Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“DINASTI BANI ABBAS DI BAGHDAD”

MATKUL:SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU : Dr. Usman, M.Pd. I

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

VENI ALVIONITA (12118009)

VERSHA SYAKIRA (12118012)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2021 M / 1443 H
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Sejarah Peradaban Islam dengan judul
“Memahami Bani Abbas di Baghdad” tepat pada waktunya.

Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan beberapa
pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi pennyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan
lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi
saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.

Akhirnya kami sebagai penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini
dapat diambil manfatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevanpada makalah-makalah selanjutnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pontianak, 31 Oktober 2021

Penulis,

Kelmpok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1

2.1 Rumusan Masalah..........................................................................................................1

3.1 Tujuan............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

1.2 Perkembangan Pemerintan dan Politik..........................................................................2

2.2 Perkembangan Sains serta Kebudayaan........................................................................7

3.2 Analisis Kemunduran pula Kehancuran...................................................................…12

BAB III PENUTUP

1.3 Kesimpulan......................................................................................................………20

2.3 Saran................................................................................................................………20

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................………21

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam teori evolusibahwa segala sesuatu memiliki siklus yang selalu berputar ada
hidup dan ada mati seperti dunia yang selalu berputar terkadang diatas dan terkadang
dibawah. Begitu juga dalam sejarah negeri-negeri dan kerajaan-kerajaan selalu berputar ada
masanya pembentukan dan pembangunan, masa keemasan dan pada akhirnya masa
keruntuhan dan kehancuran. Seperti kerajaan Babilonia, Gupta, Firaun, Bani Umayyah,
bahkan kerajaan yang pernah berjaya di Indonesia yaitu Majapahit.

Dari gambaran diatas banyaknya kerajaan yang berdiri lalu jatuh dan hancur. Hal ini
serupa dengan yang dialami oleh Bani Abbasiyah yang memiliki sejarah panjang selama lima
abad dimulai dari masa pembentukan, masa keemasan dan sampai masa kehancuran.

Bani Abbasiyah merupakan Daulah Islamiyah yang paling besar dan mengalami masa
keemasan dari perluasan wilayahnya, tata kota dan bangunan yang indah, pemerintahan,
ekonomi, kesehatan, dan pendidikan atau keilmuan.

Penjelasan tersebut akan mengejutkan otak kita dan mengerutkan alis kita yang
lantaran Bani Abbasiyah merupakan Daulah yang hebat, luas, dan berjaya tetapi mengalami
masa keruntuhan, kehancuran dan bahkan lenyapnya Bani Abbasiyah dari muka bumi.

Maka dari itu, kami akan membahas bagaimana terjadinya keruntuhan Bani
Abbasiyah, faktor apa saja yang menjadikan Bani Abbasiyah masuk kedalam kehancuran dan
keruntuhan baik dari faktor dalam atau luar.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan pemerintahan dan politik Bani Abbasiyah di Baghdad?

2. Bagaimana perkembangan sains serta kebudayaan Bani Abbasiyah di Baghdad ?

3. Apa penyebab kemunduran pula kehancuran Bani Abbasiyah di Baghdad ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui perkembangan pemerintahan dan politik Bani Abbasiyah di Baghdad

2. Untuk mengetahui perkembangan sains serta kebudayaan Bani Abbasiyah di Baghdad

3. Untuk mengetahui penyebab kemunduran pula kehancuran Bani Sbbasiyah di Baghdad

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Pemerintahan dan Politik

Pada zaman Abbasiyah,konsep kekhalifahan berkembangan sebagai sistem


politik.menurut pandangan para pemimpin dinasi abbasiyah,kedaulatan yang ada pada
pemerintahan(khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat sebagaimana
diaplikasan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khulafaur Rasyidin.

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas
buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social,
politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi
menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I
adalah:

1.Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan
para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.

2.Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, social dan kebudayaan.

3.Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.

4.Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.

5.Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan
terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara
bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah
sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri.
Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti
Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan
oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya
gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan
pengutamaan orang-orang turunan Persia

2
Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana
Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu:

1.Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu
khalifah dan bekerja atas nama khalifah.

2.Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas
pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti
lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah
dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul
kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu
beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang
dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga
didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.

Masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

a.Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya. Secara
politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan
ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun 750-
754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur
(754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu
kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia,
Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat  pemerintahan dinasti Abbasiyah berada
ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan
konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk
menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia
menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen.
Jabatan wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri
dalam negeri itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal
dari Balkiah, Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian
digantikan oleh anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat
anaknya Ja'far bin yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa
tersebut, persoalan-persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga

3
Persia itu. Masuknya keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur
pembeda antara dinasti Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad
Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang
sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas.
Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos
digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi
kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah
laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya


membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan didaerah
perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama genjatan
senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur pengertian
khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya merupakan
mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi sebagaimana
pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya dimasa
Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M). kekayaan yang banyak
dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit, Lembaga Pendidikan
dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud dimasa ini.
Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang
sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi
unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal
sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang
terpenting adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi
sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah
Baghdad mulai menjadi pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim
(833-842M) khalifah setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk
masuk kedalam pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya
persaingan antara golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya.
Keterlibatan mereka dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah,
dinasti Abbasiyah mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang
sudah berakhir. Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan
demikian, kekuatan militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Dalam periode ini sebenarnya banyak Gerakan politik yang mengganggu stabilitas. Baik
dari segi Abbasiyah maupun dari luar. Gerakan-gerakan seperti itu, seperti Gerakan sisa-

4
sisadinasti Umayyah dan kalangan intern dinasti Abbas dan lainnya dapat dipadamkan.
Dalam kondisi seperti itu, para khalifah memilii prinsip kuat sebagai pusat politik dan
agama religious. Apabila tidak, seperti pada periode setelahnya, stabilitas tak dapat lagi di
control, bahkan khalifah sendiri berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.

b.Periode Kedua (847-945 M)

Perkembangan kebudayaan, peradaban serta kemajuan besar yang dicapai Abbasiyah pada
periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung
mencolok. Kehidupan mewah para khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak
pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi
miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional turki yang semula
diangkat oleh khalifah al-Mu'tashim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha
mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara
kekuasaan dinasti Abbas didalam khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar. Hal
tersebut merupakan titik utama awal runtuh nya dinasti Abbasiyah, meskipun dapat
bertahan hingga lebih dari 400 tahun.

Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah seorang
khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahan nya orang turki dapat merebut kekuasaan
dengan cepat. Setelah ia wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah. Dengan
demikian kekuasaan tidak lagi berada ditangan bani Abbas, meskipun mereka tetap
memegang jabatan khalifah. Sebenarnya terdapat beberapa cara untuk melepaskan diri daeri
genggaman tantara turki tersebut, tetapi cara tersebut selalu gagal. Dari 12 khalifah dari
periode kedua tersebut hanya 4 orang yang wafat dengan wajar. Selebihnya dibunuh atau
diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa khalifah merosot tajam. Setelah tantara
turki melemah dengan sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang
kemudian memerdekaan diri dari kekuasaan pusat dan mendirikan dinasti-dinasti kecil.
Inilah awal mula masa disintegrasi dalam sejarah politik islam. Adapun factor penting yang
menyebabkan kemunduran Abbasiyah adalah :

1.Luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan. Sementara komunikasi lambat.


Bersamaan dengan itu, tingkat kepercayaan dikalangan para penguasa dan pelaksana
sangat rendah.

2.Dengan profesionalisasi tantara, ketergantungan terhadap mereka sangat tinggi.

3.Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tantara sangat besar, setelah khalifah
merosot, khalifah tak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

c. Periode Ketiga (945-1055 M)

Pada periode ini, Abbasiyah berada dibawah kekuasaan dinasti Buwaih. Keadaan khalifah
lebih buruk dari sebelumnya karena dinasti Buwaih merupakan penganut syi'ah. Khalifah
tak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Dinasti Buwaih membagi
kekuasaannya menjadi 3 bersaudara, Ali untuk bagian selatan negara Persia, Hasan untuk
wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan

5
demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi menjadi pusat pemerintahan islam karena
telah pindah ke Syiraz dimasa berkuasanya Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani
Buwaih. Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Abbasiyah terus mengalami
kemajuan di periode ini. Dimasa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibn
Sina, Ibn Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan
perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan
masjid dan rumah sakit. Pada masa Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali
kerusuhan aliran ahlusunnah dan syi'ah, pemberontakan tentara, dan sebagainya.

d.Periode Keempat (1055-1199 M)

Periode ini ditandai dengan adanya kekuasaan dinasti Seljuk atas Dinasti Abbasiyah.
Kehadiran bani Seljuk ini adalah atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan
Buwaih di Baghdad. Keadaan khalifah memang membaik, paling tidak karena
kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-
orang syi'ah. Sebagaimana diperiode sebelumnya, ilmu penetahuan juga berkembang di
periode ini. Nidzam al-Mulk, perdana Menteri pada masa Ali Arselan dan Malik Syah
mendirikan madrasah Nidzamiyah (1067M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-
cabang madrasah nidzamiyah didirikan hampir disetiap kota di Irak dan Khurasan.
Madrasah ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah
lahir banyak cendekiawan islam dari berbagai fokus disiplin ilmu. Diantaranya adalah al-
Zamakhsari, penulis dalam bidang tafsir dan teologi, al-Ghazali dalam bidang ilmu
tasawwuf dan ilmu kalam, dan Umar Khayyam dalam bidang perbintangan. Dalam bidang
politik, pusat kekuasaan juga tak terletak di Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan
menjadi beberapa provinsi dengan seorang gubernur yang mengepalainya. Pada masa pusat
kekuasaan melemah, masing-masing provinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik dan
peperangan yang terjadi diantara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit-sedikit
kekuasaan politik khalifah menguat kembali, terutama untuk Irak. Kekuasaan tersebut
berakhir di Irak ditangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H (1199 M).

e.Periode Kelima (1199-1258 M) 

Pada masa periode kelima masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaan
nya hanya efektif disekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa mongol. Telah
terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah Abbasiyah
tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka merdeka dan berkuasa,
tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah kekuasaan khalifah
menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar
menghancurkan Baghdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H/ 1256 M.

