Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nathanio Chris Maranatha Bangun

NIM : 150510041
Semester : VIII (Delapan)
Dialog dan Pewartaan

I. Pengantar

Dokumen ini diterbitkan oleh Vatikan pada 20 Juni 1991 dan diterbitkan dalam
bahasa Inggris. Sebagai pengantar, dokumen ini membahas 13 hal. Telah 25 tahun berlalu
sejak dokumen Nostra Aetate, yang membahas tentang hubungan gereja kepada agama-
agama lain. Dokumen ini menekankan pentingnya dialog antar agama. Dokumen ini memuat
dua elemen. Pertama, dokumen ini memuat karakteristik dari setiap pihak, lalu membahas
hubungan mutualisme. Kehadiran praktik dialog bukan berarti meniadakan pewartaan Injil.

Dialog harus dimengerti dalam pengertian berbeda. Dalam level manusia, itu berarti
komuniasi resiprokal, yang membawa menuju tujuan umum. Kedua, dialog dapat berarti
sikap atau rekpek dan persahabatan, yang menyerap semua aktivitas evangelisasi Gereja.
Ketiga, dalam konteks pluralitas religius, dialog juga berarti “semua hubungan antar agama
yang positf dan konstruktif dengan iman individu atau komunitas yang berbeda yang
diarahkan kepada pemahaman satu sama lain dan saling memperkaya.

Proklamasi berarti komunikasi atas pesan Injil, misteri keselamatan direalisasikan


oleh Allah dalam Yesus Kristus dengan kekuatan Roh Kudus. Itu adalah undangan untuk
bersatu dalam iman dalam Yesus Kristus lewat baptisan menuju komunitas orang beriman,
yakni Gereja. Proklamasi ini dapat berbentuk kalangan terbatas dan publik, misalnya
Pentakosta, atau sebuah pembicaraan privat.

II. Dialog Antar agama

Dalam dialog antar agama, Kristen beranjak dari penilaian positif terhadap tradisi-
tradisi lainnya. Hal ini tampak dari Konsili Vatikan II, yang menyatakan bahwa Yesus
Kristus, dalam sebuah cara misterius, merupakan sebuah realitas terbuka bagi semua orang
yang berkehendak baik. Pernyataan senada dapat ditemukan dalam dokumen Gaudium et
Spes.

Ada beberapa bentuk dialog antar agama. Pertama, dialog kehidupan, di mana orang
-orang belajar dengan semangat terbuka dan berbagi kegembiraan dan penderitaan. Kedua,
dialog tindakan, di mana orang kristen dan agama lain berkolaborasi untuk perkembangan
integral dan kebebasan orang-orang. Ketiga, dialog pertukaran teologi, di mana para ahli
mencari pemahaman yang lebih dalam dari perspektif agama lainnya dan saling
menghormati. Keempat, dialog dari pengalaman religius, di mana orang-orang membagikan
pengalaman spiritual mereka berdasarkan agama mereka.

Ada beberapa sikap yang perlu dimiliki dalam berdialog. Pertama, sikap seimbang. Sikap
ini membuat seseorang tidak terlalu kritis, melainkan terbuka dan tidak sombong. Kedua,
memiliki keyakinan religius yang teguh, namun percaya bahwa Allah juga mewahyukan diri-
Nya dengan berbagai cara kepada agama lainnya. Ketiga, terbuka untuk belajar dari nilai-
nilai agama lain.

Dalam melakukan dialog, ada beberapa faktor penghambat, yakni ketidakcukupan


pendasaran iman; ketidakcukupan pengetahuan; faktor sosial-politik; pemahaman yang keliru
atas beberapa term, seperti baptisan, dialog, dll.; Kecurigaan; Rasa berkecukupan dan kurang
terbuka sehingga bersikap defensif; Intoleransi, dan lain-lain. Banyak penghambat ini lahir
dari ketidakpahaman akan kodrat dan tujuan dari dialog antar agama. Butuh banyak
kesabaran untuk mewujudkan dialog ini.

III. Mewartakan Yesus Kristus

Yesus Kristus memberikan kepada murid-muridnya tugas untuk mewartakan injil


(Mat 28; Mrk 16:15-16; Luk 24:46-48). Yesus juga mewartakan injil dari Allah (Mrk 1:14-
15). Dia mewartakan tidak dengan kata-kata saja, melainkan juga dengan tindakan, sikap, dan
pilihan, serta akhirnya lewat kematian dan kebangkitan. Pengajarannya dikuatkan oleh
kesaksian hidup-Nya (Yoh 10:38). Kini Yesus memberikan mandat kepada Gereja Apostolik
untuk mewartakan Injil berdasarkan tawaran keselamatan universal kepada dunia.

