Anda di halaman 1dari 3

Nama : Rafli Rohmannuuru SHA

NIM : 20812144047
Kelas : Akuntansi B20
Review Artikel Ilmiah

Judul Menakar Progresivitas Teknologi Finansial (Fintech) Dalam Hukum Bisnis Di Indonesia
Penulis Mariske Myeke Tampi

Jurnal Era Hukum: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum


Tahun Terbit Juni 2019

Volume, No Volume 16, No. 2

Era digitalisasi sebagai bagian dari Revolusi Industri 4.0 mendorong perkembangan
teknologi dalam dunia bisnis. Analisis menunjukan bahwa pertumbuhan bisnis online
menggunakan Tekonologi Finansial (Fintech) meningkat 40 persen setiap tahunnya. Di sisi
Latar Belakang lain, hukum belum mampu mengatur perkembangan transaksi digital secepat
perkembangan teknologi di masyarakat. Namun, rangkaian peraturan mengenai transaksi
digital yang diterbitkan menjadi awal mula perkembangan penerimaan Teknologi Finansial
(Fintech) dalam Hukum Bisnis di Indonesia.
1. Untuk mengetahui progresivitas Teknologi Finansial (Fintech) dalam Hukum Bisnis
Indonesia pada saat ini (ius constitutum) menurut teori Hukum Progresif dari
Satjipto Rahardjo dan teori Sociological Jurisprudence dari Roscoe Pound.
Tujuan
2. Untuk mengetahui urgensi dan batasan-batasan penyerapan perkembangan
Teknologi Finansial (Fintech) dalam Hukum Bisnis pada masa yang akan datang (ius
constituendum).
1. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif,
dengan verifikasi terkait pengaturan tentang Teknologi Finansial (Fintech)
dilanjutkan dengan mencari sudut pandang yang membentuk urgensi dari
pengaturan yang ada sekarang (ius constitutum) dan pengaturan yang akan datang
Metode penelitian
(ius constituendum), serta melihat potensi-potensi falsifikasi untuk menguji
kebenaran sudut pandang Finansial Teknologi tersebut.
2. Pengambilan data sekunder berupa data kualitatif maupun kuantitatif terhadap
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Hasil dan bahasan Teknologi Finansial (Fintech) dalam Hukum Bisnis, baik business to business maupun
business to customer, merupakan kajian yang sifatnya multidisipliner transaksi bisnis yang
dilakukan bersangkutan dengan pelaksanaannya yang secara teknis terintegrasi dengan
teknologi.
Definisi Teknologi Finansial (Fintech) dalam Hukum Bisnis di Indonesia dalam
konteks Ius Constitutum, yaitu yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
19/12/PBI 2017 adalah “Penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan
produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada
stabilitas monoter, stabilitas sistem keuangan, dan atau efisiensi, kelancaran, keamanan,
dan keandalan sistem pembayaran.” Penyelenggaran Teknologi Finansial (Fintech)
berdasarkan definisi ini dikategorikan ke dalam beberapa kriteria, yaitu:
1. Bersifat inovatif;
2. Dapat berdampak pada produk, layanan, teknologi, dan atau model bisnis finansial
yang telah eksis;
3. Dapat memberikan manfaat bagi masyarakat;
4. Dapat digunakan secara luas; dan
5. Kriteria lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Progresivitas Teknologi Finansial (Fintech) di Indonesia saat ini mendorong
peraturan mengenai Teknologi Finansial diadopsi dalam PBI Nomor 19/12/PBI/2017 yang
dimulai dengan adanya dasar tentang aspek pembuktian secara elektronik. Progresivitas
pengaturan mengenai Teknologi Finansial (Fintech) di Indonesia menjawab kebutuhan
masyarakat akan hukum Teknologi Finansial tersebut seperti yang diutarakan Satjipto
Raharjo, yaitu “hukum adalah untuk rakyat”. Selanjutnya progresivitas pengaturan
mengenai Teknologi Finansial (Fintech) dalam Hukum Bisnis merupakan tanggapan dari
pemerintah untuk melayani masyarakat yang berubah dari segi cara bertransaksi bisnis.
Dalam menanggapi progresivitas Teknologi Finansial yang terjadi, ada beberapa
terobosan teknologi yang dipertimbangkan untuk diterima pemerintah sebagai terobosan
cara bertransaksi berdasarkan PBI Nomor 19/12/PBI/2017. Selanjutnya urgensi pengaturan
Teknologi Finansial (Fintech) dalam PBI Nomor 19/12/PBI/2017, yang mana jika bersama
pertimbangan dikaitkan dengan sociological jusprudence dari Roscoe Pound memberikan
penjelasan mengenai bentukan hukum sebagai milestone tersebut, seperti yang diutarakan
dalam “…the cause is not to be fitted to the rule but the rule to the cause”. Penyebab
(cause) dari munculnya peraturan (rule) mengenai Teknologi Finansial (Fintech) yang
tertuang dalam 3 poin awal dari pertimbangan atas PBI Nomor 19/12/PBI/2017.
Selain itu, ada faktor-faktor lain yang menyebabkan peraturan tersebut mengalami
penyesuaian kembali (readjustment) dalam urgensi pengaturan Teknologi Finansial dalam
Penjelasan PBI Nomor 19/12/PBI/2017. Faktor pertama adalah penyesuaian kembali
(readjustment) tekanan kepentingan sosial yang kurang diperhatikan sebelumnya. Faktor
kedua adalah perubahan cara bertransaksi dari sistem konvensional menjadi elektronik
dalam progresivitas Teknologi Finansial (Fintech) digolongkan Hukum Bisnis, terutama
penggunaan platform teknologi untuk kepentingan bisnis. Selanjutnya faktor ketiga adalah
modal bisnis inovatif.
Penerimaan perkembangan Teknologi Finansial (Fintech) di Indonesia dapat dilihat
dari Bank Indonesia yang telah menyusun sistem pengujian penyelenggaraan Teknologi
Finansial (Fintech) dengan sistem Regulatory Sandbox untuk para penyelenggara Teknologi
Finansial (Fintech) yang telah mendaftarkan dirinya beserta produk, layanan, teknologi, dan
atau model bisnisnya.
Urgensi dan Batasan Pengaturan Teknologi Finansial (Fintech) di masa yang akan
datang (ius constituendum) yang ditandai dengan “Distruptive Era” mendorong
diperlukannya penyesuaian bentukan hukum terkini untuk meregulasi secara teknis
Teknologi Finansial (Fintech). OJK sejauh ini berperan melakukan pengawasan sekaligus
meregulasi peer-to-peer lending. Selain itu, juga dibentuk BSSN bersama Kementrian
Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melaksanakan keamanan siber.

