Anda di halaman 1dari 10

Jurnal “ ruang “ VOLUME 3 NOMOR 1 Maret 2011

ANALISIS PERKEMBANGAN FISIK KOTA PALU DENGAN CITRA LANDSAT

Rifai
Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur – Universitas Tadulako
a.ramadanta@gmail.com

Abstract
It is proved that the use of remote sensing imagery as urban analysis tool is reduces enormous time on
collecting data and improving the quality of spatial analysis. This study is to use the ability of remote
sensing on investigate the urban physic pattern in Palu during the year of 1972, 1990 and 2001. Using
maximum likelihood methods, these three image satellite of Palu is classified in to 4 different classes, and
develop information from this classified image on what type actually formed during the three year of
where the image was taken. Although Kota Palu is shown concentric development pattern, the result of
this study is find that during the three phases, this city also shown different variant type of urban
development on it fringe area.
Keywords : Urban physic pattern, Landsat

Abstrak
Penggunaan citra satelit sebagai alat analisis kekotaan telah terbukti ampuh untuk memaksimalkan
waktu survey serta mampu meningkatkan kualitas analisis keruangan. Untuk itu penelitian ini
menggunakan kemampuan citra satelit dalam melihat pola perkembangan fisik Kota Palu pada tahun
1972, 1990 dan tahun 2001. Dengan menggunakan metode maximum likelihood, ketiga citra satelit dari
tahun-tahun ini diklasifikasikan dalam empat kelas yang berbeda dan membangun informasi tentang
bentuk perkembangan fisik kota yang terjadi pada ketiga tahun tersebut. Hasil penelitian menunjukkan
walaupun pada ketiga fase pertumbuhan fisik Kota Palu menunjukkan pola utama konsentrik, namun
pada tepian kota menunjukkan variasi pola-pola perkembangan yang berbeda
Kata Kunci : Perkembangan Fisik Kota, Landsat

PENDAHULUAN “terlihat” dan “terasa” dibanding aspek sosial


Kota merupakan produk manusia yang budaya. Namun kenyataan yang didapati
sangat kompleks dan di bangun baik secara adalah bahwa walaupun mudah dilihat,
sadar maupun tidak sadar oleh individu- dengan skala manusia yang ada berbanding
individu yang bermukim dan beraktivitas di luas kawasan kota yang sangat luas,
dalamnya. Kota juga menjadi magnet daya terkadang analisis visual fisik kota akan sangat
tarik yang besar bagi manusia, hal ini berbeda dengan keadaan yang sebenarnya.
dikarenakan tingginya tingkat pelayanan Demikian pula dengan presepsi-presepsi
fasilitas perkotaan, impian tentang banyaknya mental terhadap fisik kota yang timbul antara
lapangan pekerjaan dan kemudahan individu-individu yang berbeda.
jangkauan. Di lain pihak terjadi daya dorong Lynch (1969) mengangkat teori Citra
(push factor) yaitu sulitnya pengembangan Kota setelah melakukan survey lapangan
perekonomian di perdesaan, sempitnya terhadap mental penduduk terhadap
lapangan pekerjaan, kurangnya fasilitas kawasan fisik kota mereka. Pertanyaan-
pelayanan dan berkurangnya lahan produktif pertanyaan pokok adalah tentang orientasi
menjadi nilai negatif bagi penghuninya. terhadap kawasan mereka. Lynch
Penilaian karakter fisik sebuah menemukan persamaan jawaban penduduk,
kawasan/kota “relatif” dianggap lebih mudah hingga mengambil kesimpulan bahwa
dikarenakan bentuk fisik lebih mudah
45
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 2 NOMOR 1 Maret 2011

