Anda di halaman 1dari 9

Analisis Kasus

Pasien An. N. Usia 4 tahun datang ke IGD RS Abdul Azis, dengan keluhan
utama Kejang seluruh tubuh selama 1 jam. Keluhan kejang disertai demam.
Pada kasus ini dapat dicurigai pasien mengalami kejang demam. Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh seperti
suhu rektal di atas 38 °C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Kejang
demam kompleks adalah kejang fokal atau parsial, berlangsung lebih dari 15
menit dan berulang dalam 24 jam. menurut penjelasan pasien kejang terjadi di
seluruh tubuh, akan tetapi kejadian kejang demam kompleks terjadi secara fokal /
parsial / sebagian tubuh disertai durasi lebih dari 15 menit dan berulang dalam
kurun waktu 24 jam. Diagnosis kejang demam kompleks dapat difikirkan
mengingat durasi dan kejang berulang didapat.

Selain itu pasien mulai mengalami demam tinggi disertai batuk bedahak
yang sulit dikeluarkan berwarna keputihan dan sesak nafas. Dahak dahak
yang dikeluarkan adalah hasil dari adanya peradangan pada dinding mukosa
saluran pernafasan, biasanya dapat disebabkan adanya masalah pada saluran
pernafasan, seperti Pilek, pneumonia, dan juga Sinusitis atau radang pada Sinus.

12 hari yang lalu wajah, badan dan kaki pasien bengkak disertai dengan
BAK yang berwarna merah gelap seperti cucian daging. Perubahan warna urin
menjadi air cucian daging disebakan karena meningkatnya kebocoran kapiler
gromelurus sehingga protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine
yang sedang dibentuk oleh ginjal. Biasanya pada gangguan fungsi ginjal disertai
gangguan pengeluaran urin menjadi lebih sedikit, keluhan tersebut merupakan
gambaran klinis dari sindrom nefrtitik sehinggan gangguan fungsi ginjal berupa
sindrom nefritik.
Saat sesak pasien berbunyi “ngik-ngik”, namun pasien masih dapat makan
dan minum. Keluhan sesak muncul terutama setelah batuk. Tidak ada
keluhan BAB. Diagnosa banding pada anak ini dengan keluhan sesak napas ini
diantaranya adalah bronkopneumonia, bronkiolitis, asma dan bronkhitis.
Diagnosa asma pada pasien ini dapat dimungkinkan berdasarkan anamnesis
terdapat riwayat keluarga dengan asma, juga sesak napas dan batuk yang tidak
semakin memberat terutama pada malam dan subuh hari. Napas cepat merupakan
gejala utama pada lower respiratory tract infection terutama pada bronkiolitis dan
pneumonia. Retraksi dinding dada sering terjadi pada penderita bronkiolitis.
Gejala batuk dan kesulitan bernapas pada anak yang disertai dengan wheezing
selain pada asma juga dapat ditemukan pada beberapa kondisi seperti bronkiolitis,
pneumonia dan juga kadang dapat ditemukan pada bronkitis.

Pemeriksaan fisik didapatkan napas 48x/menit dan nadi 124x/menit yang


mengindikasikan Takikardi, Takipnea dan didapatkan retraksi subkostal (+), dan
retraksi interkostal (+)

Berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam,
dan frekuensi napas, klasifikasi pneumonia yaitu:

Tabel 3. Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Tanda Bahaya 1,4

Kelompok usia Klasifikasi Tanda penyerita selain batuk dan atau sulit
bernapas

2 bulan - < 5 Pneumonia berat Tarikan dinding dada bagian bawah ke


tahun dalam (chest indrawing)
Pneumonia Napas cepat sesuai golongan umur:

2 bulan - < 1 tahun: ≥ 50 kali/menit.

1 - <5 tahun : ≥ 40 kali/menit

Bukan Pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam
< 2 bulan Pneumonia berat Napas cepat ≥ 60 kali/menit atau tarikan
kuat dinding dada bagian bawah ke dalam

Bukan pneumonia Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan
kuat dinding dada bagian bawah ke dalam
Klasifikasi yang terpenting dalam pneumonia adalah klasifikasi berdasarkan
etiologi mikroorganisme penyebabnya sebab secara langsung akan menentukan
obat yang akan diberikan. Gejala dan tanda pneumonia kadang tidak spesifik dan
bisa beragam tergantung pada usia pasien.4

1) Bayi baru lahir


Bayi baru lahir dengan pneumonia jarang batuk, mereka lebih sering
memanifestasikan takipnea, retraksi, merintih, dan bahkan hipoksemia.

