Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

              Mengenai kerajaan Sriwijaya dan Melayu sudah dibahas sebelumnay


dalam pembelajaran IPS Kls IX bahwa pada masa itu kerajaan-kerajaan Hindhu-
Budha dan Islam mengalami kejayaan serta keruntuhan. Salah satunya adalah
kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu yang merupakan salah satu dari kerajaan
Hindu-Buddha dan Islam yang memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas.
Kerajaan ini juga berhasil menguasai perairan di jalur perdagangan Negara barat
dan timur. Untuk lebih jelasnya, kami membuat makalah ini dengan tujuan agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami lebih dalam lagi mengenai Kerajaan
Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.  Apa saja sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
2. Dimanakah letak kerajaan Sriwijaya dan Melayu?
3. Siapakah Raja-raja yang memerintah pada masa Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Melayu?
4. Bagaimana keadaan Kerajaan  Sriwijaya dan Kerajaan Melayu pada masa
Kejayaanya?
5.  Bagaimana struktur Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
6.  Bagaimana aspek kehidupan masyarakat Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Melayu?
7. Apa saja warisan sejarah Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu?
8. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan
Melayu mengalami keruntuhan?
BAB II
PEMBAHASAN 

A. Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya

1. Historiografi
Nama Kerajaan : Sriwijaya
Ibukota : Palembang
Bahasa : Melayu Kuno, Sansekerta
Agama : Budha, Hindu
Pemerintahan : Monarki
Sejarah : 1. Didirikan pada tahun 600-an M
2. Invasi Majapahit tahun 1300-an M
Mata Uang : Koin emas dan perak

Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7;
seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya
pada tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua
mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di
Palembang. Tidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah
Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing.
Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai
tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan
penemuannya dalam surat kabar berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès
menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca
"Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran
yang sama.

Selain berita-berita diatas tersebut, telah ditemukan oleh Balai Arkeologi


Palembang sebuah perahu kuno yang diperkirakan ada sejak masa awal atau proto
Kerajaan Sriwijaya di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan. Sayang, kepala perahu kuno itu sudah hilang
dan sebagian papan perahu itu digunakan justru buat jembatan. Tercatat ada 17
keping perahu yang terdiri dari bagian lunas, 14 papan perahu yang terdiri dari
bagian badan dan bagian buritan untuk menempatkan kemudi. Perahu ini dibuat
dengan teknik pasak kayu dan papan ikat yang menggunakan tali ijuk. Cara ini
sendiri dikenal dengan sebutan teknik tradisi Asia Tenggara. Selain bangkai
perahu, ditemukan juga sejumlah artefak-artefak lain yang berhubungan dengan
temuan perahu, seperti tembikar, keramik, dan alat kayu.

Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa, “Pusat Sriwijaya


terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke
Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang)”. Namun yang pasti pada masa
penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah
beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).

1. Berita dari Cina


Dalam perjalanannya untuk menimba ilmu agama Buddha di India, I-
Tsing pendeta dari Cina, singgah di Shi-li-fo-shih (Sriwijaya) selama enam
bulan dan mempelajari paramasastra atau tata bahasa Sanskerta. Kemudian,
bersama guru Buddhis, Sakyakirti, ia menyalin kitab Hastadandasastra ke
dalam bahasa Cina. Berita Cina dari dinasti Tang menyebutkan bahwa Shi-li-
fo-shih (Sriwijaya) adalah kerajaan Buddhis yang terletak di Laut Selatan.
Adapun berita sumber dari dinasti Sung menyebutkan bahwa utusan Cina
sering datang ke San-fo-tsi. Diyakini bahwa yang disebut San-fo-tsi itu adalah
Sriwijaya.

2. Berita dari Arab


Berita Arab menyebutkan adanya negara Zabag (Sriwijaya). Ibu
Hordadheh mengatakan bahwa Raja Zabag banyak menghasilkan emas. Setiap
tahunnya emas yang dihasilkan seberat 206 kg. Berita lain disebutkan oleh
Alberuni. Ia mengatakan bahwa Zabag lebih dekat dengan Cina daripada India.
Negara ini terletak di daerah yang disebut Swarnadwipa (Pulau Emas) karena
banyak menghasilkan emas.
3. Berita dari India
Prasasti Nalanda menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa dari
Nalanda, India, telah membebaskan lima buah desa dari pajak. Sebagai
imbalannya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan
Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.