terdapat tiga komponen utama yang gelombang yang tidak tampak (inframerah
mempengaruhi mental kawasan yaitu: sampai RADAR).
identitas, berarti kemampuan orang Citra Satelit dan foto udara dapat
untuk memahami gambaran kota mereka, menurunkan peta tata bangunan dengan
struktur, adalah kemampuan orang skala besar yang pada akhirnya sangat
untuk melihat pola-pola dalam membantu perancangan kota dalam
masyarakatnya, dan menghasilkan rancangan yang berpresisi
makna, kemampuan orang dalam tinggi, kebutuhan-kebutuhan inilah yang turut
mengalami/ merasakan ruang perkotaan. memacu pengembangan kemampuan citra
Lynch kemudian membagi Teori ini penginderaan jauh.
dalam lima elemen, yaitu: Landmark, Node, Untuk skala medium, sebuah kawasan
Path, Edge dan District. kota dapat di analisis dengan menggunakan
Perkembangan sebuah kota citra penginderaan jauh dengan resolusi
berdasarkan kajian teori dapat mengikuti spasial medium yan disediakan beberapa
pola-pola yang terulang (Hadisabari, 1987), satelit diantaranya SPOT, ASTER, LANDSAT,
hal ini dikarenakan beberapa aspek yang dan ALOS yang semuanya kembali,
sangat berpengaruh dalam proses tergantung pada tujuan dan tingkatan analisis
pembentukan ruang kota, diantaranya adalah yang diperlukan,
struktur ruang di mana infrastruktur yang ada Dari beberapa citra satelit dengan
cenderung menjadi magnet (insentif fisik) tingkat resolusi spasial medium terdapat citra
bagi permukiman untuk berkembang Satelit LANDSAT 7 ETM (Enhanced Thematic
sehingga secara iterativ, penambahan Mapper) merupakan salah satu satelit yang
infrastruktur dan perkembangan permukiman relatif fenomenal. Dengan 9 band (saluran
saling berlomba menjadikan sebuah kawasan perekaman spektrum
semakin solid berkembang. elektromagnetik/panjang gelombang) yang
Jika dicermati keruangan kota dimilikinya, satelit ini mampu mengakuisisi
memperlihatkan adanya aspek-aspek umum, objek kebumian dengan resolusi spasial 60m
yaitu: aspek kepadatan (density), aspek X 60m untuk saluran infra merah thermal,
pengaturan atau penataan (arrangement), 30m x 30m untuk 3 saluran pankhromatik,
aspek kecenderungan (trend), aspek dan infra merah serta memiliki resolusi spasial
keterkaitan (connectivity) dan aspek hirarki 15m untuk band 8 yang merupakan saluran
(hierarchy) (Muckerhe, 1990). pankhromatik untuk menganalisis objek
Sesuai karakteristiknya yang detail kekotaan.
namun menyeluruh, kajian tentang fisik kota Jumlah saluran (band) yang dimiliki
memerlukan data yang relatif rinci namun satelit ini termasuk banyak (multispektral)
luas melingkupi sebuah kawasan kota (urban dan hal ini akan sangat membantu untuk
area). Untuk mendapatkan data ini, telah mengenali obyek secara tepat sehingga
dikembangkan beberapa cara, mulai dari cara pengenalan dan pembedaan obyek akan lebih
yang sangat tradisional dengan survai berhasil jika menggunakan citra yang multi
terrestrial hingga penggunaan teknologi spektral jenis ini (Dulbahri, 1997).
satelit baik sistem jaringan terikat GPS,
maupun sistem pencitraan baik dalam bentuk RUMUSAN MASALAH
hasil yang menggunakan panjang gelombang Penelitian ini bertujuan menemukenali
tampak (panchromatic) sampai panjang morfologi Kota Palu sejak tahun 1970an
sampai dengan tahun 2005 dengan
46
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 3 NOMOR 1 Maret 2011

