Anda di halaman 1dari 46

11/7/2021 OneNote

Logbook Dk P3
Friday, November 05, 2021 12:34 PM

Kasus

PEMICU 3

Tn R usia 24 tahun adalah korban kecelakaan lalu lintas (KLL) yang diterima di Instalasi Gawat
darurat tanggal 1 Januari 2021 pkl 03.00 dengan kondisi kesadaran spoor koma, E2M3V3, TD
70/50mmHg, N 115x/menit sinus ritme, P 28x/menit, perifer dingin, CRT > 3 detik, P battle sign
negative, raccoon eye positif, otorrhea, renorrhea (kemerahan), ring sign positif, fraktur tibia
dextra terbuka 1/3 distal dan perdarahan ++, foto rongent thorax normal, foto rongent kepala
fraktur basis cranii. Pemeriksaan laboratorium tanggal 1 Januari 2021 pkl. 04.10 ditemukan Hb
10g/dl, Hematokrit 30%, eritrosit 4 juta, leukosit 12 ribu uL, trombosit 300 uL, GD 100 mg/dL;
SGOT 40uL SGPT 45uL; ureum 40 mg/dL; creatinin 0,9 gr/dL; K 3,5 ; Na 115.

Setelah penanganan selama 3 jam di IGD kondisi pasien: kesadaran somnolen, E3M3V3, TD
110/60 mmHg, HR 100 x/menit, P 20 x/menit. Pasien dilakukan operasi craniotomy dan
pemasangan oriff pada tibia dextra. Pembedahan anestesi general berlangsung 3 jam dengan
kondisi hemodinamik untabil: 60/40 mmHg-100/50 mmHg, HR 100-130x/menit, P dengan
ventilator, perdarahan 600 cc, infus RL 2000 cc, tranfusi PRC 500 cc, urine 50 cc. pasien post
operasi pindah ke ICU

Pasien dipindahkan keruang ICU pada pukul 09.00 dengan kondisi terpasang ventilator,
kesadaran DPO (dalam pengaruh obat), TD 90/40 mmHg, HR 115x/menit, saturasi 98%, drain
pada kepala, infus RL 20 tts/menit, cairan residu NGT pasien merah segar. Instruksi post operasi
knock down; terapi : Fentanyl 2 mcg/KgBB/hari, resofol 4 mg/KgBB/jam, triofusin 1000 1L/24
jam, levofloxacin 2x1 gr, manitol 3x 125 cc diberikan hingga hari ke 5 rawat (tapering off)),
PRC 500 cc.

Setelah 10 hari dirawat di ICU TD 100/60 – 130/80 mmHg, HR 90 – 110x/menit, P 28 –


40x/menit, S 390C, luka fraktur femur pus+. Pada tanggal 10 januari 2021 pkl 09.00 TD 110/60
mmHg,, Hr 120-130 x/menit, P35-40x/menit, AGD PH 7,30; PCO2 25 mmHg; PO2 110 mmHg;
HCO3 15 mmol/L; BE+2, Sat O2 98%; pasien masih menggunakan ventilator pressure
controlled CMV. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan kultur darah positif pseudomonas
aeruginosa; Hb 11g/dl, Hematokrit 33%, eritrosit 6 juta, leukosit 20 ribu uL, trombosit 350 uL,
GD 100 mg/dL; SGOT 100 uL SGPT 120 uL; ureum 75 mg/dL; creatinin 2,0 gr/dL, PCT 10
microgram/L.

STEP 1

1. Nurul Azmi : Pemasangan Orif


• Saffana : Pemasangan fiksasi pada pembedahan
• Leli : suatu tindakan operasi yang dilakukan ketika terjadi fraktur pada pasien
2. Eneng Erna : Racoon eye
• Dewi Safira : Lebam di daerah mata karena cedera tulang wajah
• Dewi Andini : Biasanya menyerupai mata panda, merah kehitaman
3. Dewi Andini : Otorrhea
• Nurul Azmi : Telinga yang mengeluarkan cairan
• Hasby : apatadi?

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 1/46
11/7/2021 OneNote

• Selvi Dianasari : Discharge telinga atau cairan dari telinga


4. Khansaa Adzra : Pseudomonas aeruginosa
• Eneng Erna : Suatu bakteri yang dapat menyebabkan infeksii
• Leli : Infeksi nasokomial yang biasa terjadi di rumah sakit
5. Selvi Dianasari : Post operasi knock down
• Khansaa Adzra : Teknik untuk mendukung jalan nafas & memastikan tekanan darah, denyut
jantung, 02 dalam darah dipertahankan di tingkat normal
6. Hasby : Craniotomi
• Firda Sundusun R : Prosedur penanganan gangguan yang terjadi di bagian kepala yang
disebabkan karena cedera untuk memperbaiki perdarahan
• Selvi Dianasari : Proses pembedahan otak yg dilakukan dengan membuka tulang tengkorak
7. Leli : Triofusin dan Levofloxacin
• Khansaa : Triofusin untuk memenuhi kebutuhan total dan parsial secara parenteral
• Eneng Erna : Levofloxacin merupakan obat antibiotik untuk meredakan infeksi
• Nurul Azmi : Infeksi bakteri
8. Dewi Safira : Ventilator pressure controlled CMV
• Dewi Andini : Sebuah ventilator untuk membantu pasien yang mengalami gangguan pada
system pernapasan
• Firda Sundusun R : Jenis mode ventilator
9. Aprilia : Ring sign positif
• Hasby : Nyeri pada kuadran bawah?
10. Dewi Andini : P battle sign negative
• Saffana : Memar di daerah tengkorak karena patah tulang
• Firda Sundusun R : Memar di daerah belakang telinga
11. Firda Sundusun R : Tapering off
• Leli : Penurunan dosis obat yang diberikan kepada pasien secara bertahap

STEP 2

1. Nurul Azmi : Pertolongan pertama untuk orang awam yang bisa dilakukan saat melihat
kecelakaan lalu lintas itu seperti apa?
2. Khansaa : Apa saja komplikasi yang terjadi pada operasi kraniotomi?
3. Leli : Sebagai seorang perawat, perawatan yang diberikan kepada pasien yang baru melakukan
operasi craniotomy dan dan pemasangan oriff?
4. Eneng Erna : Kondisi seperti apa yang mengindikasikan sebuah obat harus dilakukan tapering
off?
5. Saffana : Bagaimana penatalaksanaan fraktur crani dan fraktur Tibia pada kegawatdaruratan
kecelakaan pada kasus?
6. Dewi Safira : Apa saja indikasi pasien yang akan dilakukan operasi craniotomy dan pemasangan
oriff pada tibia dextra?
7. Aprilia : Kenapa pada hasil pemeriksaan lab kultur darah bisa ditemukan bakteri pseudomonas
aeruginosa mengapa bakteri tersebut bisa ditemukan didalam darah pasien?
8. Dewi Andini : Bakteri pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan penyakit apa? apakah dapat
memperparah kondisi pasien?
9. Eneng Erna : Didalam kasus Tn. R mengalami fraktur Tibia dextra terbuka dan fraktur crani,
sebagi perawat, ketika kita menemukan pasien seperti itu di tempat kejadian prinsip apa yang
bisa diterapkan untuk mengurangi risiko terjadinya perparahan dari kondisi pasien tersebut?
10. Hasby : Asuhan keperawatan dari kasus tersebut?

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 2/46
11/7/2021 OneNote

11. Leli : Penyebab TD pasien menurun setelah dilakukan tindakan operasi craniotomy?
12. Selvi : Apa penyebab Tn. R sampai mengalami kesadaran spoor koma ?
13. Khansaa : Pada kasus pasien saat pertama kali ditemukan TD 70/50 dan pernapasan 115x/menit
ini ga normal. Lalu bagaimana tindakan pertama perawat dalam menangani pasien spt ini?
14. Dewi Andini : Pemantauan apa saja yang dilakukan perawat pada pasien dengan fraktur tibia dan
fraktur basis krani?
15. Firda Sundusun R : Gangguan yang terjadi pada pasien di sistem apa saja?
16. Hasby : Peran perawat dalam menangani pasien dengan kesadaran DPO?
17. Aprilia : Indikasi apa yang dilakukan jika pasien mendapatkan terapi transfusi PRC?
18. Firda Sundusun R : Kontraindikasi dari pemasangan ventilator CMV?
19. Eneng Erna : Kenapa di dalam kasus cairan residu NGT pasien berwarna segar, penyebabnya
apa?
20. Aprilia : Pemeriksaan SGOT dan SGPT fungsinya untuk apa?
21. Selvi Dianasari : Apakah kondisi Tn.R setelah dirawat di ICU selama 10 hari apakah membaik?
ditandai dengan apa?
22. Dewi Safira : Bagaimana mkbilisasi pasien ketika mengalami fraktur di rs?
23. Saffana : Pada kasus tertulis saturasi oksigen pasien sudah 98%, tetapi kenapa pasien masih
terpasang ventilator?

STEP 3

1. Firda Sundusun R : Menghubungi ambulance atau rumah sakit terdekat

Dewi Andini : Meminta pertolongan kepada orang yang lebih kompeten dalam bidang kesehatan
(nakes) agar meminimalisir keparahan yang dialami pasien

Leli : Sembari menunggu ambulan datang bisa dengan menutup luka korban terlebih dahulu

Hasby : Hal pertama yang harus Anda lakukan adalah bersikap tenang dan memastikan bahwa
diri Anda aman terlebih dahulu. Setelah diri Anda aman

2. Nurul Azmi : Risiko infeksi, perdarahan/pembekuan darah, reaksi alergi terhadap anestesi yg
dilakukan

Dewi Andini : Berisiko mengalami kerusakan pada syaraf otak

Selvi Dianasari : Karena pembedahan tulang tengkorak maka banyak udara yang masuk sehingga
dapat menyebabkan emboli

Firda Sundusun R : Kerusakan saraf yang nantinya bisa terjadi penurunan fungsi atau kehilangan
fungsi dari indera serta kerusakan pada otak

Leli : Komplikasi yang mungkin terjadi pembengkakan pada bagian otak

3. Eneng Erna : Edukasi perawatan luka operasi


4. Saffana : Kondisi seperti obat jangka panjang dengan dosis tinggi

Dewi Andini : Mengurangi efek samping dari obat tersebut

Firda Sundusun R : Karena keadaan pasien sudah lebih baik jadi dapat diberikan pengurangan
dosis secara bertahap

5. Selvi : Ketika masih di luar rumah sakit, fraktu terbuka pada tibia bisa dilakukan pembidaian
untuk mengurangi risiko perdarahan

Firda Sundusun R : Untuk mengurangi dislokasi fraktur yang lebih parah jadi harus segera
dibidai untuk fraktur tibia. Untuk fraktur krani mungkin bisa dilakukan bidai untuk mengurangi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 3/46
11/7/2021 OneNote

perdarahan terlebih dahulu dan segera dibawa ke rumah sakit agar dapat penanganan dengan
cepat dan tepat

Khansaa : Setelah di RS penanganan yang pertama dilakukan yaitu untuk keadaan yang
mengancam nyawa, jadi dicek misalnya terdapat sumbatan jalan nafas, henti nafas, atau henti
jantung karna pasien faktur cranial

6. Nurul Azmi : Indikasi kraniotomi: tumor otak, infeksi otak, abses otak
6. indikasi ORIF: fraktur yg tidak stabil & jika dilakukan terapi lain hasilnya itu kurang maksimal

Leli : Pembengkakan pada otak. perdarahan pada otak, pembekuan darah pada otak, dan cedera
pada otak maka bisa dilakukan tindakan operasi craniotomy

Hasby : Proses pembedahan otak yang dilakukan dengan membuka tulang tengkorak untuk
memperbaiki gangguan yang terjadi.

