Anda di halaman 1dari 51

MAKALAH

KONSEP KOMUNIKASI TERAUPETIK

Disusun Oleh:
Danis Imfroatul Kusnia P07220219084
Dewi Kusuma Wardani P07220219085
Echa Amalia P07220219086
Eka Putri Kumala Dewi P07220219087
Intan Putri Asih P07220219097
Muhammad Reza Anugrah P07220219104
Putri Anisa Dewi P07220219109
Radinka Audrey Putri P07220219111

Dosen :
Dr. H. Edi Sukamto S.KP.,M.Kep

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2021

I
II

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Jiwa mengenai
Konsep Teraupetik ini tepat pada waktunya.
Sebagai manusia biasa yang tidak pernah luput dari kesalahan, begitu juga
halnya dengan kami. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun isi. Kamipun menerima
dengan lapang dada kritikan maupun saran yang sifatnya membangun dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki diri.
Walaupun dengan demikian, kami berharap dengan disusunya makalah ini
dapat memberikan sedikit gambaran mengenai Konsep Teraupetik Terimakasih.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb

Samarinda, 25 Oktober 2021

Kelompok 3

II
III

III
IV

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI................................................................................................................................III
BAB I.............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II............................................................................................................................................3
TELAAH MATERI........................................................................................................................3
A. Konsep Komunikasi Terapeutik................................................................................................3
B. Teknik Dalam Berkomunikasi Terapeutik................................................................................5
BAB III...........................................................................................................................................9
PEMBAHASAN
A.Harga Diri Rendah(HDR)..........................................................................................................9
B.ISOS..........................................................................................................................................13
C.GSP.Halusinasi.........................................................................................................................18
DRisiko Perilaku Kekerasan........................................................................................................23
E.PK.............................................................................................................................................29
F.DPD...........................................................................................................................................33
G.WAHAM..................................................................................................................................36
H. Resiko Bunuh Diri (RBD).......................................................................................................41
BAB IV........................................................................................................................................45
PENUTUP....................................................................................................................................45
Kesimpulan...................................................................................................................................45
Saran.............................................................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................45

IV
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan


dilakukan bertujuan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Perawat harus memiliki ketrampilan komunikasi yang bersifat profesional dan
bertujuan untuk menyembuhkan pasien. Perawat yang memiliki ketrampilan
komunikasi terapeutik akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya
dengan pasien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai tujuan asuhan
keperawatan dan memberikan kepuasan profesional dalam pelayanannya
(Damiyanti, 2015:1). Perawat sebagai tenaga yang profesional mempunyai
kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya
asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu pasien memenuhi
kebutuhan dasar yang holistik. Untuk menjalankan perannya dengan baik, perawat
perlu memiliki keterampilan dalam mengklarifikasi nilai, konseling dan
komunikasi (Hamid, 2014:1)
Komunikasi efektif membutuhkan usaha sadar perawat dalam mencari
cara untuk membantu pasien dan keluarganya mengkomunikasikan pemikiran dan
perasaan dengan lebih efektif. Merencanakan tempat yang sesuai dan mengatur
perawatan dengan waktu yang akurat sangat penting. Selain itu pemberian
intervensi dan teknik komunikasi yang sesuai dengan latar belakang budaya, dan
umur pasien juga harus diperhatikan. Keberhasilan dalam meningkatkan
kemampuan pasien dalam berkomunikasi tergantung pada partisipasi pasien
dalam menentapkan keberhasilan, tetapi juga pada gaya perawat melakukan
komunikasi dan kemampuan untuk menetapkan hubungan yang membantu.
Penggunaan kemampuan komunikasi akan membantu perawat merasakan,
bereaksi, dan menghargai kekhasan pasien (Potter, 2011:327)

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan dan tema yang diangkat maka masalah dapat


dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa itu HDR (harga diri rendah) ?
2. Apa itu ISOS ?
3. Apa itu GSP. Halusinasi ?
4. Apa itu RPK ?
5. Apa itu PK ?
6. Apa itu DPD ?
7. Apa iti WAHAM ?
8. Apa itu RBD ?

C. Tujuan

Agar mahasiswa dapat memahami bagaimana konsep teraupetik yang terdiri dari :
1. HDR (harga diri rendah)
2. ISOS
3. GSP. Halusinasi
4. RPK
5. PK
6. DPD
7. WAHAM
8. RBD

2
BAB II
TELAAH MATERI

A. Konsep Komunikasi Terapeutik

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan


tenaga kesehatan lain yang direncanakan dengan teknik tertentu dan berfokus
pada kesembuhan pasien serta memperbaiki emosi pasien (Machfoedz, 2009).
Komunikasi terapeutik merupakan strategi perawat untuk memberikan
bantuan kepada pasien dalam memenuhi kebutuhan kesehatan (Suprajitno, 2004).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik
merupakan proses interaksi yang dilakukan antara perawat dan pasien dengan
teknikteknik tertentu baik verbal maupun nonverbal yang secara sadar dan
dirancang untuk memberikan bantuan kepada pasien memenuhi kebutuhan
kesehatannya. Komunikasi terapeutik juga merupakan salah satu cara membina
hubungan saling percaya antara perawatpasien sehingga dapat membawa dampak
positif dan kepuasan dalam layanan kesehatan.

B. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Menurut Juliane (2010), tujuan komunikasi terapeutik untuk mengembangkan


pribadi klien ke arah yang lebih positif pada pertumbuhan pasien meliputi:
1. Realisasi diri, penerimaan diri dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas diri yang tinggi.
3. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang intim, saling tergantung
dan mencintai.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan memuaskan kebutuhan serta mencapai

3
tujuan personal yang realistis

C. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik

Menurut Suryani (2005), beberapa prinsip dasar yang dipahami dalam


membangun dan mempertahankan hubungan yang terapeutik:
1. Kejujuran Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan
komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina
hubungan saling percaya.
2. Tidak Membingungkan Menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh
klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang
disampaikan.
3. Bersikap Positif Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat,
penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
4. Empati Sikap empati diperlukan dalam asuhan keperawatan karena dengan
sikap empati perawat mampu merasakan dan memikirkan permasalahan seperti
yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien, tetapi tidak larut pada permasalahan.
Sikap Dalam Berkomunikasi Terapeutik
Pada saat berkomunikasi terapeutik, perawat dapat menghadirkan sikap diri secara
fisik (Juliane, 2010).
1. Berhadapan Hal ini memiliki arti bahwa perawat siap untuk pasien.
2. Mempertahankan Kontak Mata Kontak mata pada level yang sama berarti
menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk Ke Arah Pasien Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk
menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
4. Memperlihatkan Sikap Terbuka Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki
atau tangan untuk menunjukkan keterbukaan dalam berkomunikasi dan siap
membantu.
5. Tetap Rileks Mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi
dalam memberikan respon kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang
menyenangkan.

