Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan bentuk dari gangguan psikosis fungsional dengan


tingkat prevalensi 1-1,5% dari jumlah penduduk dunia, istilah skizofrenia juga
disebut juga dengan demensia prekoks yaitu suatu kemunduran intelegensi
sebelum waktunya.

Menurut Diagnostik and Statisctical manual of Mental Disorder Fourth


Edition Test Revised (DSM-1V) tipe skizofrenia terbagi 5 yaitu : tipe
paranoid, tipe katatoik, tipe hebefrenik, tipe tidak terinci, tipe residual. Namun
tipe yang paling sering terjadi yaitu tipe paranoid.

Skizofrenia paranoid terjadi karena melemahnya neurologis dan kognitif tetapi


individu tersebut mempunyai prognosis yang baik. Namun penderita
skizofrenia tipe paranoid pada fase aktif akan mengalami gangguan jiwa berat
dan gejala-gejala yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Berdasarkan laporan RISKESDAS kementrian Republik Indonesia tahun 2007


prevalensi gangguan jiwa ( skizofrenia) di Indonesia adalah sebesar 4,6%.
Prevalensi tertinggi terdapat di Provinisi DKI Jakarta (20,3%), dan kemudian
secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
(18,5%), sumatera barat (16,7%), Nusa Tenggara Barat (9,9%), Sumatera
Selatan (9,2%), dengan prevalensi terendah teradapt di Maluku (0,9%).

Penyebab terjadinya skizofrenia perlu dilakukan pendekatan yang holistic


yaitu dari sudut organobiologi, psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.
Namun teori yang sering digunakan yaitu teori psikodiamik yaitu suatu teori
yang menjelaskan adanya gangguan keseimbangan antara kebutuhan ego
dengan unsur Super Ego.

Gangguan jiwa skizofrenia adalah salah satu penyakit yang cendrung berlanjut
(kronik, menahun). Oleh karenanya terapi pada skozofreia memerlukan waktu
relative lama berbulan bahkan bertahun, hal ini dimaksudkan untuk menekan
sekecil mungkin kekambuhan (relaps). Terapi yang diberikan pada pasien
dengan gangguan skizofrenia bersifat komprehensif yaitu meliputi terapi
psikofarmaka, psikoterapi, terapi psikososial, dan terapi psikoreligius.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nurjanah
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 52 Tahun
Alamat : Batoh
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : IRT
Pendidikan Terakhir : SMP
Agama : Islam
Suku : Aceh
Tanggal Pemeriksaan : 21 Januari 2019

II RIWAYAT PSIKIATRI
Data diperoleh dari:
1. Rekam medis :
2. Autoanamnesis :

A. Keluhan Utama
Cemas berlebih.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis:
Pasien dengan keluhan cemas berlebihan sejak 10 tahun terakhir,
yang memberat selama 4 bulan ini, keluhan tersebut dirasakan ketika anak
pertama tidak tinggal lagi bersama ibunya. Pasien juga mengalami sulit
tidur malam hari karena merasa cemas. Pasien merasa ada pihak keluarga
yang bermaksud untuk menguna guna pasien denga mengirimkan makhuk
halus kedalam pikirannya sehingga makhuk halus tersebut membisik

2
bisikan kata berulang kali untuk berwudhu atau mandi secara berulang.
Hal ini disebabkan karena pasien mendengar bisikan yang mengatakan
bahwa dirinya belum bersih. Pasien tinggal bersama anak perempuan
keduannya menantu, suami, dan cucu.
Pasien pada saat dilakukan anamnesa tidak bisa berhenti bicara.
Pasien sudah mengasingkan diri dari keluarga dan lingkungan sekitar
rumahnya dikarenakan pasien merasa curiga bahwa kelurganya yang
menguna guna dia.
Alloanamnesis:
Keluarga mengatakan bahwa ibunya sudah sering menyendiri dan
jarang untuk berinteraksi dengan orang sekitar. Keluarga juga mengatakan
dalam 4 bulan ini pasien sudah tidak minum obat dan merasa bahwa
keluhan pada ibunya semakin parah. Pasien sebelumnya terdiagnosa
Depresi oleh dokter spesialis jiwa. Keluarga pasien menyebutkan bahwa
pasien melakukan tindakan mandi dan berwudhu lebih dari 4 kali pada
waktu yang berdekatan.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya


1. Riwayat psikiatrik: Pasien pernah mengalami gangguan depresi.
2. Riwayat penyakit medis umum: Tidak ada
3. Riwayat merokok : Tidak ada
4. Penggunaan napza: Disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Disangkal

E. Riwayat Pengobatan
Riwayat penggunaan obat psikatri.

F. Riwayat Sosial

3
Pasien sering menyendiri dan pasien semakin menyendiri sejak anak
pertamanya menikah dan jauh darinya.

G. Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah sampai tamat SMP

H. Riwayat Kehidupan Pribadi


1. Riwayat perinatal : Tidak ada data
2. Riwayat masa bayi : Tidak ada data
3. Riwayat masa anak : Normal
4. Riwayat masa remaja : Skizofrenia Paranoid

I. Riwayat Keluarga

Keterangan:
Laki-laki Perempuan Pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK

4
A. Status Internus
1. Kesadaran : Compos Mentis
2. Tekanan Darah : 110/70
3. Frekuensi Nadi : 88x/i
4. Frekuensi Napas : 22x/i
5. Temperatur : 36,7 C

B. Status Generalisata
1. Kepala : Normochepali (+)
2. Leher : Distensi vena jugular (-), massa (-)
3. Paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
4. Jantung : BJ I >BJII , iktus cordis terlihat di ICS V
5. Abdomen : Ascites (-), hepatomegali (-), nyeri tekan
pada semua regio (-)
6. Ekstremitas
Superior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-)
Inferior : Sianosis (-/-), ikterik (-/-)
Genetalia : Tidak diperiksa

C. Status Neurologi
1. GCS : E4V5M6
2. Tanda rangsangan meningeal : (-)
3. Peningatan TIK : (-)
4. Mata : Pupil isokor (+/+),
Ø3mm/3mm,RCL (+/+),
RCTL (+/+)
5. Motorik : Dalam batas normal
6. Sensibilitas : Dalam batas normal
7. Fungsi luhur : Dalam batas normal
8. Gangguan khusus : Tidak ditemukan

5
IV. STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan : Rapi, sesuai usia
2. Kebersihan : Bersih
3. Kesadaran : Compos mentis
4. Perilaku & Psikomotor : Normoaktif
5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif

B. Mood dan Afek


1. Mood : Eutimia
2. Afek : Luas
3. Keserasian Afek : Appropriate Affect

C. Pembicaraan
Spontan

D. Pikiran
1. Arus pikir
 Koheren : (+)
 Inkoheren : (-)
 Neologisme : (-)
 Sirkumstansia : (-)
 Tangensial : (-)
 Assosiasi longgar : (+)
 Flight of idea : (-)
 Blocking : (-)
 Logorhe : (+)

2. Isi pikir
 Waham

6
1. Waham Bizzare : (-)
2. Waham Somatik :(-)
3. Waham Kebesaran :(-)
4. Waham Erotomania :(-)
5. Waham Paranoid :(+)
 Waham Persekutor : (-)
 Waham Kebesaran : (-)
 Waham Referensi : (-)
 Thought : (-)
1. Thought Withdrawal : (-)
2. Thought Insertion :(+)
3. Thought Broadcasting :(-)
4. Thought Echo : (-)
 Delusion
1. Delusion Of Control : (-)
2. Delusion Of Influence :(-)
3. Delusion Of Passivity : (-)
4. Delusion Of Perception : (-)
3. Bentuk pikir :Realistik
E. Persepsi
1. Halusinasi
 Auditorik : (+)
 Visual : (-)
 Olfaktorius : (-)
 Taktil : (-)
2. Ilusi : (-)

F. Intelektual
1. Intelektual : Baik
2. Daya konsentrasi : Baik

7
3. Orientasi
 Diri : Baik
 Tempat : Baik
 Waktu : Baik
4 Daya ingat
 Seketika : Baik
 Jangka Pendek : Baik
 Jangka Panjang : Baik
5 Pikiran Abstrak : Baik

H. Daya nilai
 Normo sosial : Baik
 Uji Daya Nilai : Baik
 Penilaian Realitas : Baik

I. Pengendalian Impuls: Baik

J. Tilikan : T3

K. Taraf Kepercayaan : Dapat dipercaya

V. RESUME
Pasien dengan keluhan cemas berlebihan sejak 10 tahun terakhir,
yang memberat selama 4 bulan ini. Pasien juga mengalami sulit tidur
malam hari karena merasa cemas, pasien juga sering mengulangi aktivitas
yang sama berkali kali seperti berwudhu berulang kali, dan mandi
berulang kali. Hal ini disebabkan karena pasien mendengar bisikan yang
mengatakan bahwa dirinya belum bersih. Pasien tinggal bersama anak
perempuan keduannya menantu, suami, dan cucu.