7. Dewi Andini : Dari paparan pasien dengan perawat yang melakukan kontak langsung dengan
pasien lain. sehingga terjadi paparan bakteri tsb

Dewi Safira : Pseudomonas aeruginosa tersebar luas di alam dan biasanya ditemukan pada
lingkungan yang lembab di rumah sakit. Bakteri tersebut membentuk koloni yang bersifat
saprofit pada manusia yang sehat, tetapi menyebabkan penyakit pada manusia dengan pertahanan
tubuh yang tidak adekuat. Kemungkinan bakteri menjadi patogenik hanya jika mencapai daerah
yang tidak memiliki pertahanan normal, misalnya membran mukosa dan kulit yang terluka oleh
cedera jaringan langsung, saat penggunaan kateter urin atau intravena.

8. Khansaa : Bakteri pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan penyakit dijaringan pada saluran
pernapasan, mata, saluran kemih dan kulit

Eneng Erna : Pseudomonas aeruginosa bisa menyebabkan, pneumonia, infeksi tulang dan otot,
endokarditis, infeksi system saraf pusat, dan infeksi jaringan kulit. hal itu bisa memperparah
kondisi pasien dimana pasien berisiko mengalami perburukan pada tulang dan ototnya bisa
infeksi, begitupun pada sistem saraf pusat dan sistem lainnya.

9. Aprilia : Hal pertama yang dilakukan pada pasien fraktur kranial adalah pastikan dulu 3A aman
diri, aman lingkungan dan aman pasien. Nah setelah itu cek ABCD. Airway usahakan jalan
napas agar stabil. Breathing pastikan pasien selalu bernafas spontan atau sesak dengan
memeriksa saturasi oksigennya pertahankan minimal 95%. lalu selanjutnya circulation pantau
tekanan darah, nadi dan denyut jantung pasien dan terakhir disabbility dengan memeriksa
kesadaran pasien dengan memberi rangsangan nyeri, pemeriksaan pupil dan juga reflek
patologis. Sementara untuk fraktur tibia terbuka nya pertolongan pertamanya adalah minimalisir
gerakan pada pasien yang dapat memperburuk keadaan, bersihkan luka dengan air, alkhol atau
antiseptik yang ada di sekitar lalu panggil ambulans sembari menunggu ambulans datang
sebaiknya buat bidai untuk memudahkan mobilisasi pasien
10. Firda : Risiko perdarahan dan Risiko infeksi

Selvi : Risiko syok

Dewi Andini : Gangguan pertukaran gas

Leli : Gangguan ventilasi spontan

Nurul Azmi : Gangguan perfusi serebral, hipovolemia, bersihan jalan napas tidak efektif

11. Selvi : Karena dilakukan pembedahan sehingga banyak mengeluarkan darah sampai 600 cc gg
membuat TD Tn.R tidak stabil

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 4/46
11/7/2021 OneNote

12. Eneng Erna : Karena didalam kasus pasien mengalami fraktur basis crani, terjadi perdarahan,
serta hemodinamiknya pun tidak stabil, hal itu bisa menyebabkan terjadinya penurunan
kesadaran pada pasien.
13. Dewi Andini : Perdarahan harus segera ditangani
14. Firda : Pemantauan rasa nyeri dari pasien, jika sudah lebih baik bisa dibantu untuk latihan
mobilisasi. Lalu, bisa diajak ngobrol juga apakah responnya itu nyambung atau tidak karena
takut adanya gangguan pada sarafnya
15. Leli : Sistem saraf dan tulang pasien

Nurul Azmi : Muskoloskeletal

Eneng Erna : Sirkulasi dan pernapasan

16. Nurul Azmi : Perawat wajib memastikan bahwa kebutuhan terapi pasien terpenuhi dan tepat
sasaran
17. Firda : Anemia tetapi dipantau bukan hanya dari hemoglobin dan hematokrit tapi juga dari
kondisi klinis pasien

Hasbi : Setiap proses transfusi mungkin membutuhkan komponen darah yang berbeda tergantung
kondisinya.

18. Leli : Kontraindikasi dengan gangguan napas seperti hipoksia berat


19. Aprilia : Penyebab keluar cairan residu ngt berwarna darah merah segar karena reaksi dari
transfusi darah atau PRC tersebut atau karena adanya infeksi di saluran pemasangan NGT atau
karena adanya perdarahan di gastritis
20. Firda : SGOT dan SGPT pada sistem pencernaan untuk membantu mencerna protein dalam
tubuh

Eneng Erna : Untuk memeriksa apakah ada kerusakan pada hati atau tidak, terlebih pasien
didalam kasus mengalami syok yg berisiko terjadinya kerusakan pada hati

21. Dewi Andini : Belum membaik, karena masih banyak data yang masih belum normal tapi ada
beberapa yang sudah membaik jug
22. Saffana : Pemasangan kateter, alat bantu jalan

Firda : Perawat memfasilitasi untuk melatih pasien dalam mobilisasi, bisa dimulai dengan miring
kanan, kiri, lalu duduk, dsb.

23. Firda : Masih ada pertimbangan dari data yang lain bukan cuma dari saturasi oksigen

Aprilia : Pernapasan pasien masih tinggi 25-40x/menit

STEP 4

PETA KONSEP

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 5/46
11/7/2021 OneNote

HIPOTESA

Tn R usia 24 tahun korban kll, masuk ke igd 1 januari pukul 3 dengan fraktur tibia, kondisi
kesadara spoor koma, td rendah, nadi meningkat, pernafasan cepat, crt lebih dari 3 detik, terdapat
cairan yang keluar dari telinga, untuk hasil labaratoriumnya Hb 10g/dl, Hematokrit 30%, eritrosit
4 juta, leukosit 12 ribu uL, trombosit 300 uL, GD 100 mg/dL; SGOT 40uL SGPT 45uL; ureum
40 mg/dL; creatinin 0,9 gr/dL; K 3,5 ; Na 115. Setelah 3 jam di igd dilakukan operasi craniotomy
dan pemasangan oriff pada tibia dextra. Dengan indikator cedera kepala. Setelah 10 hari dirawat
di ICU TD 100/60 – 130/80 mmHg, HR 90 – 110x/menit, P 28 – 40x/menit, S 390C, luka
fraktur femur pus+. Pada tanggal 10 januari 2021 pkl 09.00 TD 110/60 mmHg,, Hr 120-130
x/menit, P35-40x/menit, AGD PH 7,30; PCO2 25 mmHg; PO2 110 mmHg; HCO3 15 mmol/L;
BE+2, Sat O2 98%; pasien masih menggunakan ventilator pressure controlled CMV. Hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan kultur darah positif pseudomonas aeruginosa; Hb 11g/dl,
Hematokrit 33%, eritrosit 6 juta, leukosit 20 ribu uL, trombosit 350 uL, GD 100 mg/dL; SGOT
100 uL SGPT 120 uL; ureum 75 mg/dL; creatinin 2,0 gr/dL, PCT 10 microgram/L.
Kemungkinan besar pasien mengalami infeksi.

STEP 5

1. Kegawatdaruratan fraktur tibia dan basis krani


a. Definisi

Fraktur tibia adalah terputusnya hubungan tulang tibia yang disebabkan oleh cedera dari trauma
langsung yang mengenai kaki. Pada pasien fraktur harus diusahakan kembali keaktivitas biasa
sesegera mungkin. Penyembuhan fraktur dan pengembalian kekuatan penuh dan mobilitas
mungkin memerlukan waktu sampai berbulan-bulan. Masalah yang sering muncul pada pasien
fraktur adalah nyeri, hambatan mobillitas fisik dan resiko infeksi. Banyaknya kasus fraktur di
sebabkan karena cidera. Cidera terjadi karena kecelakaan lalu lintas di jalan raya dan
menyebabkan kematian terbanyak.

(Muttaqin, 2013).

Fraktur basis cranii yaitu fraktur yang meluas melalui dasar fossa kranial anterior, tengah, atau
posterior yang terjadi pada sekitar 7% hingga 16% dari cedera kepala nonperforans, disebabkan
oleh trauma dengan kecepatan yang relatif tinggi, dan paling sering disebabkan oleh kecelakaan
kendaraan bermotor berkecepatan tinggi. Cedera pejalan kaki, jatuh, dan penyerangan adalah
penyebab terkait lainnya.

(Angelika, 2019)

b.Etiologi

Fraktur tibia, Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan
sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan
menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak mungkin hanya retakan pada
tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang
dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang
yang patah dikenal sebagai fraktur lengkap.

(Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 6/46
11/7/2021 OneNote

Fraktur basis cranii, etiologi fraktur basis cranii dibagi menjadi cedera primer yaitu cedera yang
terjadi akibat benturan langsung maupun tidak langsung, dan cedera sekunder yaitu cedera yang
terjadi akibat cedera saraf melalui akson meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea /
hipotensi sistemik. Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses
patologis yang timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan,
edema otak, kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan
perubahan neurokimiawi.

(Greenberg, 2016)

b. Manifestasi

Fraktur basis crani

• Raccoon’s eyes (memar disekitar mata)


• Battle’s sign (memar pada daerah belakang telinga)
• Rhinorrhea (hidung berair/otorrhea CSF (keluarnya cairan ditelinga)
• Perdarahan rongga tympani, laserasi kanalis auditorius eksternal

(Greenberg, 2016)

Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang
dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrogade
dan amnesia pascatraumatik. Gejala tergantung letak frakturnya:

1) Fraktur fossa anterior

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi lingkaran
“biru” (Brill Hematom atau Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius sehingga terjadi
hyposmia sampai anosmia.

2) Fraktur fossa media

Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan arteri carotis interna
yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah
vena (A-V shunt).

3) Fraktur fossa posterior

Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas foramen magnum
dan merusak medula oblongata sehingga penderita dapat mati seketika

(Sjamsuhidayat, 2010)

Fraktur tibia terbuka

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:

A). Deformitas

Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi fraktur. Spasme
otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai, deformitas rotasional, atau angulasi.
Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.

B). Pembengkakan

Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta
ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.

C). Memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 7/46
11/7/2021 OneNote

D). Spasme otot

Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih lanjut dari
fragmen fraktur.

E). Nyeri

Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur, intensitas dan
keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus ,
meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.

F). Ketegangan

Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi

G). Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena hilangnya fungsi
pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.

H). Gerakan abnormal dan krepitasi

Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan antar fragmen
fraktur.