4
D. Teknik Dalam Berkomunikasi Terapeutik

Menurut Juliane (2010), teknik-teknik dalam komunikasi terapeutik adalah


sebagai berikut: 1. Mendengarkan aktif dengan penuh perhatian
2. Menunjukkan penerimaan berarti tidak menunjukkan keraguan atau tidak
setuju.
3. Menanyakan pertanyaan berkaitan topik untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai klien.
4. Mengulang kembali ucapan klien untuk memberikan umpan balik sehingga
klien tahu bahwa perasaannya dapat dimengerti sehingga diharapkan komunikasi
berlanjut.
5. Apabila terjadi kesalahpahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan
untuk mengklarifikasikan dan menanyakan pengertian karena informasi sangat
penting dalam memberikan pelayanan keperawatan.
6. Memfokuskan berguna untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti.
7. Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
8. Tambahan informasi memungkinkan penghayatan yang baik bagi klien karena
memberikan tambahan informasi juga merupakan penyuluhan kesehatan.
9. Memberikan kesempatan kepada perawat - klien untuk mengorganisasikan
pikiran. Diam terutama berguna saat klien harus mengambil keputusan.
10. Meringkas bermanfaat untuk membantu mengingat topik yang telah dibahas
sebelum meneruskan pada pembicaraan selanjutnya.
11. Memberikan penghargaan atas apa yang sudah dapat dilakukan klien.
12. Menawarkan diri merupakan hal yang perawat lakukan untuk menawarkan
rasa tertarik berinteraksi dengan klien.
13. Memberi kesempatan klien untuk memilih topik pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
15. Menempatkan kejadian secara berurutan 16. Menganjurkan klien untuk
menguraikan persepsi secara bebas

5
17. Refleksi

Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Struktur dalam komunikasi terapeutik terdiri


dari empat fase yaitu: fase preinteraksi, fase perkenalan atau orientasi, fase kerja
dan fase terminasi (Suryani, 2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan
perawat yang harus terselesaikan.
1. Fase Preinteraksi Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai hubungan
dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu:
a. Mengeksplorasi perasaan, harapan dan kecemasan.
b. Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri perawat akan
terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai terapeutik bagi klien.
c. Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana
interaksi.
d. Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan diimplementasikan saat
bertemu dengan klien.
2. Fase Orientasi Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien.
Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain:
a. Bina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi
terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa adanya, menepati janji dan menghargai
klien.
b. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga
kelangsungan sebuah interaksi. Kontrak yang harus disetujui bersama dengan
klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan.
c. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien.
d. Merumuskan tujuan dengan klien.

Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Hal yang perlu


diperhatikan pada fase:
1) Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2) Memperkenalkan diri perawat 3) Menyepakati kontrak topik, tempat, dan
lamanya pertemuan.

6
4) Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi
penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada
perawat.
5) Evaluasi dan validasi. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus
pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan
keluhan utama.
6) Menyepakati masalah. Teknik memfokuskan perawat bersama klien
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
3. Fase Kerja Tahap ini merupakan inti dari proses komunikasi terapeutik. Tahap
ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tahap ini
berkaitan pula dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan. Tekhnik
berkomunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat adalah mengeksplorasi,
mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan
menyimpulkan
4. Fase Terminasi Fase ini merupakan fase yang sulit karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Terminasi dapat terjadi
pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang.
Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah
dilalui dan pencapaian tujuan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan
perawat, yang dibagi dua yaitu:
a. Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan.
b. Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu:
1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan. Meminta klien
menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan setelah tindakan dilakukan
sangat berguna pada tahap terminasi.
2) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak
lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau
yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Tindak lanjut terhadap klien

7
tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam
BAB III
PEMBAHASAN

A. Harga Diri Rendah (HRD)

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Harga Diri Rendah


Harga diri rendah (HDR) adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri.
Tanda dan gejala :

1. Mengkritik diri sendiri,


2. Perasaan tidak mampu,
3. Pandangan hidup yang pesimis,
4. Penurunan produktivitas,
5. Penolakan terhadap kemampuan diri,
6. Kurang perawatan diri,
7. Tidak berani menatap lawan bicara,
8. Sering menunduk,
9. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
10. Strategi pelaksanaan komunikasi pada klien dengan harga diri rendah:
Sesi 1:
11. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
12. Membantu klien menilai kemampuan positif yang masih bisa digunakan
13. Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih
14. Melatih kemampuan yang sudah dilatih
15. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian
Sesi 2:
16. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian

8
Melatih klien melakukan kemampuan positif kedua yang dimiliki
Memasukkan kemampuan kedua dalam jadwal kegiatan
Harian
Sesi 3:
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
Melatih klien melakukan kemampuan positif ketiga yang dimiliki
Memasukkan kemampuan ketiga dalam jadwal kegiatan harian

Sesi 4:
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
Melatih klien melakukan kemampuan positif keempat
Memasukkan kemampuan keempat dalam jadwal kegiatan harian.

Strategi Komunikasi

SP 1 klien : Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien


membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu
klien memilih atau menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih
kemampuan/tindakan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

Fase Orientasi

“Selamat pagi pak,bagaimana keadaan bapak pagi ini?”.


“Perkenalkan saya perawat Audrey dan ini rekan saya perawat Anggun, kami
dinas di ruang Merak yang akan merawat bapak”.
“Siapa nama bapak ? Senang dipanggil apa ?”
” Bagaimana kalau 20menit. Dari jam 09.00 samapi jam 09.20 wib ?”
“Tujuannya agar bapak dapat melatih kemampuan kegiatan yang bapak miliki.”
“Setelah itu kita juga akan melatih bapak untuk berjalan dengan menggunakan
tongkat bantu jalan,tujuannya agar bapak bisa kembali berjalan .”

9
Fase kerja

“Bapak, apa saja kemampuan yang bapak miliki dan biasa bapak kerjakan
dirumah?”
“Bagus,lalu apalagi pak ? Saya buatkan
daftarnya ya pak. Bapak dari daftar
kegiatan ini,mana yang masih bisa bapat
dapat lakukan ? Bagaimana yang
pertama ? Apakah kegiatan yang
pertama masih bisa bapak lakukan?
Yang kedua dan ketiga juga?
Bagus......... (misalnya hanya ada tiga
kegiatan yang dapat dilakukan).”
“Sekarang coba bapak pilih kegiatan yang
masih bisa bapak lakukan di rumah sakit
ini? Wah,yang nomor satu ya pak ,bapak
akan melukis ? Mari nanti kita akan
melukis ya pak”.
“Sekarang kita akan mulai melukisnya ya
pak. Saya siapkan dulu kanvas,pallet dan
cat lukisnya ya pak, Baiklah kita mulai
ya pak. Bagus sekali lukisan bapak ini.”

Fase terminasi

Evaluasi respons terhadap tindakan perawat.


“Bagus sekali lukisan bapak,sekarang
bagaimana perasaan bapak setelah kita
melakukan kegiatan yang pertama yaitu
melukis?’’
Rencana tindak lanjut “Bagaimana kalau kita
masukkan kedalam jadwal latihan ya
pak, mau jam berapa pak latihannya ?”

10
Kontrak yang akan datang “Besok pagi kita
akan melatih bapak ya pak,besok saya
akan kesini lagi jam 09.00 wib. Besok
kami kesini untuk melatih bapa.”
SP 2 Klien : Melatih pasien melakukan
kegiatan lain sesuai dengan kemampuan
pasien.

Fase Orientasi

Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, bagaimana perasaan
bapak pagi ini? Wah,bapak terlihat lebih
baik dari sebelumnya”.