8
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos
mentis, tekanan darah 111/70 mmHg, frekuensi nadi 82 x/ menit,
frekuensi napas 22 x/ menit, temperatur afebris. Status mental mulai dari
penampilan perempuan, sesuai usia, rapi, perilaku & psikomotor: tenang,
normoaktif, sikap terhadap pemeriksa: kooperatif, mood : eutimia, afek:
serasi, keserasian afek:appropriate affect, pembicaraan : bicara spontan,
logoroe (+), , isi pikir : cukup ide , waham bizzare : (-), waham kebesaran :
(-), waham erotomania : (-), waham paranoid (+) dimana though insertion
(+) dan delution control (-), Halusinasi Auditorik (+), visual (-),
olfaktorius (-), taktil (-), tilikan: T3, taraf kepercayaan : Dapat dipercaya.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. F20.0 Skizofrenia Paranoid
2. F20.1Skizofrenia Hebefrenik
3. F20.3 Skizofrenia Tak Terinci

VII. DIAGNOSIS KERJA


F20.0 Skizofrenia Paranoid

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Axis I : Skizofrenia paranoid
Axis II : Gangguan kepribadian cemas
Axis III : Tidak ada data
Axis IV : Masalah berkaitan dengan primary support grup
( keluarga)
Axis V : GAF.80-71

IX. TATALAKSANA
A. Farmakoterapi

9
Haloperidol 5 mg 2x1/2

B. Terapi Psikosial
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya dan menjelaskan
mengenai penggunaan obat yang tidak boleh putus.
2. Meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
latihan praktis, dan komunikasi interpersonal.
3. Menjelaskan kepada keluarga ataupun orang-orang disekitar pasien
mengenai kondisi pasien dan meyakinkan mereka untuk selalu memberi
dukungan kepada pasien agar proses penyembuhannya lebih baik.

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : Dubia ad malam

10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Skizofrenia

Skizofrenia merupakan suatu pola penyakit di bidang psikiatri, dan


sindroma klinis dari berbagai keadaan psikopatologis yang sangat mengaggu serta
melibatkan proses piker, presepsi, emosi, dan gerakan dan tingkah laku.

Skizofrenia adalah sindroma yang heterogen yang diangosisnya belum


dapat ditegakkan melalu suatu uji laboratoirum tertentu, diagnosisnya diteggakan
melalui kumpulan gejala yang dinyatakan karakteristik untuk skizofrenia.

2.2 Epidemiologi Skizofrenia

WHO menunjukkan pada tahun 2007 diketahui 154 juta penduduk dunia
mengalami depresi, 25 juta skizofrenia, 91 juta mengalami gangguan mental
akibat alcohol,15 juta gangguan mental karena penyalahgunaan obat, 50 juta
epilepsy, dan 24 juta Alzheimer dan demensia lainnya. Hal lebih mengejutkan
terdapat sekitar 877.000 orang bunuh diri setiap tahun.

11
Onset untuk laki-laki 15 sampai 25 tahun sedangkan wanita 25-35 tahun.
Skizofrenia tipe paranoid terjadinya lebih awal pada laki-laki daripada
perempuan. Namun prognosis skizofrenia paranoid lebih baik pada laki-laki
daripada perempuan. Dan prognosis skizofrenia tipe paranoid lebih baik
dibandingkan tipe-tipe lainnya karena respon pengobatan yang lebih baik.

Berdasarkan laporan RISKESDAS kementrian Republik Indonesia tahun


2007 prevalensi gangguan jiwa ( skizofrenia) di Indonesia adalah sebesar 4,6%.
Prevalensi tertinggi terdapat di Provinisi DKI Jakarta (20,3%), dan kemudian
secara berturut turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%),
sumatera barat (16,7%), Nusa Tenggara Barat (9,9%), Sumatera Selatan (9,2%),
dengan prevalensi terendah teradapt di Maluku (0,9%).