menggunakan citra penginderaan jauh,


khususnya citra satelit Landsat 1 dan Landsat
7

TINJAUAN PUSTAKA
a. Pola Perkembangan Fisik Kota
Perkembangan-perkembangan ini dapat
Umumnya proses perkembangan fisik kota
Gambar 1.
(urban sprawl), membentuk pola-pola
Pola Perkembangan Kekotaan yang
perkembangan ruang diantaranya adalah:
bersifat Konsentris
1) pola perkembangan konsentrik (concentric
development/low density continuous
development),
2. Pola perkembangan memanjang (ribbon
2) pola perkembangan memanjang (ribbon
development/lineair development/axial
development/linear development/ axial
development).
development),
Pola ini menunjukkan keadaan yang tidak
3) pola perkembangan lompatan katak (leap
merata perkembangan areal kekotaan di
frog development/ checkerboard
semua bagian sisi-sisi luar dari daerah inti
development).
kota. Perkembangan paling cepat terjadi di
1. Pola perkembangan fisik kota yang bersifat
sepanjang jalur transportasi, khususnya
konsentris (concentric development/low
yang bersifat menjari (radial) dari inti kota.
density continous development).
Daerah di sepanjang jalur transportasi
Merupakan jenis perkembangan fisik
mendapatkan tekanan paling berat dari
kekotaan yang paling lambat dimana
proses perkembangan ini. Melambungnya
perkembangan berjalan perlahan-lahan
harga lahan pada kawasan demikian
terbatas pada semua bagian-bagian luar
semakin menggoda para pemilik lahan
kenampakan fisik kekotaan.
pertanian. Makin cepatnya laju konversi
Karena sifat perkembangannya yang
lahan pertanian menjadi lahan bukan
merata di seluruh bagian luar kenampakan
pertanian, meningkatnya jumlah
kota yang telah ada, maka tahap
penduduk, meningkatnya aktivitas di luar
berikutnya adalah akan membentuk suatu
pertanian, semakin padatnya bangunan
kenampakan morfologi kota yang relatif
semakin memperbesar gangguan terhadap
kompak. Pada pola perkembangan ini
sektor pertanian yang ada di pinggiran
terlihat bahwa peranan jalur transportasi
kota, sehingga mendorong petani untuk
terhadap perkembangannya tidak terlalu
meninggalkan aktivitas pertaniannya dan
nampak.
menjual lahan yang dimilikinya. Bagi
masyarakat petani, hasil penjualan lahan
ini kemudian diinvestasikan kembali pada
lahan yang lebih jauh dari kota sehingga
akan memperoleh lahan pertanian yang
lebih luas.

47
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 2 NOMOR 1 Maret 2011

Gambar 3
Pola Perkembangan Fisik Kekotaan
Gambar 2
Loncatan Katak
Pola Perkembangan Fisik Kota yang
bersifat Memanjang

b. Citra Penginderaan Jauh


3. Pola perkembangan fisik kota lompatan
Perkembangan penginderaan jauh terjadi
katak (leap frog
sejak abad ke-19 yang diawali oleh fotografi
development/checkerboard
bentang alam yang pertama tahun 1838,
development).
selanjutnya fotografi dengan menggunakan
Pola perkembangan fisik kota jenis ini
balon pada tahun 1887 dan penggunaan
dinilai paling tidak efisien dan merugikan
pesawat udara pada tahun 1919. Kemudian
dari segi ekonomi dan tidak memiliki unsur
ditemukan teknologi penyiam multispektral
estetika serta tidak menarik.
dengan menggunakan wahana satelit pada
Perkembangan lahan kekotaannya terjadi
tahun 1972 serta pemanfaatan pesawat
berpencaran secara sporadis dan tumbuh
ulang-alik pada tahun 1980-an (Howard,
di tengah-tengah lahan pertanian.
1991).
Keadaan ini sangat menyulitkan
Secara garis besar, sistem penginderaan
pemerintah kota sebagai administrator
jauh dibedakan atas dua macam sistem yaitu
dalam menyediakan sarana dan prasaran
sistem fotografi (citra foto) dan sistem
pendukung yang lain, karena akan
elektronik atau citra non-foto (Lillesand dkk.,
memerlukan pembiayaan yang lebih tinggi.
2004). Sistem perekaman dalam foto udara
Pembiayaan untuk pembangunan jaringan
dan citra satelit sangat berbeda, hal ini
listrik, air bersih dan sarana lainnya sangat
menyebabkan foto udara dan citra satelit
tidak sebanding dengan yang dilayani, jika
tidak dapat dibandingkan secara langsung.
dibandingkan dengan daerah perkotaan
Jika menggunakan perhitungan teori
yang kompak. Jenis perkembangan ini
sederhana, citra IKONOS yang memiliki
akan cepat menimbulkan dampak negatif
resolusi spasial 1 m. akan sebanding dengan
pada sektor pertanian pada wilayah yang
resolusi medan (ground resolution distance)
luas, sehingga akan menurunkan
foto udara skala 1 : 40.000 dengan resolusi
produktivitasnya. Di samping beberapa
film 40 lines/mm. Menggunakan rumus GRD,
faktor-faktor pendorong yang telah
skala foto 40.000 dibanding resolusi film
disebutkan di atas, kegiatan spekulasi
resolusi 40 lines/mm didapatkan ground
lahan pada daerah-daerah yang belum
resolution distance sebesar 1.000 mm atau 1
terbangun sangat mencolok sekali adanya.
m, tetapi perhitungan matematis seperti ini
tidak secara langsung dapat dijadikan acuan