Evaluasi Validasi

“Bagaimana pak, sudah bisa membuat berapa


lukisan pak? Bagus sekali pak.”
Kontrak Sekarang
“kita akan melatih bapak untuk belajar
berjalan menggunakan tongkat bantu
jalan pak,sesuai dengan janji kita
kemarin. Waktunya sekitar 20menit pak.
Kita akan latihan di ruangan fisioterapi
ya pak. Kita akan membawa bapak
dengan kursi roda kesana.”

Fase Kerja

“Pak Y,sebelum kita melatih bapak untuk


berjalan di tongkat bantu  jalan kita akan
melatih bapak untuk berdiri
menggunakan tongkat bantu jalan dulu

11
sebelumnya, tujuannya agar bapak
terbiasa dengan tongkat jalan ini setelah
itu baru kita bisa melatih bapak untuk
berjalan menggunakan ini.”
“Ya pak,gunakan tongkat bantu jalan
ini,kami akan membantu bapak untuk
melakukannya pak.”
“Iya pak bagus pak, sekarang tarur
penyangga tongkat bagian atasnya di
ketiak bapak, tangan bapak pegang
penopang besinya ya pak.iya bagus pak.
Bagus pak,sepertinya bapak sudah bisa
berdiri menggunakan tongkat bantu
jalan itu. Sekarang kita akan melatih
bapak untuk berjalan dengan tongkat
alat bantu jalan. Pegang yang kuat ya
pak penopangnya, bapak bisa latih
melangkah sedikit-demi sedikit dengan
kaki kiri. Iya bagus pak !. Nah,sekarang
tongkat sebelah kanan pak,melangkah
maju sedikit demi sedikit saja pak. Iya
pak bagus sekali”

Fase Terminasi

O: Coba bapak sebutkan bagaimana langkah-


langkah saat memulai berjalan dengan
tongkat tadi ?
Rencan Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kita masukkan ke dalam
jadwal latihan ya pak? Mau jam berapa
pak latihannya ?”

12
Kontrak yang akan datang
“Besok pagi kita akan melatih kemampuan
bapak yang lainnya ya pak,disini jam
09.00 wib”
“Latihan dapat dilanjutkan untuk
kemampuan lainnya sampai semua
kemampuan dilatih. Setiap kemampuan
yang dimiliki akan menambah harga diri
bapak. Permisi pak,selamat pagi.”

B.Isolasi Sosial (menarik Diri)

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial Isolasi


sosial adalah keadaan dimana seseorang mengalami penurunan atau bahkan sama
sekali tidak mampu berinteraksi dengan orla sekitarnya
Tanda dan gejala:
1. Perasaan kesepian atau ditolak oleh orla,
2. Merasa tidak aman berada dengan orla,
3. Mengatakan hubungan yg tidak berarti dgn orla,
4. Merasa lambat dan bosan menghabiskan waktu,
5. Tidak mampu berkosentrasi dan membuat keputusan,
6. Merasa tidak berguna,
7. Tidak yakin dapat melangsungkan hidup,
8. Menarik diri,
9. Tidak komunikatif,
10. Tidak ada kontak mata,
11. Afek tumpul,
12. Tampak sedih.
Strategi pelaksanaan komunikasi pada klien isolasi sosial:
Sesi 1:
Membina hubungan saling percaya dengan klien

13
Membantu klien mengenal penyebab isos, keuntungan berhubungan dan kerugian
tidak berhubungan dgn orla
Melatih klien cara berkenalan dengan 1-2 orang 2.
Sesi 2:
Mengevaluasi latihan di sesi 1
Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan 3-4 orang
sambil melakukan kegiatan).
Sesi 3:
Mengevaluasi latihan sesi 1 dan 2
Melatih klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan dengan 5-8 orang
sambil melakukan kegiatan dalam kelompok)
Sesi 4:
Mengevaluasi latihan sesi 1, 2, dan 3
Melatih klien berinteraksi dengan orang di luar lingkungan RS (misalnya belanja
di warung)

Stategi Komunikasi

SP 1 Klien: Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien
berkenalan.
Fase Orientasi
"Selamat pagi"
"Saya Suster Radinka Audrey. Saya senang dipanggil Audrey. Saya mahasiswa
Poltekkes Kaltim yang akan merawat Ibu."
"Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?"
"Apa keluhan ibu hari ini?" Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang
keluarga. dan teman-teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana
kalau di ruang tamu? Mau berapa lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit"

14
Fase Kerja

(Jika pasien baru) "Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat
dengan ibu? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat
ibu jarang bercakap-cakap dengannya?"
(Jika pasien sudah lama dirawat) "Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat
disini? O.. ibu merasa sendirian? Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini" "Apa
saja kegiatan yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?"
"Apa yang menghambat ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien
yang lain?"
"Menurut ibu apa keuntungan kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada
teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa)
Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya ibu? Ya, apa lagi? (sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak punya teman
ya. Kalau begitu inginkah ya ibu? belajar bergaul dengan orang lain? Bagus.
Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang lain"
"Begini lho ibu ?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S.
senang dipanggil S. Asal saya dari Flores, hobi memancing"
"Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini:
Nama Ibu siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya apa?"
"Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba berkenalan
dengan saya!"
"Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali"
"Setelah ibu berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca,
tentang hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya."

Fase Terminasi

"Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?" "ibu tadi sudah
mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali"

15
"Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama saya
tidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. Semau
praktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan hariannya."
"Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak ibu berkenalan
dengan teman saya, Suster Anggun. Bagaimana, ibu mau kan?"
"Baiklah, sampai jumpa."

SP 2 Klien: Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan


orang pertama seorang perawat-)

Fase Orientasi

"Selamat pagi bu!"


"Bagaimana perasaan ibu hari ini? Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang
berkenalan, Coba sebutkan lagi sambil bersalaman dengan perawat!”
“Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak ibu
mencoba berkenalan dengan teman saya Suster Anggun. Tidak lama kok, sekitar
10 menit” “Ayo kita temui suster Anggum disana”

Fase Kerja

(Bersama-sama klien saudara mendekati Suster Anggun)


“Selamat pagi suster Aunggun, ini ingin berkenalan dengan suster”
“Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan suster Anggun seperti yang kita
praktekkan kemarin”
(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan Suster Anggun: memberi
salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya) Ada lagi
yang ibu ingin tanyakan kepada Suster Anggun. coba tanyakan tentang keluarga
Suster Anggun”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu
ibu bisa buat janji bertemu lagi dengan Suster Anggun, misalnya jam I siang
nanti”

16
‘Baiklah Suter, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi.”
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat Anggun untuk melakukan
terminasi dengan klien di tempat lain)

Fase Terminasi

"Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan Suster Anggun"


"ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi"
"Pertahankan terus apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk
menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar. Misalnya menanyakan
keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain. Mari
kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya, mau jam berapa? Jam 10?
Sampai besok."
SP 3 Klien: Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalan dengan
orang kedua-seorang pasien)

Fase Orientasi

"Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?


"Apakah ibu bercakap-cakap dengan Suster Anggun kemarin siang (jika jawaban
pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain’
"Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan Suster Anggun kemarin
siang"
"Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi"
"Kalau begitu ibu ingin punya banyak teman lagi?"
"Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu pasien
D"
“Baiklah D, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat D untuk melakukan

17
terminasi dengan S di tempat lain)

Fase Terminasi

"Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan D"


"Dibandingkan kemarin pagi. Suster Anggun tampak lebih baik saat berkenalan
dengan"
"pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu
kembali dengan d jam 4 sore nanti"
"Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan
orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian. Jadi satu hari ibu dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam I siang
dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu Suster Anggun, dan tambah dengan pasien
yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara
bertahap. Bagaimana ibu, setuju kan?"
"Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan pengalaman ibu. Pada jam
yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.