6
B. Perkembangan Sains serta Kebudayaan

PERKEMBANGAN SAINS

Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang.
Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul
hikmah yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Kemudian muncul para
ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama dan sains. Seperti Al-
Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam Bukhari dan Imam
Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam hingga saat ini.
Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu pengetahuan
masa kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan terhadap jasa
para ilmuwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah membangun berbagai
infrastruktur dan lembaga, termasuk lembaga pendidikan. Semangat mengembangkan ilmu
pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas. Para khalifah yang memimpin
turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan kebijakan-kebijakannya. Alhasil,
Kebijakan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan.

Beberapa langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah adalah sebagai berikut.
1. Menggalang penyusunan buku. Penyusunan buku pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran. Hasil penelitian para ulama kemudian disusun
dalam sebuah buku sehingga dapat dengan mudah dipelajari oleh generasi penerus.
2. Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa asing. Khalifah Bani
Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan dari bahasa
asing ke Bahasa Arab. Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam
semakin luas dan berkembang.
3. Menghidupkan kegiatan-kegiatan ilmiah. Kegiatan ilmiah menjadi salah satu kebutuhan
primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah. Hampir di setiap majelis hingga tempat-tempat
umum seperti pasar, para ilmuwan menyampaikan pengetahuan mereka miliki.
4. Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan. Kekhalifahan Abbasiyah gencar
membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu pengetahuan yang sekaligus menjadi
perpustakaan. Pada periode ini, perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas
di masa sekarang penduduk berduyun-duyun mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu,
sementara para ilmuwan memiliki kedudukan penting dan derajat yang tinggi.

Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu cermin pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan pada masa tersebut.

7
Faktor yang mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah :
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain. Terjadinya asimilasi
antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dulu mengalami perkembangan
dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah,
banyak bangsa non-Arab yang masuk Islam dan memberi warna baru dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Contohnya bangsa Persia berjasa dalam perkembangan
ilmu filsafat dan sastra serta pengaruh budaya India yang terlihat pada bidang kedokteran,
matematika, dan astronomi.
2. Gerakan penerjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa
Khalifah al-Mansur hingga Harun ar-Rasyid. Pada periode ini yang diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantik (logika). Fase kedua berlangsung sejak
masa Khalifah al-Ma'mun hingga tahun 300 H. Buku buku yang diterjemahkan adalah
buku dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H,
terutama setelah adanya pembuatan kertas. Buku buku yang diterjemahkan pun semakin
beragam, mengikuti perkembangan.

Ilmu yang berkembang pada masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah Ilmuwan-ilmuwan


muslim beserta ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut :

1. Ilmu Tafsir

Pada masa Dinasti Abbasiyah, berkembang dua aliran ilmu tafsir yang terus
digunakan hingga sekarang, yaitu tafsir bi al-ma’tsur yang menekankan pada penafsiran
ayat-ayat Al-Quran dengan hadis dan pendapat para sahabat, dan tafsir bi ar-ra’yi yang
berpijak pada logika daripada nas syariat. Sementara tokoh ilmuwan dalam bidang tasfir
adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Ibnu Atiyah al-Andalusy, As-Suda, Mupatil bin Sulaiman, dan
Muhammad bin Ishak.

2. Filsafat Islam

Perkembangan filsafat Islam dimulai saat penerjemahan filsafat Yunani dalam Bahasa
Arab sekaligus diadakan penyesuaian dengan ajaran Islam. Beberapa ilmuwan muslim
dalam ilmu filsafat Islam adalah Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Abu Bakar
Ibnu Tufail, Al-Ghazali, dan Abu Bakar Muhammad bin as-Sayig (Ibnu Bajjah).

3. Ilmu Hadis

Beberapa karya para ilmuwan muslim terkenal dalam bidang ilmu hadis adalah
sebagai berikut. Sahih Bukhari, disusun oleh Imam Bukhari Sahih Muslim, disusun oleh
Imam Muslim Sunan Abu Daud, disusun oleh Imam Abu Daud Sunan at-Tirmizi, disusun
oleh Imam at-Tirmizi Surat an-Nasa'i, disusun oleh Imam an-Nasa'i Baca juga: Sifat 4
Khulafaur Rasyidin

8
4. Ilmu Fikih

Setelah Nabi Muhammad wafat, muncul para ulama ahli fikih yang menjadi andalan
bagi umat Islam dalam menjelaskan persoalan fikih. Beberapa di antaranya adalah Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi'i, dan Imam Hanbali.

