Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses fotosintesis pada tumbuhan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makanan agar tetap
dapat bertahan hidup. Prosesnya dilakukan dengan bantuan cahaya matahari untuk mengubah air
dan karbon dioksida menjadi glukosa, air, dan oksigen. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh bagian
yang mempunyai pigmen fotosintesis sehingga dapat mengubah energi cahaya menjadi energi
kimia. Bagian tumbuhan yang memiliki kemampaun tersebut yaitu daun karena memiliki jaringan
fotosintesis yang disebut jaringan mesofil. Jaringan mesofil merupakan jaringan yang tesusun dari
sel-sel parenkim atau jaringan dasar dan berfungsi sebagai pengisi antara jaringan lain. Jaringan ini
sangat penting dalam proses fotosintesis karena memiliki banyak klorofil. Klorofil pada daun
berwarna hijau, warna ini digunakan untuk menyerap cahaya matahari yang berguna sebagai energi
untuk memasak makanannya. Jaringan mesofil daun dibagi menjadi dua yakni jaringan palisade
atau jaringan tiang dan jaringan bunga karang (Koryati dkk., 2021).
Daun pada tumbuhan menurut Koryati dkk. (2021) memiliki kemampuan yang yang berbeda
dalam menyerap berbagai spektrum cahaya. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan jenis
pigmen yang terkandung dalam jaringan daun misalnya pada jaringan bunga karang dan jaringan
palisade. Pigmen ini berperan penting dalam proses penyerapan energi matahari. Panjang
gelombang yang dapat dimanfaatkan untuk proses fotosintesis yaitu berada dikisaran cahaya
tampak (380-700 nm). Cahaya tampak terbagi atas cahaya warna merah (610-700 nm), cahaya hijau
kuning (510-600 nm), cahaya biru ( 410-500 nm), dan cahaya violet (<400 nm). Masing-masing
jenis cahaya tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap fotosisntesis. Tahapan fotosintesis
pada tumbuhan menurut Advinda (2018) terbagi menjadi dua tahap yaitu reaksi terang dan reaksi
gelap. Reaksi terang merupakan reaksi yang bergantung pada keberadaan cahaya. Molekul yang
dibuat pada reaksi ini akan berfungsi sebagai penyimpanan energi NADPH dan ATP. Reaksi gelap
atau reaksi reduksi karbon merupakan reaksi yang digunakan untuk mereduksi karbon dioksida
(CO2) dari udara untuk membentuk glukosa (C 6H12O6). Reaksi gelap tidak ada hubungannya dengan
cahaya matahari langsung.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa fotosintesis merupakan proses transformasi
energi yang dilakukan oleh tumbuhan untuk mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Hasil
dari proses tersebut digunakan untuk bahan bakar dalam aktivitas oraganisme. Hasil perubahan
disimpan di dalam karbohidrat seperti gula yang dihasilkan dari sintesis CO 2 dan H2O. Selain itu,
proses fotosintesis juga dapat menghasilkan O2 yang akan dilepaskan ke udara. Glukosa juga
merupakan hasil dari adanya reaksi dalam fotosintesis. Glukosa digunakan untuk membentuk
senyawa organik lain seperti selulosa dan digunakan sebagai bahan bakar. Organisme yang
melakukan proses fotosintesis disebut organisme fotoaoutotrop. Fotosintesis berperan dalam
memproduksi dan memelihara kandungan oksigen dari atmosfer bumi. Selain itu, juga menjadi
sumber energi untuk kehidupan di bumi serta sebagai pemasok senyawa-senyawa organik.
Karbohidrat sebagai produk hasil dari proses fotosintesis merupakan senyawa karbon yang
mengandung sejumlah besar gula hidroksil. Karbohidrat paling sederhana bisa berupa aldehid
disebut polihidroksialdehid atau ketosa dan berupa keton disebut polihidroksiketon atau ketosa
(Sulastri & Erlidawati, 2019; Wahyuni dkk., 2019).
Fotosintesis merupakan salah satu reaksi terpenting yang terjadi di Bumi. Proses fotosintesis
menyediakan hampir semua makanan dan energi. Dalam prosesnya tersebut, fotosintesis
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik meliputi
perbedaan antara spesies, pengaruh umur daun, dan pengaruh laju translokasi fotosintat. Sedangkan,
faktor lingkungan meliputi ketersediaan air, ketersediaan CO2, pengaruh cahaya, dan pengaruh
suhu. Laju fotosintesis akan maksimal ketika mendapatkan banyak cahaya. Hal tersebut
dikarenakan daun akan lebih berwarna hijau dibandingkan dengan intensitas cahaya yang rendah.
Semakin banyak karbon dioksida (CO2) di udara semakin banyak jumlah bahan yang dapat
digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis. Apabila kadar CO 2 sedikit maka proses