2.3 Etiologi Skizofrenia

Untuk mengetahui dan memahami perjalanan penyakit skizofrenia


diperlukan pendekatan yang sifatnya holistic yaitu dari sudut organobiologik,
psikodinamik, psikoreligius, dan psikososial.

2.3.1 Organobiologik

Ada banyak factor yang berperan untuk terjadinya gejala-gejal skizofrenia.


Hingga sekarang banyak teori yang dikembangkan untuk mengetahui penyebab
skizofrenia antara lain : factor genetic, virus, auto-antibody, malnutrisi
( kekurangan gizi)

Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa meskipun ada gen yang


abnormal, skizofrnia tidak akan muncul kecuali disertai factor-faktor lainya yang
disebut factor epigenetic. Kesimpulannya adalah bahwa gejala skizofrenia harus
muncul bila terjadi interaksi antara gen abnormal dengan :

1.Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menggangu


perkembangan otak janin

12
2. Menurunnya auto-immune yang mungkin disebabkan infeksi selama
kehamilan

3. berbagai macam komplikasi dalam kandungan

4. Kekurangan gizi yang cukup berat terutam pada trimeseter pertama


kehamilan.

Dari penelitain yang dilakukan pada penderita skizofrnia ditemukan


perubahan atau gangguan pada system transmisi sinyal pengahantar saraf ( neuro
transmitter) dan reseptor di sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neuro-
kimia seperti dopamine dan serotonin yang ternyata mempengarui fungsi fungsi
kognitif (alam piki), afektif (alam perasaan) dan psikomotor yang terlihat dlaam
bentuk gejala positif dan negative skizofrenia.

Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neuro-kimiawi dalam penelitian


dengan CT Scan otak ternyata ditemukan pula perubahan anatomi otak penderita
skizofrenia terutama pada penderita yang kronis. Perubahan anatomi otak tersebut
antara lain pelebaran ventrikel lateral, atrofi korteks bagian depan. Temuan
kelaian anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi( post-mortem)

Dengan mengetahuinya peruhan pada system transmis saraf di sel-sel


susunan saraf pusat yang menyebbkan gangguan skizofrenia maka para ahli telah
menemukan jenis obat yang dapt memperbaiki gangguan fungsi neurotransmitter
sehingga mampu mengobati gejala negative maupun positif skizofrenia.

2.3.2 Psikodinamik

Mekanisme terjadinya skizofrenia pada diri seseorang dari sudut


psikodinamik dapat diterangkan degna dua buah teori yaitu:

2.3.2.1 Teori homestatik-deskriptif

Dalam teori ini diurakan gambaran gejala (deskripsi) dari suatu gangguan
jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan keseimbangan atau homeostatic pada
diri seseorang sebelum dan sesudah terjadinya ganggua jiwa tersebut.

13
2.3.2.2 Teori fasilitatif-etiologik

Dalam teori ini diurakain factor factor yang memudahkan suatu penyakit
ini muncul bagaimana perjalanan penyakit dan penjelasan mekanisme psikolis
dari penyakit yang bersangkutan.

Selanjutanya menurut teori freud suatu gangguan jiwa muncul akibat


terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang tidak dapat beradaptsi dengan
dunia luar. Sebagaimana diketahui bahwa pada setiap diri terdapa itdga unsure
psikoigk yang dinamakan dengan istilah Id, Ego, dan Super-Ego

Menurut teori freud ini Id adalah bagian dari jiwa seseorng beruap
dorongan atau nfasu yang usdah ada sejak manusia dilahirkan yang memerlukan
pemenuhan dan pemuasan segera. Unsur Id ini sifatnya vital sebagai suatu
mekanisme pertahan diri, sebagai contohnya mislanya doroangan atau nafsu
makan, minum, seksua, agresivitas dan sejenisnya.

Unsur super ego sifatanya sebagai badan penyensory yang memiliki nilai
nilai moral moral etika yang membedakan mana yang boleh mana yang tidak ,
manayang baik mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram,
sedagkan unsure ego merupakan badan pelaksa yang menjalankan kebutuhan id
setelah disensor dahulu oleh Super-Ego.

