ini merupakan akibat dari ketidakmampuan ginjal
untuk mengekskresikan ikatan asam (H2PO4) yang dihasilkan dari proses
metabolik normal. Asidosis biasanya dapat dikontrol dengan mudah dengan
memberi pasien natrium
bikarbonat 30 sampai 60 mEq setiap hari tetapi tidak memerlukan pengobatan
-
kecuali HCO3 turun dibawah 12 sampai 15 mEq/L.
4. Kontrol Hiperkalemia
Hiperkalemia umumnya terjadi pada pasien dengan NTA .ini merupakan
konsekuensi baik karena penurunan kemampuan ginjal mengekresi kalium dan
pelepasan kalium intraseluler karena asidosis dan kerusakan jaringan. Asidosis
mengakibatkan perpindahan ion hidrogen ke dalam sel, sehingga mengantikan
kalium ke dalam cairan intraselular. Keadaan ini mempertahankan netralitas
elektron tetapimeningkatkan keadaan hiperkalemia. Selain mekanisme untuk
menyebabkan hiperkalemia, sering di abaikan pada pasien sakit akut , adalah
pembatasan kalori
,terutama pembatasan glukosa . perpindahan glukosa dan asam amino ke dalam
sel sel disertai dengan kalium .pada sakit akut, pasien katabolik, bila asupan
diit di batasi atau terapi cairan intravena dihentikan , kegagalan perpindahan
kalium intraselular dapat menunjang hiperkalemia. Karena proses ini
membutuhkan insuline, maka defisiensi insuline mempunyai konsekuensi
sama, dan penderita diabetik dapat lebih rentan untuk mengalami gangguan
akut kesemimbangan kalium bila terjadi gagal ginjal. Hiperkalemia selalu
dapat dicegah dengan menghindari suplemen kalium, pemberian teraapi kronik
untuk asidosis , dan penggunaan natrium polistiren sulfonat resin bila kalium
serum agak sedikit meningkat
G. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil uji darah yang mengindikasikan gagal ginjal akut intrinsik meliputi
kenaikan kadar nitrogen urea, kreatinin, dan kalium; kadar bikarbonat dan
hemoglobin (Hb) rendah; dan pH hematrokit (HTC) rendah.
b. Spesimen urin menunjukan warna tambahan, debris seluler, gravitasi spesifik
menurun, dan dalam penyakit glomerular menunjukan proteinuria dan
osmolitas urin yang mendekati osmolalitas serum kadar kalium urin kurang
dari 20 mEq/L jika oliguria disebabkan oleh berkurangnya perfusi dan lebih
dari 40 mEq/L jika disebabkan oleh masalah intrinsik.
c. Studi lainya meliputi ultrasonografi renal, radiografi ginjal-ureter-kandung
kemih, urografi ekskretori, scan renal, pielografi retrograd, computed
temography, dan nefrotomografi
d. Pencitraan radionuklida: dapat menunjukan kaliketaksis, hidronefrosis,
penyempitan, dan lambatnya pengisisan dan pengosongan sebagai akibat dari
GGA
e. Pielogram retrogard: menunjukan abnormalitas perlvis ginjal dan ureter
f. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskularitas dan massa
g. Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke
dalam ureter, retensi
h. CT scan: gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan
mendeteksi adanya/luasnya penyakit
i. MRI: memberi informasi tentang jaringan lunak
H. Pengkajian yang difokuskan pada kasus
1. Keluhan utama
Terjadi penurunan produksi miksi. Keluhan lain seperti nyeri, demam,
reaksi syok, atau gejala dari penyakit yang ada sebelumnya (prerenal)
2. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit
terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa
lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakan penurunan jumlah
urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti
pasca-perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas,
cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat
minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan
transfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi presisposisi penyebab pasca-renal. Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
4. ADL :
a. Nutrisi: didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
b. Eliminasi: perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi,
poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria(fase akhir),
disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi),
perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria (biasanya 12-21 hari); poliuria (2-6 L/hari), abdomen kembung,
diare atau konstipasi
c. Aktifitas/istirahat: keletihan, kelemahan, malaise, kelemahan tonus otot,
kehilalngan tonus
5. Pemeriksaan fisik
a. B1 (breathing): pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan
pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons terhadap azotemia dan
sindrom akut uremia. Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik)
sering didapatkna pada fase ini. (napas pendek, takipnea, dispnea,
peningkatan freekuensi, kedalaman (pernapasan kusmaul); napas amonia,
batuk produktif dengan sputum kental merah muda (edema paru)).
b. B2 (blood): sering terdapat anemia yg merupakan kondisi yang tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah marah dan kehilangan
darah, biasanya dari saluran GI. Adanya penurunan curah jantung sekunder
dari gangguan fungsi jantung akan memperberat kondisi GGA. Pada
pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan.