4. Berita dari dalam negeri


Sumber-sumber sejarah dalam negeri mengenai Sriwijaya adalah
prasasti- prasasti berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno:
a. Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 Saka (683 M) ditemukan di tepi
Sungai Tatang, dekat Palembang.
b. Prasasti Talang Tuo berangka tahun 606 Saka (684 M) ditemukan di sebelah
barat Pelembang.
c. Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Saka (686 M) ditemukan di
Bangka.
d. Prasasti Karang Berahi berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi prasasti ini
memperjelas bahwa secara politik, Sriwijaya bukanlah negara kecil,
melainkan memiliki wilayah yang luas.
e. Prasasti Telaga Batu (tidak berangka tahun).
f. Prasasti Ligor berangkat tahun 697 Saka (775 M) ditemukan di Tanah
Genting Kra.

Dari sumber-sumber sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa pendiri


Kerajaan Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanegara yang berkedudukan
di Minangatwan. Kedua, Raja Dapunta Hyang berusaha memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menaklukkan wilayah di sekitar Jambi. 

B. Letak Kerajaan Sriwijaya


Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang berdiri di Sumatra pada abad
ke-7. Pendirinya adalah Dapunta Hyang, Sriwijaya memiliki sebutan Kerajaan
Nasional I sebab pengaruh kekuasaannya mencakup hampir seluruh Nusantara
dan negara-negara di sekitarnya. Letaknya sangat strategis.
a. Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin melakukan observasi dan
berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit.
b. Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang),
tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala
Kerajaan Sriwijaya.
c. Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak
pada kawasan Sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara
Tembesi (di provinsi Jambi sekarang).
d. Letak Sriwijaya di Minangatamwan yaitu daerah pertemuan sungai Kampar
kiri dan Kampar kanan yang di perkirakandaerah Binanga yaitu terletak di
Jambi juga strategis untuk perdagangan.
e. Wlayah Riau, dengan di temukannya peninggalan kerajaan Sriwijaya yaitu
candi Muara Takus

C. SRUKTUR KERAJAAN SRIWIJAYA


Masyarakat Sriwjaya sangat majemuk, dan mengenal stratatifikasi sosial.
Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik
Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi
penting tentang kadātuan, vanua,samaryyāda, mandala dan bhūmi.Kadātuan dapat
bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat
disimpan mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga.
Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan kota
dari Sriwijaya yang di dalamnya terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi
masyarakatnya.

 Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu


sendiri. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan
dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang
dapat bermaksud kawasan pedalaman. Penguasa Sriwijaya disebut
dengan Dapunta Hyang atau Maharaja.
Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur
pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya. Menurut Prasasti Telaga Batu, selain
diceritakan kutukan raja Sriwijaya kepada siapa saja yang menentang raja,
diceritakan pula bermacam-macam jabatan dan pekerjaan yang ada pada zaman
Sriwijaya. Adapun, jabatan dan pekerjaan yang diceritakan tersebut adalah raja
putra (putra raja yang keempat), bhupati (bupati), senopati (komandan pasukan),
dandandanayaka (hakim). Menurut kronik Cina Hsin Tang-shu, Sriwijaya yang
begitu luas dibagi menjadi dua. Seperti yang diterangkan diatas, Dapunta
Hyang punya dua orang anak yang diberi gelar putra mahkota,
yakni yuvarāja dan Pratiyuvarāja (keduanya putra mahkota).
D. ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT KERAJAAN SRIWIJAYA
Sebuah masyarakat yang kompleks, berlapis, kosmopolitan, dan makmur;
dengan cita rasa nan halus dalam seni, sastra, dan budaya, dengan serangkaian
ritual yang dipengaruhi ajaran Buddha Mahayana; berkembang di masyarakat
Kerajaan Sriwijaya. Tatanan politik, sosial, budaya dan ekonomi mereka yang
rumit dapat dilihat melalui studi prasasti, catatan sejarah asing, serta peninggalan
candi-candi yang berasal dari periode ini. Kerajaan telah mengembangkan
masyarakat yang maju; yang ditandai oleh kemajemukan masyarakat mereka,
stratifikasi sosial, dan pembentukan lembaga administratif nasional kerajaan
mereka.