I). Perubahan neurovaskular

Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur vaskular yang terkait.
Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan atau tidak teraba nadi pada daerah distal
dari fraktur

J). Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau tersembunyi dapat
menyebabkan syok

(Black dan Hawks , 2014)

Adanya nyeri dan deformitas tampak jelas. Yang perlu diperhatikan adalah adanya
pembengkakkan jaringan lunak pada tempat fraktur. Pada fraktur tibia dapat terjadi kerusakan
nervus common peroneal dan cabang-cabangnya seperti nervus tibial posterior, nervus sural dan
nervus saphenous.

Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka pada daerah yang
patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara luar, biasanya juga disertai adanya
pendarahan yang banyak. Tulang yang patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit,
namun tidak semua fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar (Wiarto, 2017).

Patah tulang terbuka dapat mudah diidentifikasi dari adanya luka di daerah patahan tulang, selain
itu juga dapat dilihat adanya darah yang keluar dari luka berwarna agak kehitaman (darah dari
intrameduler), tampak juga adanya fat bubble sign, yaitu cairan dari intrameduler yang
mengandung fat globule sehingga berwarna kuning keemasan seperti minyak (Soloman, dkk.
2010 dalam Hidayati, dkk. 2018)

c. Patofisiologi

Fraktur Basis Cranii

Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada
paremkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 8/46
11/7/2021 OneNote

seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera


kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara langsung
saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah
kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan
primer ini dapat bersifat (fokal) lokal, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan
yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.

Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan
umumnya bersifat makroskopis. Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,
misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan
hematoma, misalnya epidoral. Hematom yaitu adanya darah di ruang epidural diantara
periosteum tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada
ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral.

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar
metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70% akan teriadi geiala-geiala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolik
anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan
menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /menit/100 gr jaringan otak,
yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi
jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru.
Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,
fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi
tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri
dan arteriol otak tidak begitu besar. Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan
langsung pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita); transmisi
energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau efek dari benturan pada
kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik benturan atau perubahan bentuk
tengkorak).

Tipe dari BSF yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini mengelilingi foramen
magnum, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord lewat. Ring fracture komplit biasanya
segera berakibat fatal akibat cedera batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai
(Hooper et al. 1994). Kematian biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai
dengan avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar tengkorak.

Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk benturan dari arah
mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat beban inersia pada kepala (sering disebut
cedera tipe whiplash). Terjadinya beban inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-455… 9/46
11/7/2021 OneNote

berhenti secara mendadak akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya pagar.
Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan gerakan namun pada area medulla
oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban inersia tersebut kemudian
meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat terjadi akibat ruda paksa pada benturan tipe
vertikal, arah benturan dari inferior diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari
arah superior kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula (Khlilullah, 2019).

(Ishman & Friedland, 2014)

Fraktur Tibia

Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum pembuluh darah di
korteks, marrow dan jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di
ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan
jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap hematoma tersebut dan menggantikannya.

Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan
endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang disebut callus. Callus kemudian secara
bertahap dibentuk menjadi profil tulang melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu
sel yang melarutkan tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost, fase ini disebut fase
hematoma. Hematoma ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis
dengan kapiler didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang saling
menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang menempelkan fragmen patah
tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Kedalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian
juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel
kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid
dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat pada foto rontgen.
Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus
fibrosa berubah menjadi kalus tulang.

Jika satu tulang sudah patah, jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari
tulang dan terjadi pendarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut.
Bekuan akan membentuk jaringan granulasi didalamnya dengan sel-sel pembentuk tulang
primitive (osteogenik) berdiferensiasi menjadi chondroblast dan osteoblast. Chondroblast akan
mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuknya lapisan tebal (callus) di
sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan callus dari
fragmen satunya dan menyatu. Penyatuan dari kedua fragmen (penyembuhan fraktur) terus
berlanjut dengan terbentuknya trabekula dan osteoblast yang melekat pada tulang dan meluar
menyebrangi lokasi fraktur.

Penyatuan tulang provisional ini akan menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih
kuat dan lebih terorganisasi. Callus tulang akan mengalami remodeling untuk mengambil bentuk
tulang yang utuh seperti bentuk osteoblast tulang baru dan osteoblast akan menyeingkirkan
bagian yang rusak dan tulang sementara.

(Carter, 2016)

d. Penatalaksanaan

Konsep dasar yang hanus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu: rekognisi,
reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 10/46
11/7/2021 OneNote

Pengenalan Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.

2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang schingga kembali seperti semula secara
optimal. Metode reduksi terbagi atas

a. Reduksi Tertutup : dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-


ujungnya saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan
sementara gips, bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan menjaga reduk si dan menstabilkan
ekstemitas untuk penyembuhan tukang, Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui apakah
fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

b. Traksi ; alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk meluruskan
tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang terjadi.

• Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan plester langsung
pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pda bagian yang
ciden dan biasanya digunakan untuk jangku pendek (48-72jam).

• Skeletal traksi adalah traksi yang digurakan untuk meluruskan tulang yang cidera dan sendi
panjang untuk mempertahankan traksi, memutuskan pins (kawat) kedalam tulang.

• Maintenance traksi menupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara
langsung pada tulang dengan kawat atau pins.

c. Reduksi Terbuka : dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interma dalam bentuk pin, kawat, sckrup. plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut
menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang

• OREF (Open Reduction Ekstemal Fixation) adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal
dimana tulang di transfiksasikan di atas dan di bawahnya fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi
dibagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.
Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk mengobati fraktur terbuka dengan kenusakan jaringan
lunak. Alat ini memberik an dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk).
Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya. Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan
fragmen tulang.

• ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode penatalaksanaan patah tulang dengan
cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana dikakukan insisi pada tempat yang
mengalami cedera dan ditemukan sepanjang bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.

3. Retensi/Immobilisasi

Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang hanus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaan yang benar sampai terjadi penyatuan.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekstema atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu. pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.

4. Rehabilitasi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 11/46
11/7/2021 OneNote

Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari


atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungk inkan, harus mempertahankan kekuatan anggota
tubuh dan mobilisasi. segera dimulai latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota
tubuh dan mobilisasi.

(Rasjad, 2012)

Penatalaksanaan Fraktur Basis Cranii

1. Operasi

Indikasi Pembedahan:

• Kebocoran LCS post trauma yang disertai dengan meningitis

• Fraktur transversal Os petrosus yang melibatkan optic capsule

• Fraktur tulang temporal yang mengakibatkan lesi total otot wajah

• Trauma balistik pada temoral yang mengakibatkan kerusakan vaskular

• Defek luas dengan herniasi otak kedalam sinus paranasal, Pneumocephalus , atau kebocoran
LCS lebih dari lima hari

Tindakan bedah yang dilakukan:

• Craniotomy

• Duraplasty

• Cranioplasty

2. Konservatif

Perawatan non operatif di ruangan meliputi:

a. Observasi GCS, pupil, lateralisasi, dan tanda vital

b. Optimalisasi, stabilisasi faal vital, menjaga optimalnya suplai O2ke otak

c. Airway: menghisap secret/darah/muntahan bila diperlukan, trakheostomi. Penderita COB


dengan lesi yang tidak memerlukan evakuasi dan penderita dengan gangguan analisa gas darah
dirawat dalam respirator

d. Mempertahankan perfusi otak, memposisikan kepala head up sekitar 30 derajat dengan


menghindari fleksi leher

e. Kateter buli-buli diperlukan untuk mencatat produksi urine, mencegah retensi urine, mencegah
tempat tidur basah (dengan demikian mengurangi risiko dekubitus)

f. Head Up 302

g. Berikan cairan secukupnya (normal saline) untuk resusitasi korban agar tetap normovolemia,
atasi hipotensi yang terjadi dan berikan transfuse darah jika Hb kurang dari 10 gr/dl.

h. Periksa tanda vital, adanya cedera sistemik di bagian anggota tubuh lain, GCS dan
pemeriksaan batang otak secara periodik.

i. Berikan obat-obatan analgetik (misal: acetaminophen, ibuprofen untuk nyeri ringan dan
sedang) bila didapatkan keluhan nyeri pada penderita

j. Berikan obat-obatan anti muntah (misal: metoclopramide atau ondansentron) dan anti ulkus
gastritis H2 bloker (misal: ranitidin atau omeprazole) jika penderita Muntah

k. Berikan Cairan hipertonik (mannitol 20%), bila tampak edema atau cedera yang tidak operable
pada CT Scan. Manitol dapat diberikan sebagai bolus 0,5 – 1 g/kg. BB pada keadaan tertentu,

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 12/46
11/7/2021 OneNote

atau dosis kecil berulang, misalnya (4-6) x 100 cc manitol 20% dalam 24 jam. Penghentian
secara gradual.

l. Berikan Phenytoin (PHT) profilaksis pada pasien dengan resiko tinggi kejang dengan dosis 300
mg/hari atau 5-10 mg kg BB/hari selama 10 hari. Bila telah terjadi kejang, PHT diberikan
sebagai terapi.

m. Antibiotik Profilaksis

e. Komplikasi

Komplikasi Fraktur Basis Cranii dan Fraktur Tibia

Beberapa komplikasi dari fraktur basis cranii menurut (Smelzer, 2007):

• Infeksi

Infeksi dapat menyebar langsung dari luka terbuka akibat fraktur/melalui hidung (setelah fraktur
tulang ethmoid) dan bisa juga melalui sinus lain (misal mastoid)
• Kebocoran CSF

Mempengaruhi sekitar 10% dari fraktur cranium, terutama basis cranium. Dapat didiagnosis
secara klinis dengan drainase cairan jelas/serosanguineous dari telinga, hidung atau patah tulang
terbuka. Cairan dapat diuji menggunakan beta-2 transferin dengan cara elektroforesis
immunofixation untuk mengetahui ada tidaknya CSF. Endoskopi intranasal dapat digunakan
untuk menurunkan tekanan intracranial dan untuk mendapatkan CSF untuk memantau
komplikasi meningitis.
• Meningitis

Meningitis dilaporkan dalam 0,7-15,3% kasus fraktur cranium. Faktor risiko meliputi adanya
fraktur terbuka, kontaminasi kotor dan keterlambatan dalam pengobatan. Prompi debridemen dan
penutupan luka terbuka akan meminimalkan risiko komplikasi infeksi.
• Perdarahan Intracranial

Biasanya muncul dengan gejala hilangnya kesadaran/menurun, kejang, sakit kepala,


kelemahan/perubahan sensoris atau perubahan dalam kognitif, berbicara atau penglihatan. Hasil
CT Scan akan menunjukkan pengumpulan cairan subdural/epidural.
• Deficit Neurologis