C. GSP. Halusinasi

1. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Klien Halusinasi


Halusinasi merupakan perubahan sensori persepsi dimana klien merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman.
Jenis dan tanda gejala halusinasi, yaitu:
1. Halusinasi dengar atau suara: bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa
sebab, menutup telinga atau mengarahkan telinga ke arah tertentu.
2. Halusinasi penglihatan: menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas, melihat bayangan.

18
3. Halusinasi pengecapan: sering meludah, muntah, merasa seperti darah, urin
atau feses.
4. Halusinasi perabaan: menggaruk-garuk permukaan kulit, mengatakan ada
serangga dipermukaan kulit, merasa seperti disengat listrik.
Strategi pelaksanaan komunikasi klien halusinasi, yaitu:
Sesi 1 yakni, membantu klien mengenal halusinasinya, mengajarkan klien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, membuat jadwal kegiatan harian.
Sesi 2 yakni, mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan klien cara
minum obat (prinsip 6 benar obat), menganjurkan klien latihan dan memasukkan
latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.

Sesi 3 yakni, mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien cara


bercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian
Sesi 4 yakni, mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien melakukan
rutinitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian.
Stategi komunikasi terapeutik dan pelaksanaan (Fitria, 2012)
Orientasi
Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Assalamu’alaikum. Boleh saya kenalan dengan bapak? Nama saya
..., boleh panggil saya .., saya sebagai mahasiswa keperawatan .., saya sedang
praktik di sini dari pukul 08.00 WITA sampai dengan pukul 13.00 WITA siang.
Kalau boleh saya tahu nama bapak siapa dan senang dipanggil dengan apa?”
Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak/”
Kontrak
Topik: “apakah bapak tidak keberatan untuk mengobrol dengan saya? Menurut
bapak sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara

19
dan sesuatu yang selama ini bapak dengan dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
Waktu: “Berapa lama kira-kira bisa ngobrol? Bapak maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa pak?”
Tempat: “Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau di
mana?”
Tahap Kerja
“Apakah bapak mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar? Atau hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering bapak mendengar suara tersebut?”
“Berapa kali sehari bapak mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara tersebut?”
“Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara mencegah suara-suara itu agar tidak munul?”
“Pak ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“Pertama, dengan cara mengahardik suara tersebut?”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain?”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”
“Keempat, minum obat secara teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”
“Caranya sepertinya ini: Saat suara itu muncul, langsung bapak bilang, pergi saya
tidak mau dengar.. saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang samapi suara itu tidak terdengar lagi. Coba bapak peragakan! Nah begitu,
bagus! Coba lagi! Ya, bagus pak sudah bisa.”
Terminasi
Evaluasi Subjektif
“Bagaimana perasaan bapak dengan obrolan kita tadi? Bapak merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”

20
Evaluasi Objektif
“Setelah kita mengobrol tadi, sekarang coba bapak simpulkan pembicaraan kita
tadi?”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara itu agar tidak muncul lagi?’
Rencana Tindak Lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silahkan bapak coba cara
tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
Kontrak Yang Akan Datang
Topik: “Pak, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan suara-suara itu muncul?”
Waktu: “Kira-kira waktunya kapan? Bagimana kalau besok jam 09.30 WITA,
bisa?”
Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok di mana ya, apa
masih di sini atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok.
Wassalamu’alaikum.”

2. STRATEGI PELAKSANAAN

Pasien Keluarga
SP I P SP I K
1. Mendiskusikan jenis halusinasi 1. Identifikasi permasalahan yang
pasien. dialami keluarga saat merawat
2. Mendiskusikan isi halusinasi pasien halusinasi.
pasien. 2. Jelaskan hal terkait halusinasi
3. Mendiskusikan waktu halusinasi (definisi, sebab, simtomps dan
pasien. akibat yang ditimbulkan serta
jenis).
4. Mendiskusikan frekuensi
halusinasi pasien. 3. Jelaskan bagaimana merawat
pasien halusinasi.
5. Mendiskusikan respons pasien
terhadap halusinasi.
6. Melatih pasien mengotrol SP II K
halusinasi: menghardik halusinasi. Latih keluarga praktik merawat

21
7. Memotivasi pasien memasukkan pasien.
cara mengontrol dengan
menghardik pada jadwal harian.
SP III K
Latih secara langsung keluarga
SP II P mempraktikkan cara merawat pasien.
1. Mengevaluasi kemampuan pasien
dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik. SP IV K
2. Melatih pasien mengendalikan 1. Fasilitasi keluarga menyusun
halusinasi dengan cara bercakap- jadwal kegiatan di rumah untuk
cakap dengan orang lain. klien dan obat (discharge
planning).
3. Menganjurkan pasien
memasukkan dalam jadwal 2. Jelaskan tindak lanjut setelah
kegiatan harian. pasien pulang.

SP III P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien
mengontrol halusinasi yaitu
dengan cara menghardik dan
mengobrol.
2. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan memotivasi pasien
memasukkan jadwal harian.

SP IV P
1. Mengevaluasi kemampuan pasien
mengontrol halusinasi yaitu
dengan cara menghardik dan
mengobrol serta kegiatan teratur.
2. Memberikan penkes tentang
minum obat secara teratur.
3. Memotivasi pasien memasukkan
dalam jadwal harian.

D. Risiko Perilaku Kekerasan

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan pada Klien Risiko Perilaku

22
Kekerasan.
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai diri atau orang lain baik secara fisik maupun psikologis.
Tanda dan gejala perilaku kekerasan:
1. Muka merah dan tegang, pandangan tajam
2. Mengatupkan rahang dengan kuat
3. Mengepalkan tangan
4. Mondar-mandir
5. Bicara kasar
6. Suara tinggi
7. Mengancam secara verbal atau fisik
8. Melempar atau memukul benda atau orang lain
9. Merusak barang
10. Tidak mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan

Strategi pelaksanaan komunikasi pada klien resiko perilaku kekerasan:

1. Sesi I:

a. Membina hubungan saling percaya

b. Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

c. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

f. Mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon kemarahan

g. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 dan 2 (teknik nafas dalam
dan pukul bantal)
2. Sesi II:

a. Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul bantal

b. Latih cara mengontrol marah dengan minum obat teratur

c. Menyusun jadwal kegiatan harian

23
3. Sesi III:

a. Evaluasi jadwal kegiatan harian (fisik 1 dan 2 serta cara obat)

b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik,


meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)
c. Menyusun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
4. Sesi IV:

a. Evaluasi dan diskusikan hasil latihan sesi 1, 2, dan 3

b. Latih mengontrol PK dengan cara spiritual

c. Buat jadwal latihan spiritual yang telah dilatih.

