Anda di halaman 1dari 20

TEORI TITIK HENTI, TEORI LOKASI, INDEKS KONEKTIVITAS, TEORI

SENTRALITAS SERTA ARAH PEMBANGUNAN WILAYAH DENGAN


MENERAPKAN METODE PENDEKATAN GEOGRAFI EKONOMI
STUDI KASUS: KOTA MEDAN DAN SEKITARNYA

GEOGRAFI EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

Dosen Pengampu : Dra. Tumiar Sidauruk M.Si.

Disusun Oleh : Kelompok 7

M. Syafikal Amli NIM. 3192131004


Marnita Gracya Br. Siagian NIM.
Meysandra Maudy Denisa NIM.

KELAS A 2019

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya sehingga
penyusun masih diberikan kesempatan untuk dapat menyusun makalah yang dibuat guna
memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah Geografi Ekonomi dan Pembangunan, semoga
makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca.

Dalam penulisan makalah ini, penyusun tentu saja tidak dapat menyelesaikannya sendiri
tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada Tuhan
yang maha esa, Dosen Pengampu dan rekan-rekan yang telah mendukung penulis menyelesaikan
makalah ini

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan.Oleh karena itu, tim penulis dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan
kedepannya.

Medan, 21 Oktober 2021

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

A. COVER/HALAMAN JUDUL.................................................................................1
B. KATA PENGANTAR..............................................................................................2
C. DAFTAR ISI.............................................................................................................3
D. BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................4
1.3 TUJUAN..............................................................................................................4
E. BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5
2.1 EKOSISTEM.......................................................................................................5
2.2 DAMPAK KEGIATAN MANUSIA TERHADAP EKOSISTEM LAUTAN....7
2.3 DAMPAK KEGIATAN MANUSIA TERHADAP EKOSISTEM DARATAN..10
F. BAB III PENUTUP..................................................................................................11
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................11
3.2 SARAN...............................................................................................................11
G. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Wilayah dapat berkembang dengan pesat, baik dari segi ekonomi, politik, dan budaya
karena adanya pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan merupakan suatu magnet sebagai
penarik dan juga sebagai pendorong perkembangan suatu wilayah. Pusat pertumbuhan
wilayah dapat terbentuk secara alami maupun secara terencana. Wilayah selalu berkaitan
dengan pengelolaan dan penataan ruang yang didalamnya terdapat pertumbuhan
pembangunan baik dibidang fisik, sosial, ekonomi, dan budaya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :


a). jelaskan mengenai teori titik henti?
b). jelaskan mengenai teori lokasi?
c). jelaskan mengenai indeks konektivitas?
d). jelaskan mengenai teori sentralitas?
e). jelaskan mengenai arah pembangunan wilayah dengan menerapkan metode pendekatan
geografi ekonomi studi kasus di kota medan?

1.3TUJUAN DAN MANFAAT

Adapun tujuan dan manfaat dalam penulisan makalah ini adalah:


1. Mampu mengetahui tentang teori titik henti.
2. Mampu mengetahui tentang terori lokasi.
3. Mampu mengetahui tentang indeks konektivitas.
4. Mampu mengetahui tentang teori sentralitas.
5. Mampu mengetahui tentang arah pembangunan wilayah dengan menerapkan metode
pendekatan geografi ekonomi studi kasus di kota medan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TEORI TITIK HENTI
Teori titik henti memberikan gambaran tentang perkiraan posisi garis batas yang
memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua kota atau wilayah yang berbeda jumlah dan
komposisi penduduknya. Teori Titik Henti juga dapat digunakan dalam memperkirakan
penempatan lokasi industri atau pusat pelayanan masyarakat. Teori Titik Henti dapat
dimanfaatkan untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti kantor Polisi,
POM bensin, rumah sakit, sekolah. Penempatan dilakukan di antara dua wilayah yang berbeda
jumlah penduduknya agar terjangkau oleh penduduk setiap wilayah. Adapun rumus Teori Titik
Henti adalah sebagai berikut.
d ab
Dab = PB
k+
√ PA
Keterangan
 Dab : Jarak lokasi titik henti, diukur dari kota atau wilayah yang jumlah
penduduknya lebih kecil
 d ab : Jarak Kota A dan B
 PA : Jumlah penduduk kota yang lebih kecil
 PB : Jumlah penduduk kota yang lebih besar
 K : Konstanta = 1
2.2 TEORI LOKASI
Teori lokasi berkembang sejak awal abad 19 dan mengalami pengembangan hingga saat
ini untuk dapat menyempurnakan teori ini. Dalam pengembangan teori lokasi ini banyak tokoh
yang ikut terlibat dalam pembuatan atau pengembangan teori ini, tetapi ada tiga tokoh yang
paling berperan penting dalam pengembangan teori ini yaitu, Weber, Christaller, dan Von
Thunen.
Menurut teori Weber dalam pemilihan lokasi industri dilandasi atas prinsip minimalisasi
biaya. Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi
dan tenaga kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum sehingga dapat keuntungan
yang maksimum.
Untuk menjelaskan keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku, teori Weber ini
menggunakan konsep segitiga lokasi atau dengan menggunakan konsep tiga arah agar dapat
memperoleh lokasi optimal. Untuk dapat menunjukkan apakah lokasi optimal tersebut lebih
dekat ke lokasi bahan baku atau pasar, teori Weber merumuskan indeks material (IM) dimana
IM = bobot bahan baku lokal/ bobot produk akhir , Apabila IM >1 maka perusahanan akan
berlokasi dekat ke bahan baku sedangkan apabila IM < 1 maka perusahan akan berlokasi dekat
pasar.