(hipotensi/hipertensi (termasuk hipertensi malignam, eklampsia/hipertensi
akibat kehamilan, distritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensi ortostatik
(hipovolemia), nadi kuat (hipervolemia), edema jaringan umum (termasuk
area periorbital, mata kaki, sakrum), pucat, kecendrungan perdarahan,
peningkatan berat badan (edema), perubahan turgor kulit/kelembaban)
c. B3 (brain): gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa).
Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit
kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan
terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
B4 (bladder): perubahan pola kemih pada periode oliguri akan terjadi
penurunan frekuensi dan penurunan urine output ( 400 ml/hari, sedangkan
pada periode deuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.
Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap. (perubahan pola berkemih biasanya: peningkatan frekuensi,
poliuria (kegagalan dini), atau penurunan frekuensi/oliguria(fase akhir),
disuria, ragu-ragu, dorongan, dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi),
perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria (biasanya 12-21 hari); poliuria (2-6 L/hari)
d. B5 (bowel): didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
e. B6 (Bone): didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder
dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi, kekeringan kulit,
pruritus, pucat, purpura; beku uremik (jarang terjadi).
6. Pemeriksaan penunjang
a. Hasil uji darah yang mengindikasikan gagal ginjal akut intrinsik meliputi
kenaikan kadar nitrogen urea, kreatinin, dan kalium; kadar bikarbonat dan
hemoglobin (Hb) rendah; dan pH hematrokit (HTC) rendah.
b. Spesimen urin menunjukan warna tambahan, debris seluler, gravitasi
spesifik menurun, dan dalam penyakit glomerular menunjukan proteinuria
dan osmolitas urin yang mendekati osmolalitas serum kadar kalium urin
kurang dari 20 mEq/L jika oliguria disebabkan oleh berkurangnya perfusi
dan lebih dari 40 mEq/L jika disebabkan oleh masalah intrinsik.
c. Studi lainya meliputi ultrasonografi renal, radiografi ginjal-ureter-kandung
kemih, urografi ekskretori, scan renal, pielografi retrograd, computed
temography, dan nefrotomografi
d. Pencitraan radionuklida: dapat menunjukan kaliketaksis, hidronefrosis,
penyempitan, dan lambatnya pengisisan dan pengosongan sebagai akibat
dari GGA
e. Pielogram retrogard: menunjukan abnormalitas perlvis ginjal dan ureter
f. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskularitas dan massa
g. Sistouretrogram berkemih: menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
ke dalam ureter, retensi
h. CT scan: gambaran bagian menyilang dari ginjal dan saluran perkemihan
mendeteksi adanya/luasnya penyakit
i. MRI: memberi informasi tentang jaringan lunak

NO DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan tubuh nutrisi kurang teratasi dengan  Kolaborasi dengan ahli
berhubungan indikator: gizi untuk menentukan
dengan  Albumin serum
Ketidakmampuan jumlah kalori dan nutrisi
 Pre albumin serum
untuk yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau  Hematokrit
 Yakinkan diet yang
mencerna nutrisi  Hemoglobin
dimakan mengandung
 Total iron binding
capacityJumlah limfosit tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
 Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
 Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakan selama
jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan
 Kelola pemberan anti emetik
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila

lidah dan cavitas oval


2 Kelebihan volume
Setelah dilakukan tindakan  Pertahankan catatan
Cairan
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam intake dan output yang
dengan diuresis kelebihan volume cairan teratasi akurat
ginjal
dengan kriteria:  Pasang urin kateter
 Terbebas dari edema, efusi, jika diperlukan
anaskara  Monitor hasil lab yang
 Bunyi nafas bersih, tidak ada sesuai dengan retensi
dyspneu/ortopneu cairan (BUN , Hmt ,
 Terbebas dari distensi vena osmolalitas urin )
jugularis,  Monitor vital sign
 Memelihara tekanan vena  Monitor indikasi retensi /
sentral, tekanan kapiler paru, kelebihan cairan (cracles,
output jantung dan vital sign CVP , edema, distensi
DBN vena leher, asites)
 Terbebas dari kelelahan,  Kaji lokasi dan luas edema
kecemasan atau bingung  Monitor masukan makanan
/ cairan
 Monitor status nutrisi
 Berikan diuretik
sesuai interuksi
 Kolaborasi pemberian obat
 Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan
gejala dari odema
3 Gangguan
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
pertukaran gas
berhubungan keperawatan selama 1x30 menit memaksimalkan
dengan edema gangguan pertukaran gas pasien ventilasi
paru
teratasi dengan kriteria hasi:  Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada
 Mendemonstrasikan
jika perlu
peningkatan ventilasi dan
 Auskultasi suara nafas,
oksigenasi yang adekuat
catat adanya suara
 Memelihara kebersihan paru
tambahan
dan bebas dari tanda-tanda
 Berikan bronkodilator ;
distress pernafasan
 Barikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan batuk
 Atur intake untuk
efektif dan suara nafas yang
cairan
bersih, tidak ada sianosis dan
mengoptimalkan
dyspneu (mampu
keseimbangan.