48
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 3 NOMOR 1 Maret 2011

untuk penyetaraan kemampuan interpretasi yang merupakan wilayah Afdeling dari Miden
antara foto udara dan citra satelit. Celebes (Sulawesi Tengah).
Banyak faktor yang mempengaruhi Perkembangan Kota Palu terasa meningkat
kemampuan sebuah citra dalam menyadap semenjak tahun 1950 dikarenakan serangan
objek. Menurut Sabins (1996) bahwa citra bom sekutu terhadap Donggala.
penginderaan jauh adalah representasi dari Perkembangan kota kemudian semakin cepat
pictorial. Citra merupakan kesatuan dengan dikeluarkannya Undang-undang No
fundamental dari beberapa aspek berupa 13 tahun 1964 tentang pembentukan Propinsi
skala, brightness, kontras dan resolusi serta dan Kota Palu menjadi Ibukotanya. Palu
rona dan tekstur juga merupakan fungsi menjadi Kota Administratif pada tahun 1978
fundamental. Karakter lain yang penting (Peraturan Pemerintah No 18 Tahun1978 dan
adalah kemampuan untuk mengenal objek kembali berubah menjadi Kotamadya pada
(recognizability) dan kemampuan deteksi tahun 1994.
(detectability). Setiap perubahan status Kota Palu, terjadi
Kemampuan pengenalan objek pertambahan sarana dan prasarana dan
(recognizability) adalah kemampuan untuk tentunya mempengaruhi pertambahan
mengenali objek dalam sebuah citra. Sebuah penduduk yang bermukim di dalamnya.
objek mungkin dapat dideteksi namun belum
tentu dapat dikenali. Karakteristik citra
IKONOS yang memiliki resolusi spasial 1 m. METODE
seharusnya memiliki kemampuan untuk a. Pemilihan Jenis Data Citra Satelit
mengenal objek-objek elemen utama kota Jenis data citra satelit yang digunakan
walaupun tidak sebaik pengenalan foto udara adalah dengan persyaratan konsistensi
1 :13.000 yang memiliki resolusi spasial lebih tersedianya citra itu sendiri selama lebih dari
detail. 20 tahun dan tentunya affordable untuk di
Kemampuan mendeteksi (detectability) dapatkan
yang ada pada sebuah citra adalah Yang paling penting adalah citra tersebut
kemampuan sebuah sistem citra untuk telah merekam kondisi Kota Palu sejak 20-30
merekam kehadiran atau ketidakhadiran tahun yang lampau. Berdasarkan hal ini maka
sebuah objek. Sebuah objek dapat terdeteksi citra yang ideal adalah citra Landsat 1 dan
bahkan jika lebih kecil dari resolving power citra Landsat 7 yang terbukti secara konsisten
yang dihitung secara teori, dalam kasus ini telah menyediakan data kebumian sejak era
misalnya jalan sebagai objek linear yang 1960an
cenderung terlihat jelas pada citra walaupun
lebar jalan lebih kecil dari resolusi spasial citra b. Menyusun Sistem Klasifikasi
penginderaan jauh yang digunakan. Hal ini Langkah kedua yang dilakukan adalah
dapat dikarenakan perbedaan nilai menyusun sistem klasifikasi. Langkah ini
kekontrasan antara objek yang terekam. sangat penting sekali untuk melihat
perkembangan fisik Kota Palu. Klasifikasi
c. Kota Palu lahan ini hanya untuk memisahkan 4 jenis
Kota Palu merupakan ibukota propinsi Tutupan Lahan yang sangat mempengaruhi
Sulawesi Tengah yang telah berdiri semenjak bentuk permukiman kota.
jaman Kolonial Belanda. Awalnya merupakan Keempat jenis tutupan lahan adalah :
sub wilayah (onder afdeling) dari Donggala lahan kosong permukiman / vacant land;
ruang terbuka/bare land; vegetasi dan hutan;
49
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 2 NOMOR 1 Maret 2011