Gejala Skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia terdiri dari dua jenis yaitu simtom positif dan

simtom negatif. Simtom positif berupa delusi atau waham, halusinasi,

kekecauan alam pikir, gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir,

agresif, bicara dengan semangat dan gembira berlebihan. Simtom negatif

berupa alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”, menarik diri atau

mengasingkan diri (withdrawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang

14
lain, suka melamun (day dreaming), kontak emosional amat miskin, sukar

diajak bicara, pendiam dan pola pikir stereotip (Muhyi, 2011).

Fase Skizofrenia

American Psychiatric Association(APA) menyatakan bahwa perjalanan

penyakit skizofrenia terdiri dari tiga fase yaitu fase akut, fase stabilisasi dan

fase stabil (Reverger, 2012). Ketiga fase tersebut disebut dengan fase psikotik.

Sebelum fase psikotik muncul, terdapat fase premorbid dan fase prodormal

(Muhyi, 2011).

Pada fase premorbid, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan

normatif (Muhyi, 2011). Pada fase prodormal biasanya timbul gejala-gejala non

spesifik yang lamanya bisa sampai beberapa bulan atau beberapa tahun

sebelum diagnosis pasti skizofrenia ditegakkan (Herdaetha, 2009). Gejala non

spesifik berupa gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, depresi, konsentrasi

berkurang, mudah lelah, dan adanya defisit perilaku misalnya kemunduran

fungsi peran dan penarikan sosial (Muhyi, 2011). Hendaya fungsi pekerjaan,

fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri juga

muncul pada fase prodormal (Safitri, 2010).

Simtom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase

prodromal dan berarti sudah mendekati fase psikotik (Muhyi, 2011). Masuk ke

fase akut psikotik, simtom positif menjadi jelas seperti tingkah laku katatonik,

inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek (Safitri, 2010).

15
Kemudian muncul fase stabilisasi yang berlangsung setelah dilakukan terapi

dan pada fase stabil terlihat simtom negatif dan residual dari simtom positif.

Pada beberapa individu bisa dijumpai asimtomatis, sedangkan individu lain

mengalami gejala non psikotik misalnya, merasa tegang (tension), ansietas,

depresi, atau insomnia (Muhyi, 2011).

Prognosis

Pemberian antipsikotik atipikal sebagai pengobatan lini awal dapat

meningkatkan prognosis yang lebih baik untuk gangguan psikotik fase akut.

Namun demikian penggunaan antipsikotik tipikal seperti Haloperidol tetap

dipakai sampai sekarang. Pada penderita dewasa muda, antipsikotik dosis

rendah biasanya efektif untuk mengendalikan halusinasi, waham, gangguan isi

pikir dan perilaku aneh. Dosis yang rendah juga akan mengurangi

kemungkinan terjadinya efek samping gejala ekstrapiramidal (Mar, 2012).

Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada (Ferri, 2011) :

1) Usia pertama kali timbul (onset) : makin muda maka makin buruk.

2) Mula timbulnya akut atau kronik : bila akut maka lebih baik.

3) Tipe skizofrenia : episode skizofrenia dan katatonik lebih baik.

4) Kecepatan, ketepatan, dan keteraturan pengobatan yang didapat.

16
5) Ada atau tidaknya faktor pencetus : jika ada maka lebih buruk.

6) Ada atau tidaknya faktor keturunan : jika ada maka lebih buruk.

7) Kepribadian prepsikotik : jika skizoid, skizotin, atau introvert

maka lebih jelek.

8) Keadaan sosial ekonomi : jika rendah maka lebih jelek.

Terapi Farmakologi

a. Haloperidol

Dasar pengobatan skizofrenia adalah medikasi dengan antipsikotik yang

dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu antipsikotik tipikal dan antipsikotik

atipikal (Sadock dan Sadock, 2007). Haloperidol merupakan antipsikotik

tipikal yang merupakan antagonis reseptor dopamin berafinitas tinggi (Sianturi,

2014). Aksi terapi dari obat-obat antipsikotik tipikal secara langsung memblok

reseptor dopamin tipe 2 (D2) yang spesifik di jalur dopamin mesolimbik (Stahl,

2000). Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi

terhadap gejala skizofrenia.