Fraktur basilar dapat merusak saraf kranial sehinga dapat terjadi deficit pendengaran,
kelumpuhan wajah (VII) atau mati rasa (V) dan nystagmus.
Fraktur dasar tengkorak dapat menyebabkan ecchymosis pada tonjolan mastoid pada tulang
temporal (Battle’s Sign), perdarahan konjungtiva/ekimosis periorbital (racoon eyes)
Beberapa komplikasi dari fraktur tibia
Komplikasi pada fraktur tibia adalah cedera pada pembuluh darah, cedera saraf terutama n.
peroneus, pembengkakan yang menetap, pertautan lambat, pseudoartrosis dan kekakuan sendi
pergelangan kaki. Sindrom kompartmen sering ditemukan pada fraktur tungkai bawah tahap dini.
Tanda dan gejala 5 P harus diperhatikan siang dan malam pada hari pertarna pasea cedera atau
pasca bedah, yaitu nyeri (pain) dikeadaan istirahat, parestesia karena rangsangan saraf perasa,
pucat karena iskemia, paresis atau paralisis karena gangguan saraf motorik, dan denyut nadi
(pulse) tidak dapat diraba lagi.
Selain itu didapatkan peninggian tekanan intrakornpartmen yang dapat diukur (pressure),
gangguan perasaan yang nyata pada pemeriksaan yang membandingkan dua titik (points) dan
kontraktur jari dalam posisi fleksi karena kontraktur otot fleksor jari. Operasi fasiotomi ketiga
kompartmen tungkai bawah merupakan operasi darurat yang harus dikerjakan segera setelah

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 13/46
11/7/2021 OneNote

diagnosis ditegakkan sebab setelah kematian otot tidak ada kemungkinan fungsinya pulih
kembali.
(Smeltzer, S, & Bare. 2011)
2. Operasi kraniotomi dan pemasangan oriff
a. Indikasi

indikasi dilakukannya craniotomy umumnya adalah untuk menangani:


• Tumor otak
• Infeksi otak
• Abses otak
• Pembengkakan (edema) otak
• Perdarahan dalam tulang tengkorak
• Hematoma atau terdapat bekuan darah
• Aneurisma atau atriovenous malformation
• Cedera otak traumatik dan benda asing pada kepala, contohnya peluru
• Penanganan hidrosefalus, yakni pemasangan shunt ke dalam ventrikel otak agar cairan otak
yang berlebihan dapat dikeluarkan
• Pemasangan deep brain stimulator
• Pemasangan monitor tekanan intrakranial
• Biopsi jaringan otak
• Drainase bekuan darah
• Pemasangan endoskopi untuk mengangkat tumor otak
• Trauma kepala
• Stroke hemoragik
(Satya, 2013)
Indikasi dilakukan ORIF
1. Fraktur yang tidak dapat direduksi kecuali dengan operasi.
2. Fraktur yang tidak stabil secara bawaan dan cenderung mengalami pergeseran kembali setelah
reduksi, selain itu juga fraktur yang cenderung ditarik terpisah oleh kerja otot.
3. Fraktur yang penyatuannya kurang sempurna dan perlahan-lahan terutama fraktur pada leher
femur.
4. Fraktur patologik dimana penyakit tulang dapat mencegah penyembuhan.
5. Fraktur multiple, bila fiksasi dini mengurangi resiko komplikasi umum dan kegagalan organ
pada bagian system.
6. Fraktur pada pasien yang sulit perawatannya.
Metode yang digunakan dalam melakukan fiksasi interna harus sesuai keadaan sekrup kompresi
antar fragmen, plat dan sekrup: paling sesuai untuk lengan bawah, paku intra medulla: untuk
tulang panjang yang lebih besar, paku pengikat sambungan dan sekrup: ideal untuk femur dan
tibia, sekrup kompresi dinamis dan plat: ideal untuk ujung proximal dan distal femur.
(Marrelli T.M, 2017)
Kontraindikasi
Kontraindikasi tindakan pembedahan ORIF :

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 14/46
11/7/2021 OneNote

1) Tulang osteoporotik terlalu rapuh menerima implan


2) Jaringan lunak diatasnya berkualitas buruk
3) Terdapat infeksi
4) Adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.
5) Pasien dengan penurunan kesadaran
6) Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
7) Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
(Smeltzer, C. S., & Bare, B. G, 2010)

b. Efek samping

Efek Samping Kraniotomi


Nyeri pasca kraniotomi merupakan komplikasi berulang dari prosedur bedah saraf yang sulit
untuk ditangani. Perbedaan lokasi dan teknik bedah dapat menyebabkan nyeri pasca kraniotomi
dengan intensitas yang berbeda. Manajemen nyeri yang tidak adekuat mengakibatkan pasien
mengalami rasa sakit (seringkali parah) terus menerus terutama pada jam pertama pasca operasi
yang dapat terjadi berkepanjangan hingga hari pertama atau kedua pasca operasi. Selain itu,
beberapa komplikasi yang dapat terjadi seperti agitasi, muntah, maupun hipertensi dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan berpotensi mengakibatkan perdarahan
intrakranial sehingga outcome pasien menjadi tidak baik, nyeri kronik dan masa rawat inap yang
lebih lama.
Di sisi lain, upaya pengendalian nyeri berlebihan dapat disertai dengan sedasi berlebihan yang
menyamarkan defisit neurologis onset baru dan menghambat pemantauan respons neurologis.
Respirasi yang tertekan dapat menyebabkan hiperkarbia yang meningkatkan volume darah otak
berakibat meningkatnya tekanan intrakranial (TIK).
(Pratama dkk, 2020).
Efek Samping ORIF
1) Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan kematian akibat dari
tindakan tersebut.
2) Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan pemasangan gips atau
traksi.
3) Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat itu sendiri.

4) Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan struktur yang sebelumnya
tak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi.
(Smeltzer, C. S., & Bare, B. G, 2010)
3. Patofisiologi sepsis

Patofisiologi Sepsis merupakan rantai peristiwa yang sangat kompleks yang melibatkan proses
inflamasi dan anti-inflamasi, reaksi humoral dan seluler serta abnormalitas sirkulasi. Respons
imun inang terhadap sepsis terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah respons hiperinflamasi
awal, yang disebut sebagai badai sitokin, di mana sistem kekebalan tubuh bawaan melepaskan
sitokin proinflamasi berlebih untuk memerangi infeksi, sementara juga mengaktifkan sistem
imun adaptif untuk memperkuat respons imun. Respons awal ini yang kemudian diikuti oleh
compensatory anti-inflammatory response syndrome (CARS), yang didefinisikan sebagai
penonaktifan sistem imun yang bertujuan memulihkan fungsi homeostasis dari kondisi inflamasi
yang berlebihan. Proses ini dapat menyebabkan gangguan regulasi sehingga terjadi penekanan
sistim imun yang persisten dan risiko terjadinya infeksi berulang. Data baru-baru ini

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 15/46
11/7/2021 OneNote

menunjukkan bahwa kedua aspek dari tahap pro-inflamasi dan antiinflamasi dari respons imun
inang pada sepsis sering terjadi secara bersamaan. Respons inflamasi diawali oleh interaksi
antara struktur molekul dari patogen atau pathogen-associated molecular patterns (PAMP) yang
diekspresikan oleh patogen dengan pola reseptor pengenalan atau pattern recognition receptors
(PRR) yang diekspresikan oleh sel-sel inang. PRR dapat ditemukan pada permukaan sel (toll-like
receptors [TLRS] dan C-type lectin receptors (CLRs]), di dalam endosom (TLRs), atau di dalam
sitoplasma (retinoic acid inducible gene 1-like receptors [RLRs] dan nucleotide-binding
oligomerization domain-like receptors [NLRs]). Konsekuensi dari inflamasi yang berlebihan
adalah kerusakan jaringan kolateral dan kematian sel nekrotik yang menghasilkan pelepasan
molekul yang berhubungan dengan kerusakan atau damage-associated molecular patterns
(DAMPs) yang dapat memperberat inflamasi, oleh karena DAMP untuk selanjutnya dikenali
oleh PRR yang memicu terjadinya respons inflamasi, seperti halnya dengan PAMP. Sepsis
dikaitkan dengan trombosis mikrovaskular yang disebabkan oleh aktivasi secara bersamaan
koagulasi (dimediasi oleh tissue factor) dan gangguan mekanisme antikoagulan sebagai
konsekuensi dari berkurangnya aktivitas jalur antikoagulan endogen (dimediasi oleh protein C,
antitrombin, dan tissue factor pathway inhibitor) yang disertai gangguan fibrinolisis karena
meningkatkan pelepasan plasminogen activator inhibitor type 1 (PAI-1). Kapasitas untuk
menghasilkan activated protein C terganggu oleh karena berkurangnya ekspresi dua reseptor
endotel: thrombomodulin (TM) dan endothelial protein C receptor. Pembentukan trombus
selanjutnya difasilitasi oleh neutrophil extracellular traps (NETs) yang dilepaskan dari neutrofil
yang mengalami kerusakan. Pembentukan trombus menyebabkan hipoperfusi jaringan, yang
diperburuk oleh terjadinya vasodilatasi, hipotensi, dan penurunan deformabilitas sel darah
merah. Oksigenasi jaringan terganggu oleh hilangnya fungsi penghalang endotelium karena
hilangnya fungsi vascular endothelial (VE) cadherin, perubahan pada tight junctions sel endotel,
peningkatan angiopoietin 2, dan keseimbangan yang terganggu antara sphingosine-1 phosphate
receptor 1 (SIP1) dan SIP3 di dalam dinding pembuluh darah, yang disebabkan oleh induksi
S1P3 melalui protease activated reseptor 1 (PAR1) sebagai hasil dari pengurangan rasio
activated protein C terhadap trombin. Penggunaan oksigen pada tingkat subselular juga
terganggu oleh karena kerusakan mitokondria akibat stres oksidatif.
(Rosyid A & Marhana I, 2020)
4. Pemeriksaan penunjang

Operasi Craniotomy
Pemeriksaan Diagnostik
Prosedur diagnostik praoperasi dapat meliputi :
1. Tomografi komputer (pemindaian CT)
Untuk menunjukkan lesi dan memperlihatkan derajat edema otak sekitarnya, ukuran ventrikel,
dan perubahan posisinya/pergeseran jaringan otak, hemoragik.
Catatan : pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin tidak
terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
2. Rencitraan resonans magnetik (MRI)
Sama dengan skan CT, dengan tambahan keuntungan pemeriksaan lesi di potongan lain.
3. Electroencephalogram (EEG)
Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis
4. Angiografy Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema,perdarahan trauma.

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 16/46
11/7/2021 OneNote

5. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah
(karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
6. Brain Auditory Evoked Respon (BAER) : menentukan fungsi korteks dan batang otak.
7. Positron Emission Tomography (PET) : menunjukkan perubahan aktivitas metabolisme pada
otak.
8. Fungsi lumbal, CSS : dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
9. Gas Darah Artery (GDA) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan
dapat meningkatkan TIK.

10. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam meningkatkan
TIK/perubahan mental.
11. Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap
penurunan kesadaran
12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif untuk mengatasi kejang.
Pemasangan Orif
Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah "pencitraan" menggunakan sinar rontgen
(x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit,
maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur,
deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
• Pemeriksaan Laboratorium

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam
membentuk tulang.
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino
Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
• Pemeriksaan lain-lain

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab


infeksi.
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih
dindikasikan bila terjadi infeksi.
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.


Fraktur Tibia
Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang fraktur tibia berupa:
Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan
role of two, yang terdiri dari :
• Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 17/46
11/7/2021 OneNote

• Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
• Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera
(untuk membandingkan dengan yang normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.


Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
• Darah rutin,
• Faktor pembekuan darah,
• Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
• Urinalisa,
• Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).

Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur
tersebut.
Penatalaksanaan Fraktur basis cranii
Penanganan fraktur cranium dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman.
Pendekatan 'tunggu dulu' pada penderita fraktur kranium sangat berbahaya, karena diagnosis dan
penanganan yang cepat sangatlah penting.