serta permukiman terbangun (built up area) Affine. Dan karena ukuran piksel pada dua
sedangkan penggunaan jalan, secara langsung citra tersebut berbeda, maka sebelum
diambil dari data vektor yang telah tersedia. proses koreksi geometri dilakukan maka
Interpretasi tutupan lahan dilakukan ukuran piksel tersebut terlebih dahulu
dengan teknik interpretasi secara digital dari disamakan dan diubah menjadi 30m X
Citra Landsat 7 dan Landsat 1, dilengkapi 30m melalui resampling. Penyamaan
dengan uji lapangan pada daerah sampel yang ukuran piksel dimaksudkan agar pada
ditentukan secara random/acak. Uji ketelitian proses analisa tumpang susun/overlay
hasil interpretasi dilakukan dengan tidak terjadi penyimpangan letak obyek
mengkaitkan antara keadaan di lapangan dan dan pergeseran letak pada piksel yang
hasil interpretasi. sama. Setelah melalui proses koreksi
Analisis pola perkembangan fisik kekotaan geometri ini akan didapatkan nilai
dilakukan dengan teknik tumpang susun penyimpangan posisional tertentu, yang
dengan memanfaatkan Sistem Informasi menunjukkan besarnya pergeseran letak
Geografi. Jika format data masih dalam piksel, di mana batas maksimal
bentuk raster, maka dapat memanfaatkan SIG pergeseran yang diperbolehkan adalah
dalam perangkat lunak ArcGIS 9.3. 15m.

c. Cara Pengkajian 2) Identifikasi Kenampakan Fisik Kekotaan.


Cara pengkajian yang dilakukan yaitu : Identifikasi kenampakan fisik kekotaan
1) Koreksi Citra dilaksanakan dengan melakukan
Koreksi radiometri Citra Landsat TM klasifikasi berdasarkan pada nilai spektral
dilakukan koreksi pada saluran atau band masing-masing obyek yang telah
1, 2, 3, 4 dan saluran 5 dengan diketahui pada saat melakukan koreksi
mendasarkan pada nilai pantulan radiometri.
spektralnya pada masing-masing saluran Sebelum dilakukan klasifikasi terlebih
tersebut. Dari hasil koreksi ini akan dahulu ditentukan kawasan perkotaan
dihasilkan citra di mana bias nilai yang berdasarkan batas administrasinya
terdapat pada setiap saluran telah dengan proses cropping. Proses copping
dihilangkan, dan nilai refleksi atau ini dilakukan untuk mempermudah proses
pantulan spektral pada citra tersebut analisis dan pada akhirnya akan lebih
telah disesuaikan dengan nilai obyek yang fokus pada kawasan perkotaan yang
bersangkutan. Dengan demikian nilai terpilih.
pantulan spektral baru ini dapat Proses klasifikasi dalam kajian
digunakan untuk mengidentifikasi obyek kenampakan fisik kekotaan dilakukan
pada citra dengan tepat, dan dapat juga dengan menggunakan metode
langsung dilakukan klasifikasi secara pendekatan maximum likelihood
digital jenis kenampakan yang bercirikan (mendasarkan pada kemiripan
kekotaan maupun yang non kekotaan. maksimum). Setiap piksel pada
Koreksi geometri dilakukan pada Citra keseluruhan citra yang telah di cropping
Landsat 7 yang dikoreksi terhadap Peta kemudian dibandingkan dengan katagori
Topografi, selanjutnya untuk Landsat 1 kunci obyek-obyek yang telah diketahui,
dikoreksi dengan Citra Landsat 7 yang yaitu dengan cara menentukan nilai piksel
telah dikoreksi terlebih dahulu. Koreksi yang tidak dikenal dan yang paling mirip
geometri dilakukan dengan transformasi dengan katagori yang sama. Setiap piksel
50
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 3 NOMOR 1 Maret 2011