b. Risperidon
Risperidon merupakan obat atipikal atau obat antipsikotik generasi

kedua (Lesmanawati, 2012). Cara kerja Risperidon adalah dengan memblok

reseptor dopamin dan reseptor 5 HT-2. Cara kerja seperti ini efektif untuk

menurunkan atau menghilangkan simtom positif maupun negative Karena

17
sebab ituah saat ini Risperidon menjadi terapi firstline pasien skizofrenia

menggantikan obat antipsikotropika tipikal.

c. Klorpromazin
Klorpromazin merupakan obat antipsikotik golongan pertama yang

merupakan turunan alifatik dari Fenotiazin. Obat ini mempunyai efek pada

sistem saraf pusat, autonom, dan endokrin. Kerjanya dengan menghambat

beberapa reseptor seperti reseptor dopamin, alfa-adrenoreseptor, muskarinik,

H1 histaminik, dan serotonin, oleh karena itu klorpromazin merupakan obat

pertama yang digunakan pada skizofrenia, banyak sekali efek samping yang

ditimbulkan (Katzung, 2012). Efek samping yang sering ditimbulkan adalah

munculnya gejala ekstrapiramidal, efek sedatif, dan hipotensi

d. Triheksifenidil
Triheksifenidil merupakan obat yang direkomendasikan dan paling

sering digunakan untuk mengatasi efek samping dari obat antipsikotik tipikal

yaitu gejala ekstrapiramidal (Perwitasari, 2008). Obat yang merupakan

senyawa Pepiridin yang bekerja melalui neuron dopaminergik dan tergolong

jenis antikolinergik yang mempunyai efek sentral lebih kuat dibanding efek

perifer (Swayami, 2014). Efek sentral berupa mual, mutah, dilatasi pupil,

demam tinggi, agitasi, halusinasi, dan gangguan kognitif; sedangkan efek

perifer contohnya mulut dan hidung kering, pandangan kabur, retensi urin, dan

konstipasi.

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien didapatkan status mental mulai dari penampilan perempuan, sesuai
usia, rapi, perilaku & psikomotor: tenang, normoaktif, sikap terhadap pemeriksa:
kooperatif, mood : eutimia, afek: serasi, keserasian afek:appropriate affect,
pembicaraan : bicara spontan, logoroe (+), , isi pikir : cukup ide , waham bizzare :
(-), waham kebesaran : (-), waham erotomania : (-), waham paranoid (+) dimana
though insertion (+) dan delution control (-), Halusinasi Auditorik (+), visual (-),
olfaktorius (-), taktil (-), tilikan: T3, taraf kepercayaan : Dapat dipercaya

Penegakkan diagnose dari skizofrenia didasarkan berdasarakan Diagnostik and


Statistical manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revised (DSM-IV)
membagai skizofrenia atas subtype secara klinik salah satunya ialah skizofrenia
tipe Paranoid. Adapaun gejala-gejala yang terdapat pada skizofrenia paranoid
adalah sebagai berikut :
1.Waham (delusion) yang menonjol misalnya waham kejar, waham kebesaran dan
lain sebagainya.
2. Halusinasi yang menonjol misalnya halusinasi auditorik, halusinasi visual dan
lain sebagaianya.

19
3. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan serta gejala katatonik
secara relative tidak nyata/tidak menonjol.

Keluarga mengatakan bahwa ibunya sudah sering menyendiri dan jarang untuk
berinteraksi dengan orang sekitar. Keluarga juga mengatakan dalam 4 bulan ini
pasien sudah tidak minum obat dan merasa bahwa keluhan pada ibunya semakin
parah. Pasien sebelumnya terdiagnosa Depresi oleh dokter spesialis jiwa.

Pada fase skizofrenai dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang
melalui beberapa fase-fase.
1.Fase premorbid
Pada fase ini, fungsi-fungsi individu masih dalam keadaan normative
2.Fase prodromal

Adanya perubahan dari fungsi-fungsi pada fase premorbid menuju saat muncul
gejala psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu
atau bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5 tahun.
Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi yang
mendasar (pekerjaan social dan rekreasi) dan muncul gejala yang nonspesifik,
missal gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang,
mudah lelah, dan adanya deficit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan
penarikan social. Gejala positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase
prodromal dan berarti sudah mendekati mulai menjadi psikosis.