Menurut teori Christaller lebih dikenal dengan dengan teori model tempat sentral (central
place model theory). Teori Christaller ini merupakan salah satu terori yang dianggap memiliki
kelebihan salah satu hal penting yang banyak dibahas dalam teori lokasi atau sentral adalah
pengaruh jarak terhadap intensitas orang yang bepergian dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Teori Christaller ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam
ruang. Cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan bisa dengan
menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan
lokasinya ada pada simpul-simpul jaringan heksagonal. Dalam penentuan lokasi ini pada tempat
sentral sehingga dapat menarik partisipasi manusia dengan jumlah maksimum atau banyak, baik
dari masyarakat yang terlibat dalam aktivitas pelayanan publik ataupun yang menjadi konsumen
atau pembeli dari barang-barang yang dihasilkannya.
Teori Von Thunen dilandasi oleh pengamatan dalam daerah tempatnya tinggal yang
merupakan lahan pertanian. teori lokasi pertanian yang menitikberatkan pada 2 hal utama tentang
pola keruangan pertanian yaitu: (1) Jarak lokasi pertanian ke pasar. (2) Sifat produk pertanian
(keawetan, harga, beban angkut).
Jadi inti atau kesimpulan dalam teori Von Thanen adalah apabila lahan yang berada di
dekat pusat kota maka harga akan lebih mahal di bandingkan lahan yang jauh dari pusat kota,
karena jarak yang makin jauh dari pusat kota/kegiatan, akan meningkatkan biaya transportasi.
Jadi harga sewa lahan pertanian nilainya tergantung tata guna lahannya.
Jadi teori lokasi dalam pembangunan wilayah menjelaskan bahwa landasan yang
digunakan dalam pembangunan wilayah dilakukan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan
ruang karena dalam ruang kita dapat menemukan banyak lokasi yang dapat dijadikan sebagai
kegiatan perekonomian.
Didalam teori lokasi terdapat prinsip yang ditekankan yaitu bahwa perlu adanya penataan
lokasi diseluruh kegiatan perekonomian di dalam satu ruang sehingga dapat mengoptimalkan
seluruh ruang agar dapat dijadikan sebagai pusat kegiatan perekonomian secara optimal sehingga
dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Dengan adanya teori lokasi ini dapat
melakukan kegiatan perekonomian dalam satu ruang sehingga muncul jarak – jarak terhadap
kegiatan perekonomian lainnya. Dan ketika kegiatan perekonomian satu dengan perekonomian
lainnya yang saling berhubungan satu sama lain maka hal ini akan menimbulkan konsekuensi
yaitu munculnya pada biaya transportasi dari satu lokasi ke lokasi kegiatan atau aktivitas
perekonomian ke lokasi lainnya.
2.3 INDEKS KONEKTIVITAS/TEORI GRAFIK
Salah satu komponen penting interaksi antar wilayah adalah infrastruktur berupa jaringan
jalan. Makin banyak jaringan jalan yang menghubungkan antar kota maka alternatif distribusi
penduduk, barang dan jasa semakin lancar. Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan
dengan satu jalur jalan tentunya memiliki kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil
dibandingkan dengan dua wilayah yang memiliki jalur transportasi yang lebih banyak.
Analisis indeks konektivitas dapat dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk
menentukan lokasi usaha yang potensial menguntungkan karena memiliki nilai interaksi yang
tinggi. Indeks konektivitas yang tinggi dapat ditafsirkan wilayah tersebut memiliki interaksi yang
tinggi pula sehingga memperlancar arus pergerakan manusia, barang, dan jasa yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur
jaringan jalan sebagai prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan
membandingkan jumlah kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana
penghubung kota-kota tersebut. Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan Indeks
Konektivitas. Semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota maka makin tinggi
nilai indeks konektivitasnya. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia,
barang, dan jasa karena prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah.
Untuk menghitung indeks konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut.
e
β=
v
Keterangan
 β : Indeks konektivitas
 e : Jumlah jaringan jalan
 v : Jumlah kota
2.4 TEORI SENTRALITAS
Sentral dikemukakan oleh Walter christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman.
Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu
ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran
luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari christaller ini diperkuat oleh pendapat August Losch
(1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk
menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang
dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul
simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan
partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas
pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempat-
tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometri berdiagonal yang
memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya.
Walter Christraller 1933 dalam bukunya Central Place In Southern Germany yang
diterjemahkan dalam bahasa inggris oleh C.W. Baski pada tahun 1966 mengemukakan konsep
konsep dasar atau unsur-unsur pokok Tempat Sentral (TS) adalah sebagai berikut:
a) Batas Ambang Penduduk (Population threshold), merupakan jumlah penduduk
minimum yang menunjang atau membutuhkan adanya suatu kegiatan pelayanan. Di
bawah batas ambang tersebut, kegiatan pelayanan dari tiap komoditi tidak akan ada.
b) Jangkauan Pasar (Range), merupakan suatu jarak yang ditempuh dan diinginkan oleh
konsumen untuk memperoleh suatu pelayanan atau komoditi. Di luar batas tersebut,
konsumen yang bersangkutan akan mencari tempat sentral lain. Adapun hal-hal yang
perlu diperhatikan:
 Range selalu lebih besar dibanding daerah tempat population threshold.
 Inner limit (batas dalam) adalah batas wilayah yang didiami population threshold.
 Outer limit (batas luar) adalah batas wilayah yang mendapatkan pelayanan
terbaik, sehingga di luar batas itu penduduk akan mencari atau pergi ke pusat lain.
Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya
membentuk jaringan sarang lebah. Menurut Walter christaller, suatu tempat sentral mempunyai
batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut.
Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral.
Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat tempat sentral itu disebut batas
ambang. Suatu tempat sentral dapat berupa kota-kota besar, perbelanjaan, rumah sakit, ibu kota
provinsi, dan kota kabupaten. Masing-masing tempat sentral tersebut menarik penduduk yang
tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda-beda