STRATEGI PELAKSANAAN

Pasien Keluarga
SP I P SP I K
1. Jelaskan sebab terjadi PK. 4. Identifikasi permasalahan yang
2. Kenalkan simptom PK. dialami keluarga saat merawat.
3. Identifikasi jenis PK. 5. Jelaskan hal terkait PK (definisi,
sebab, simtomps dan akibat yang
4. Diskusikan akibat ketika PK. ditimbulkan).
5. Ajarkan cara mengontrol PK. 6. Jelaskan bagaimana merawat
6. Latih mengontrol PK cara fisik pasien PK.
pertama: tarik nafas dalam.
7. Susun jadwal harian. SP II K
Latih keluarga praktik merawat
SP II P pasien.
1. Evaluasi kemampuan pasien latih
cara fisik II (pukul bantal atau SP III K
kasur).
Latih secara langsung keluarga
2. Buat jadwal kegiatan harian. mempraktikkan cara merawat pasien.

SP III P SP IV K
1. Evaluasi kemampuan pasien. 1. Fasilitasi keluarga menyusun
2. Latih cara verbal. jadwal kegiatan di rumah untuk
klien dan obat (discharge
3. Tulis jadwal kegiatan harian.
planning).

24
SP IV P 2. Jelaskan tindak lanjut setelah
1. Evaluasi kemampuan pasien. pasien pulang.
2. Latih cara spiritual.
3. Buat jadwal kegiatan harian.

SP V P
1. Evaluasi kemampuan pasien.
2. Anjurkan pasien patuhi jadwal
minum obat.
3. Tulis pengobatan pada jadwal
pasien.

Sesi 3 yakni, mengevaluasi jadwal kegiatan


harian, mengajarkan klien cara
bercakap-cakap untuk mengontrol
halusinasi, menganjurkan klien latihan
dan membuat jadwal kegiatan harian
Sesi 4 yakni, mengevaluasi jadwal kegiatan
harian, mengajarkan klien melakukan
rutinitas terjadwal untuk mengontrol
halusinasi, menganjurkan klien latihan
dan membuat jadwal kegiatan harian.
Stategi komunikasi terapeutik dan
pelaksanaan (Fitria, 2012)
Orientasi
Salam Terapeutik
“Selamat Pagi, Assalamu’alaikum. Boleh
saya kenalan dengan bapak? Nama
saya ..., boleh panggil saya .., saya
sebagai mahasiswa keperawatan .., saya
sedang praktik di sini dari pukul 08.00

25
WITA sampai dengan pukul 13.00
WITA siang. Kalau boleh saya tahu
nama bapak siapa dan senang dipanggil
dengan apa?”
Evaluasi/validasi
“ Bagaimana perasaan bapak hari ini?
Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak/”
Kontrak
Topik: “apakah bapak tidak keberatan untuk
mengobrol dengan saya? Menurut bapak
sebaiknya kita ngobrol apa ya?
Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suara dan sesuatu yang selama ini bapak
dengan dan lihat tetapi tidak tampak
wujudnya?”
Waktu: “Berapa lama kira-kira bisa ngobrol?
Bapak maunya berapa menit?
Bagaimana kalau 10 menit? Bisa pak?”
Tempat: “Di mana kita duduk? Di teras? Di
kursi panjang itu? Atau mau di mana?”
Tahap Kerja
“Apakah bapak mendengar suara tanpa ada
wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah terus-menerus terdengar? Atau
hanya sewaktu-waktu saja?”
“Kapan paling sering bapak mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari bapak mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu

26
sendiri?”
“Apa yang bapak rasakan pada saat
mendengar suara tersebut?”
“Apa yang bapak lakukan saat mendengar
suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara tersebut
hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar cara
mencegah suara-suara itu agar tidak
munul?”
“Pak ada empat cara untuk mencegah suara-
suara itu muncul?”
“Pertama, dengan cara mengahardik suara
tersebut?”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain?”
“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah
terjadwal.”
“Keempat, minum obat secara teratur.”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu,
yaitu dengan menghardik.”
“Caranya sepertinya ini: Saat suara itu
muncul, langsung bapak bilang, pergi
saya tidak mau dengar.. saya tidak mau
dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang samapi suara itu tidak
terdengar lagi. Coba bapak peragakan!
Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya, bagus
pak sudah bisa.”
Terminasi
Evaluasi Subjektif

27
“Bagaimana perasaan bapak dengan obrolan
kita tadi? Bapak merasa senang tidak
dengan latihan tadi?”
Evaluasi Objektif
“Setelah kita mengobrol tadi, sekarang coba
bapak simpulkan pembicaraan kita
tadi?”
“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara
itu agar tidak muncul lagi?’
Rencana Tindak Lanjut
“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul
lagi, silahkan bapak coba cara tersebut!
Bagaimana kalau kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja
latihannya?”
Kontrak Yang Akan Datang
Topik: “Pak, bagaimana kalau besok kita
ngobrol lagi tentang caranya berbicara
dengan orang lain saat bayangan dan
suara-suara itu muncul?”
Waktu: “Kira-kira waktunya kapan?
Bagimana kalau besok jam 09.30 WITA,
bisa?”
Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat
kita ngobrol besok di mana ya, apa
masih di sini atau cari tempat yang
nyaman? Sampai jumpa besok.
Wassalamu’alaikum.”

STRATEGI PELAKSANAAN

28
Pasien Keluarga
SP I P SP I K
8. Mendiskusikan jenis halusinasi 7. Identifikasi permasalahan yang
pasien. dialami keluarga saat merawat
9. Mendiskusikan isi halusinasi pasien halusinasi.
pasien. 8. Jelaskan hal terkait halusinasi
10. Mendiskusikan waktu (definisi, sebab, simtomps dan
halusinasi pasien. akibat yang ditimbulkan serta
jenis).
11. Mendiskusikan frekuensi
halusinasi pasien. 9. Jelaskan bagaimana merawat
pasien halusinasi.
12. Mendiskusikan respons pasien
terhadap halusinasi.
13. Melatih pasien mengotrol SP II K
halusinasi: menghardik halusinasi.
Latih keluarga praktik merawat
14. Memotivasi pasien pasien.
memasukkan cara mengontrol
dengan menghardik pada jadwal SP III K
harian.
Latih secara langsung keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien.
SP II P
4. Mengevaluasi kemampuan pasien SP IV K
dalam mengontrol halusinasi
dengan menghardik. 3. Fasilitasi keluarga menyusun
jadwal kegiatan di rumah untuk
5. Melatih pasien mengendalikan klien dan obat (discharge
halusinasi dengan cara bercakap- planning).
cakap dengan orang lain.
4. Jelaskan tindak lanjut setelah
6. Menganjurkan pasien memasukkan pasien pulang.
dalam jadwal kegiatan harian.

SP III P
3. Mengevaluasi kemampuan pasien
mengontrol halusinasi yaitu dengan
cara menghardik dan mengobrol.
4. Melatih pasien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan memotivasi pasien
memasukkan jadwal harian.

SP IV P

29
4. Mengevaluasi kemampuan pasien
mengontrol halusinasi yaitu dengan
cara menghardik dan mengobrol
serta kegiatan teratur.
5. Memberikan penkes tentang
minum obat secara teratur.
6. Memotivasi pasien memasukkan
dalam jadwal harian.

E.PK (perilaku kekerasan)

Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan


dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan merusak lingkungan.
Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Keliat,dkk, 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati,
2010).

Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku


kekerasan: (Yosep, 2011) :
a. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau pandangan tajam, tangan
mengepal, postur tubuh kaku, jalan mondar mandir.
b. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak atau berteriak, mengancam
secara fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor.
c. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain, menyerang orang
lain atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan, amuk atau agresif.
d. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, menyalahkan dan menuntut.

30
e. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.
f. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri, mengkritik pendapat orang
lain, menyinggung perasan orang lain, tidak peduli dan kasar.
g. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran

1. Tujuan tindakan keperawatan :

Tujuan umum:
Klien dapat mengontrol perilakunya dapat mengungkapkan kemarahannya secara
asertif.
Tujuan khusus:
 Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku
kekerasan.
 Klien dapat mengidentifikasi cara yang konstruktif dalan berespons
terhadap kemarahan.
 Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol.
 
 

2. Komunikasi pada pasien pk

SP 1 Pasien
Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah , tanda
dan gejala yang dirasakan , perilaku kekerasan yang dilakukan , akibatnya serta
cara mengontrol secara fisik.

Orientasi

Perawat : selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Kristiani Tauho, bapak bisa
memanggil saya Erni. Saya sadalah mahasiswa praktik dirumah sakit ini, jadi jika
bapak memerlukan bantuan, saya siap membantu… nama bapak siapa, Senang
nya dipanggil apa?

31
Pasien : Pak Hadi
Perawat : Iya Pak Hadi, Bagaimana perasaan Bapak saat ini?
Pasien : (Diam)
Perawat : Baiklah sekarang kita akan akan berbincang-bincang tentang perasaan
marah Bapak. Berapa lama Bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10
menit?
Pasien : Jangan lama-lama bosan saya disini.
Perawat : Baik Pak, Bapak ingin kita berbincang-bincang diamana? Bagaimana
kalau disini saja?
Pasien : Iya.

Kerja

Perawat : Apa yang menyebabkan Bapak marah?


Pasien : Merekan itu tidak pernah menghargai perasaan orang. Saya tahu, saya
haya penjual ikan dan tidak pernah tamat SD, tapi saya juga manusia. Bahkan
saya tidak bisa bersekolah karna uang orangtua kami dipakai buat sekolahnya
meraka. Harusnya mereka berterimakasih , saya sudah mau berkorban untuk
mereka, mereka malah menganggap saya beban dalam keluarga, selalu menatap
saya dengan tatapan sinis, seplah-olah saya memang sudah tidak bisa apa-apa lagi.
Yang jelas saya merasa tidak dihargailah. Betul-betul kurang ajar mereka.
Perawat : Mereka itu Kakaknya Bapak ya?
Pasien : Dan istrinya, sama saja tidak ada bedanya.
Perawat : Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Apakah penyebabnya sama
dengan sekarang?
Pasien : Iya, tapi biasanya hanya minum miras.
Perawat : oh.. Jadi Bapak marah karena tidak pernaj dihargai dalam keluarga.
Pada saat Bapak marah, apa yang Bapak rasakan? Apakah Bapak merasakan kesal
kemudian dada Bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup rapat, dan
tangan mengepal?
Pasien : Ya iya, namanya juga marah.
Perawat : Setelah itu apa yang Bapak lakukan.

32
Pasien : Kaca jendela rumah saya pecahkan semua.
Perawat : oh.. iya jadi Bapak memecahkan seluruh kaca jendela, apakah dengan
cara ini mereka akan lebih menghargai Bapak?
Pasien : Tidak, tapi rasanya puas.
Perawat : Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang Bapak lakukan?
Pasien : Meraka ketakutan. Mereka pikir saya akan membunuh mereka semua.
Perawat : Betul, keluarga jadi takut kepada Bapak, kaca-kaca pecah, harus
mengeluarkan uang untuk membeli kaca baru lagi. Menurut Bapak adakah cara
lain yang lebih baik? Maukah Bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan
denganbaik tanpa menimbulkan kerugian?
Pasien : Bagaimana?
Pearawat : Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak. Bagaimana kalau
kita belajar satu cara dulu?
Pasien : Iya.
Perawat : Begini Pak, kalu tanda-tanda tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar , lau keluarkan/tiup perlahan-
lahan melalui mulut seperti menegeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik napas
dari hidung, bagus.. tahan, dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5kali. Bagus
sekali, Bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana petasaannya?
Pasien : Agak lebih tenang.
Perawat : Nah, sebaiknya latihan ini Bapak lakukan secara rutin, sehingga bila
sewaktu-waktu rasa marah itu muncul Bapak sudah terbiasa melakukannya.

Terminasi

Perawat : Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang


kemarahan bapak?
Pasien : Lumayan lebih tenang.
Perawat : Iya, jadi penyebab dari kemarahan Bapak adalah karena tidak dihargai,
dan yang Bapak rasakan adalaha kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal. Yang Bapak lakukan
adalah memecahkan kaca jendela dan mereka semua ketakutan, semua kaca juga

33
pecah.
Perawat : Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Bapak
yang lalu, apa yang Bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan
lupa latihan napas dalamnya ya Pak? Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Pak,
berapa kali sehari Bapak mau latihan napas dalam?
Pasien : 3 kali.
Perawat : Jam berapa saja Pak?
Paisen : Jam 12, jam 4 dan jam 8 malam.
Perawat : Baik Pak, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara
yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya Pak.
Selamat pagi.

F.DPD (Defisit Perawatan Diri)

Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas


perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).

Tanda dan Gejala

Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
1. Fisik
a. Badan bau, pakaian kotor.
b. Rambut dan kulit kotor.
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas, tidak ada inisiatif.
b. Menarik diri, isolasi diri.
c. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
a. Interaksi kurang.

34
b. Kegiatan kurang .
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan
mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1. Data subyektif
a. Pasien merasa lemah
b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2. Data obyektif
a. Rambut kotor, acak – acakan
b. Badan dan pakaian kotor dan bau
c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt

1. Tujuan dan tindakan 

1)  Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri.


2)  Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik.
3)  Pasien mampu melakukan makan dengan baik.
4)  Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri.

2. Komunikasi teraupeteik paien DPD

SP1 PASIEN
Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih
pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri.

35
Orientasi

“Selamat pagi, kenalkan saya suster R”


”Namanya siapa, senang dipanggil siapa?”
”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya
yang akan merawat T?”
“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”
” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”
” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

Kerja

“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T
apa kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut
T apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang
yang tidak  merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau,
apa lagi...? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut
T  yang bisa muncul ?” Betul ada kudis, kutu...dsb.
“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan
berdandan?”
(Contoh untuk pasien laki-laki)
“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa
gunanya cukuran? Apa alat-alat  yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x
perminggu, dan ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.
“Berapa kali T makan sehari?
”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah
makan.”
“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita
kencing dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa
membersihkan pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang

36
perlu kita persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk,
sikat gigi, shampo dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T
melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil
shampoo gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus
sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu
siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat
mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan sampai
belakang. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh
tubuh T sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. T bagus sekali
melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir rambutnya dengan baik.”

Terminasi

“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba T sebutkan


lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.
”Bagaimana perasaan Tina setelah kita
mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri tadi ? Sekarang coba Tina
ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”
”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan
beri tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh,
B ( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukan?
Baik besok lagi kita latihan berdandan. Oke?” Pagi-pagi sehabis makan.