3.Fase psikotik

Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase
stabilasi dan kemudian fase stabil

a.Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai
adanya waham, halusinasi, gangguan proses piker, dan pikiran yang kacau. Gejala

20
negative sering menjadi lebih parah dan idivdu biasanya tidak mampu untuk
mengurus dirinya sendiri secara pantas.

b. Fase stabilasasi berlangsung selam 6-18 bulan, setelah dilakuan acute treatment.

c. Pada fase stabil terlihat gejala negative dan residual dari gejal positif. Dimana
gejala positif biasa masih ada, dan biasanya sudah kurang parah dibandingkan
pada fase kaut. Pada beberapa individu bisa dijumpai asimotasi, sedangkan
individu lain mengalami gejala nonpsikotik misalnya merasa tegang, ansiietas,
depresi atau insomnia.

Timbulnya gejala depresi pada penderita skizofrenia kaan menimbulkan kualitas


hidup penderita lebih buruk seperti perawatanya lebih lama, meningkatkan angka
kematian akibat bunuh diri serta memperburuk respon terapi.
Gejala depresi pada penderita skizofrenia dapat muncul pada saat gejala
prodromal, pada saat fase akut dan post skizofrenia. Sekitar 50% gejala depresi
bisa muncul pada fase prodromal. Gejala depresi yang timbul pada fase prodromal
merupakan factor yang bisa mempercepat terjadinya skizofrenia.

Pasien dengan keluhan cemas berlebihan sejak 10 tahun terakhir, yang memberat
selama 4 bulan ini, keluhan tersebut dirasakan ketika anak pertama tidak tinggal
lagi bersama ibunya

Orang yang depresi akan mengalami konflik kejiwaanya yang bisa bersumber dari
konflik internal maupun eksternal. Orang yang tidak mampu menyelesaikan
konflik ini akan jatuh pada frustasi yang mendalam, sebagai kelanjutannya yang
bersangkutan menarik diri (withdrawn), melamun (day dreaming), hidup dalam
dunianya sendiri yang lama-kelamaan timbullah gejala-gejala beruap kelainan
jiwa misalnya halusinasi, waham dan lain sebagainya. Yang bersangkutan tidak
lagi mampu menilai realitas dan pemahaman diri yang buruk yang merupakan
perjalanan awal skizofrenia.

21
BAB V
KESIMPULAN

Penderita gangguan jiwa di masyarakat semakin tahun semakin meningkat


sehingga perlu dilakukan penyuluhan tentang kesehatan jiwa karena kebanyakan
tenaga medis sering melakukan penyuluhan tentang kondisi kesehatan fisik pada
masyarakat sehingga pengetahuan tentang kesehatan jiwa sedikit mengetahui.
Setidaknya masyarakat dapat mengenali lebih dini gejala-gejala gangguan jiwa
yang bisa mengarah pada gangguan jiwa salah satunya skizofrenia dan segera
dibawa untuk berobat sedini mungkin agar prognosisnya lebih baik.

Terdapat gejala depresi pada skizofrenia juga perlu diwaspadai dan


ditangai dengan baik supaya kualitas hidup penderita tidak semakin memburuk
dan mencegah penderita agar tidak mencelakan diri sendir maupun orang lain.

22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin J,.;Sadock, Virginia A.: Ruiz, Pedro :Kaplan &
Sadock’s Comprehensive Textbook of Psychiatry, 9th. Edition. Philadhelpia :
Lippincott William & Wilkins,2009; p.1434

2. Katherine and patricia.Psyciatric Mental Health Nursing 3rd edition.


Philadhelpia: Lippincott Williams & Wilkins, 2000.

3. Departemen Litbang Kemenkes RI.Laporan RISKESDAS 2007. Jakarta:


Balai Penerbit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2007

4. Djatmiko,prianto.Rekapan :Grafik 10 penyakit terbanyak Rawat Jalan dan


Rawat Inap RSJ Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.2009

5. Luana N.A Makalah Skizofrenia dan Gangguan Psikotik Lainnya.disampaikan


dalam “Simposium Sehari Kesehatan jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari
Kesehatan Jiwa Sedunia” Jakarta, 27 Oktober 2007

23
6.Buchanan RW. Carpenter WT.Concept of schizophrenia In:Sadock BJ sadock
VA.,eds Kaplan and Sadock’s Comprehenisve textbook of psychiatry.8 th .
Philadelphia: Lippincoot Williams and wilkins;2005.p.1329.

24

Anda mungkin juga menyukai