fotosintesis akan menurun. Kadar air yang kurang menyebabkan stomata tertutup yang dapat
menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga laju fotosintesis menurun. Laju fotosintesis jauh
lebih tinggi pada tumbuhan yang berkecambah dibandingkan dengan tumbuhan dewasa. Selain itu,
proses fotosintesis akan optimal apabila daun semakin banyak jumlahnya dan memiliki ukuran yang
besar (Setyanti, 2013; Hou dkk., 2017 ).
Laju fotosintesis dipengaruhi oleh salah satu faktor eksternal yaitu intensitas cahaya. Proses
fotosintesis hanya akan terjadi apabila ada cahaya dan pigmen hijau klorofil yang terletak pada
organel sitoplasma yaitu kloroplas. Laju fotosintesis umumnya meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu hingga mencapai batas toleransi enzim. Enzim-enzim yang bekerja dalam
proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimal. Suhu sebesar 40-50oC merupakan suhu
optimum tanaman untuk melakukan fotosintesis. Apabila intensitas cahaya matahari yang diterima
kurang, maka tanaman masih dapat melakukan fotosintesis karena suhunya masih dalam batas
optimum. Berbeda dengan suhu di bawah 40-50oC (suhu kamar), maka tanaman kurang maksimal
dalam melakukan fotosintesis. Tanaman akan layu atau bahkan mati apabila suhu melebihi batas
optimum atau di atas 40-50oC (Setyanti, 2013; Lupitasari dkk., 2020).
Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat banyak dan tergantung
dengan jenis analisis. Jenis tersebut dapat berupa analisis kualitatif maupun kuantitatif. Selain itu,
juga tergantung dengan tipe karbohidrat yang akan dianalisis. Metode pengukuran karbohidrat
tersebut terdiri dari metode kromatografi, metode kimia, metode gravimetrik, metode kolorimetri
seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat, dan metode enzimatis. Analisis karbohidrat secara kualitatif
dapat dilakukan dengan berbagai uji seperti uji Fehling, uji Moore, uji Hidrolisa, uji Iod, uji
Molisch, uji Barfoed, uji Benedict, dan uji Seliwanoff. Analisis karbohidrat secara kuantitatif dapat
dilakukan dengan metode spektrofotometri (Katoch, 2011; Fitri dkk., 2020). Uji kolorimetri
menurut Taufik dkk. (2019) merupakan metode perbandingan dengan menggunakan perbedaan
warna. Metode ini mengukur warna suatu zat sebagai perbandingan. Biasanya cahaya putih
digunakan sebagai sumber cahaya untuk membandingkan absorpsi cahaya relatif terhadap suatu zat.
Secara umum metode anthrone digunakan untuk mengetahui total karbohidrat dalam sampel.
Metode ini sering digunakan karena dalam pengerjaannya menggunakan spektrofotometer.
Keuntungan dari metode ini yaitu lebih mudah, prosesnya cepat, dan hasilnya akurat.
Prisip dari metode anthrone menurut Al-kayyis & Sasanti (2016) yakni gula pereduksi atau non
pereduksi akan bereaksi dengan asam sulfat. Reaksi tersebut akan membentuk furfural atau
turunannya. Selanjutnya, furfural akan bereaksi dengan anthrone membentuk kompleks berwarna
biru kehijauan. Intensitas warna yang didapatkan diukur pada panjang gelombang yang sudah
ditentukan menggunakan spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur
transmitan atau absorban suatu sampel sebagai panjang gelombang. Media akan menyerap cahaya
pada panjang gelombang tertentu tergantung pada senyawa atau warna yang terbentuk. Prinsip kerja
dari Spektrofotometer yaitu berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan.
Jumlah cahaya atau energi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam
larutan secara kuantitatif (Triyati, 2011; Gandhimathi dkk., 2012).
Pentingnya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proses fotosintesis. Jenis tumbuhan yang
digunakan yakni kedelai (Glycine max) yang ditumbuhkan di kondisi lingkungan yang berbeda.
Selain itu, didapatkan juga informasi mengenai berbagai jenis hasil yang didapatkan, fungsi proses
fotosintesis, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta metode yang digunakan untuk mengukur kadar
gula total. Hal ini dapat membantu peneliti untuk mengetahui bagaimana perbandingan kadar gula
pada jenis tanaman yang diletakkan pada lingkungan berbeda serta faktor yang terkait selama
proses. Penelitian ini juga berperan penting dalam permodelan fisiologis tumbuhan. Topik ini dapat
dijadikan sebagai kelimpahan informasi dalam fisiologi tumbuhan dan dapat dikembangkan lebih
lanjut.