Terdapat tiga asas tempat sentral menurut Christraller yakni sebagai berikut:
a) Tempat sentral menurut asas pasar (K3)
Merupakan pusat pelayanan berapa besar yang responsif terhadap ketersediaan barang
dan jasa atau sering disebut dengan pasar optimal. Para konsumen di tempat-tempat yang
lebih kecil terbagi menjadi 3 kelompok yang sama besarnya. Jika berbelanja ketiga
tempat lebih besar yang letaknya terdekat.
b) Tempat sentral menurut asas transportasi (K4)
Tempat sentral memberikan pembinaan jalur lalu lintas yang paling efisien kepada daerah
sekitarnya. Para konsumen di tempat-tempat yang lebih kecil terbagi menjadi dua
kelompok yang sama, jika berbelanja ke dua tempat lebih besar yang terdekat.

c) Tempat sentral menurut administrasi (K7)


Tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian wilayah sekitarnya dan wilayah itu
sendiri. Pembangunan tempat sentral ini tidak berorientasi pada sektor ekonomi tetapi
pada sektor sosial dan politik. Contohnya seperti kota pusat pemerintahan.

Teori Walter christaller dapat diterapkan secara baik di suatu wilayah dengan syarat-
syarat sebagai berikut:
1) Topografi dari wilayah tersebut relatif seragam sehingga tidak ada bagian yang mendapat
pengaruh lereng atau pengaruh alam lainnya dalam hubungan dengan jalur angkutan.
2) Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan
adanya produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu, atau naru bara.