G. Komunikasi teraupetik pada pasienWAHAM

1. Jenis-Jenis Waham

adapun jenis-jenis waham menurut Marasmis, stuart and sundeen dan Keliat
waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu:

37
a. Waham agama : keyakinan klien terhjadap suatu agama secara berlebihan
diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham kebesaran : klien yakin secara berlebihan bahwa ia memiliki
kebesaran atau kekuatan khusus diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
c. Waham somatic : klien meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
teganggu dan terserang penyakit, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
d. Waham curiga : kecurigaan yang berlebihan dan tidak rasional dimana klien
yakin bahwa ada seseorang atau kelompok orang yang berusaha merugikan
atau mencurigai dirinya, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
e. Waham nihilistic : klien yakin bahwa dirinya sudah ridak ada di dunia atau
sudah meninggal, diucapkan beulang kali tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.
f. Waham bizar
1. Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang dsisipkan di dalam
pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan

2. Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan
walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut, diucapkan beulang kali
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh kekuatan dari luar.

2. Fase-Fase Waham

a. Lack of Selfesteen
- Tidak ada pengakuan lingkungan dan meningkatnya kesenjangan antara
kenyataan dan harapan. Ex : perceraian->berumah tangga tidak diterima oleh
lingkungannya.
b. Control Internal Eksternal

38
- Mencoba berfikir rasional, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Ex : seseorang yang mencoba menutupi kekurangan
c. Environment support
- kerusakan control dan tidak berfungsi normal ditandai dengan tidak merasa
bersalah saat berbohong. Ex : seseorang yang mengaku dirinya adalah guru tari

3. Proses terjadinya waham

Waham adalah anggapan tentang orang yang hypersensitif, dan mekanisme ego
spesifik, reaksi formasi dan penyangkalan. Klien dengan waham, menggunakan
mekanisme pertahanan reaksi formasi, penyangkalan dan proyeksi. Pada reaksi
formasi, digunakan sebagai pertahanan melawan agresi, kebutuhan,
ketergantungan dan perasaan cinta. Kebutuhan akan ketergantungan
ditransformasikan menjadi kemandirian yang kokoh. Penyangkalan, digunakan
untuk menghindari kesadaran akan kenyataan yang menyakitkan. Proyeksi
digunakan untuk melindungi diri dari mengenal impuls yang tidak dapat diterima
didalam dirinya sendiri. Hypersensitifitas dan perasaan inferioritas, telah
dihipotesiskan menyebabkan reaksi formasi dan proyeksi, waham kebesaran dan
superioritas. Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia
yang menggunakan fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka
yang terluka.

39
Komunikasi pada pasien waham

SP 1 : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kebutuhan


Pasien yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan

Fase 1 ORIENTASI
Perawat : “Assalamu’alaikum,”
Pasien : “Wa’alaikum Salam”.
Perawat : Perkenalkan nama saya’ani’, saya perawat yang dinas pagi ini di
ruang Melati, saya dinas dari pukul 07 – 14.00 nanti, saya yang
akan merawat abang hari ini, “Nama abang siapa”.
Pasien : Abang “W”.
Perawat : Senangnya di panggil apa?
Pasien : Terserah suster saja.
Perawat : Bisa kita berbincang – bincang tentang apa yang abang “W”
rasakan sekarang?
Pasien : Boleh, kenapa dengan saya, saya tidak sakit karena setiap malam
Malaikat selalu turun menjaga saya tidur, saya kan seorang Nabi
jadi kalian semua harus mengikuti perintah saya.
Perawatn : Berapa lama bang ‘W” mau kita berbincang – bincang,
bagaimana kalau 15 menit?
Pasien : Ya, tapi jangan lewat dari 15 menit.
Perawat : Dimana enaknya kita berbincang – bincang bang?
Pasien : Bagaimana kalau di taman tempat saya biasa duduk.

Fase 2 KERJA

Perawata : Saya mengerti bang “W” merasa bahwa bang “W” adalah Nabi
tapi sulit bagi saya untuk mempercayainya karena setahu saya
semua Nabi sudah tidak ada lagi.

40
Pasien : Siapa bilang”buktinya saya masih ada”.
Perawat : Bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi terputus bang,
tampaknya bang “W” gelisah sekali, bisa abang ceritakan apa
Pasien : yang bang “W” rasakan?
Saya sudah tidak tahan lagi hidup dirumah ini. Saya takut nanti
Perawat : mereka semua terlalu mengatur – atur saya.
O….Jadi bang “W” merasa takut nanti di atur – atur oleh orang
lain dan tidak punya hak untuk mengatur diri abang sendiri, siapa
Pasien : menurut bang “W” yang sring mengatur – atur diri abang.
Perawat : Ibu, adik dan kakak saya, mereka lah yang sering mengatur saya.
Tadi ibu yang terlalu mengatur-aturnya bang, juga kakak dan
Pasien : adik abang yang lain.
Perawat : “Ya”.
Pasien : Kalau abang sendiri inginnya seperti apa?
Saya ingin punya kegiatan di luar rumah, supaya saya bisa
Perawat : keluar, karena saya merasa bosan kalau di rumah terus.
O…Bagus abang sudah ounya rencana dan jadwal untuk diri
Pasien : sendiri.
Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut bang?
Perawat : Misalnya, setiap 3 hari sekali saya mau memancing dan
selebihnya saya juga ingin kerja Bantu cari nafkah keluarga.
Pasien : Wah…. bagus sekali, jadi setiap harinya abang ingin ada
kegiatan di luar rumah, karena bosan kalau di rumah terus, ya.
Ya, Suster.
Perawat : Fase 3 TERMINASi
Bagaimana perasaan bang “W” setelah berbincang – bincang
Pasien : dengan
saya.
Perawat : Saya merasa lebih tenang karena semua keinginan saya sudah
Pasien : saya bilang semuanya sama suster.
Apa saja tadi yang telah kita bicarakan.

41
Perawat : Tentang keluarga saya yang terlalu mengatur – atur saya, dan
Pasien : masalah kegiatan saya di luar rumah.
Perawat : Bagus, bagaimana kalau jadwal ini abang coba lakukan, setujua
bang.
Pasien : Baiklah, saya akan tunggu suster, tapi apa yang mau suster
Perawat : bicarakan?
Kita bercakap – cakap tentang kemampuan yang pernah abang
miliki, mau dimana kita bercakap – cakap, bagaimana kalau
disini lagi.
Baiklah saya setuju.
Terima kasih ya bang.
Saya permisi…

H. RBD(resiko bunuh diri)

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menncederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena
merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri
disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal
dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah.Beberapa alas an individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan untuk
beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaaan terisolasi, dapat
terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan
yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupkan hukuman
pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan (Stuart,)