2) Infant
Klinis yang sering yaitu takipnea, retraksi, dan hipoksemia. Selain itu bisa
diikuti batuk persisten, demam, gelisah, dan tidak mau minum atau
menyusui.

3) Anak-anak
Klinis yang sering yaitu demam, batuk, nyeri dada, dehidrasi, dan letargi.

Tanda dan gejala ekstraparu meliputi nyeri perut, pernapasan cuping


hidung, dan retraksi dinding dada bagian bawah.

Pada auskultasi paru dapat menemukan ronkhi, wheezing, penurunan suara


dasar paru; pada perkusi terdapat redup; dan pada palpasi didapatkan
penurunan taktil dan vokal fremitus.

Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus


sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens)
mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan
pada auskultasi terdengar mengeras

Pemeriksaan laboratorium didapatkan Anemia hipokrom mikrositer susp.


Anemia defisiensi besi, leukositosis, trombositosis, LED meningkat.
Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus
biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan
oleh bakteri didapatkan leukositosis (15.000–40.000/mm3).Dengan dominan
PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada
infeksi Chlamydia
kadang–kadang ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN
pada cairan eksudat berkisar 300-100.000

Pemeriksaan laboratorium dapat diperoleh hasil sebagai berikut:

Ø      Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3


dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.

Ø      Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

Ø      Peningkatan LED.

Ø      Kultur dahak dapat positif pada 20-50 % penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).

Ø      Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

Gambaran foto thorax menunjukkan Temuan ditemukan infiltrat di daerah


parahilus. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri
dengan virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan 3 macam, yaitu
sebagai berikut:

1. Konsolidasi lobar atau segmental, disertai dengan air bronchogram. Biasanya


infeksi akibat pneumococcus atau bakeri lain.
2. Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mycoplasma. Gambaran
berupa corakan bronkovaskular yang bertambah dan overaeration. Bila berat
dapat menhjadi patchy consolidation karena atelektasis.
Gambaran bilateral difus, gambaran ini biasa ditemukan pada infeksi S. aureus
dan bakteri lain, gambaran bilateral yang difus, corakan peribronkhial bertambah,
tampak infiltrat halus sampai ke perifer.

Hasil laboratorium urine didapatkan terjadi hematuria dan proteinuria dan


leukosituria. Pemeriksaan urinalisis sangat penting untuk menegakkan diagnosis
GN. Ditemukan hematuria dan silinder eritrosit membuat kecurigaan ke arah GN
semakin besar. Morfologi eritrosit dalam urin dapat menggambarkan darimana
eritrosit berasal. Eritrosit urin dismorfik lebih dari 60% menunjukkan eritrosit
berasal dari glomerulus.

Usulan pemeriksaan yang dianjurkan pada kasus ini meliputi, kadar c3


komplemen, ASTO, pemeriksaan urinalisis darah serta fungsi ginjal dan
profil besi. Pada kondisi glomerulonefritis akut kadar C3 Komplemen akan
menurun dan kadar ASO akan meningkat (C3↓, ASO↑, dll), setelah dilakukan
pemeriksaan tersebut maka diagnosis menjadi GNAPS. Hal ini penting
diperhatikan, oleh karena ada pasien yang didiagnosis sebagai GNAPS hanya
berdasarkan gejala nefritik, ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga
memperlihatkan gejala nefritik.

Usulan Pemeriksaan EEG diperlukan untuk mengetahui apakah adanya


penyebab kejang yang lain Pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam
kompleks atau anak yang mempunyai risiko untuk terjadinya
epilepsi.Pemeriksaan pungsi lumbal diindikasikan pada saat pertama sekali timbul
kejang demam untuk menyingkirkan adanya proses infeksi intra kranial,7
perdarahan subaraknoid atau gangguan demielinasidan dianjurkan pada anak usia
kurang dari 2 tahun yang menderita kejang demam.