2.5 ARAH PEMBANGUNAN WILAYAH DENGAN MENERAPKAN METODE


PENDEKATAN GEOGRAFI EKONOMI STUDI KASUS KOTA MEDAN
2.5.1 Penerapan Teori Titik Henti
1). Berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2020 Kota Medan memiliki jumlah penduduk
2.453.252 jiwa, sedangkan kota Binjai memiliki jumlah penduduk 291.842 jiwa. Jarak antara
kedua kota tersebut adalah 20 kilometer. Di manakah lokasi pusat kesehatan yang tepat dan
strategis agar terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut?
d ab
Dab = PB
k+
√ PA
20
Dab = 2.453 .252
1+

291.842
20
Dab =
1+ √8,40
20
Dab =
1+ 2,89
20
Dab =
3,89
D ab = 5,14
Adapun lokasi pusat Kesehatan yang tepat dan strategis dibangun 5,14 kilometer dari kota
Binjai.
2.5.2 Penerapan Teori Lokasi
Kota Medan sebagai sebuah kota terbesar ketiga di Indonesia semakinpenuh dengan
aktifitas pembangunan baik berupa fisik maupun non fisik. Letaknya yang strategis di wilayah
pesisir Timurdekat dengan jalur transportasi Selat Malaka menyebabkan Medan berkembang
dengan pesat. Perannya sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara sangat sentral dengan berbagai
jenis kegiatan ekonomi, administrasi, sosial politik dan kebudayaan.

Secara geografis, wilayah Kota Medan berada antara 3”30’ – 3”43’ LU dan 98”35’ – 98”44’ BT
dengan luas wilayah 265,10 km2dengan batas-batas sebagai berikut :

Batas Utara : Kabupaten Deli Serdang dan Selat Malaka

Batas Selatan : Kabupaten Deli Serdang

Batas Timur : Kabupaten Deli Serdang

ÄBatas Barat : Kabupaten Deli Serdang

Topografi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter
diatas permukaan laut. Dari luas wilayah Kota Medan dapat dipersentasekan sebagai berikut:

1. Pemukiman 36,3 %

2. Perkebunan 3,1 %

3. Lahan Jasa 1,9 %

4. Sawah 6,1 %

5. Perusahaan 4,2 %

6. Kebun Campuran 45,4 %

7. Industri 1,5 %

8. Hutan Rawa 1,8 %

Secara geografis, Kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam
seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing
Natal, Karo, Binjai dan lain-lain. Kondisi ini menjadikan Kota Medan secara ekonomi mampu
mengembangkan berbagai kerjasama dan kemitraan yang sejajar, saling menguntungkan dan
saling memperkuat dengan daerah-daerah sekitarnya.

Medan berkembang menjadi kota metropolitan. Pemerintah Kota Medan pun berambisi
memajukan kota ini semaju kota-kota besar lainnya, tidak saja seperti Jakarta atau Surabaya
diJawa, tetapi juga kota-kota di negara tetangga, seperti Penang dan Kuala Lumpur. Medan, kota
berpenduduk 2 juta orang memiliki areal seluas 26.510 hektar yangsecara administratif dibagi
atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan.

Sebagai sebuah kota, ia mewadahi berbagai fungsi, yaitu, sebagai pusat administrasi
pemerintahan, pusat industri, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi
kepariwisataan, sertaberbagai pusat perdagangan regional dan internasional.

Medan Sebagai Pusat Pertumbuhan

Dalam konteks pengembangan wilayah ada tiga tipe wilayah (region) yaitu :

1. Wilayah Homogen (homogeneous region), yaitu wilayah yang memiliki karakteristik serupa
atau seragam. Keseragaman ciri dapat ditinjau dari faktor ekonomi misalnya beberapa desa
dalam satu kecamatan memiliki kesamaan struktur produksi, komoditi atau pola konsumsi.
Faktor geografi, kesamaan dalam iklim, tanah, dan topografi. Faktor sosial budaya dalam hal
adat istiadat, seni, dan perilaku masyarakat. Faktor lainnya seperti perkebunan karet di Sumatera
Utara.

