Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“MEMBANGUN MAHLIGAI RUMAH TANGGA (MANAHAKAT)”

SMA
NEGERI 4 PRAYA
TAHUN AJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur saya haturkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala yang telah
memberikan banyak nikmat, taufik dan hidayah. Sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Membangun Magligai Rumah Tangga (Manahakat)” dengan
baik tanpa ada halangan yang berarti.

Makalah ini telah saya selesaikan dengan maksimal berkat kerjasama dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu saya sampaikan banyak terima kasih
kepada segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian
makalah ini.

Diluar itu, penulis sebagai manusia biasa menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa, susunan
kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati , saya selaku
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Dengan karya ini penulis berharap dapat membantu pemerintah dalam


mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui pengembangan internet di desa-
desa.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini dapat menambah
khazanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. i

Daftar Isi............................................................................................................................. ii

BAB I Pendahuluan

1.1  Latar Belakang........................................................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah..................................................................................................................... 1

1.3 Tujuan........................................................................................................................................ 2

BAB II Pembahasan

2.1  Tujuan Menikah…………………………………………………………………………........................................... 3

2.2  Hukum Pernikahan dalam


Islam................................................................................................ 7

2.3  Orang-Orang yang Tidak Boleh diNikahi................................................................................... 9

2.4  Rukun & Syarat Sah


Nikah....................................................................................................... 10

BAB III Penutup      

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................. 14

3.2 Hikmah.................................................................................................................................... 14

3.3 Saran....................................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
1.4  Latar Belakang

Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua buah
sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah satu-
satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Berdasarkan sudut pandang ini, maka
ketika orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan mereka bukan saja memiliki
keinginan untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan
biologisnya yang secara kodrat memang harus disalurkan.

Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenarnya juga
harus dipenuhi.  Agama islam telah menetapkan bahwa satu-satunya jalan untuk memenuhi
kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang
sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di
dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam
hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya sekedar
sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan juga menjanjikan
perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surge dunia di dalamnya.
Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan tersebut benar-benar dilaksanakan dengan cara yang
sesuai serta jalur yang telah ditetapkan islam.

1.5  Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:

1.2.1                  Tujuan Menikah   

1.2.2                    Bagaimana hukum pernikahan dalam Islam?

1.2.3                    Siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam hukum Islam?

1.2.4                    Apa rukun dan syarat pernikahan dalam Islam

1.6  Tujuan

1.3.1                    Untuk mengetahui tujuan dari menikah

1.3.2                    Untuk mengetahui bagaimana hukum pernikahan dalam Islam.

1.3.3                    Untuk mengetahui siapa saja orang yang tidak boleh dinikahi dalam Islam.

1.3.4                    Untuk mengetahui rukun dan syarat pernikahan dalam Islam


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Tujuan Menikah

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi

Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad
nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara
orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur

Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif
untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah,
karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan
barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”.

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami
istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat
berikut :

“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
dhalim.”

Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah
lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam
surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :

“Artinya : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk
kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah
tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah

Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama
manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan
amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun
termasuk ibadah (sedekah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda
Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain
istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi :
“Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !” .

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
berfirman :

“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka
mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha
mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa
kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan
Islam yang benar.

2.2  Hukum Pernikahan dalam Islam

Hukum pernikahan bersifat kondisional, artinya berubah menurut situasi dan kondisi seseorang
dan lingkunganya.

2.2.1      Wajib

Bagi yang sudah mampu kawin, nafsunyan telah mendesak dan takut terjerumus dalam
perzinahan.Karena menjauhkan diri dari yang haram adalah wajib, sedang untuk itu tidak dapat
dilakukan dengan baik kecuali dengan jalan kawin. Dari ibnu mas’ud : Rasulullah saw bersabda:
“Hai, golongan pemuda! Jika di antara kamu ada yang mampu kawin hendaklah ia kawin, karena
nanti matanya akan lebih terjaga dan kemaluannya akan lebih terpelihara, dan bilamana ia belum
mampu kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri.( HR. Jama’ah )

2.2.2      Sunnah

Bagi orang yang nafsunya telah mendesak lagi mampu kawin, tetapi masih bisa menahan
dirinya dari berbuat zina. Dari Abu Umamah: Rasulullah saw bersabda: “kawinlah kalian, karena aku
akan membanggakan banyaknya jumlah kalian pada umat-umat lain. Dan janganlah kalian seperti
pendeta-pendeta Nasrani” HR. Baihaqi. Ibnu Abbas berkata:”Ibadah seseorang belum sempurna,
sebelum ia kawin.”

2.2.3      Haram:

Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah batin dan lahirnya kepada istrinya serta
nafsunya pun tidak mendesak.Qurthuby berkata: “ Bila seseorang laki-laki sadar tidak mampu
membelanjai istrinya atau membayar maharnya atau memenuhi hak-hak istrinya, maka ia tidak dapat
kawin, sebelum jujur menjelaskan kondisi sebenarnya. Begitu pula kalau itu karena sesuatu hal
menjadi lemah, tak mampu menggauli istrinya, maka wajiblah ia menjelaskan dengan jujur agar
perempuannya tidak tertipu olehnya.Juga tidak bisa langsung ia menipunya dengan menyebut
keturunan, harta dan pekerjaannya secara tidak semestinya. Begitu juga sebaliknya bagi
perempuan.Termasuk tidak menyembunyikan cacat tubuh, kelainan pada alat kelamin atau hal-hal
penyimpangan kejiwaan. Bila ternyata salah satu pasangan mengetahui aib pada lawannya, maka ia
berhak untuk membatalkan, jika yang aib itu perempuannya, maka suaminya bisa membatalkannya
dan dapat mengambil kembali maharnya. Diriwayatkan bahwa Nabi mengawini seorang perempuan
Bani Bayadhah yang kemudian diketahui lambungnya burik, lalu ia batalkan, seraya bersabda: Kalian
semua (orang-orang Bani Bayadhah) telah menipu saya.”