mengeluarkan sputum,
 Monitor respirasi dan
mampu bernafas
status O2
denganmudah, tidak ada
 Catat pergerakan
pursed lips)
dada,amati kesimetrisan,
 Tanda tanda vital dalam
penggunaan otot
rentang normal
tambahan, retraksi otot
 AGD dalam batas normal supraclavicular dan
Status neurologis dalam batas
intercostal
normal
 Monitor suara nafas,
seperti dengkur
 Monitor pola nafas :
bradipena, takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
 Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan status
mental
 Observasi sianosis
khususnya membran
mukosa
 Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
persiapan tindakan dan
tujuan
penggunaan alat tambahan
(O2, Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi
jantung, jumlah, irama
dan denyut
 jantung
4 Penurunan curah  Evaluasi adanya nyeri dada
Setelah dilakukan asuhan selama
jantung  Catat adanya
berhubungan 3x24 jam penurunan kardiak
dengan perubahan disritmia jantung
output klien teratasi dengan
konduksi  Catat adanya tanda dan
kontraktilitas kriteria hasil:
gejala penurunan
jantung  Tanda Vital dalam rentang
cardiac putput
normal (Tekanan darah,
 Monitor status
nadi, respirasi)
pernafasan yang
 Dapat mentoleransi aktivitas, menandakan gagal
tidak ada kelelahan jantung
 Tidak ada edema paru,  Monitor balance cairan
perifer, dan tidak ada asites  Monitor respon pasien
 Tidak ada penurunan terhadap efek
kesadaran pengobatan antiaritmia
 AGD dalam batas normal  Atur periode latihan dan
 Tidak ada distensi vena istirahat untuk
 Leher Warna kulit normal menghindari kelelahan
 Monitor toleransi
aktivitas pasien
 Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya
cushing triad kanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien
tujuan dari pemberian
oksigen
 Sediakan informasi
untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
 kontraktilitas jantung
5 Perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan selama
 Monitor TTV
cerebral tidak 3x24 jam ketidakefektifan perfusi
Monitor AGD,
efektif jaringan cerebral teratasi dengan
berhubungan kriteria hasil: ukuran pupil,
dengan penurunan  Tekanan systole dan diastole ketajaman,
PH jaringan
dalam rentang yang kesimetrisan dan
serebral
diharapkan reaksi Monitor
 Tidak ada adanya diplopia,
ortostatikhipertensi pandangan kabur,
 Komunikasi jelas nyeri kepala
 Menunjukkan konsentrasi  Monitor level
dan orientasi kebingungan dan
 Pupil seimbang dan reaktif orientasi
 Bebas dari aktivitas kejang  Monitor tonus
Tidak mengalami nyeri otot pergerakan
kepala  Monitor tekanan
intrkranial dan respon
nerologis
 Catat perubahan pasien
dalam merespon
stimulus
 Monitor status cairan
 Pertahankan
parameter
hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
 tergantung pada konsisi
pasien
6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari keperawatan selama 3x24 jam
kebutuhan tubuh nutrisi kurang teratasi dengan  Kolaborasi dengan ahli
berhubungan indikator: gizi untuk menentukan
dengan  Albumin serum
Ketidakmampuan jumlah kalori dan nutrisi
 Pre albumin serum
untuk yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau  Hematokrit
 Yakinkan diet yang
mencerna nutrisi  Hemoglobin
dimakan mengandung
 Total iron binding capacity
Jumlah limfosit tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Ajarkan pasien
bagaimana membuat
catatan makanan harian.
 Monitor adanya
penurunan BB dan gula
darah
 Monitor lingkungan
selama makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakan selama
jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan,
rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat,
kemerahan, dan
kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Kolaborasi dengan dokter
tentang kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga
intake cairan yang adekuat
dapat dipertahankan
 Kelola pemberan anti emetik
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papila
 lidah dan cavitas oval

Anda mungkin juga menyukai