Manfaat yang diterima oleh masyarakat dari penggunaan Teknologi Finansial


(Fistech) merupakan faktor utama yang menyebabkan progresivitas Teknologi Finansial
dalam Hukum Bisnis. Hal ini didorong dengan terbukanya pemerintah akan perkembangan
Fintech melalui penetapan rangkaian peraturan transaksi digital, salah satunya PBI Nomor
19/12/PBI/2017. Melalui sudut pandang Teori Sociological Jurisprudence, penyebab dari
Simpulan munculnya peraturan mengenai Fintech tertuang dalam Urgensi maupun pertimbangan dari
PBI tersebut, yang terdiri atas 4 hal, yaitu pengalokasian sumber daya ekonomi yang lebih
efisien, peningkatan produktivitas melalui digitalisasi ekonomi, konsekuensi pengadopsian
Teknologi Finansial oleh masyarakat, dan memitigasi berkembangnya transaksi
perekonomian yang tidak terawasi. Dengan pertimbangan untuk menjawab kebutuhan
masyarakat, pemerintah, dan pertumbuhan ekonomi nasional.

Perlu diadakan penyesuaian antara bentukan hukum Teknologi Finansial di masa


yang akan datang dengan perkembangan Teknologi Finansial kedepannya dengan sistem
Rekomendasi nilai dan peraturan yang ada di Indonesia. Selama produk terkait tidak tidak bertentangan
dengan sistem nilai yang ada, maka produk Teknologi Finansial dapat dikembangkan dan
diatur penyelenggaraannya di Indonesia.
Penulis mampu mengeluarkan ide dan gagasannya secara jelas dan terstruktur. Hasil
Komentar dan pembahasan juga sesuai dengan topik yang dipilih dan tidak melenceng kemana-mana. Akan
Pembahasan tetapi, penulis belum memberikan data kuantitatif untuk mendukung hasil penelitiannya
seperti yang tercantum dalam Metode Penelitian.

Anda mungkin juga menyukai