5. Ilmu Kalam

Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Ilmuwan termasyur
dalam bidang ini adalah Wasil bin Ata', Abu Hasan al-Asy'ari, Imam al-Ghazali, Abu
Huzail al-Allaf, dan Ad-Dhaam.

6. Ilmu Tasawuf

Tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara ber-taqarub dengan benar kepada
Allah SWT. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Al Gazali, Al-Qusyairy,
dan Syahabbudin.

7. Ilmu Tarikh (Sejarah)

Sejarah termasuk cabang ilmu yang mengalami perkembangan terus-menerus. Para


ilmuwan muslim dalam bidang ilmu tarikh adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Khatib Bagdadi, Ibnu
Hayyan, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun.

8. Ilmu Kedokteran

Ilmu kedokteran dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Orang-orang Barat bahkan
juga menuntut ilmu di universitas milik umat Islam. Para dokter muslim yang terkenal adalah
sebagai berikut. Ibnu Sina, dikenal sebagai bapak dokter Islam Jabir bin Hayyan dikenal
sebagai bapak kimia Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak
dan cacar.

9. Ilmu Geografi

Ilmu Geografi berkembang seiring dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam
serta perdagangan. Pada saat itu, sering diadakan perjalanan ilmiah juga perjalanan untuk
pesiar, dan pengetahuan yang diperoleh akan dituangkan ke dalam kitab. Beberapa ilmuwan
dalam bidang geografi adalah Al-Muqaddasy, Yaqut al-Hamawy, dan Ibnu Khardazabah.

10. Ilmu Bahasa

Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, Bahasa Arab ditetapkan sebagai


bahasa resmi negara. Ilmu bahasa yang berkembang meliputi ilmu nahwu, saraf, ma'ani,
bayan, dan badi. Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Sibawaihi, Muaz al-
Harra', dan Al-Kisai.

9
11. Ilmu Astronomi

Ilmu Astronomi atau falak adalah ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan,
bintang, dan planet-planet. Beberapa contoh ilmuwan dari bidang ini adalah sebagai berikut.
Ibnu Haitam, ilmuwan muslim pertama yang mengubah konfigurasi Ptolomeus Abu Ishaq az-
Zarqali, menemukan bahwa orbit planet adalah edaran eliptik, bukan sirkular Ibnu Rusyid,
ilmuwan yang menentang paham astronomi oleh Ptolomeus Ibnu Bajjah, yang
mengemukakan gagasan adanya galaksi Bimasakti

12. Ilmu Matematika

Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh, yaitu Al-
Khawarizmi, penemu angka nol dan dikenal sebagai Bapak Aljabar, Umar bin Farukhan dan
Banu Musa.

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN

1. Dalam Bidang Sosial dan Kemasyarakatan

Munculnya berbagai kelompok dalam masyarakat yang semakin heterogen baik suku,
bangsa, etnis, agama, dan bebagai unsur warga negara.

2. Dalam bidang ekonomi.

a. Dalam sektor pertanian

Telah dibangun banyak bendungan dan kanal-kanal irigasi dan terusan, contohnya pada
masa Harun Ar-Rasyid. Istri khalifah, Zubaidah membangun sebuah bendungan dan terusan
yang dapat mengalirkan air ke pemukiman penduduk terutama daerah yang sering dilanda
musim kemarau. Menjadikan dua kota suci itu menjadi sejahtera, tanahnya subur dan
makmur.

b. Dalam sektor perdagangan

Perekonomian warga Abbasiyah umumnya meningkat mulai pada zaman pemerintahan


Al-Mahdi. Dengan peningkatan sektor pertanian dan hasil tambang dan hubungan luar
negeri antara daulah Abbasiyah dan kerajaan-kerajaan lain telah meningkat dalam sektor
perdagangan. Basrah menjadi pelabuhan penting sebagai tempat dagang transit antar timur
dan barat.

c. Dalam sektor perindustrian.

Banyak kota-kota yang dibangun sebagai pusat-pusat industri, Basrah sebagai pusat
industri gelas dan sabun; Kuffah, industri tekstil; Khazakstan, industri sutra; Damaskus
industri pakaian jadi dan sutra bersulam, dan Syam sebagai pusat industri keramik dan gelas
berukir.

10
Pada zaman ini umat islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan,
sehingga ilmu pengetahuan baik aqli (rasional) ataupun naqli mengalami kemajuan dengan
pesatnya.

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah, selain perhatian
khalifah yang sangat besar juga disebabkan oleh:

1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa lainnya yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat.