1. Aspek kehidupan politik


Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya
diantaranya sebagai berikut:
a. Raja Dapunta Hyang
Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M).
Pada masa pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah berhasil
memeperluas wilayak kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan
menduduki daerah Minangatamwan.

b. Raja Balaputra Dewa


Pada awalnya, Raja Balaputra Dewa adalah raja dari kerajaan Syailendra (di
Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara
Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai
Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat
kekalahan itu, Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya.

c. Raja Sanggrama Wijayattunggawarman


Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mendapat ancaman dari
Kerajaan Chola. Di bawah pemerintahan Raja Rajendra Chola, Kerajaan
Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Raja
Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil
ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulotungga I di Kerajaan
Cho, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.
2. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan Sriwijaya
dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan
Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti
Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara). Maka
dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci
jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat
Malaka, dan Laut Jawa bagian barat. Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan
Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan
Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya
bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan
pendudukan terhadap daerah Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai
lintas jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering
dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari perairan Lautan
Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat
Kerajaan Sriwijaya.

3. Hubungan dengan Luar Negeri


Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di
luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di
India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala dan Kerajaan Cholamandala
di Pantai Timur India Selatan.

4. Aspek kehidupan ekonomi


Dilihat dari letak geografis, daerah Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak
yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah jalur pelayaran perdagangan
antara India dan Cina. Di samping itu, letak Kerajaan Sriwijaya dekat dengan
Selat Malak yang merupakan urat nadi perhubungan bagi daerah-daerah di
Asia Tenggara.Hasil bumi Kerajaan Sriwijaya merupakan modal utama bagi
masyarakatnya untuk terjun dalam aktifitas pelayaran dan perdagangan.
5. Aspek kehidupan sosial
Kerajaan Sriwijaya karena letaknya yang strategis dalam lalu lintas
perdagangan internasional menyebabkan masyarakatnya lebih terbuka dalam
menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga telah mampu
mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya.
Kemungkinan bahasa Melayu Kuno telah digunakan sebagai bahasa pengantar
terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan
Semenanjung Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam
menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi
kebudayaan India, seperti nama-nama India, adat-istiadat, serta tradisi dalam
Agama Hindu. Oleh karena itu, Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan
ajaran Buddha di Asia Tenggara.

6. Aspek kehidupan budaya


Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari
seorang guru besar yang bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya
merupakan pusat agama Budha di luar India. Tetapi walaupun Kerajaan
Sriwijaya dikenal sebagai pusat agama Budha, tidak banyak peninggalan
purbakala seperti candi-candi atau arca-arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan
Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.

7. Aspek kehidupan Agama


Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah
agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu,
di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan
perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari
pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan
Sakyakirti. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan
Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda
(Benggala).
E. Warisan Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Kekuasaannya mencakup lintas samudera. Kerajaan bercorak Budha yang


berdiri sejak abad ke 6 hingga abad ke 11 Masehi ini keberadaannya dibuktikan
oleh sumber-sumber sejarah seperti berita dari China dan beberapa peninggalan
prasasti. Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya – Sebagai Kerajaan
Maritim yang besar, wilayah kekuasaan Sriwijaya juga amat sangat besar, hal ini
dibuktikan dengan peninggalan prasastinya yang dapat ditemukan diberbagai
tempat.

F. Faktor Penyebab Kerajaan Sriwijaya Runtuh

Kemunduran dan keruntuhan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh


beberapa hal berikut.

1. Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M, ketika itu yang berkuasa di


Sriwijaya ialah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak
berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya.
2. Serangan dari Kerajaan Colamandala yang diperintahkan oleh Raja
Rajendracoladewapada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke
semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga
dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan olehWirarajendra,
cucu Rajendracoladewa.
3. Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292,
yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi), Mauliwarmadewa,
semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.
4. Muncul dan berkembangnya kerajaan Islam Samudra Pasai yang mengambil
alih posisi Sriwijaya.
5. Serangan Kerajaan Majapahit dipimpin Adityawarman atas perintah Mahapatih
Gajah Mada pada tahun 1377 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan
Majapahit. Pendudukan yang dilakukan Kerajaan Majapahit atas seluruh
wilayah Sriwijaya pada tahun 1377. Pendudukan tersebut dalam upaya
mewujudkan kesatuan Nusantara.
6. Letak Kota Palembang semakin jauh dari laut. Akibat pengendapan lumpur
yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainya, akhirnya Kota Palembang
semakin jauh dari laut.
7. Berkurangnya kapal dagang yang singgah. Akibat semakin jauhnya Kota
Palembang dari laut menyebabkab daerah tersebut tidak strategis lagi. Kapal-
kapal dagang lebih memilih singgah di tempat lain. Hal tersebut menyebabkan
kegiatan perdagangan berkunrang dan pendapatan kerajaan dari pajak
menurun.
8. Banyak daerah yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Akibat semakin
melemahnya perekonomian Kerajaan Sriwijaya maka penguasa kerajaan tidak
mampu lagi mengontrol daerah kekuasaanya. Daerah kekuasaan Kerajaan
Sriwijaya yang telah melepaskan diri adalah Jawa Tengah dan Melayu.

