Anda di halaman 1dari 9

E.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan rata-
rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.
b. BUN level
c. Kreatinin level
d. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah
penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak
ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi),
dan tidak ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.
F. PENATALAKSANAAN
1) Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan.
2) Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
 Penisilin G prokain dan semisintetiknya
a) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota
besr perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak
dipakai lagi karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan
semakin sering terjadi syok anafilaktik.
b) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
c) Amoksisilin
Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah
makan. Juga cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga
konsentrasi dalam plasma lebih tinggi.
d) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam
4 dosis.
 Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak
yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16
mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4
dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin
resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi
dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh
adanya makanan dalam lambung.
 Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi
rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3-4 dosis.
 Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk
kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m
sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
3) Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis.
Obat topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak
tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin,
dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin,
yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan.
Teramisin dan kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena
harganya murah. Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas
kalikus 1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x.
yang terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi
karena yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan
mengiritasi kulit.
Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis) serta
memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse,
pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam
beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.
G. DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnose Tujuan Intervensi Keperawatan


. Keperawatan
1. Ansietas b.d Setelah dilakukan tindakan Reduksi Ansietas:
krisis situasional asuhan keperawatan selama Observasi:
1x24 jam diharapkan ansietas 1. Identifikasi saat tingkat
pasien menurun dengan KH: ansietas berubah (Mis.
1. Verbalisasi Kondisi, waktu, stresor)
kebingungan menurun 2. Identifikasi kemampuan
2. Verbalisasi khawatir mengambil keputusan
akibat kondisi yang 3. Monitor tanda-tanda
dihadapi menurun ansietas (verbal dan
3. Perilaku gelisah nonverbal)
menurun Terapeutik
4. Perilaku tegang 1. Ciptakan suasana
menurun terapeutik untuk
5. Keluhan pusing menumbuhkan
menurun kepercayaan.
6. Tekanan darah dan 2. Pahami situasi yang
nadi normal membuat ansietas
3. Dengarkan dengan penuh
perhatian
4. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
menyakinkan
5. Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang
Edukasi
1. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang
mungkin dialami
2. Informasikan secara
factual mengenai
diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
3. Anjurkan keluarga untuk
tetap bersama pasien, jika
perlu
4. Anjurkan melakukan
kegiatan yang tidak
kompetitif, sesuai
kebutuhan
5. Anjurkan
mengungkapkan perasaan
dan persepsi
6. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
7. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan
diri yang tepat h. Latih
Teknik relaksasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antiansietas, jika perlu

Terapi Relaksasi

Observasi:
1. Identifikasi penurunan tingkat
energy, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain mengganggu kemampuan
kognitif
2. Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif
digunakan
3. Identifikasi kesediaan,
kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
4. Periksa ketegangan otot,
frekkuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
5. Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik:
1. Ciptakan lingkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
2. Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
3. Gunakan pakaian longgar
4. Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
5. Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
(mis, music, meditasi,
napas dalam, relaksasi
otot progresif)
2. Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang
dipilih
3. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
4. Anjurkan sering
mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih
5. Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis,
napas dalam, peregangan,
atau imajinasi terbimbing)
2 Nyeri akut b.d Setelah melakukan tindakan Manajemen Nyeri
agen pencedera keperawatan selama 4x20 Observasi:
fisiologis menit, tingkatan nyeri 1. Identifikasi karakter, lokasi,
menurun dengan durasi, frekuensi, kualitas,
kriteria hasil : intensitas nyeri
a. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun 3. Identifikasi faktor yang
b. Meringis memperberat dan
menurun memeperingan nyeri
c. Sikap protektif 4. Monitor efek samping
menurun penggunaan analgetik
d. Gelisah menurun Teraupetik
e. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik non
menurun farmakologis teknik nafas
dalam
f. Frekuensi nadi
2. Kontrol lingkungan yang
membaik
memerberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
1. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Jelaskan periode,
penyebab dan pemicu
nyeri .
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik
3. Hipertermi b.d Setelah dilakukan asuhan Manajemen hipertermia
proses penyakit keperawatan selama 3 x 24 Observasi
jam diharapkan termoregulasi 1. Identifkasi penyebab
membaik, dengan kriteria hasil hipertermi (mis.
1. Menggigil menurun. Dehidrasi terpapar
2. Kulit merah menurun. lingkungan panas
3. Pucat menurun. penggunaan incubator)
4. Suhu tubuh membaik. 2. Monitor suhu tubuh
5. Suhu kulit membaik. 3. Monitor kadar elektrolit
6. Tekanan darah membaik. 4. Monitor haluaran urine
Terapeutik
1. Sediakan
lingkungan yang dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan
oral
5. Ganti linen setiap
hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
(keringat berlebih)
6. Lakukan
pendinginan eksternal
(mis. Selimut hipotermia
atau kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
7. Hindari
pemberian antipiretik atau
aspirin
8. Batasi
oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu

Regulasi Temperatur

Observasi
1. Monitor suhu tubuh tiap 2
jam, jika perlu
2. Monitor tekanan darah,
frekuensi pernapasan dan
nadi
3. Monitor warna dan suhu
kulit
4. Monitor dan catat  tanda
dan gejala hipertermia
Terapeutik
1. Pasang alat pemantau
suhu kontinu, jika perlu
2. Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
3. Gunakan kasur
pendingin, water
circulating blanket, ice
pack atau jellpad dan
intravascular cooling
catherization untuk
menurunkan suhu
4. Sesuaikan suhu
lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
1. Jelaskan cara
pencegahan hipertermi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit


integritas kulit keperawatan selama 3x24
atau jaringan b.d jam,integritas kulit Observasi
perubahan membaik, dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab
sirkulasi hasil: gangguan integritas kulit
1. Kerusakan (mis. Perubahan sirkulasi,
jaringan menurun perubahan status nutrisi,
2. Kerusakan lapisan kulit peneurunan kelembaban,
menurunn suhu lingkungan ekstrem,
3. Suhu kulit membaik penurunan mobilitas)
4. Sensasi membaik Terapeutik
1. Ubah posisi setiap
5. Tekstur membaik
2 jam jika tirah baring
2. Bersihkan
perineal dengan air hangat,
terutama selama periode
diare
3. Gunakan produk
berbahan petrolium  atau
minyak pada kulit kering
4. Gunakan produk
berbahan ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin)
2. Anjurkan minum air yang
cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkat
asupan buah dan sayur

Perawatan luka
Observasi
1. Monitor karakteristik luka
( warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda- tanda
infeksi
Teapeutik
1. Lepaskan plester dan
balutan secara perlahan
2. Bersihkan dengan cairan
NaCl
3. Pasang balutan sesuai
jenis luka
4. Pertahankan teknik steril
saat melakukan
perawatan luka
5. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam atau
kurang
Edukasi
1. Jelaskan tanda
gejala infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi
makanan tinggi
kalori dan protein
Kolaborasi
1. kolaborasi
pemberian
antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Chlebicki MP, Oh CC. Recurrent cellulitis: risk factors, etiology, pathogenesis and
treatment. Curr Infect Dis Rep. 2014;16(9):422-30
Dppppni. 2018. Sdki. Jakarta : dppppni
Dppppni. 2018. Siki. Jakarta : dppppni
Dppppni. 2018. Slki. Jakarta : dppppni
Lipworth AD, Saavedra AP, Weinberg AN and Johnson RA. Non-Necrotizing
Infection of the Dermis and Subcutaneous Fat: Cellulitis and Erysipelas.
Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. USA: McGraw-Hill.
2012. p.2160-9
Pulia MS, Calderone MR, Meister JR, Santistevan J, May L. Update on
management of skin and soft tissue infections in the emergency
department. Curr Infect Dis Rep. 2014;16(9):418.
Isselbacher, Kurt Harrison.(2009): Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam:
(Harrison's Principles of Internal Medicine); Volume 1 .penerbit buku
kedokteran Jakarta
Mansjoer, A (2000). Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

Anda mungkin juga menyukai