2. Wilayah heterogen (nodal region), yaitu wilayah yang saling berhubungan secara fungsional
disebabkan faktor ketidakmerataan (heterogenitas). Wilayah ini saling melengkapi dengan fungsi
yang berbeda-beda. Tipe wilayah heterogen pada umumnya berlangsung antara wilayah pusat
(core) dan wilayah pinggiran (periphery atau hinterland).

3. Wilayah perencanaan (planning region), yaitu wilayah yang berada dalam kesatuan kebijakan
atau administrasi. Wilayah ini umum digunakan untuk menyatakan kesatuan administratif seperti
desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi.

(Sumpeno, 2007)

Melihat dari ciri – ciri Medan sebagai suatu wilayah maka dapat dikatakan bahwa Medan
termasuk tipe model region yang heterogen. Medan sebagai core mempunyai wilayah pinggiran
(periphery atau hinterland) yaitu Binjai , Deli Serdang. Bahkan daerah seperti Karo, Langkat,
Serdang Bedagai masih mempunyai ketergantungan yang sangat dekat dengan Kota Medan.
Daerah inti (core region)merupakan pusat-pusat utama dari pembaharuan (inovation). Sementara
wilayah-wilayah territorial lainnya merupakan daerah-daerah tepi/pinggiran (peripheri regions)
menggantungkan nasibnya kepada daerah-daerah inti. Pembangunan di daerah-daerah pinggiran
ini juga ditentukan oleh daerah inti. Ini berarti pembangunan Kota Medan akan mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan wilayah pinggirannya.

Dalam perkembangannya Kota Medan berperan sebagai kutub pertumbuhan (growth


pole) sebagaimana dinyatakan Boudeville (1966: 11), dengan mengikuti Perroux, telah
mendefinisikan kutub pertumbuhan regional sebagai seperangkat industri- industri sedang
berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong perkembangan lanjut dari
kegiatan ekonomi melalui daerah pengaruhnya. Faktor utama dalam ekspansi regional adalah
interaksi antara industri-industri inti yang merupakan pusat nadi dari kutub perkembangan.
industri-industri ini mempunyai ciri-ciri khusus tertentu: tingkat konsentrasi yang tinggi,
elastisitas pendapatan dari permintaan yang tinggi terhadap produk mereka yang biasanya dijual
ke pasar-pasar nasional, efek multiplier dan efek polarisasi lokal yang sangat besar. Tumbuhnya
industri di kota Medanmerupakan salah satu ciri Medan sebagai sebuah pusat pertumbuhan
industri yang mendorong pertumbuhan ekonomi baikuntuk Medan maupun wilayah
pinggirannya.

Akan tetapi, kutub pertumbuhan (growth pole) tidaklah hanya merupakan lokalisasi dari
industri-industri inti. Kutub pertumbuhan harus juga mendorong ekspansi yang besar di daerah
sekitar, dan karenanya efek polarisasi strategi adalah lebih menentukan dari pada perkaitan-
perkaitan antar industri. Prasarana yang sudah ada sangat berkembang, penyediaan pelayanan-
pelayanan sentral, permintaan terhadap faktor-faktor produksi dari daerah pengaruh, dan
persebaran kesadaran pertumbuhan dan dinamisme ke seluruh daerah pengaruh. Kesemuanya ini
penting untuk mendorong polarisasi.

Analisa titik pertumbuhan mengandung hipotesa bahwa pendapatan di daerah


pertumbuhan sebagai keseluruhan akan mencapai maksimum apabila pembangunan
dikonsentrasikan pada titik- titik pertumbuhan dari pada jika pembangunan itu dipencar-pencar
secara tipis di seluruh daerah. Dengan demikian, interaksi antara masing-masing titik
pertumbuhan dan. daerah pengaruhnya adalah unsur yang panting dalam teori ini. Interaksi ini
mempunyai beberapa aspek. Pertama, interaksi ini akan menimbulkan ketidak seimbangan
struktural di daerah yang bersangkutan secara keseluruhan. Jika suatu titik pertumbuhan
digandengkan dengan pembangunan suatu komplek industri baru, maka komplek tersebut akan
ditempatkan di sekitar titik pertumbuhan itu sendiri. Memang harus diakui industri-industri
pensuplai di daerah pengaruh tentu akan ikut terdorong berkembang, tetapi perbedaan yang besar
dalam kemakmuran antara titik pertumbuhan dan daerah yang mengitarinya akan tetap terdapat.
Selanjutnya di luar perbatasan daerah pengaruh, tingkat pendapatan dapat mengalami stagnasi
den daerah mengalami kemunduran. Pembenaran titik pertumbuhan ini adalah bahwa daerah -
daerah ini bagaimanapun juga pasti sampai pada titik stagnasi, dan bahwa pengkonsentrasian
akan menghasilkan pendapatan perkapita rata - ratayang lebih tinggi di daerah yang
bersangkutan sebagai keseluruhan.