2. Gerakan penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa asing kedalam bahasa
arab di masa khalifah Al-Mansur, dengan dibentuknya dewan penerjemahan bahasa latin.

Pada masa pemerintahan Harun Ar-Rsyid, didirikanlah lembaga ilmu pendidikan yang
formal seperti Madrasah, Kuttab, Masjid, Majelis Munadarah, dan Darul Hikmah. Darul
Hikmah menjadi pusat ilmu pengetahuan, sehingga melahirkan para ilmuwan dari berbagai
cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga membawa kejayaan Dinasti Abbasiyah
dan mencapai puncak keemasan.

Dalam bidang pemerintahan, para khalifah Abbasiyah telah mampu menciptakan sistem
biokrasi pemerintahan modern seperti dibentuknya semua unsur kelembagaan negara dan
administrasi negara yang ditata dengan rapi.

Dalam bidang ilmu pengetahuan, seni budaya dan arsitektur terus mengalami pertumbuhan.
Itu disebabkan karena para khalifah lebih berorientasi pada perluasan wilayah kekuasaan.

Para khalifah Abbasiyah tidak segan-segan mendatangkan para arsitek dari luar negeri untuk
membangun dan mengajarkan ilmunya kepada orang-orang Abbasiyah. Pada masa Khalifah
Al-Mansur telah dibangun kota Baghdad yang berbentuk bundar di tengahnya dibangun
istana Al-Qasr Az-Zahabi dan masjid Al-Manshur yang melambangkan kemegahan dan
keindahan kota Baghdad.

Diantara bidang seni dan budaya yang berkembang ialah:

1. Arsitektur.

Khalifah Abbasiyah sangat menyukai seni arsitektur untuk keperluan membangun


sebuah gedung, misalnya mesjid, istana, madrasah, perkantoran, dan sebagainya. Mereka
tidak segan-segan mendatangkan arsitek dari luar Abbasiyah. Perkembangan kebudayaan
pada masa Dinasti Abbasiyah juga tercermin pada beberapa peninggalan bangunan-
bangunan bersejarah, seperti masjid.

2. Seni tata kota.

Istana emas yang berada di tengah kota Baghdad, yang melambangkan kemegahan
dan keindahan kota Baghdad. Seni bangunan berkembang juga membuat kota Bagdad
menjadi kota metropolitan yang megah dan indah. Keindahannya mengagumkan dunia,
sehingga dijuluki Alful Lailah Wal Lailah (Seribu satu malam), dan juga dibangun kota

11
satelit sebagai penyangga kota Bagdad. Kota Samara, Dibangun pada masa khalifah Al-
Muhtasim Billlah. Samara termasuk kota yang dibangun dengan nilai seni dan tata kota
yang tinggi.

3. Seni sastra

Pada masa Abbasiyah, dunia sastra mengalami kemajuan. Kota baghdad dikenal
sebagai pusat sastrawan dan penyair.

4. Seni suara dan seni musik.

a. Seni suara dan musik juga mengalami kemajuan. Pada umumnya khalifah Abbasiyah
menyuka musik dan lagu yang diciptakan oleh para tokoh terkenal

b. Dan khalifah Hakam II, yang pernah menciptakan alat musik tiup yang diberi nama
BUQ.

C. Analisis Kemunduran pula Kehancuran

1. Kemunduran Bani Abbasiyah

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran


dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu
tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan.

Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan khilafah


Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Faktor dari dalam

a).Kemewahan hidup di kalangan penguasa

Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Bani
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah,
bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung  ingin lebih mewah daripada
pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional Turki untuk
mengambil alih kendali pemerintahan.

b).Melebihkan Bangsa Asing dari Bangsa Arab

Keluarga Abbasiyah memberikan pangkat dan jabatan negara yang penting-penting dan
tinggi-tinggi, baik sipil ataupun militer kepada bangsa Persia. Mereka itu sebagian
besar diangkat menjadi wazir, panglima tentara, wali provinsi, hakim-hakim dan lain

12
sebagainya. Oleh karena itu, umat Arab benci dan amarah kepada khalifah-khalifah
serta menjauhkan diri dari padanya. Kebengisan keluarga Abbasiyah menindas dan
menganiaya  keluarga Bani Umayah dan perbuatan mereka memusuhi kaum Alawiyin,
kian menambah amarah dan sakit hati mereka.

c).Angkara murka terhadap Bani Umayah dan Alawiyin

Keluarga Abbasiyah melakukan siasatnya dengan menindas dan menganiaya Bani


Umayah dan memusuhi kaum Alawiyin yang mengakibtkan kerugian bagi dirinya
sendiri. Mereka lupa bahwa berdirinya Bani mereka adalah hasil kerja sama dengan
keluarga Alawiyin yang tiada sedikit jasanya kepada mereka dalam menjauhkan
kekuasaan Bani Umayah. Akibat dari permusuhan kedua keluarga besar itu, yaitu
Abbasiyah dan Alawiyin timbullah huru-hara dan pemberontakan hampir diseluruh
negeri-negeri Islam.

d). Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah

Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani
Abbasiyah ialah ketika terjadinya perang saudara antara al-Amin dan al-Makmun.
Tetapi kalau kita cermati lebih dalam bahwa perebutan kekuasaan antara keluarga Bani
Abbasiyah adalah ketika masa khalifah Musa al-Hadi yaitu ketika Musa al-Hadi ingin
membatalkan putra mahkota yang diberikan khlaifah al-Mahdi kepada Harun ar-Rasyid
dan membai’ahkan putranya sendiri yang bernama Jafar. Walaupun hal ini tidak
kesampaian dilaksanakan oleh Musa al-Hadi karena dia telah diburu ajalnya.

e).Pengaruh bid’ah-bid’ah agama dan filsafat

Beberapa orang khalifah Abbasiyah seperti Al-Makmun, Al-Muktasim dan Al-Wasiq


amat terpengaruh oleh bid’ah-bid’ah agama dan pembahasan-pembahasan filsafat. Hal
ini menimbulkan bermacam-macam madzhab dan merenggangkan persatuan umat
Islam sehingga mereka terpecah belah kepada beberapa partai golongan dan ini
menjauhkan hati kaum agamawan.

f).Konflik keagamaan

Timbulnya konflik keagamaan ini dimulai ketika terjadinya konflik antara Khalifah Ali
ibn Thalib dan Muawiyah yang berakhir lahirnya tiga kelompok umat yaitu pengikut
Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij, ketiga kelompok ini senantiasa berebut pengaruh.
Yang senantiasa berpengaruh baik pada masa Bani Umayah atau Abbasiyah. Ketika
kekhalifahan Abbasiyah muncul juga kaum zindik yang lahir pada masa Khalifah al-
Mahdi, kaum ini menghalalkan yang haram dan mencederakan adab kesopanan dan
budi kemanusiaan. Oleh karena itu al-Mahdi berusaha menindas golongan ini, sehingga
untuk itu dia mendirikan suatu jawatan istimewa dikepalai oleh seorang yang
pangkatnya bernama “Shahibu az-Zanadiqah”. Tugasnya adalah membasmi kaum itu
serta mengikis faham dan pengajarannya. Hal ini dilanjutkan oleh anaknya yaitu
Khalifah Musa al-Hadi.

13
g). Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah

Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah sementara komunikasi pusat dengan


daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di kalangan para
penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.

h).Ketergantungan dan kepercayaan khalifah kepada  wazir-nya sangat tinggi.

Dalam hal ini kita bisa melihat beberapa khalifah yang terlalu mempercayakan
kepercayaannya terhadap wazirnya. Seperti yang dilakukan oleh Khalifah al-Amin
yang menyerahkan sekalian urusan Baninya kepada wazirnya Fadhal ibn Rabi. Dia
terkenal pandai memfitnahi dan memburukkan orang lain. Dia pula yang menghasut
Harun ar-Rasyid untuk menggulingkan keluarga Barmak dan dia juga yang memutusan
tali silaturrahim antara adik dan kakak, yaitu antara al-Amin dan al-Makmun yang
mengakibatkan meletusnya perang dua saudara dengan tewasnya al-Amin dan naiknya
al-Makmun kesinggasana Khalifah.

b. Faktor dari luar

a).Banyaknya pemberontakan

Banyaknya daerah yang tidak diikuasai oleh khalifah dengan memberikan atau memilih
gubernur  dari orang yang telah berjasa kepada khalifah sebagai hadiah dan
penghormatan untuknya. Ditambah dengan kebijakan yang lebih menekankan pada
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam. Akibatnya provonsi-provinsi yang
diberikan khalifah kepada gubernur-gubernur  banyak yang ingin melepaskan diri dari
genggaman khalifah Abbasiyah. Adapun cara provinsi-provinsi tersebut melepaskan
diri dari kekuasaan Baghdad adalah: Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin
suatu pemberontakan dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Bani
Umayah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi
gubernur oleh khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan
diri, seperti Bani Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurasan.

b).Bencana Bangsa Turki

Amat besar bahaya umat Turki atas Bani Abbasiyah. Beberapa khalifah menjadi korban
mereka. Tiang tua dan segala persediaan rusak binasa olehnya. Kekacauan timbul
dimana-mana, sedang khalifah sendiri menjadi permainan dalam tangan panglima-
panglima Turki. Perselisihan antara tentara dan rakyat sering terjadi. Permusuhan
diantara panglima-panglima Turki itu sendiri kian menambah buruk dan keruh suasana
Bani Abbasiyah.