Primary Survey (ABCDE)


Adalah penilaian utama terhadap pasien, dilakukan dengan cepat, bila ditemukan hal yang
membahayakan nyawa pasien, langsung dilakukan tindakan resusitasi. Penanganan atau
Pertolongan pertama dari penderita dengan fraktur cranium mengikuti standart yang telah
ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi:
Pertahankan A (airway)
Pada pemeriksaan airway usahakan jalan nafas stabil. Dengarkan suara yang dikeluarkan pasien,
ada obstruksi airway atau tidak. Jika pasien tidak sadar lihat ada sumbatan airway atau tidak dan
suara-suara nafas serta hembusan nafas pasien. Pemeriksaan jalan napas pasien dilakukan dengan
cara kepala dimiringkan, buka mulut, bersihkan muntahkan darah, adanya benda asing.
Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah gerakan hiperekstensi, hiperfleksi ataupun rotasi.
Pertahankan B (Breathing)
Dapat segera dinilai dengan cara menentukan apakah pasien bernafas spontan'tidak kemudain
pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika tidak usahakan untuk
dilakukan intubasi dan support pernafasan dengan memberikan masker 02 sesuai indikasi.
Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan frekwensi normalnya
antara 16 - 20X/menit, kemudian lakukan monitor terhadap gas darah dan pertahankan PCO 2
antara 28 - 35 mmHg .
Pertahankan C (Circulation)
Pada pemeriksaan sistem sirkulasi ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah
jika diperlukan pasang EKG. Apabila denyut nadi/jantung, tidak teraba lakukan resusitasi
jantung, Kemudian tentukan perdarahan dan kenali tanda-tanda siaonosis. Waspada terjadinya
shock dan lakukan penanganan luka secara baik serta pasang infus dengan larutan RL.
Disability
Pada pemeriksaan disability, pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale (GCS).
Penilaian neorologis untuk menilai apakah pasien sadar, memeberi respon suara terhadap
rangsang nyeri atau pasien tidak sadar. Periksa kedua pupil bentuk dan besarnya serta catat
reaksi terhadap cahaya, Periksa adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan
kiri.
Exposure
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 18/46
11/7/2021 OneNote

Tanggalkan pakaian pasien dan cari apakah ada luka atau trauma lain secara generalis. Tetapi
jaga agar pasien tidak hipotermi.
Secondary Survey
Secondary survey baru dilakukan setelah primary survey selesai dan ABC sudah mulai stabil
dan membaik. Dilakukan secondary survey dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik lebih lanjut
dan melakukan pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, MRI dan CT Scan.
(ATLS).

5. Ventilator mekanik CMV

Controlled Minute Ventilation (CMV)


Mode ventilasi ini sangat mirip dengan mode yang dipakai diruang operasi dimana laju nafas dan
volume tidal ditentukan oleh klinisi. CMV digunakan bila nafas spontan tidak ada atau minimal,
misalnya pada penderita dengan hipoksia yang berat.
Indikasi
Kriteria objektif untuk penggunaan ventilasi mekanik adalah:
• Laju nafas > 35
• Volume tidal < 5ml/kg
• Kapasitas < 15ml/kg
• Oksigenasi: PaO2 < 50mmHg dengan fraksi oksigen 60%
• Ventilasi: PCO2 > 50mmHg
6. Terapi obat

Instruksi post operasi knock down terapi :


1) Fentanyl 2 mcg/KgBB/hari
Fentanil merupakan obat golongan opioid yang banyak digunakan sebagai anti nyeri. Fentanil
adalah opioid sintesis yang efektif dalam menumpulkan respon simpatis pada laringoskopi dan
intubasi serta stimulus pembedahan. Fentanyl memiliki onset yang cepat, durasi yang singkat,
pelepasan histamin yang sedikit dan efek depresi kardiovaskuler yang minimal. Pemberian dosis
intravena tunggal memiliki onset cepat (30 detik), efek analgetik puncak 2-3 menit dan durasinya
20-40 menit.
Penggunaan fentanyl pada sedasi dalam adalah dengan bolus dosis tunggal 1-2 µg/kg sebelum
obat sedasi diberikan. Setelah didapatkan pengurangan nyeri yang adekuat, dosis kecil obat
sedative dapat diberikan secara titrasi untuk mendapatkan efek analgetik yang diharapkan.
Penggunaan fentanyl dengan cara seperti ini dapat menurunkan efek samping depresi napas
selama pemilihan prosedur dan pasiennya tepat.
(Soenarto, 2016)
2) Resofol 4 mg/KgBB/jam
Induksi dan pemeliharaan anestesi umum; sedasi penderita yang diberi napas buatan (ventilated)
dan mendapat perawatan intensif, digunakan hingga 3 hari. Pantau kadar lemak darah pada
pasien yang berisiko kelebihan lemak atau apabila sedasi lebih dari 3 hari; kehamilan; menyusui;
kontaminasi bakteri.

KONTAMINASI BAKTERI. Untuk menghindarkan risiko infeksi akibat kontaminasi bakteri,


teknik aseptik yang ketat harus dijalankan ketika menyedot emulsi propofol dalam alat suntik.
3) Triofusin 1000 1L/24 jam
GLUKOSA (DEKSTROSE MONOHIDRAT) : penggantian cairan dan pemberian energi.
(PIONAS Badan POM, 2015)

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 19/46
11/7/2021 OneNote

4) Levofloxacin 2x1 gr
INDIKASI Levofloxacin diindikasikan untuk pengobatan pada orang dewasa (≥ 18 tahun)
dengan infeksi ringan, sedang, sampai berat yang disebabkan oleh bakteri yang peka. - Sinusitis
bakterial akut yang disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophyllus influenzae, atau
Moraxella catarrhalis. - Eksaserbasi akut dari bronkitis kronik yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Haemophyllus influenzae, Haemophyllus
parainfluenzae, atau Moraxella catarrhalis. - Pneumonia nosokomial yang disebabkan oleh
Staphylococcus aureus yang resisten terhadap methicillin, Pseudomonas aeruginosa, Serratia
marcescens, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Haemophyllus influenzae, atau
Streptococcus pneumoniae. Terapi tambahan harus digunakan ketika ada indikasi klinis. Dimana
Pseudomonas aeruginosa diduga merupakan bakteri patogen, terapi kombinasi dengan anti-
pseudomonas golongan β-lactam direkomendasikan.
(First Medi Pharma, 2020)
5) Manitol 3x 125 cc diberikan hingga hari ke 5 rawat (tapering off))
Manitol merupakan jenis diuretik osmotik yang banyak atau sering dipergunakan untuk
mengatasi peningkatan tekanan intrakranial dengan cara memindahkan cairan intraseluler ke
intravaskular melalui perbedaan gradien osmotik antara otak dan darah.

(Batubara dkk, 2016)


6) PRC 500 cc
Indikasi umum transfusi PRC, diindikasikan untuk pasien dengan simtomatik defisiensi kapasitas
pembawa oksigen atau hipoksia jaringan karena massa sel darah merah yang tidak cukup
beredar. PRC dapat digunakan untuk pasien dengan kehilangan darah akut yang gejala atau
kondisinya mungkin tidak membaik dengan pemberian larutan kristaloid.
(Nurfallah, 2020)
b. Cara kerja
Fentanyl : Fentanyl bekerja sebagao agonis reseptor. Mula kerja fentanil 15 menit setelah
pemberian per oral dan mencapai puncak dalam 2 jam. Efek analgesik timbul lebih cepat setelah
pemberian subkutan atau intramuskular yaitu dalam 10 menit, mencapai puncak dalam waktu 1
jam dan masa kerjanya 3-5 jam. Efektivitas fentanyl 75-100µg parenteral kurang lebih sama
dengan Morfin 10mg. Karena bioavabilitas oral 40-60% maka efektivitas sebagai analgesik bila
diberikan peroral setengahnya bila diberikan parenteral.
Fentanyl larut dalam lemak dan menembus sawar jaringan dengan mudah. Setelah suntikan
intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi fraksi
terbesar dirusak oleh paru ketika pertama kali melewatinya. Dimetabolisir oleh hati dengan N-
dealkilasi dan hidroksilasi serta sisa metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
Resofol : Penyuntikan resofol berhubungan dengan iritasi langsung obat sehingga terjadi
stimulasi reseptor vena nosisepsi atau ujung saraf bebas yang berada di sekitar vena. Nyeri pada
penyuntikan resofol berhubungan dengan konsentrasi fraksi bebas resofol dalam lipid dan 90%
fase air karena bahan dasar resofol adalah minyak dalam air yang mengandung kedelai, gliserol,
dan lesitin telur yang menimbulkan iritasi pada mukosa dinding vena. Rangsang nyeri akan
ditangkap oleh serabut saraf sensoris bermielin tipe-A-delta dan tipe C, kemudian oleh poly-
mechano reseptor rangsang nyeri diubah menjadi impuls listrik, proses tersebut disebut fase
transduksi.
(BPOM, 2015).

Triofusin : Sediaan infus yang mengandung Fruktosa, glukosa, xylitol, elektrolit, vitamin.
Triofusin E1000 digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi total dan parsial, vitamin, serta

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 20/46
11/7/2021 OneNote

elektrolit yang diberikan secara parenteral (melalui infus pembuluh darah) pada pasien yang
sedang menjalani perawatan di rumah sakit.
Levofloxacin : Antibiotik fluorokuinolon generasi ketiga spektrum luas yang bekerja pada
bakteri gram-positif dan gram-negatif serta patogen atipikal terutama pada infeksi traktus
respiratorius
Manitol : Terdapat dua mekanisme utama manitol dalam mengurangi ICH. Mekanisme pertama
adalah meningkatkan gradien osmotik sawar otak, dimana molekul tidak bebas berdifusi
(koefisien permeabilitas rendah). Manitol menyebabkan osmosis air dari parenkim otak,
sehingga terjadi penurunan kadar air otak dan peningkatan volume ekstraseluler. Pengurangan
kadar air otak mengurangi perilesional edema, yang telah dibuktikan dalam beberapa uji klinis
dan uji pada hewan. Mekanisme kedua terkait dengan efek rheologi, manitol dapat menurunkan
hematokrit, viskositas dan deformabilitas sel darah merah sehingga terjadi peningkatan aliran
mikrovaskular dan peningkatan curah jantung serta Mean Arterial Pressure (MAP). Peningkatan
aliran darah dan oksigen ke otak serta vasokonstriksi serebral selanjutnya mengurangi volume
darah otak, mengurangi TIK dan meningkatkan CPP
(BPOM, 2015).
PRC : Sel darah merah akan menjadi komponen darah yang paling sering ditransfusikan. Sel ini
berfungsi mengalirkan oksigen dari jantung ke seluruh tubuh serta membuang karbon dioksida.