Kedua, industri-industri penggerak (propulsive industries) di kutub pertumbuhan . adalah


industri-industri ekspor yang melayani pager- pager ekstra regional. Teori titik pertumbuhan
secara implisit bersumber pada konsep basis ekspor tetapi dengan memberinya dimensi ruang,
karena industri-industri inti (key industries) berlokasi pada titik pertumbuhan sedangkan industri-
industri suplay, tenaga kerja, bahan-bahan mentah dan pelayanan-pelayanan defenden dapat
terpencar-pencar di seluruh daerah pengaruh. Pendapatan yang terima di daerah pengaruh berasal
dari penerimaan faktor terutama upah yang diperoleh para pekerja yang tinggal di daerah
pengaruh tetapi bekerja di titik pertumbuhan. Salah satu perbedaan enters titik pertumbuhan dan
daerah pengaruhnya adalah bahwa titik pertumbuhan dapat dianggap sebagai pager tenaga kerja
sentral dan daerah pengaruhnya sebagai daerah sumber tenaga kerja. Ketiga, fungsi tempat
sentral dari titik pertumbuhan (dengan asumsi bahwa tempat tersebut adalah pusat penduduk
yang substansial) dapat memperjelas hubungan antar titik pertumbuhan dan daerah pengaruhnya.

Tersedianya pelayanan sentral adalah salah satu keuntungan aglomerasi yang penting
pada titik pertumbuhan. Tetapi, secara konsepsional, titik pertumbuhan dan tempat sentral
tidaklah identik. Tempat-tempat sentral (central places) adalah banyak sekali dan tersusun dalam
suatu hirarki, sedangkan titik pertumbuhan hanya sedikit sekali dalam beberapa hal, hanya satu
di dalam suatu daerah. Arus polarisasi disekitar titik pertumbuhan adalah lebih intensif dan
mempunyai watak yang lebih beraneka ragam dari pada di sekitar tempat sentral dimana arus
terutama terdiri dari kepergian hilir mudik untuk keperluan berbelanja, rekreasi dan jasa-jasa
lainnya.

Penggunaan Lahandalam Pengembangan Wilayah Kota Medan


Dalam RUTR Kota Medan Tahun 2011-2031 dinyatakan bahwa akan
mengkonsentrasikan pembangunan permukiman di kawasan utara, yang meliputi Medan
Labuhan, Medan Marelan, Medan Deli, Medan Helvetia dan Medan Barat, Medan Timur dan
sekitarnya. Sedangkan pemanfaatan lahan di kawasan selatan mulai dibatasi. pengembangan
permukiman di kawasan utara akan didukung melalui pola lahan siap bangun (lasiba) dan
kawasan siap bangun (kasiba). Pemko Medan juga akan melakukan penataan kembali wilayah
Medan Belawan. Hal itu sejalan dengan rencana pengembangan Kota Belawan sebagai kota
pelabuhan modern (harbour city). PT Pelindo I telah menyusun master plan (rencana induk)
khusus di kawasan pelabuhan. Kota Belawan akan difokuskan sebagai kawasan industri
(industrial park) dan jasa penunjang aktivitas pelabuhan seperti pergudangan, pusat perkantoran,
hotel, pusat perbelanjaan, galangan kapal dan industri perikanan.

Sementara itu, pemanfaatan lahan di kawasan selatan akan dibatasi, mengingat fungsi
kawasan itu yang telah ditetapkan sebagai daerah konservasi atau penyangga kota (buffer zone).
Izin pembangunan perumahan di wilayah selatan, termasuk Kecamatan Medan Johor, akan
diberikan secara selektif untuk menjaga kondisi lingkungan kota agar tetap hijau dan asri (eco-
city). ''Di pusat kota juga dilakukan optimalisasi lahan, mengingat keterbatasan dan mahalnya
harga tanah. Izin pembangunan akan diprioritaskan untuk bangunan yang bersifat vertikal
(pencakar langit) seperti pusat perkantoran dan apartemen. Selain di wilayah-wilayah yang
berada antara inti kota dan kawasan utara, pengembangan Kota Medan juga akan mengarah ke
daerah hinterland (pinggiran) yang sebagian besar masuk dalam Kabupaten Deliserdang, seperti
Hamparan Perak, Tanjungmorawa dan Kuala Namu.