kemudian diberi nama sehingga diperoleh


matrik multi dimensi untuk jenis obyek 3) Identifikasi Pola Perkembangan Fisik
yang diidentifikasi. Pada saat proses Kekotaan
klasifikasi tersebut akan diperoleh kelas- Identifikasi pola perkembangan fisik
kelas jenis obyek yang diidentifikasi kekotaan diketahui setelah dilakukan
berdasarkan nilai spektralnya dalam analisis secara temporal terhadap citra
jumlah yang masih relatif besar. Dan satelit, dengan teknik tumpang susun
sudah pasti bahwa hasil klasifikasi pada antara kenampakan fisik kota pada Citra
Landsat 1 dan Landsat 7 apalagi dalam Landsat 1 yang direkam 40 tahun yang
waktu perekaman yang berbeda akan lalu dengan Landsat 7 yang direkam 10
menunjukkan jumlah kelas yang dan 20 tahun setelahnya.
berlainan. Dengan mencermati diagram
pencari nilai spektral pada kedua citra
tersebut maka dapat dilakukan HASIL DAN PEMBAHASAN
pengelompokan nilai clustering dari klas- Morfologi Kota Palu dapat terlihat secara
klas yang relatif banyak tersebut menjadi jelas pada tabel/gambar Citra Landsat berikut:
lebih sedikit sesuai dengan variadibilitas
obyek yang ada di lapangan.

Tabel 1 .Gambar Kota Palu Tahun 1972-2001


KOTA PALU 1972 KOTA PALU 1990 KOTA PALU 2001
Citra Landsat

Untuk mempermudah analisis visual terhadap morfologi Kota Palu dilakukan segmentasi
dengan menggunakan klasifikasi penggunaan lahan, berikut adalah gambar core/inti kota
dengan 5 klasifikasi penggunaan lahan

51
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 2 NOMOR 1 Maret 2011

Tabel 2 . Gambar Klasifikasi Penggunaan lahan Core Kota Palu Tahun 1972-2001
KOTA PALU 1972 KOTA PALU 1990 KOTA PALU 2001
Pada Core Kota

Keterangan : Merah linear = Jalan


Merah = lahan kosong permukiman / vacant land
Coklat-ungu = ruang terbuka/bareland
Hijau = vegetasi/hutan
Biru = permukiman terbangun