Kelemahan pemerintah pusat di Baghdad itu menjadi peluang bagi kepala-kepala


pemerintahan wilayah untuk melakukan siasatnya. Mereka berusaha memutuskan
perhubungan dengan khalifah lalu mendirikan kerajaan sendiri-sendiri dalam daerah
mereka. Dengan demikian terurailah buhul tali persatuan Bani Abbasiyah dan berdirilah
kerajaan kecil-kecil dalam pekarangan Bani itu senndiri.

14
c).Dominasi Bangsa Persia

Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, keturunan Parsi bekerjasama dalam


mengelola pemerintahan dan Bani Abbasiyah mengalami kemajuan yang cukup pesat
dalam berbagai bidang. Pada periode kedua, saat kekhalifahan Bani Abbasiyah sedang
mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari khalifah Muttaqi kepada khlaifah Muth’ie.
Banu Buyah berhasil merebut kekuasaan.

Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari pada khalifah,


sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi
panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang kuat, para khalifah
Abbasiyah berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan
mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa
di atas mimbar, bertanda tangan di dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama
mereka ditulis atas mata uang, dinar dan dirham.

2. Kehancuran Bani Abbasiyah

a. Faktor dari dalam

a). Lemahnya semangat patriotisme negara

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang
Persia. Persekutuan dilatar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada
masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah
Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut
Ibnu Khaldun, ada dua sebab Bani Abbasiyah memilih orang-orang Persia daripada
orang-orang Arab, yaitu: pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani
Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-orang
Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian,
khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.

Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka menginginkan


sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara itu bangsa Arab
beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah darah (ras) istimewa
dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab (‘ajam).

Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi
berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan
India. Mereka disatukan dengan bangsa Semit. Kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada
kesadaran yang merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat.
Akibatnya, disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain
yang melahirkan gerakan syu’ubiyah.

Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Sementara


itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia
atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka diberi nasab dinasti dan mendapat

15
gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah
mempertinggi pengaruh bangsa Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka
yang besar, mereka merasa bahwa negara adalah milik mereka; mereka mempunyai
kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing
bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah
berdiri. Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu
menjaga keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga.

Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki
tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir.
Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani
Buwaih, bangsa Persia, pada periode ketiga, dan selanjutnya beralih kepada Dinasti
Seljukdan munculnya dinasti-dinasti yang lahir dan ada yang melepaskan diri dari
kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah. Dan bahkan ada yang mengaku
dirinya khilafah. Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan
antarbangsa, terutama antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang
kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang
berlatar belakang Syi’ah maupun Sunni.

b). Hilangnya sifat amanah

Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga kerusakan moral
dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang mendukung negara selama
ini.

c).  Tidak percaya pada kekuatan sendiri

Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai pemberontakan,


khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing tersebut
memanfaatkan kelemahan khalifah.

d). Fanatik madzhab dan keagamaan

Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita


orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka
mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya
gerakan yang dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para
khalifah. Al-Mansur berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu
mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan
melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi, semua itu tidak
menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq
berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti polemik tentang ajaran,
sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah di kedua belah pihak.
Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh konflik bersenjata itu.

Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di balik ajaran
Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap
menyimpang oleh penganut Syi’ah sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai
aliran politik dalam Islam yang berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara
keduanya sering terjadi konflik yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-

16
Mutawakkil, misalnya, memerintahkan agar makam Husein Ibn Ali di Karballa
dihancurkan. Namun anaknya, al-Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan
orang Syi’ah “menziarahi” makam Husein tersebut. Syi’ah pernah berkuasa di dalam
khilafah Abbasiyah melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di
Marokko dan khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi’ah yang
memerdekakan diri dari Baghdad yang Sunni.

Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan
zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antar aliran dalam Islam.
Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai pembuat bid’ah oleh golongan
salafy. Perselisihan antara dua golongan ini dipertajam oleh al-Ma’mun, khalifah
ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M), dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai
mazhab resmi negara dan melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M),
aliran Mu’tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali naik
daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu’tazilah yang rasional dipandang
oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual padahal para
salaf telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni sesuai dengan
yang dibawa oleh Rasulullah.

Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada masa Dinasti
Seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan Mu’tazilah mulai
dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa aliran Asy’ariyah tumbuh
subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang mendukung aliran ini menjadi ciri
utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak
menguntungkan bagi pengembangan kreativitas intelektual Islam.

e). Kemerosotan ekonomi

Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan


dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas
merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar,
sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Pertambahan dana yang besar diperoleh
antara lain dari al-Kharaj, semacam pajak hasil bumi.

Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun


sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan negara itu
disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan
yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-
dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan
pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan
pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan
korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-
marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti
Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

17
b. Faktor dari luar

a).Disintegrasi

Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan


kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di pinggiran
mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah, dengan berbagai cara di
antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh. Bahkan berusaha merebut pusat kekuasan di
Baghdad.

Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat, yang berarti juga
menghancurkan Sumber Daya Manusia (SDM). Yang paling membahayakan adalah
pemerintahan tandingan Fatimiah di Mesir walaupun pemerintahan lainnyapun cukup
menjadi perhitungan para khalifah di Baghdad. Pada akhirnya, pemerintah-pemerintah
tandingan ini dapat ditaklukan atas bantuan Bani Saljuk atau Buyah.

b).Perang Salib

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada umat
Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat
pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen.[21] Selain seruan Paus
Urbanus ada juga dua faktor penyebab terjadinya perang salib yaitu para pedagang
besar yang berada di pantai Timur laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia,
Genoa dan Pisa berambisi untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai
Timur dan selatan laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Sedangkan
sebab lainnya adalah orang-orang Kristen beranggapan jika mereka mati dalam perang
salib maka jaminannya adalah surga.

Periodesasi perang salib terbagi menjadi tiga, yaitu :

Pertama, periode penaklukan yang dimulai oleh pidato Paus Urbanus II yang
memotivasi untuk berperang salib. Pada periode ini terjadi beberapa pertempuran
yaitu gerakan yang dipimpin oleh Pierre I’ermitte melawan pasukan Dinasti Bani
Saljuk. Pasukan ini mudah dipatahkan oleh pasukan Bani Saljuk.

Kedua, Gerakan yang dipimpin oleh Godfrey of Bouillon. Gerakan ini merupakan
gerakan terorganisir rapi. Mereka berhasil menundukan kota Palestina (Yerussalem)
pada 7 Juli 1099 dan melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam.
Begitu juga mereka menundukkan Anatalia Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, Edessa,
Tripoli, Syam, Arce dan Bait al-Maqdis.

Ketiga, periode reaksi umat Islam (1144-1192). Periode ini muncullah pasukan yang
dikomandani oleh Imanuddin Zangi untuk membendung pasukan salib bahkan
pasukan ini dapat merebut Aleppo dan Edessa. Lalu setelah wafatnya Imanuddin
Zangi maka anaknya menggantikannya yaitu Nuruddin Zangi, dia berhasil
menaklukan Damaskus, Antiolia dan Mesir. Di Mesir muncullah Shalahuddin al-
Ayyubi (Saladin) yang berhasil membebaskan Bait al-Maqdis. Dari keberhasilan umat

18
Islam tersebut membangkitkan kaum Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang
lebih kuat. Ekspedisi ini dipimpin oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I,
Richard I dan Philip II. Disini terjadiilah pertempuran sengit antara pasukan Richard
dan pihak Saladin. Pada akhirnya keduanya melakukan gencatan senjata dan membuat
perjanjian. Ketiga, yaitu periode perang saudara kecil-kecilan atau periode kehancuran
di dalam pasukan Salib.

Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib,


namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di
wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi
lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah
belah. Banyak Bani kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah
di Baghdad.

c). Serangan Bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba
di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta’shim, penguasa terakhir Bani Abbas di
Baghdad (1243 – 1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung
“topan” tentara Hulagu Khan.

Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin mengambil
kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, “Saya telah
menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak
perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu’tashim, putera khalifah. Dengan demikian,
Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali
kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk“.

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan
membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan
kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para
panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar istana yang terdiri
dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan Hulagu Khan sungguh di
luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata tidak benar. Mereka
semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad.


Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang
dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan
memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan
gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal
dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat
kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan
itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu
Khan tersebut.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya.


Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Ilmu yang berkembang pada masa Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah Ilmuwan-ilmuwan


muslim beserta ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu tafsir,
filsafat islam, ilmu hadist, ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan lain lain.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja
mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari
masa kemunduran politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan
dan peradaban Islam yang sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula
lenyap dibumihanguskan oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.

B. Saran

Tentunya kami sebagai penulis telah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dari para pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://mohamadjuliantoro.wordpress.com/2014/02/08/kemunduran-dan-kehancuran-bani-
abbasiyah/

https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/24/161617779/perkembangan-ilmu-
pengetahuan-pada-masa-dinasti-abbasiyah?page=all

https://brainly.co.id/tugas/26649826

Al-Ghazali, Muhammad, Al-Janibu al-‘Athifiyyu Mina al-Islam Bahtsu fi al-Khalq wa as-


Suluk wa at-Tasawwuf, Cet. I. Al-Iskandariyah: Daru ad-Da’wah, 1990.

Mansur, Hasan. Khaeruddin, Abdul Wahab. ‘Anani, Mushthafa, Ad-Dinu al-Islamiyyu Juz I,
Ponorogo: Darussalam Pers, tt.

Maryam, Siti. Dkk., Sejarah Peradaban Islam dari Klasik Hingga Modern, Yogyakarta:
Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga dan LESFI, 2003.

21

Anda mungkin juga menyukai