c. Efek samping
Fentanyl : Reaksi lokal seperti ruam kulit, eritema, dan gatal. Demam atau panas dari luar,
monitor pasien untuk efek samping yang meningkat bila timbul demam (absorpsi mungkin
meningkat). Obat ini lama bekerja, oleh karena itu, pasien perlu dimonitor efek samping selama
24 jam.
Resofol : Obat ini sering digunakan untuk tindakan pembiusan, namun menimbulkan nyeri
penyuntikan yang mengakibatkan ketidaknyamanan pasien.
Triofusin : Demam, nyeri pada saat injeksi, trombosis vena (terjadi penggumpalan darah pada
vena), flebitis (peradangan pada pembuluh darah), dan hipervolemia.
Levofloxacin : Levofloxacin berpotensi menyebabkan efek samping. Efek samping yang umum
terjadi setelah menggunakan obat ini adalah: Gangguan pencernaan, seperti diare dan sembelit,
mual dan muntah, pusing, sakit kepala, dan gangguan tidur.
Efek samping ini akan hilang dalam beberapa hari. Jika efek tersebut terasa lebih berat atau tidak
membaik, segera ke dokter. Anda juga dianjurkan untuk segera ke dokter jika mengalami reaksi
alergi obat atau efek samping yang serius, seperti:
• Perubahan volume dan warna urine.
• Nyeri atau pembengkakan otot, tendon, dan sendi.
• Kesemutan atau mati rasa.
• Dada terasa nyeri.
• Gangguan indra penglihatan, perasa, pencium, atau pendengaran.
• Diare berat atau terdapat darah pada tinja.
• Halusinasi
Manitol : Efek samping yang mungkin muncul adalah :
• Vasodilatasi sistemik dan serebral sesaat bilamana diberikan dalam dosis besar dan cepat,

• Hipovolemia intravaskuler sesaat yang dilanjutkan dengan diuresis dan hipovolemia yang
persisten,

• Gangguan elektrolit serum,


https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 21/46
11/7/2021 OneNote

• Keadaan hiperosmotik,
• TTIK berulang (rebound phenomenon) pada penghentian pemberian yang mendadak,

• Eksaserbasi perdarahan intrakranial yang aktif,


• Dalam dosis tinggi risiko juga dapat berupa hipovolemi, hemokonsentrasi, hiperglikemia,
asidosis metabolik, gagal ginjal.

PRC : Meski jarang terjadi, transfusi darah dapat menimbulkan sejumlah efek samping. Efek
samping tersebut dapat muncul pada saat transfusi darah berlangsung atau beberapa waktu
setelahnya. Berikut ini adalah beberapa efek samping yang dapat terjadi akibat transfusi darah:

• Demam
• Reaksi alergi (rasa tidak nyaman, nyeri dada atau punggung, sulit bernapas, demam,
mengigil, kulit memerah, denyut jantung cepat, tekanan darah turun, dan mual)

• Reaksi anafilaksis (pembengkakan pada wajah dan tenggorokan, sesak napas, serta tekanan
darah rendah)
• Kelebihan zat besi

• Cedera paru-paru
• Infeksi

• Penyakit graft versus host

• Acute immune hemolytic reaction


• Delayed immune hemolytic reaction

(Tjay, 2012).
7. Asuhan keperawatan

ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian (Saat masuk IGD)

Identitas

Nama: Tn. R

Usia: 24 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Tanggal masuk IGD: 1 Januari 2021 pukul 03.00 WIB

Tanggal pengkajian: 1 Januari 2021 pukul 03.00 WIB

Keluhan utama: Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

Pengkajian Primer:

A (Airway): -

B (Breathing): P 28x/menit,

C (Circulation): TD 70/50 mmHg, N 115x/menit sinum ritme, perifer dingin, CRT>3 detik

D (Disability): Kesadaran spoor koma, E2M3V3

Pengkajian Sekunder

Riwayat kesehatan sekarang: Fraktur tibia dextra terbuka 1/3 distal dan perdarahan ++

Pengkajian head to toe: P battle sign (-), raccoon eye (+), otorrhea, renorrhea (kemerahan), ring
sign (+)

Pemeriksaan Penunjang

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 22/46
11/7/2021 OneNote

Radiologi: foto rontgent thorax normal, foti rontgent kepala fraktur basis crani

Pemeriksaan laboratorium (1 Januari 2021 pkl 04.10): Hb 10 gr/dL, hematokrit 30%, eritrosit 4
juta, leukosit 12 ribu uL, trombosit 300 uL, GD 100 mg/dL; SGOT 40 uL, SGPT 45 uL; ureum
40 mg/dL; creatinin 0,9 gr/dL; K 3,5; Na 115.

Pengkajian (3 jam setelah penangan di IGD)

Identitas

Nama: Tn. R

Usia: 24 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Tanggal masuk IGD: 1 Januari 2021 pukul 03.00

Tanggal pengkajian: 1 Januari 2021 pukul 06.00

Keluhan utama: Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

Pengkajian Primer:

A (Airway): -

B (Breathing): P 20x/menit,

C (Circulation): TD 110/60 mmHg, HR 100x/menit

D (Disability): Kesadaran somnolen, E3M3V3

Tindakan yang dilakukan:

Operasi cranitomy dan pemasangan oriff pada tibia dextra

Monitor selama Operasi :

TD 60/40 mmHg -100/50 mmHg

HR 100-130x/menit

P dengan ventilator

Perdarahan 600 cc

Urin 50 cc

Terapi selama Operasi :

Infus RL 2000 cc

Transfusi PRC 500

Pengkajian (ICU hari pertama)

Identitas

Nama: Tn. R

Usia: 24 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Tanggal masuk IGD: 1 Januari 2021 pukul 03.00 WIB

Tanggal pengkajian: 1 Januari 2021 pukul 09.00 WIB

Keluhan utama: Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

Pengkajian Primer:

A (Airway): -
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 23/46
11/7/2021 OneNote

B (Breathing): Saturasi oksigen 98%

C (Circulation): TD 90/40 mmHg, HR 115x/menit,

D (Disability):

Terapi yang diberikan

Pengkajian (Setelah 10 hari dirawat di ICU)

Identitas

Nama: Tn. R

Usia: 24 tahun

Jenis kelamin: Laki-laki

Tanggal masuk IGD: 1 Januari 2021 pukul 03.00

Tanggal pengkajian: 10 Januari 2021 pkl 09.00

Keluhan utama: Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

Pengkajian Primer:

A (Airway): -

B (Breathing): P 35-40x/menit, saturasi oksigen 98%

C (Circulation): TD 110/60 mmHg, HR 120-130x/menit

D (Disability):

Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan AGD: PH 7,30; PCO2 25 mmHg, PO2 110 mmHg; HCO3 15 mmol/L; BE+2

Pemeriksaan laboratorium: kultur darah + pseudomonas aeruginosa; Hb 11g/dl, hematokrit 33%,


eritrosit 6 juta, leukosit 20 ribu uL, trombosit 350 uL, GD 100 mg/dL; SGOT 100 uL, SGPT 120
uL; ureum 75 mg/dL; kreatinin 2,0 gr/dL, PCT 10 mcg/L

Analisis Data :

DI IGD jam pertama

Data Masalah Etiologi Diagnosis

DS : Nyeri Akut agen pencedera Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
- fisik (trauma) (trauma) d.d frekuensi nadi meningkat,
DO : gelisah
Frekuensi Nadi
Meningkat
Pasien terlihat
gelisah (ada
respon rangsan
nyeri)

Risiko Fraktur Risiko disfungsi neurovaskuler perifer


disfungsi d.d fraktur

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 24/46
11/7/2021 OneNote

neurovaskule
r perifer

Risiko Cedera Kepala Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d


perfusi cedera kepala
serebral tidak
efektif

Risiko Syok Hipotensi Risiko syok d.d hipotensi

DS : Gangguan Kerusakan Gangguan integritas kulit/jaringan b.d


- integritas jaringan, nyeri, faktor mekanis d.d. kerusakan jaringan,
DO : kulit/jaringan perdarahan dan nyeri, perdarahan, kemerahan
Kerusakan kemerahan
jaringan
Nyeri
Perdarahan
Kemerahan

DI IGD jam ketiga

Data Masalah Etiologi Diagnosis

Risiko Efek prosedur invasif Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif
Infeksi

Risiko Hipotensi dan kekurangan Risiko syok d.d hipotensi dan kekurangan
Syok volume cairan volume cairan

DI ICU hari pertama

Data Masalah Etiologi Diagnosis

Risiko Disfungsi Pembedahan Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer d.d


Neurovaskuler Perifer ortopedi pembedahan ortopedi

Di ICU hari ke-10 pagi

Data Masal Etiologi Diagnosis


ah

DS : Hperte Proses Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh
- rmi penyakit 39°, P 28-40x/menit (takipneu) dan HR 110x/menit
DO : (infeksi) (takikardi)
Suhu tubuh
diatas nrormal
39°

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 25/46
11/7/2021 OneNote

P 28-
40x/menit
(takipneu)
HR
110x/menit
(takikardi)

Di ICU hari ke-10 pukul 9 pagi

Data Masalah Etiologi Diagnosis

DS : Gangguan Ketidakseimban Gangguan Pertukaran Gas b.d


dispneu (P 35-40x/menit) Pertukaran Gas gan ventilasi- ketidakseimbangan ventilasi-
DO : perfusi perfusi d.d dispneu (P 35-
PCO2 menurun (25 mmHg) 40x/menit), PCO2 menurun (25
Takikardia (N 120-130x/menit) mmHg), Takikardia (N 120-
pH arteri menurun 130x/menit) dan pH arteri
menurun

Diagnosa Prioritas

Di IGD jam pertama

Risiko syok d.d hipotensi

Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) d.d frekuensi nadi meningkat, gelisah

Risiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer d.d fraktur

Gangguan integritas kulit/jaringan b.d faktor mekanis d.d. kerusakan jaringan, nyeri, perdarahan,
kemerahan

Di IGD jam ketiga

Risiko Syok d.d hipotensi dan kekurangan volume cairan

Risiko Infeksi d.d efek prosedur invasif

Di ICU hari pertama

Risiko Disfungsi Neurovaskuler Perifer d.d pembedahan ortopedi

Di ICU hari ke-10 pagi

Hipertermi b.d proses penyakit (infeksi) d.d suhu tubuh 39°, P 28-40x/menit (takipneu) dan HR
110x/menit (takikardi)

Di ICU hari ke-10 pukul 9 pagi

Gangguan Pertukaran Gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d dispneu (P 35-40x/menit),


PCO2 menurun (25 mmHg), Takikardia (N 120-130x/menit) dan pH arteri menurun

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 26/46
11/7/2021 OneNote

Intervensi

DI IGD jam pertama

SDKI SLKI SIKI

Risiko syok d.d Setelah dilakukan Pencegahan syok


hipotensi intervensi selama 1x24 Observasi
jam, diharapkan Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan
Tingkat syok menurun kekuatan nadi, frekuensi nafas, TD, MAP)
dengan kriteria hasil: Monitor status oksigen (oksimetri nadi, AGD)
- tingkat kesadaran Monitor status cairan (masukan dan haluaran,
meningkat turgor kulit, (CRT)
- akral dingin Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
menurun Periksa riwayat alergi
- tekanan darah sistolik Terapeutik
dan diastolik Berikan oksigen untuk mempertahankan
membaik saturasi >94%
- tekanan nadi Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika
membaik perlu
- pengisian kapiler Pasang jalur IV, jika perlu
membaik Pasang kateter urin untuk menilai produksi
- frekuensi nadi urin, Jika perlu
membaik Lakukan skin test untuk mencegah reaksi
- frekuensi napas alergi
membaik Edukasi
Jelaskan penyebab atau faktor risiko syok
Jelaskan tanda dan gejala awal syok
Anjurkan melaporkan jika menemukan atau
merasakan tanda dan gejala awal syok
Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi Jika perlu