G. MASA KEJAYAAN
Pada paruh pertama abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang
dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan luar negeri cukup marak,
terutama Fujian, Kerajaan Min dan negeri kaya Guangdong, Kerajaan Nan Han.
Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari perdagangan ini. Pada
tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat terkesan dengan kemakmuran
Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang (khususnya Bukit
Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.

H. MASA KEMUNDURAN

Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola dari Koromandel, India selatan


menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke
seluruh imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya,
invasi tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya
beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah
kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.
Antara tahun 1079 – 1088, orang Tionghoa mencatat bahwa Sriwijaya
mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan 1088, Jambi
mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah pusat
Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi. Ekspedisi
Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya sebagai
pusat kerajaan.

Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada


tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia
Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan
Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha
dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha. Berdasarkan sumber ini
pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya ingin melepaskan diri,
antara lain Kien-pi (Kampe, di utara Sumatra) dan beberapa koloni di
semenanjung Malaysia. Pada masa itu wilayah Sriwijaya meliputi; Pong-fong
(Pahang), Tong-ya-nong (Trengganu), Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka), Kilan-tan
(Kelantan), Fo-lo-an, Ji-lo-t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai, Pa-t’a (Batak), Tan-ma-
ling (Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung
Malaysia), Pa-lin-fong (Palembang), Sin-t’o (Sunda), Lan-wu-li (Lamuri
di Aceh), and Si-lan (Srilanka).

Pada tahun 1288, Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan


Palembang dan Jambi selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293, Majapahit
pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan
tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang
peranakan Minang dan Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap
Majapahit, tetapi pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan
Sumatra sering terjadi kekacauan dan pengrusakan.

Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya kerajaan-kerajaan


besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan
Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan
dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah
Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam
mengakibatkan lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan
Sriwijaya.

Di masa berikutnya, terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat


tertutupnya akses pelayaran ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan
perdagangan kerajaan. Penurunan Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya
Islam ke Aceh yang disebarkan oleh pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir
abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara Sumatra berpindah agama Islam.

Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil
dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil
dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada tahun 1377 M.

Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya


mendirikan Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia.

I. prasasti dan candi peninggalan Kerajaan Sriwijaya


1. Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti ini ditemukan di Kedukan Bukit, dekat Palembang, berangka


tahun 605 Saka atau lebih kurang 683 Masehi). Prasasti menceritakan
perjalanan suci yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dengan perahu.
Dia berangkat dari Minangtamwan dengan membawa 20 ribu tentara. Dia
berhasil menaklukkan beberapa daerah sehingga Sriwijaya menjadi
makmur.

2. Prasasti Talang Tuo

Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) berangka tahun 684 Massehi.


Prasasti ini berisi berita tentang pembuatan taman riksetra atas perintah
Dapunta Hyang ri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk.

3. Prasasti Kota Kapur

Prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya ini berangka tahun 686 M dan


ditemukan di Kota Kapur, Pulau Bangka. Prasasti ini menyebutkan adanya
ekspedisi Sriwijaya ke daerah seberang lautan (Pulau Jawa) untuk
memperluas kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan di
sekitarnya seperti Melayu, Tulungbawang, dan Tarumanegara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan bercorak Hindu terbesar di


Indonesia, bahkan dijuluki sebagai pusat agama Hindu di luar India.

2. Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya.
Terbukti dari sebutan negara maritimnya.

3. Sejarah Kerajaan Sriwijaya dapat diakses dari prasasti-prasasti


peninggalan kerajaan baik di dalam maupun di lur negeri serta dari berita-
berita asing.

Anda mungkin juga menyukai