Isi pewartaan dapat dilihat dari pewartaan para rasul. Petrus mewartakan Kristus yang
Bangkit (Kis 4:11-12). Paulus mewartakan misteri yang tetap tersembunyi selama berabad-
abad. Yohanes bersaksi atas Sabda Hidup. Dalam mewartakan Injil, Gereja tahu bahwa ia
dapat bersandar pada Roh Kudus (EN 75).

Paus Paulus VI mengatakan dalam eksortasinya Evangelii Nuntiandi bahwa


pewartaan Injil bukanlah pilihan bagi Gereja. Itu adalah tugasnya, dengan dipimpin oleh
Yesus Kristus, sehingga orang yang percaya dapat diselamatkan (EN 5). Paulus telah
mengatakan bahwa bagaimana mereka dapat dipanggil bila mereka tidak percaya? Dan
bagaimana mereka dapat percaya bila mereka tidak pernah mendengar tentangNya? Dan
bagaimana mereka bisa mendengar tentang Dia kecuali ada yang memberitahukannya? (Rm
10:4).

Ketika mewartakan pesan Allah, Gereja harus mengingat bahwa dia didampingi oleh
Roh Kudus selalu. Gereja harus mencari cara yang tepat untuk mewartakan Kabar Baik.
Pewartaan Injil harus serentak progresif dan penuh kesabaran. Kualitas lainnya yang perlu
dimiliki adalah percaya diri, penuh iman, rendah hati, penuh penghargaan, dialogis, dan
inkulturatif. Untuk mempertahankan kualitas ini, Gereja tidak boleh hanya berada dalam
pengalaman iman dengan sasaran pewartaan, melainkan hidup dalam dialog yang konstan
dengan Tuhan lewat doa dan pengakuan, meditasi dan hidup liturgi, serta Ekaristi.

Ada beberapa hambatan untuk mewartakan, baik dari internal maupun eksternal. Dari
segi internal kesulitannya adalah Pewarta tidak menghidupi isi pewartaannya; Pewarta kurang
menghargai penganut kepercayaan lain dan tradisinya; Pewarta merasa superior dengan
budayanya. Dari sisi eksternal, kesulitannya adalah sejarah yang buruk yang melahirkan
kecurigaan dan ketakutan; Ketakutan akan hancurnya tradisi dan agama bila agama Kristen
masuk; Perbedaan konsep hak manusia, atau kekurangan respek; Penyiksaan; Pelarangan
konversi oleh hukum.

IV. Dialog Antar agama dan pewartaan

Dialog antar agama dan pewartaan, walaupun tidak dalam level yang sama, namun
merupakan eleman otentik bagi misi Evangelisasi Gereja. Keduanya legitim dan penting.
Cara memenuhi misi gereja tergantung pada lingkungan partikular dari setiap Gereja lokal.
Penting untuk peka terhadap aspek sosial, budaya, agama dan politik. Kepekaan itu
berkembang lewat spiritualitas dialog. Hal ini membutuhkan discerment penuh doa dan
refleksi teologis.

Dalam memenuhi misinya, Gereja berkontak dengan orang-orang dengan tradisi


religius lainnya. Beberapa menjadi murid Yesus dalam Gerejanya, sebagai hasil dari konversi
dan keputusan bebas darinya. Beberapa tertarik oleh utusanNya dan pesanNya. Pewartaan
mengandaikan utusan mengetahui apa yang telah dilakukan Tuhan untuk semua manusia
dalam Yesus Kristus. Discermen dilakukan untuk menunjukkan bagaimana Allah hadir dalam
setiap sejarah hidup manusia.

Semua umat Kristen dipanggil secara personal untuk masuk dalam dua cara
pewartaan misi Gereja, yakni pewartaan dan dialog. Dalam pendekatan dialog, bagaimana
mereka tidak berharap untuk berbagi kebahagiaan mereka dalam mengikuti Yesus Kristus?
Keinginan untuk mewartakan bukan hanya karena perintah Tuhan, melainkan karena cinta itu
sendiri. Orang Kristen harus menyadari pengaruh Roh Kudus dan siap mengikuti perintah
Tuhan ke mana saja Roh memimpin mereka. Kristus adalah model untuk ditiru dan dihayati
secara utuh.

Anda mungkin juga menyukai