Manajemen perdarahan
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 27/46
11/7/2021 OneNote

Monitor kadar albumin dan protein total


Monitor hasil pemeriksaan serum
Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan
cairan
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pemantauan tanda-tanda vital


Observasi
Identifikasi penyebab perdarahan
Periksa adanya darah pada muntah, sputum,
feses, urine, pengeluaran NGT dan drainase
luka, jika perlu
Periksa ukuran dan karakteristik hematoma,
jika ada
Monitor terjadinya perdarahan (sifat dan
jumlah)
Monitor nilai hemoglobin dan hematokrit
sebelum dan setelah kehilangan darah
Monitor tekanan darah dan parameter
hemodinamik
Monitor intake dan output cairan
Monitor koagulasi darah
Monitor tanda da gejala perdarahan masif
Terapeutik
Istirahatkan area yang mengalami perdarahan
Berikan kompres dingin, jika perlu
Lakukan penekanan atau balut tekan, jika
perlu
Tinggikan esktremitas yang mengalami
perdarahan
Pertahankan akses IV
Edukasi
Jelaskan tanda-tanda perdarahan
Anjurkan melapor jika menemukan tanda-
tanda perdarahan
Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 28/46
11/7/2021 OneNote

Terapi oksigen
Observasi
Monitor tekanan darah
Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, Irama)
Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
Monitor suhu tubuh
Monitor oksimetri nadi
Monitor tekanan darah (selisih TDS dan
TDD)
Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
Terapeutik
Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, Jika perlu

Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri


pencedera fisik intervensi selama 1x24 Observasi
(trauma) d.d frekuensi jam, diharapkan Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
nadi meningkat, Tingkat nyeri menurun kualitas, intensitas nyeri
gelisah dengan KH : Identifikasi skala nyeri
- frekuensi nadi Identifikasi respon nyeri non verbal
membaik Identifikasi faktor yang memperberat dan
- tekanan darah memperingan nyeri
membaik Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
hidup
Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat dan tidur

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 29/46
11/7/2021 OneNote

Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam


pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
Jelaskan strategi meredakan nyeri
Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Pemberian analgesic
Observasi
Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
Identifikasi riwayat alergi obat
Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
Narkotika, non-narkotika, atau NSAID)
dengan tingkat keparahan nyeri
Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
Tetapkan target efektifitas analgesic untuk
mengoptimalkan respon pasien
Dokumentasikan respon terhadap efek
analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan Manajemen peningkatan tekanan


tidak efektif d.d intervensi selama 1x24 intracranial
cedera kepala jam, diharapkan Observasi
Perfusi serebral Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis.
meningkat dengan Iesi, gangguan metabolisme, edema serabral)
KH: Monitor tanda/gejala peningkatan TIK(mis.
tekanan darah meningkat, tekanan nadi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 30/46
11/7/2021 OneNote

- tingkat kesadaran melebar, bradikardia, pola napas ireguler,


meningkat kesadaran menurun)
- Tekanan darah Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
sistolik dan diastolik Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika
membaik perlu
Monitor PAWP, jika perlu
Monitor PAP, jika perlu
Monitar ICP (Intra Cranial Pressure), jika
tersedia
Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
Monitor gelombang ICP (Intra Cranial
Pressure)
Monitor status pernapasan
Monitar intake dan ouput cairan
Monitor cairan serebro-spinalis (mis, warna,
konsistensi)
Terapeutik
Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi Fowler
Hindari manuver Valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, Jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika
perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika
perlu

Risiko disfungsi Setelah dilakukan Pemantauan tanda vital


neurovaskuler perifer intervensi selama 1x24 Observasi
d.d fraktur jam, diharapkan Monitor tekanan darah -monitor nadi
Neurovaskuler perifer (frekuensi, kekuatan , irama)
meningkat dengan KH Monitor pernapasan (frekuensi, kedalaman)
: Monitor suhu tubuh -monitor oksimetri nadi -
- nyeri menurun monitor tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
- perdarahan menurun Identifikasi penyebab perubahan tanda vital
- nadi membaik Terapeutik
- tekanan darah Atur interval pemantauan sesuai kondisi
membaik pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 31/46
11/7/2021 OneNote

Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Pencegahan perdarahan
Observasi
Monitor tanda dan gejala pendarahan
Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum
dan setelah kehilangan darah
Monitor tanda tanda vital ortostatik
Monitor koagulasi
Terapeutik
Pertahankan bed rest selama pendarahan
Batasi tindakan invasif, jika perlu
Gunakan kasur pencegah decubitus
Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala pendarahan
Anjurkan mrnggunakan kaus kaki saat
ambulasi
Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
Anjurkan segera melapor jika terjadi
pendarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol
pendarahan
Kolaborasi pemberian produk darah
Kolaborasi pemberian pelunak tinja

Gangguan integritas Setelah dilakukan Perawatan luka


kulit/jaringan b.d intervensi selama 1x24 Observasi
faktor mekanis d.d. jam, diharapkan Monitor karakteristik luka (mis, drainase,
kerusakan jaringan, Integritas kulit dan warna, ukuran, bau)
nyeri, perdarahan, jaringan meningkat Monitor tanda-tanda Infeksi
kemerahan dengan KH: Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
- kerusakan jaringan Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
menurun perlu
- nyeri menurun Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih
- perdarahan menurun nontoksik, sesuai kebutuhan
- kemerahan menurun Bersihkan jaringan nekrotik
Berikan salep yang sesual ke kulit/lesi, jika
perlu
Pasang balutan sesuai jenis Iuka

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 32/46
11/7/2021 OneNote

Pertahankan teknik steril saat melakukan


perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
sesuai kondisi pasien
Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kg/BB/hari
Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
vitamin A, vitamin C, Zinc, asam amino),
sesuai indikasi
Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
pertu
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

DI IGD jam ketiga

SDKI SLKI SIKI

Risiko Syok d.d Setelah dilakukan intervensi Pencegahan syok


hipotensi dan selama 1x24 jam diharapkan Observasi
kekurangan volume tingkat Syok menurun dengan Monitor status kardiopulmonal
cairan KH: (frekuensi dan kekuatan nadi,
Output urin meningkat frekuensi nafas, TD, MAP)
Tingkat kesadaran meningkat Monitor status oksigen (oksimetri
Tekanan sistolik membaik nadi, AGD)
Tekanan diastolik membaik Monitor status cairan (masukan dan
Tekanan nadi membaik haluaran, turgor kulit, (CRT)
Frekuensi nadi membaik Monitor tingkat kesadaran dan respon
pupil
Periksa riwayat alergi
Terapeutik
Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi >94%

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 33/46
11/7/2021 OneNote

Persiapkan intubasi dan ventilasi


mekanis, jika perlu
Pasang jalur IV, jika perlu
Pasang kateter urin untuk menilai
produksi urin, Jika perlu
Lakukan skin test untuk mencegah
reaksi alergi
Edukasi
Jelaskan penyebab atau faktor risiko
syok
Jelaskan tanda dan gejala awal syok
Anjurkan melaporkan jika
menemukan atau merasakan tanda
dan gejala awal syok
Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu
Kolaborasi pemberian antiinflamasi
Jika perlu
Pemantauan Cairan
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
Monitor kadar albumin dan protein
total
Monitor hasil pemeriksaan serum
Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 34/46
11/7/2021 OneNote

Informasikan hasil pemantauan, jika


perlu

Manajemen Perdarahan
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna dan berat jenis
urine
Monitor kadar albumin dan protein
total
Monitor hasil pemeriksaan serum
Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
Identifikasi faktor risiko
ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Pemantauan Tanda Vital


Observasi
Identifikasi penyebab perdarahan
Periksa adanya darah pada muntah,
sputum, feses, urine, pengeluaran
NGT dan drainase luka, jika perlu
Periksa ukuran dan karakteristik
hematoma, jika ada
Monitor terjadinya perdarahan (sifat
dan jumlah)
Monitor nilai hemoglobin dan
hematokrit sebelum dan setelah
kehilangan darah
Monitor tekanan darah dan parameter
hemodinamik
Monitor intake dan output cairan
Monitor koagulasi darah

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 35/46
11/7/2021 OneNote

Monitor tanda da gejala perdarahan


masif
Terapeutik
Istirahatkan area yang mengalami
perdarahan
Berikan kompres dingin, jika perlu
Lakukan penekanan atau balut tekan,
jika perlu
Tinggikan esktremitas yang
mengalami perdarahan
Pertahankan akses IV
Edukasi
Jelaskan tanda-tanda perdarahan
Anjurkan melapor jika menemukan
tanda-tanda perdarahan
Anjurkan membatasi aktivitas
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan, jika
perlu
Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu

Risiko Infeksi d.d Setelah dilakukan intervensi Pencegahan Infeksi


efek prosedur selama 1x24 jam diharapkan Observasi
invasif tingkat Syok menurun dengan Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
KH: dan sistemik
Output urin meningkat Terapeutik
Tingkat kesadaran meningkat Batasi jumlah pengunjung
Tekanan sistolik membaik Berikan perawatan kulit pada area
Tekanan diastolik membaik edema
Tekanan nadi membaik Cuci tangan sebelum dan sesudah
Frekuensi nadi membaik kontak dengan paslen dan lingkungan
pasien
Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
Ajarkan etika batuk
Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 36/46
11/7/2021 OneNote

Kolaborasi pemberian imunisasi, jika


perlu

Pemantauan Tanda Vital


Observasi
Monitor tekanan darah
Monitor nadi (frekuensi, kekuatan,
irama)
Monitor pernapasan (frekuensi,
kedalaman)
Monitor suhu tubuh
Monitor oksimetri nadi
Monitor tekanan nadi (selisih TDS
dan TDD)
Identifikasi penyebab perubahan
tanda vital
Terapeutik
Atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

Perawatan Luka
Observasi
Monitor karakteristik luka (mis.
drainase, warna, ukuran, bau)
Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
Cukur rambut di sekitar daerah luka,
jika perlu
Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
Bersihkan jaringan nekrotik
Berikan salep yang sesuaike kulit/lesi,
jika perlu
Pasang balutan sesuai jenis luka
Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 37/46
11/7/2021 OneNote

Jadwalkan perubahan posisi setiap 2


jam atau sesuai kondisi pasien
Berikan diet dengan kalori 30-35
kkalikg8B/hari dan protein 1,25-1,5
g/kgBB/hari
Berikan suplemen vitamin dan
mineral (mis. vitainin A, vitamin C,
Zinc, asam amino), sesuai indikasi
Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transkutanecus), jika perlu
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein
Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi prosedur debridement
(mis. enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
perlu