1. Proses Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan

Orientasi
1. Salam Terapeutik : “Selamat pagi Pak , nama saya perawat cristia

42
apriliani, Bapak / Ibu boleh memanggil saya cristia (sambil mengulurkan tangan
untuk berjabat tangan) saya mahasiswa dari Stikes Banten , nama Bapak / Ibu
siapa, dan Bapak / Ibu ingin dipanggil dengan sebutan apa?
2. Evaluasi/validasi : Bagaimana perasaan Bapak / Ibu pagi ini?
3. Kontrak :
Topik : “ Bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang tentang kondisi
bapak/ibu selama prawatan disini
Waktu : “Mau berapa lama kita bercakap-cakap saat ini? Bagaimana bila 15
menit?”
Tempat : “Bapak / Ibu mau dimana kita bercakap – cakap? Bagaimana bila
diruang tamu?”
Tujuan Interaksi : “Bapak/Ibu tujuan kita berbincang-bincang agar saling
mengenal”
Kerja
 (langkah-langkah tindakan keperawatan)
1. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah peristiwa ini terjadi ?
2. Apakah dengan adanya masalah ini, Bapak/Ibu merasa paling menderita
didunia ini ?
3. Apakah Bapak/Ibu merasa kehilangan percaya diri ?
4. Apa yang menyebabkan Bapak/Ibu memiliki perasaan ingin mengakhiri
kehidupan Bapak/Ibu?
5. Saya akan membantu bapak/ibu agar keinginan untuk bunuh diri hilang?
6. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika keinginan bunuh diri tersebut muncul?
7. Apakah Bapak/Ibu merasa sulit untuk berkonsentrasi ? Apakah Bapak/Ibu
berniat untuk mencederai diri ?, saya akan memeriksa seluruh isi kamar
Bapak/Ibu yah, untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan diri Bapak/Ibu.
8. Cara mencegah keinginan bunuh diri
a. Tidak boleh sendirian didalam kamar atau ruangan.
b. Segera meminta bantuan kepada perawat diruangan apabila keinginan
untuk bunuh diri muncul.

43
c. Cara lain yang bisa digunakan adalah mengalihkan perhatian atau pikiran
bapak dengan cara mencari teman untuk diajak bercakap-cakap.
d.  Tarik napas dalam

Terminasi
1. Evaluasi respons klien berharap tindakkan keperawatan
Evaluasi klien (Subjektif) :
“bagiamana Bapak/Ibu setelah kenal dengan saya ? “

Evaluasi perawat (objektif dan reinforcement):


“coba Bapak/Ibu mengulangi cara mengendalikan perasaan ingin bunuh diri?”

2. Rencana tindak lanjut (apa yang perlu dilatih oleh klien sesuai hasil
tindakan yang telah dilakukan ) :
“baik Bapak/Ibu, tadi kita sudah berdiskusi tentang cara mengendalikan perasaan
ingin bunuh diri. Tugas untuk Bapak/Ibu yaitu berlatih cara mengendalikan
perasaan bunuh diri, nanti pada pertemuan selanjutnya saya akan melihat jadwal
kegiatan latihan Bapak/Ibu ya ?, mari kita masukan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya ya Bapak/Ibu”.

3. Kontrak Topik yang akan datang :


Topik:”Baiklah kita sudah bercakap-cakap selama 15 menit, bagaimana kalau
nanti kita bercakap-cakap tentang cara mengatasi rasa bersalah dan rendah diri
yang bapak alami?”
Waktu:”Di mana tempatnya nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di taman
ini?
Tempat:”Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12 siang nanti, setelah bapak
bertemu dengan teman-teman?

44
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang sering digunakan dalam


dunia keperawatan. Dimana dalam hal ini seorang perawat mampu melakukan
komunikasi secara mendalam kepada pasien pada saat melakukan intervensi
keperawatan. Serta dapat memberikan khasiat terapi bagi proses penyembuhan
pasien.
Meskipun pasien dengan gangguan jiwa memiliki tingkat pemahaman dan kontrol
emosi yang rendah, namun dengan menggunkan pola komunikasi terapeutik yang
tepat kepada setiap pasien berdasarkan teknik-teknik komunikasi terapeuti yang
tepat pula, maka tujuan pun tercapai. Penggunaan hwakomunikasi terapeutik
inilah yang memang tepat untuk digunakan karena didalamnya berisi prinsip, fase
dan teknik komuniasi yang memang dapat membantu mencapai kebutuhan pasien
yaitu kesembuhan. Oleh karena itu seorang perawat harus meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan aplikatif komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan
kepuasan pasien terpenuhi

Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, kami sebagai penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
tentang pembahasan makalah diatas.

45
DAFTAR PUSTAKA

Ikaori sagaara. (2011) “Harga Diri Rendah Pada Pasien Amputasi”.


https://id.scribd.com/doc/61677500/Roleplay-Jiwa-Harga-Diri-Rendah-Pada-
Pasien-Amputasi, 20 Oktober 2021 Pukul 16.43.
Anonim. (2013) “SP Dialog Dengan Pasien Isolasi
Sosial”https://pdfcoffee.com/sp-dialog-dengan-pasien-isolasi-sosial-pdf-
free.html. 20 Oktober 2021 Pukul 17.50.
Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi terapeutik dalam keperawatan jiwa.
Yogyakarta:
Gosyen Publishing
Sarfika, dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 Komunikasi Terapeutik
Dalam Keperawatan. Andalas University Press: Padang
Oktiviani, Dwi. 2020. Asuhan Keperawatan Jiwa pada Tn.K dengan masalah
Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Ruang Rokan Rumah
Sakit Jiwa Tampan. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau
Fakultas Ilmu Keperawatan. 2018. Skill of Laboratory: KEPERAWATAN JIWA 1.
UNISSULA
http://repository.unusa.ac.id/6032/-diakses pada tanggal 19 okober 2021 pada
pukul 20:30 wita
https://id.scribd.com/doc/297574490/Contoh-Design-Percakapan-Dengan-Klien-
Perilaku-Kekerasan-diakses pada tanggal 19 oktober 2021 pada pukul 21:00 wita
http://repository.uki.ac.id/2704/1/BukuPedomanPraktikKlinikKepjiwa.pdf -
diakses pada tanggal 19 oktober 2021 pada pukul 22:00 wita

Dwi Andini . Komunikasi Terapeutik. Dapat


diakses di
http://creasoft.wordpress.com/2013/04/15/komunikasi-terapeutik/ di buka pada
tanggal 08 Desember 2013.
Ghana Syakira. Unsur dan Prinsip

46
Komunikasi Terapeutik. Dapat diakses
di
http://syakira-blog.blogspot.com/2013/01/unsur-dan-prinsip-komunikasi-
terapeutik.html di buka pada tanggal 08 Desember 2013.
Dalami,Ermawati. Buku Saku Komunikasi
Keperawatan. Jakarta : Trans Info Media
dhanwaode.wordpress.com/2013/10/09/
komunikasi-dalam-proses-pembangunan-
dalam-proses-keperawatan/
http://riff46.wordpress.com/2011/05/21/integrasi-konsep-komunikasi-dan-etika
dalam-pemberian-obat/
http://www.scribd.com/doc/94295114/
Makalah-Komunikasi-Dalam-Keperawatan
http://www.scribd.com/doc/138339534/Makalah-waham
MATERI RBD Bisa di akses disini
xdocs.tips/doc/laporan-pendahuluan-resiko-bunuh-diri-zo25ry47ppom
Damayanti. (2008). Komunikasi terapeutik dalam praktek keperawatan. Bandung:
Refika Aditama.diakses pada tanggal 20 oktobet 2021 pukul 15:00 wita
https://www.academia.edu/10118139/Komunikasi_terapeutik diakses pada
tanggal 20 oktober 2021 pukul 16:00 wita

47

Anda mungkin juga menyukai