2.2.4      Makruh:

Bagi seseorang yang lemah syahwat dan tidak mampu member belanja istrinya, walaupun
tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak memiliki keinginan syahwat yang kuat.

2.2.5      Mubah:

Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin atau
karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk kawin.

2.3  Orang-Orang yang Tidak Boleh dinikahi

Kenapa ada istilah mahram dalam islam, ternyata setelah diteliti pernikahan dengan mahram
itu terkadang bisa menyebabkan hasil keturunan yang tidak normal.

Begitulah islam mengetahui tentang apa-apa sebelum adanya laboratorium gen, sebelum
adanya mikroskop,sebelum adanya sesuatu yang canggih untuk melakukan penelitian. Islam sudah
melarang hal-hal dilarang yang pastinya akan menimbulkan bahaya.
Maka dalam islam, hal pertama yang dilakukan seseorang adalah meyakininya terlebih dahulu
hal tersebut baru kemudian membuktikannya dengan sebuah penelitian.

Bagaimana bisa orang itu bisa membenarkan kebenaran islam tanpa dia meyakininya terlebih
dahulu.

Yakin itu penting dalam islam, yakin itu Iman.

Mahram adalah seorang yang haram di nilahi. Dari pihak laki-laki ada tiga yaitu :

2.3.1      Sebab Nasab (hubungan darah) ada tujuh :

a.       Ibu terus ke atas

b.      Anak terus ke bawah

c.       Saudara

d.      Saudara bapak

e.       Saudara ibu

f.        Anak saudara laki-laki

g.      Anak saudara perempuan

2.3.2      Sebab susuan (menyusu pada waktu kita bayi) ada enam :

a.       Ibu yang menyusui terus ke atas

b.      Seorang yang menyusu pada istri

c.       Anak ibu susuan atau seseorang yang menyusu kepadanya

d.      Saudara suami ibu susuan

e.       Saudara ibu susuan

f.        Anak saudara sesusuan

2.3.3      Sebab pernikahan ada tiga :

a.       Ibunya istri

b.      Anaknya istri

c.       Itrinya anak

Di samping itu ada wanita yang haram dinikah, yaitu :


o   Janda-janda para nabi

o   Saudara dan bibi dari istri yang masih sah.

2.4  Rukun & Syarat Sah Nikah

2.4.1      Rukun nikah

  Pengantin lelaki (Suami)

  Pengantin perempuan (Isteri)

  Wali

  Dua orang saksi lelaki

  Ijab dan kabul (akad nikah)

2.4.2      Syarat Sah Nikah

a.       Syarat bakal suami

  Islam

  Lelaki yang tertentu

  Bukan lelaki mahram dengan bakal isteri

  Mengetahui wali yang sebenar bagi akad nikah tersebut

  Bukan dalam ihram haji atau umrah

  Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

  Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa

  Mengetahui bahawa perempuan yang hendak dikahwini adalah sah dijadikan isteri

b.      Syarat bakal isteri

  Islam

  Perempuan yang tertentu

  Bukan perempuan mahram dengan bakal suami

  Bukan seorang khunsa

  Bukan dalam ihram haji atau umrah

  Tidak dalam idah

  Bukan isteri orang

c.       Syarat wali
  Islam, bukan kafir dan murtad

  Lelaki dan bukannya perempuan

  Baligh

  Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

  Bukan dalam ihram haji atau umrah

  Tidak fasik

  Tidak cacat akal fikiran,gila, terlalu tua dan sebagainya

  Merdeka

  Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya

* Sebaiknya bakal isteri perlulah memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Sekiranya syarat wali
bercanggah seperti di atas maka tidak sahlah sebuah pernikahan itu. Sebagai seorang mukmin yang
sejati, kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yang wajib seperti ini. Jika tidak di ambil kira, kita
akan hidup di lembah zina selamanya.

d.      Syarat-syarat saksi

  Sekurang-kurangya dua orang

  Islam

  Berakal

  Baligh

  Lelaki

  Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul

  Dapat mendengar, melihat dan bercakap

  Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)

  Merdeka

e.       Syarat ijab

  Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

  Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

  Diucapkan oleh wali atau wakilnya


  Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(nikah kontrak e.g.perkahwinan(ikatan suami
isteri) yang sah dalam tempoh tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)

  Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)

* Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada bakal suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000
tunai".

f.        Syarat qabul

 Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab

  Tiada perkataan sindiran

  Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

  Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)

  Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)

  Menyebut nama bakal isteri

  Tidak diselangi dengan perkataan lain

* Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan
Diana Binti Daniel dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak RM 3000 tunai"
ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai isteriku".

BAB III
KESIMPULAN
3.4  Kesimpulan

1. Pernikahan yaitu ikatan dua orang hamba berbeda jenis dengan suatu ikatan akad

2. Hukum-hukumnya nikah adalah jaiz, sunnat, wajib, makruh, haram.

3. Diantaranya rukun-rukun nikah adalah mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali, dua orang
saksi, sighat.

4. Tujuan adanya pernikahanan ternyata sangat banyak ditinjau dari berbagai sisi

3.5  Hikmah
1. Pernikahan yang sah menjadikan hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrim menjadi halal.

2. Pernikahan menjadi sah dengan rukun dan syarat nikah.

3.6  Saran

Akhirnya, pemakalah mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu di
dalam menyelesaikan makalah kami ini. Disamping itu, kritik dan saran dari mahasiswa serta dosen
pengampu dan para pembaca sangat kami harapkan, demi kebaikan kita bersama terutama bagi
pemakalah.

Anda mungkin juga menyukai