Anda di halaman 1dari 8

A.

Perjuangan Tohoh Budha Di Indonesia


Agama Buddha pertama kali masuk ke Nusantara (sekarang Indonesia) sekitar pada abad ke-
5 Masehi jika dilihat dari penginggalan prasasti-prasasti yang ada. Diduga pertama kali dibawa
oleh pengelana dari China bernama Fa Hsien. Kerajaan Buddha pertama kali yang berkembang di
Nusantara adalah Kerajaan Sriwijaya yang berdiri pada abad ke-7 sampai ke tahun 1377.
Kerajaan Sriwijaya pernah menjadi salah satu pusat pengembangan agama Buddha di  Asia
Tenggara.
Hal ini terlihat pada catatan seorang sarjana dari China bernama I-Tsing yang melakukan
perjalanan ke India dan Nusantara serta mencatat perkembangan agama Buddha disana.
Biarawan Buddha lainnya yang mengunjungi Indonesia adalah Atisa, Dharmapala, seorang
profesor dari Nalanda, dan Vajrabodhi, seorang penganut agama Buddha yang berasal dari India
Selatan.
Raja Balaputradewa merupakan raka yang terkenal dari Kerajaan Sriwijaya. Dirinya
memerintah sekitar abad ke-9 Masehi. Baca juga: Tiga Tokoh Pengibar Bendera Pertama
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya berkembang pesar dan mencapai zaman
keemasan. Balaputradewa adalah keturunan dari Dinasti Syailnedra. Berkat dirinya pula,
Kerajaan Sriwijaya masyhur sebagai kerajaan maritim dan pusat perdagangan di Asia
Tenggara. Di kerajaan ini juga dikenal sebagai pusat pendidikan dan penyebaran agama
Buddha.

Ilustrasi Raja Kerajaan Budha Sriwijaya, Balaputeradewa


Di Jawa berdiri juga kerajaan Buddha yaitu Kerajaan Syailendra, tepatnya di Jawa
Tengah sekarang, meskipun tidak sebesar Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berdiri pada
tahun 775-850, dan meninggalkan peninggalan berupa beberapa candi-candi Buddha yang masih
berdiri hingga sekarang antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon

Candi Borobudur Adalah Salah satu Peninggalan Kerajaan Budha

B. Perjuangan Tokoh Hindu Indonesia


Raja Hayam Wuruk Raja Hayam Wuruk menjadi raja Makapahit yang paling terkenal
dibanding raja-raja lainnya. Bergelar Rajasanegara dan didamapingi oleh Patih Gajah Mada.
Pada masa pemerintahannya Kerajaan Majapahit mencapai kejayaan yang tinggi dan
mengusarai seluruh wilayah Nusantara, ditambah wilayah Tumasik yang sekarang Singapura
dan Semenanjung Malaya.

Peta Kekuasaan Kerajaan Majahit

Ilustrasi Tokoh Raja Hayam Wuruk Ilustrasi Tokoh Patih Gajahmada


Candi Bajang Ratu merupakan candi peninggalan kerajaan Majapahit yang terletak di Dukuh
Kraton, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sekitar 3,5 km
dari Candi Wringinlawang dan sekitar 600 m dari Candi Tikus.

C. Kerajaan Islam Di Indonesia


1. Sultan Iskandar Muda
Berkembangnya Islam di Indonesia tentu berkat jasa-jasa tokoh
sejarah yang berjuang keras. Selain Wali Songo, terdapat beberapa
tokoh dari kerajaan-kerajaan Islam yang juga turut andil, yaitu: Sultan
Iskandar Muda Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh
pada 1607-1636. Pada masa itu, Kerajaan Aceh mencapai puncak
masa kejayaan dan memiliki wilayah kekuasaan hingga ke Semanjung
Malaya. Sejak kecil, Sultan Iskandar Muda didik orangtuanya dengan
pengetahuan agama dan kepemimpinan yang sangat kental. Tata
pemerintahan masyarakat Aceh yang dikembangkan oleh Sultan
Iskandar Muda masih berlaku hingga sekarang.

Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai pemimpin yang taat beragam adab selalu memikirkan
rakyatnya. Beliau wafat pada tahun 1636, karena sakit yang diderita.
“Begong” bangunan peninggalan Kerajaan Aceh

Mesjid Baiturrahman peninggalam Kerajaan Islam Aceh

2. Sultan Agung
Sultan Agung Adi Prabu Anyakrakusuma; lahir di Kutagede, Mataram, 1593 –
meninggal di Karta, Mataram, 1645) adalah sultan Mataram ketiga yang memerintah
dari tahun 1613-1645. Seorang sultan sekaligus senapati ing ngalaga (panglima
perang) yang terampil ia membangun negerinya dan mengkonsolidasikan
kesultanannya menjadi kekuatan teritorial dan militer yang besar.

Sultan Agung atau Susuhunan Agung (secara harfiah, "Sultan Besar" atau "Yang


Dipertuan Agung") adalah sebutan gelar dari sejumlah besar literatur yang
meriwayatkan karena warisannya sebagai raja Jawa, pejuang, budayawan dan filsuf
peletak pondasi Kajawen. Keberadaannya mempengaruhi dalam kerangka budaya
Jawa dan menjadi pengetahuan kolektif bersama.

Pada 1628, Sultan Agung dan pasukan Mataram mulai menyerbu Belanda di Batavia. Tahap awal
kampanye melawan Batavia terbukti sulit karena kurangnya dukungan logistik untuk pasukan
Mataram.

Sultan Agung kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya.
Pasukan pertama dipimpin Dipati Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan
pasukan kedua dipimpin Adipati Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000
orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan
lumbung-lumbung beras tersembunyi di Karawang dan Cirebon. Namun pihak
Belanda yang menggunakan mata-mata berhasil menemukan dan memusnahkan
semuanya. Hal ini menyebabkan pasukan Mataram kurang perbekalan, ditambah
wabah penyakit malaria dan kolera yang melanda mereka, sehingga kekuatan pasukan
Mataram tersebut sangat lemah ketika mencapai Batavia.
Serangan kedua Sultan Agung ini berhasil membendung dan mengotori
sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda
Batavia. Gubernur jenderal Belanda yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah
tersebut.

Gerbang Berbentuk Unik Di Masjid Gedhe Mataram, Yogyakarta peninggalan kerajaan Islam
Mataram.

Anda mungkin juga menyukai