Sebagai kota industri, perdagangan dan jasa terkemuka di indonesia, kota Medan telah
menyiapkan berbagai fasilitas penunjang bagi kegiatan industri, termasuk menyediakan sebuah
kawasan industri yang modern dan terkelola secara profesional yang sering disebut aglomerasi
industri yaitu pengelompokan industri alam suatu koridor. Tujuannya agar mendorong
spesialisasi produk dan keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, meningkatkan
efisiensi, mengurangi biaya transportasi dan transaksi, menciptakan aset secara kolektif, dan
meningkatkan inovasi (Panjaitan,http://64.203.71.11/kompas-
cetak/0008/19/EKONOMI/aglo14.htm).Kawasan industri Medan (KIM) berlokasi di kelurahan
Mabar, Kecamatan Medan Deli dengan areal seluas 524 hektar. PT KIM resmi berdiri menjadi
perseroan sejak tanggal 7 oktober 1988. areal kawasan industri ini dibelah oleh dua jalur tol dari
Kota Medan menuju pelabuhan Belawan. Posisinya sangat strategis dengan jarak 8 kilometer ke
pelabuhan Belawan, kurang lebih 30 kilometer ke Bandara International Kualanamu,  serta 10
kilometer ke pusat kota Medan. Berbagai fasilitas penunjang yang dimiliki kawasan industri
medan antara lain pengolahan air limbah, air bersih, air hydran, listrik, telepon, gas, keamanan,
pemadam kebakaran dan poliklinik. Keberadaan Kawasan Industri Medan saat ini sudah semakin
berkembang perluasan lahan dari Kawasan Industri Medan Tahap I kini sudah memasuki
pengembangan Tahap ke III. Adapun pengembangan tahap III ini sudah memasuki wilayah
Kabupaten Deli Serdang yang berbatasan dengan Kota Medan. Artinya Pemerintah Kabupaten
Deli Serdang sudah mempunyai andil dalam pengembangan Industri di Kota Medan dan Deli
Serdang. Secara nyata saat ini Upah Minimum Regional bagi Industri dan Perusaahan di
Kawasan Industri Medan Tahap IIadalah berdasarkan UMRPemkab Deli Serdang yang artinya
sebagian Kawasan Industri Medan telah masuk dalam administrasi Pemkab Deli Serdang.

Saat ini pertumbuhan industri itu ada di Medan sebagai core region (wilayah inti) yaitu di
Kawasan Industri Medan , namun kemungkinan karena pesatnya pertumbuhannya maka daerah
sekitar akan tumbuh juga sebagai lokasi industri baru. Hal ini disebabkan keterbatasan lahan
yang ada dan fenomena lainnya, seperti yang terjadi diJakarta dan Bandung (Hidayati dan
Kuncoro, 2007”perkembangan konsentrasi industri di kutub barat pulau Jawa yang meliputi
Greater Jakarta dan Bandung, maka akan terlihat beberapa fenomena yang cukup menarik untuk
diamati lebih lanjut. Pertama, dewasa ini terdapat kecenderungan perkembangan aktifitas
industri manufaktur di kota-kota inti (core region) dalam hal ini Metropolitan Jakarta dan
Bandung terlihat menurun. Sementara itu di kota-kota pinggiran (fringe region) seperti Bogor,
Tangerang, dan Bekasi (Botabek) aktifitas industri manufaktur justru semakin meningkat. Jika
hal ini terjadi maka hubungan antara Medan dengan daerah sekitar khususnya Deli Serdang
mempunyai keterkaitan yang saling menguntungkan. Industri Deli Serdang juga akan bertumbuh
demikian pula perekonomian termasuk penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan di Kawasan Kota
Medan saat ini untuk pengembangan Industri dan Pemukiman berada di Kawasan Kota Medan
tepatnya di Kecamatan Medan Deli, Medan Marelan, Medan Labuhan, Medan Belawan.
Kawasan Industri Medan (KIM) berada dekat dengan Pelabuhan Belawansekitar 8 Km di daerah
Medan Deli dan Medan Labuhan. Secara Teori Lokasi daerah ini dipilih karena mempunyai
akses dengan Pelabuhan melalui jalan Tol Belmera sehingga memudahkan transportasi
pengiriman barangbaik ekspor maupun import. Kawasan Industri Medan ini juga menempati
lahan yang masih luas dan telah menggunakan juga lahan milik Pemkab Deli Serdang.