Di ICU hari pertama

SDKI SLKI SIKI

Risiko Disfungsi Setelah dilakukan intervensi selama 2x24 Pengaturan Posisi


Neurovaskuler Perifer jam diharapkan Neurovaskuler Perifer klien Observasi
d.d pembedahan meningkat dengan kriteria hasil: Monitor status
ortopedi Nadi membaik oksigenasi sebelum dan
Tekanan darah membaik sesudah mengubah
posisi
Monitor alat traksi agar
selalu tepat
Terpeutik
Tempatkan pada
matras/tempat tidur
terapeutik yang tepat
Tempatkan pada posisi
terapeutik
Tempatkan bel atau
lampu panggilan dalam
jangkauan
Sediakan matras yang
kokoh dan padat
Atur posisi untuk
mengurangi sesak
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 38/46
11/7/2021 OneNote

Atur posisi yang


meningkatkan
drainage
Posisikan pada
kesejajaran tubuh yang
tepat
Imobilisasi dan topang
bagian tubuh yang
cedera dengan tepat
Berikan bantal yang
tepat pada leher
Posisikan untuk
mempermudah
ventilasi/perfusi
Hindari menempatkan
pada posisi yang dapat
meningatkan nyeri
Pertahankan pisisi
dengan teknik log roll
Edukasi
Informasikan saat akan
dilakukan perubahan
posisi
Pemantauan Tanda
Vital
Observasi
Monitor tekanan darah
Monitor nadi
(frekuensi, kekuatan,
irama)
Monitor pernapasan
(frekuensi, kedalaman)
Monitor suhu tubuh
Monitor oksimetri nadi
Monitor tekanan nadi
(selisih TDS dan TDD)
Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital
Terapeutik
Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 39/46
11/7/2021 OneNote

Di ICU hari ke-10 pagi

SDKI SLKI SIKI


Hipertermi b.d proses penyakit Setelah 1x24 jam Manajemen Hipertermi
(infeksi) d.d suhu tubuh 39°, P diharapkan Observasi
28-40x/menit (takipneu) dan Termoregulasi Klien Identifkasi penyebab hipertermi (mis.
HR 110x/menit (takikardi) membaik dengan dehidrasi terpapar lingkungan panas
kriteria hasil: penggunaan incubator)
Takikardi menurun Monitor suhu tubuh
Takipnea menurun Monitor kadar elektrolit
Suhu tubuh Monitor haluaran urine
membaik Terapeutik
Sediakan lingkungan yang dingin
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis (keringat
berlebih)
Lakukan pendinginan eksternal (mis.
selimut hipotermia atau kompres
dingin pada dahi, leher, dada,
abdomen, aksila)
Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

Regulasi Temperatur
Observasi
Suhu sampai stabil (36,5°C-37,5°C)
Monitor suhu tubuh tiap 2 jam Jika
perlu
Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan Nadi
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor dan catat tanda dan gejala
hipotermia atau hipertermia
Terapeutik
Pasang alat pemantau suhu kontinu,
Jika perlu
Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
Gunakan matras penghangat, selimut
hangat, dan penghangat ruangan untuk
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 40/46
11/7/2021 OneNote

menaikkan suhu tubuh, jika perlu


Gunakan kasur pendingin, water
circulating blankets, ice pack atau gel
pad dan intravaskular cooling
catherization untuk menurunkan suhu
tubuh
Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Edukasi
Jelaskan cara pencegahan heat
exhaustion dan heat stroke
Jelaskan cara pencegahan hipotermi
karena terpapar udara dingin
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antipiretik, Jika
perlu

Di ICU hari ke-10 pukul 9 pagi

SDKI SLKI SIKI

Gangguan Pertukaran Gas b.d Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi intervensi selama 2x24 Observasi
d.d dispneu (P 35-40x/menit), PCO2 jam diharapkan Monitor frekuensi, irama,
menurun (25 mmHg), Takikardia (N Pertukaran Gas klien kedalaman, dan upaya
120-130x/menit) dan pH arteri meningkat dengan napas
menurun Kriteria Hasil: Monitor pola napas (seperti
Dispneu menurun bradipnea, takipnea,
Pco2 membaik hiperventilasi, Kussmaul,
Takikardi membaik Cheyne-Stokes, Biot,
pH arteri membaik ataksik)
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya sumbatan
jalan napas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 41/46
11/7/2021 OneNote

Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Terapi Oksigen
Observasi
Monitor kecepatan aliran
oksigen
Monitor posisi alat terapi
oksigen
Monitor aliran oksigen
secara periodic dan pastikan
fraksi yang diberikan cukup
Monitor efektifitas terapi
oksigen (mis. oksimetri,
analisa gas darah ), jika
perlu
Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen dan
atelektasis
Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
Bersihkan secret pada mulut,
hidung dan trachea, jika
perlu
Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Berikan oksigen tambahan,
jika perlu
Tetap berikan oksigen saat
pasien ditransportasi
Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengat tingkat
mobilisasi pasien
Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 42/46
11/7/2021 OneNote

Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

Manajemen Ventilasi
Mekanik
Observasi
Periksa indikasi ventilator
mekanik (mis. keielahan otot
napas, disfungsi neurologls,
asidosis respiratorik)
Monitor efek ventilator
terhadap status oksigenasi
(mis. bunyi paru, X ray paru,
AGD, SaO2, SvO2, ETCO2,
respon subyektif pasien)
Monitor kriteria perlunya
penyapihan ventilator
Monitor efek negatif
ventilator (mis. deviasl
trakea, barotrauma,
volutrauma, penurunan
curah
Jantung, distensi gaster,
emfisema subkutan)
Monitor gejala peningkatan
pernapasan (mis.
peningkatan denyut jantung
atau pernapasan,
Peningkatan tekanan darah,
diaforesis, perubahan status
mental)
Monitor kondisi yang
meningkatkan konsumsi
oksigen (mis. demam,
menggigil, kejang, dan
nyeri)
Monitor gangguan mokusa
oral, nasal, takea dan laring
Terapeutik
Atur posisi kepala 45-60*
untuk mencegah aspirasi
Reposisi pasien setiap 2 jam,
jika perlu
Lakukan perawatan mulut
secara rutin, termasuk sikat
gigi setiap 12 jam
Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 43/46
11/7/2021 OneNote

Lakukan penghisapan lendir


sesuat kebututan
Ganti sirkuit ventilator
setiap 24 jam atau sesuai
instruksi
Siapkan bag-valve mask di
samping tempat tidur untuk
antisipasi malfungsi mesin
Berikan media untuk
berkomunikasi (mis. kertas,
pulpen)
Dokumentasikan respon
terhadap ventilator
Kolaborasi
Kolaborasi pemllihan mode
ventilator (mis. kontrol
volume, kontrol tekanan
atau gabungan)
Kolaborasl pemberian agen
pelumpuh otot, sedatif,
analgesik, sesual kebutuhan
Kolaborasi
Penggunaan PS atau PEEP
untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus.

STEP 7

Peta konsep

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 44/46
11/7/2021 OneNote

DAFTAR PUSTAKA

Angelika, Irene dan Eko Prasetyo. 2019. Evaluasi Radiologi pada Kasus Fraktur Basis Kranii.
Diambil dari https;//ejournal.unsrat.ac.id. Diakses pada 3 November 2021 pukul 15.21 WIB.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2015. Pusat Informasi Obat Nasional, Badan POM RI.
Jakarta. Diperoleh dari http;//pionas.pom.go.id. Diakses pada tanggal 03 November 2021 Pukul
12.40 WIB.

Batubara, Budi Harto dkk. 2016. Perbandingan Osmolaritas Plasma Setelah Pemberian Manitol
20% 3 mL/ kgBB dengan Natrium Laktat Hipertonik 3 mL/kgBB pada Pasien Cedera Otak
Traumatik Ringan-Sedang. Jurnal Anestesi Perioperatif 4 (3). Diperoleh dari
http;//journal.fk.unpad.ac.id diakses pada 3 November 2021 23:57 WIB

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria.
Carter Michel A. 2016. Fraktur dan Dislokasi dalam: Price Sylvia A, Wilson Lorraine McCarty.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh. 2014. Keperawatan Medikal bedah, Ed. I.
Yogyakarta: Rapha publishing.
Elon, Yunus, Dkk. 2021. Teori dan Model Keperawatan. Medan: Yayasan Kita Menulis.
First Medi Pharma. 2020. Levofloxacin Hemihydrate. Diperoleh dari http;//firstmedipharma.
Co.id . Diakses pada 5 November 2021 Pukul 13.00 WIB.
Ishman & Friedland. 2014. Temporal Bone Fractures: Tradutional Classification and Clinical
Relevance. Laryngoscope
Greenberg, M. S. 2016. Handbook of Neurosurgery, 8th edn. Thieme Medical Publishers Inc,
New York.
Greenberg. 2016. Seri Buku Kecil Terapi Alternatif. Yogyakarta : Yayasan Spritia.
Hidayati, Afif Nurul, dkk. (Ed.) 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Airlangga
University Press.
PIONAS Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Propofol. Diperoleh dari
http;//poinas.pom.go.id diakses pada 3 November 2021 23:21 WIB

Pratama, Razi Ageng., dkk. 2020. Manajemen Nyeri Akut Pasca-Kraniotomi. Journal Of
Anaesthesia and Pain. Volume 1 No. 3 E-ISSN 2722-3205. Diakses dari https://jap.ub.ac.id pada
tanggal 3 November 2021 pukul 16.30 WIB.
Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone.
Rosyid A & Marhana I. 2020. Bunga Rampai Kedokteran Respirasi 2020. Surabaya : Airlangga
University Press.
Marrelli T.M. 2017. Buku Saku keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2013. Buku Saku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Nurfallah, Hamidah. 2020. Gambaran Pengetahuan Dan Tatalaksana Dokter Bedah Dalam Hal
Transfusi Packed Red Cell (PRC). Diperoleh dari http;//repositori.usu.ac.id diakses pada 4
November 2021 00:05 WIB

Satya. 2013. Ilmu Bedah Syaraf. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. EGC.
Smeltzer, C. S., & Bare, B. G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Philadelphia:
Lippincott william & Wilkins

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 45/46
11/7/2021 OneNote

Smeltzer, S, & Bare. 2011. Brunner & Suddarths Textbook of Medical Surgical Nursing.
Philadelpia : Lippin cott
Smelzer, Suzanne. C. 2011 . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Ed. 8
Vol. 3. Jakarta: EGC.

Soenarto, R. F., 2016. Opioid Intraanestesi. In: S. Chandra & E. Harijanto, eds. Opioid dalam
Praktik Anestesi dan Terapi Intensif. Jakarta: Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi
Intensif Indonesia.
Solomon, L., Warwick, D., and Nayagam, S. 2010. Apley’s System of Orthopaedic and
Fractures. 9th Ed. London: Hodder Arnold.
Spesialis Bedah Saraf Unair. 2016. Trauma. Diambil dari https://spesialis1.ibs.fk.unair.ac.id
pada tanggal 03 November 2021 pukul 21.00 WIB.

Tjay Tan Hoan. 2012. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan Dan Efek Sampingnya. Jakarta :
Pt Elex Media Komputindo.
Wiarto, G. 2017. Nyeri Tulang dan Sendi. Yogyakarta : Gosyen Publisihing.

https://teams.microsoft.com/_?culture=id-id&country=ID&lm=deeplink&lmsrc=homePageWeb&cmpid=WebSignIn&tenantId=96e58095-25b2-45… 46/46

Anda mungkin juga menyukai