Tatalaksana pada pasien ini yaitu tirah baring, terapi oksigen, antibiotik,
serta multivitamin. Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan
oksigen (1 – 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5%
dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus

Pada pasien diberikan terapi bronkopneumonia. Terapi antibiotik


 Ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kg/kali iv atau im tiap 6 jam) dan
kloramfenikol (25 mg/kg/kali im atau iv tiap 6 jam) atau
 Ampisilin/amoksisilin saja
Terapi Presumtif pada Anak 4

Umur Mikroba patogen Terapi presumtif


0-1 bulan Group B Streptococcus, Ampicillin-sulbactam,
Hemophilus cephalosporina,
influenzae, Escherchia coli, carbapenemb Ribavirin
Listeri,
CMV,RSV,adenovirus
1–3 Chlamidia, Macrolide-azalidec,
bulan Ureaplasma,CMV, trimtoprimsulfamethoxazole
Pneumocytis
Semisyntetic penicillind,
carinii RSV, Pneumococcus, cephalosporin
S.aureus

3 bulan – Pneumococcus, Hemophilus Amoxicillin,cephalosporine


6 tahun influenzae, RSV,
ampicillin-sulbactam,
adenovirus, Parainfluenza amoxicillin
clavulanate, Ribavirin
≥ 6 tahun Pneumococcus, Macrolide/azalidec,
Mycoplasma pneumoniae,
cephalosporine, amoxicillin-
adenoviru
clavulanat

Keterangan :

CMV = cytomegalovirus,

RSV =respiratory syncial virus

a
Generasi ketiga : ceftriaxone, cefatoxime,cefepim

b
Carbapenem : imipenemcilastatin, meropenem
c
Macrolide/azalide : erythromycin, clarithromycin-azithromycin

d
Semi-synthetic penicillin : nafcillin, oxacillin.

e
Generasi kedua cephalosporin : cefuroxime, cefprozil

I. Terapi oksigen
Berikan oksigen pada semua anak dengan pneumonia sangat berat

Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan terapi oksigen (berikan
pada anak dengan saturasi O2 < 90%, bila tersedia oksigen yang cukup).
Lakukan periode uji coba tanpa oksigen tiap harinya pada anak yang stabil.
Hentikan pemberikan oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%.

Gunakan nasal prong untuk menghantarkan oksigen pada bayi, masker wajah
atau masker kepala tidak direkomendasikan. Lanjutkan pemberian oksigen
sampai tanda-tanda hipoksia (seperti retraksi dinding dada bagian bawah yang
berat atau napas ≥ 70 kali/menit) tidak ditemukan lagi.

II. Terapi tambahan


1) Parasetamol
Diberikan bila anak disertai demam.

2) Bronkodilator kerja cepat


Diberikan apabila pada auskultasi paru terdengar wheezing

Penggunaan bronkodilator pada pneumonia sebaiknya tidak rutin


dilakukan. Infeksi bakteri pada saluran napas bawah jarang memicu
serangan asma, wheezing yang timbul pada pasien umumnya dikarenakan
inflamasi saluran napas ataupun sumbatan mukus yang tidak responsif
terhadap bronkodilator. Namun pada infeksi virus pada anak dapat
memicu asma sehingga terjadi bronkospasme yang responsif terhadap
bronkodilator.
Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan suction secara perlahan.

III. Terapi cairan dan nutrisi


1) Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai usia anak
2) Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral
3) Jika anak tidak mau minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan
rumatan dengan frekuensi sering dan dalam jumlah sedikit. Jika asupan
oral mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk
meningkatkan asupan sebab akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi.
Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang yang sama.
4) Bujuk anak untuk makan segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak dalam
mencernanya.
IV. Rawat Inap
Pada anak usia sekolah, umumnya tidak terlalu memerlukan rawat inap sebab
respon yang baik terhadap pengobatan antibiotik secara oral. Antibiotik
golongan makrolid berguna pada kelompok usia ini dikarenakan kebanyakan
penyebabnya adalah bakteri dan organisme atipikal.

Pada anak < 5 tahun; umumnya lebih banyak yang memerlukan rawat inap
berkaitan dengan status hidrasinya, derajat hipoksia, dan perlunya terapi cairan
yang lebih lanjut.

Anda mungkin juga menyukai