a. Palu Tahun 1972 bahwa morfologi Kota Palu pada tahun


Berdasarkan gambar citra satelit yang 1970-an terlihat mengikuti pola
ada, terlihat kondisi Kota Palu pada perkembangan fisik yang bersifat
tahun 1972 masih sangat di dominasi konsentris.
oleh vegetasi/ hutan yang lebat. Dengan Hal ini kemudian didiskusikan dengan
citra Landsat 1 tersebut juga terlihat core beberapa narasumber yang mengenal
Kota Palu hanya meliputi kurang lebih 5 kondisi Kota Palu pada tahun 1972,
persen dari batas Kota Palu moderen Berdasarkan wawancara dengan berbagai
saat ini. Dapat dimaklumi, jumlah pihak yang masih merekam informasi
penduduk pada tahun-tahun 1970an kegiatan-kegiatan di tahun 1972,
masih relatif sangat sedikit. diketahui secara detail bahwa
Beberapa sarana / infrastruktur yang permukiman penduduk beserta sarana
dimiliki Kota Palu juga dapat yang dimiliki oleh kota relatif terpadu
teridentifikasi, diantaranya Bandara mengumpul pada jalan-jalan utama yang
Masovu (Bandara Mutiara sekarang), ada, di mana pusat fisik kota relatif lebih
Pasar Tua di Kelurahan Ujuna dan padat.
Jembatan Palu I yang merupakan satu- Dapat disimpulkan bahwa pada tahun
satunya jembatan penghubung antara 1972 pola perkembangan fisik Kota Palu
bagian barat Kota Palu dan Bagian Timur cenderung berbentuk konsentrik. Dengan
Kota Palu saat itu. Sarana lain yang jumlah penduduk yang sangat kecil
ditunjukkan dalam peta adalah garis jalan namun ter konsentrasi pada pusat kota
yang merupakan garis jalan utama yang membentuk permukiman yang medium
telah dimiliki Kota Palu. density.
Dari gambaran di atas, dapat terlihat

52
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 3 NOMOR 1 Maret 2011

b. Palu Tahun 1990 atas mulai terlihat sebagai lahan


Kota Palu pada tahun 1990 terlihat terbuka/vacant land (pada citra hasil
mulai padat dan tetap terpusat pada klasifikasi ditandai dengan warna merah)
kawasan lama, yaitu Kelurahan Besusu Secara keseluruhan, Kota Palu pada
dan Kelurahan Ujuna serta kelurahan- tahun 1990 masih didominasi oleh
kelurahan lain yang berdekatan dan kawasan non built-up yaitu kawasan
bersinggungan langsung dengan kedua hutan dan vegetasi (pada citra hasil
kelurahan ini. klasifikasi ditandai dengan warna hijau)
Perkembangan Kota Palu juga ditandai serta kawasan ruang terbuka baik di
dengan mulai berkembangnya bagian timur (daerah tanah runtuh)
permukiman (pada hasil klasifikasi citra maupun bagian barat.
ditandai dengan warna biru –
permukiman terbangun dan merah – c. Palu Tahun 2001
permukiman yang mulai di garap) Pada tahun 2001, kawasan
Fenomena yang menarik, adalah permukiman di core Kota Palu, seperti
bahwa walaupun pada waktu tersebut, yang terlihat pada citra Landsat, telah
telah terbentuk pusat kawasan semakin berkembang dan meluas
permukiman (built-up area), beberapa melebihi kawasan-kawasan yang 10 tahun
sub pusat kawasan mulai tumbuh dan sebelumnya masih berupa kawasan siap
berkembang pada perimeter luar kota. terbangun.
Terlihat diantaranya permukiman di Pada peta hasil klasifikasi lahan terlihat
kelurahan Palupi, kawasan sekitar Pasar permukiman pada pusat kota semakin
Inpres Manonda, mulai terbangunnya padat dan berkembang, beberapa
permukiman sekitar jalan Dewi Sartika kawasan yang pada 10 tahun sebelumnya
serta kawasan di sekitar Tanamodindi. masih merupakan ruang terbuka seperti
Berdasarkan pengamatan bentuk pola pada kawasan Talise dan Lere telah
yang terbentuk, bahwa kawasan semakin padat dan hanya meninggal
permukiman di Kota Palu pada saat itu beberapa bagian kecil yang tidak
berkembang menjadi kota dengan fisik tersentuh pembangunan. Demikian pula
yang masih didominasi bentuk konsentrik pada bagian timur kota, wilayah
namun telah menunjukkan gejala kelurahan Lolu semakin padat dan
mengarah ke bentuk leap-frog. menyediakan sangat sedikit kawasan
Berdasarkan diskusi dengan para terbuka.
pemerhati kota, diketahui pada masa ini Pada sisi-sisinya beberapa
terjadi beberapa perubahan penting permukiman baru telah tumbuh,
diantaranya adalah dimulainya diantaranya kawasan permukiman Duyu,
pembangunan Kampus Tadulako yang Palupi, Perumahan PUSKUD dan BTN
merupakan universitas terbesar di Kota Pengawu (sebelah Kiri Bawah Gambar
Palu, pengembangan real estate baru di Klasifikasi Penggunaan lahan Core Kota
kawasan Palupi yang sudah mulai berjalan Palu Tahun 1972-2001). Pada sisi tepi
pada 2 tahun sebelumnya. Demikian pula bagian timur, permukiman semakin
proses proyek land consolidation di gencar mengubah Kelurahan
wilayah Dewi Sartika. Tanamodindi serta kawasan Dewi Sartika
Dalam hasil analisis citra, terlihat dan sekitarnya.
beberapa kawasan yang disebutkan di Walaupun bentuk kota masih terlihat
53
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako
Jurnal “ ruang “ VOLUME 2 NOMOR 1 Maret 2011