Kehadiran Kawasan Industri bertujuan untuk memudahkan para pengusaha untuk


membuka industri mereka walaupun secara bahan baku Kawasan Industri Medan jauh dari
sumber bahan baku, akan tetapi fasilitas yang disediakan antara lain listrik, telekomunikasi ,
perbengkelan, keterkaitan antar industri, dan fasilitas tersedianya tenaga kerja murah akibat
adanya aglomerasi akan memberikan keseimbangan bagiongkos transport yang dikeluarkan
untuk bahan baku ( Weber dalam Tarigan 2006). Alasan lain adalah dekatnya Kawasan Industri
Medan dengan Pelabuhan laut.

2.5.3 Penerapan Indeks Konektivitas


1). Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Rencana Detail
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Medan Tahun 2015-2035, Ditemukan data sebagai
berikut:
a). Jalan arteri primer kota medan berjumlah 35 jalan.
b). Jalan arteri sekunder kota medan berjumlah 44 jalan.
c). Jalan kolektor primer kota medan berjumlah 10 jalan.
d). Jalan kolektor sekunder kota medan berjumlah 141 jalan.
e). Jalan lokal primer kota medan berjumlah 31 jalan.
Dengan demikian jumlah jalan di kota medan berjumlah 261 jalan.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan.
e
β=
v
261
β=
21
β = 12,42
2). Berdasarkan Rencana Pembangunan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP) Kota Binjai
Provinsi Sumatera Utara, Ditemukan data sebagai berikut:
a). Jalan arteri primer kota medan berjumlah 5 jalan.
b). Jalan arteri sekunder kota medan berjumlah 10 jalan.
c). Jalan kolektor primer kota medan berjumlah 7 jalan.
d). Jalan kolektor sekunder kota medan berjumlah 127 jalan.
Dengan demikian jumlah jalan di kota binjai berjumlah 149 jalan.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Binjai terdiri dari 5 kecamatan.
e
β=
v
149
β=
5
β = 29,8

2.5.4 Penerapan Teori Sentralitas


Metode Indeks Sentralitas Marshall
Matriks Indeks Sentralitas Marshal merupakan analisis terhadap fungsi-fungsi pelayanan yang tersebar
di wilayah studi dalam kaitannya dengan berbagai aktivitas penduduk/ masyarakat untuk memperoleh/
memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut (Riyadi, 2003:110). Indeks sentralitas Marshal dimaksudkan
untuk mengetahui struktur/hierarki pusat-pusat pelayanan yang ada dalam suatu wilayah perencanaan
pembangunan, seberapa banyak fungsi yang ada, berapa jenis fungsi dan berapa jumlah penduduk yang
dilayani serta seberapa besar frekuensi keberadaan suatu fungsi dalam satu satuan wilayah
permukiman. Indeks sentralitas marshal ini digunakan untuk menilai kemampuan dan hirarki pusat
pelayanan. Persamaan yang dipergunakan untuk menilai bobot dari suatu fasilitas adalah sebagai
berikut:
C= t/T

Keterangan:
C = Bobot dari atribut fungsional suatu fasilitas
t = Nilai Sentralitas Gabungan Dalam Hal Ini 100
T = Jumlah Total Dari Atribut Dalam Sistem
Setelah mengetahui nilai sentralitas, kita dapat menentukan indeks sentralitas dengan
mengalikanya dengan jumlah fasilitas yang ada. Berdasarkan range yang kemudian dapat ditentukan
hierarki (tingkatan) masing-masing wilayah.
Gambaran Kondisi Wilayah Pesisir Deli Serdang Berdasarkan Data Olahan Indeks
Sentralitas Marshal

Sumber
https://www.kompasiana.com/mujur_mtdg/54f35a3e7455137b2b6c728d/kajian-teori-
lokasi-dengan-perencanaan-wilayah-kawasan-utara-kota-medan
navira ayunataris, 2020, PEMBANGUNAN WILAYAH PEDESAAN DENGAN
MENGGUNAKAN TEORI LOKASI.

Anda mungkin juga menyukai