konsentrik dengan kepadatan menengah, harus disediakan pemerintah kota. Selain


namun pada pengembangan kawasan itu ternyata implikasi terhadap konsumsi
pinggiran kota terlihat bahwa pola yang bahan bakar minyak (BBM) yang semakin
terjadi adalah pola linear, pola ini meningkat serta tentunya efek negatif
mengikuti bentuk struktur prasarana yang terjadi akibat semua itu.
transportasi (jalan) yang disediakan oleh
pemerintah. Pola linear memanjang ini
membuktikan bahwa penyediaan DAFTAR PUSTAKA
infrastruktur jalan merupakan bentuk 1. Dulbahri, 1997. Penginderaan jauh
insentif pembangunan permukiman baru dasar, Analisis Data Digitl, Bakosurtanal
bagi masyarakat yang tidak disadari – PUSPIC UGM, Yogyakarta.
2. Hadi Sabari Yunus, 1987. Permasalahan
secara langsung oleh pemerintah.
Urban Frenge dan Alternatif
Pemecahannya, Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta.
KESIMPULAN 3. Howard, John A. 1991. Penginderaan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori
dapat disimpulkan beberapa hal yaitu : dan Aplikasi. Gadjah Mada University
1. Citra satelit Landsat dapat dengan mudah Press. Terjemahan. Yogyakarta.
4. Lillesand, Thomas M., Kiefer, Ralph W.
menunjukan perubahan pola ruang yang
and Chipman, Jonathan W. 2004. Remote
terjadi di Kota Palu, dengan kelebihan Sensing And Image Interpretation. Fifth
karakteristik Landsat ETM dengan 9 Edition. John Wiley & Sons, inc. New
saluran yang dimilikinya mampu York.
mempermudah menemukan dan 5. Lynch, Kevin. 1969. The Image Of The
mengidentifikasikan objek-objek City. The M.I.T. Press. Cambridge.
6. Muehrche, Philip, 1987. Map Use,
kekotaan yang di teliti pada skala
Readin, Analys and Interpretation, J.P.
medium. Arsip citra satelit Landsat yang
Publication Medison Wisconsin.
mulai di operasikan pada tahun 1960an 7. Sabins, Floyd F. 1996. Remote Sensing :
juga sangat membantu penelitian ini Principles and Interpretation. W.H.
dalam mengumpulkan data-data secara Freeman and Company. New York
multi temporal pada kawasan penelitian
2. Perkembangan Kota Palu secara umum
menunjukkan bentuk yang terkonsentrasi
dan padat pada core kotanya, namun
terjadi perkembangan fisik yang berbeda
pada daerah tepi-tepi kotanya. Pada
fringe area ini terlihat bentuk-bentuk
yang relatif scattered, berkumpul pada
sarana dan prasarana yang disediakan
pemerintah, pola-pola pada tepian dapat
berbentuk memanjang (ribbon) maupun
spotted seperti lompatan katak (leap
frog). hal ini dapat memberikan implikasi
semakin borosnya alih fungsi lahan dan
borosnya biaya pengadaan serta
perawatan sarana dan prasarana yang
54
Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tadulako

Anda mungkin juga menyukai