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan
BAB II
METODE PRATIKUM

2.1. Waktu dan Tempat


Penelitian pengukuran kandungan gula sebagai hasil fotosintesis dilakukan pada Kamis, 01
April 2021 pukul 07.30-11.05 WIB di Laboratorium Fisiologi dan Kultur Jaringan Tumbuhan,
Gedung Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.
Pratikum ini dilakukan secara virtual menggunakan aplikasi Zoom dan Google Classroom.

2.2. Metode Pembuatan Kurva Standart Glukosa


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji kedelai, akuades, reagen arthone 0,2%,
H2SO4, es batu, dan konsentrasi glukosa untuk membuat kurva standar gula terlarut. Konsentrasi
glukosa yang diperlukan adalah 0,25 µg, 0,50 µg, 0,75 µg, 0,100 µg, 0,125 µg, dan 0,150 µg. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tabung reaksi sebanyak 6 buah, mikropipet, blue
tip, water bath, dan spektrofotometer. Setelah persiapan bahan dan alat telah dilakukan maka dapat
dilakukan metode pengamatan. Cara kerja yang pertama untuk membuat konsentrasi glukosa dalam
konsentrasi kecil maka diperlukan untuk membuat larutan stok atau standar. Larutan stok 1 berisi
100 mg glukosa yang dilarutkan dalam 100 mL akuades. Larutan stok dua berisi 10 mL larutan stok
1 yang dilarutkan dalam 100 mL akuades.
Selanjutnya, tabung reaksi disiapkan sebanyak 6 buah dalam keadaan kering dan bersih. Pipet
larutan stok 2 berurut-urut dan dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yaitu 0.25, 0.50,
0.75, 100, 125, dan 150. Tiap tabung reaksi ditambahkan dengan 5 mL reagen anthrone 0.2%.
Reagen anthrone 0.2% didapatkan dari 100 mg anthrone dibagi dengan 550 mL H2SO4. Proses
selanjutnya tabung reaksi dipanaskan pada waterbath dengan suhu 100oC selama 10 menit. Proses
diakhiri dengan melakukan inkubasi larutan di dalam es selama 5 menit. Selanjutnya, larutan
dikocok dan didiamkan selama 10 menit. Langkah berikutnya, larutan ditera pada panjang
gelombang 620 nm menggunakan spektrofotometer. Langkah terakhir yaitu pembutan grafik
hubungan konsentrasi glukosa dengan absrobansi. Sumbu X pada grafik menujukkan konsentrasi
glukosa, sedangkan suni Y menunjukkan absrobansi.

2.3. Metode Pengujian Kadar Gula atau Glukosa Pada Sampel


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu biji kedelai, akuades, 20 mL alkohol panas,
media tanam berupa tanah, reagen arthone 0,2%, dan es batu, Alat yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain pot sebanyak 6 buah, tabung reaksi, labu ukur 100 mL, labu erlenmenyer 250 mL,
beaker glass 250 mL, mortar dan pestle, gunting, mikropipet, blue tip, water bath, neraca analitik,
oven, dan spektrofotometer. Setelah persiapan bahan dan alat telah dilakukan maka dapat dilakukan
metode pengamatan. Cara kerja yang pertama untuk pengujian kadar gula yaitu penyiapan 6 pot
yang telah berisi media tanam. Masing-masing pot diberi 3 lubang tanam dan diisi dengan 3 biji
kedelai pada setiap lubang. Proses selanjutnya yaitu tanaman kedelai hasil perkecambahan berumur
7 hari diletakkan pada kondisi lingkungan yang berbeda. Kondisi lingkungan tersebut yaitu di
dalam ruangan, di luar ruangan (terkena sinar matahari langsung), dan di luar ruangan ditempat
teduh atau naungan. Setelah itu, daun bagian pucuk dari ketiga tanaman diambil menggunakan
gunting dan diletakkan di cawan petri yang telah diberi label. Lalu daun dikeringakan dengan
menggunakan oven pada suhu 70oC selama 3 hari.
Proses selanjutnya yaitu masing-masing daun yang telah kering ditimbang seberat 2 g,
kemudian digerus sampai halus. Daun kering dihaluskan dengan menggunakan mortat dan pestle.
Selanjutnya, daun halus diekstrak dengan 20 mL alkohol panas 80%. Larutan ekstrak kemudian
diambil dengan menggunakan mikropipet dan dipindahkan ke wadah tertutup. Selanjutnya, larutan
ekstrak di sentrifugasi pada 9000x g selama 15 menit. Supernatan yang didapat dipisahkan dari
masing-masing tabung menggunakan mikropipet. Kemudian, volume supernatant ditera kembali
sehingga mencapai volume 50 mL untuk masing-masing tabung. Masing-masing supernatann
diambil sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Supernatan yang sudah didapatkan
di reaksikan dengan 5 mL reagen arthone dan dipanaskan pada suhu 100OC selama 10 menit. Reaksi
diakhiri dengan menginkubasi larutan di dalam es selama 5 menit. Kandungan gula total diukur
dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Proses terakhir yakni,
konsentrasi larutan gula terlaut pad sampel dihitung dengan menggunakan kurva standar. Plotkan
nilai absorbansi yang diperoleh dari sampel pada kurva standar atau masukkan nilai absorbansi
dalam persamaan kurva standar. Sumbu X pada grafik menujukkan konsentrasi glukosa, sedangkan
suni Y menunjukkan absrobansi.
LAMPIRAN

Lampiran I. Jawaban Pertanyaan


1. Apa yang dimaksud gula reduksi? Berikan contohnya!
Gula pereduksi merupakan golongan gula yang dapat mereduksi senyawa-senyawa
penerima elektron. Semua golongan monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan golongan
disakarida (laktosa, maltosa) termasuk sebagai gula pereduksi. Sedangkan golongan
polisakarida tidak termasuk. Gula reduksi yang tedapat pada gula merah adalah glukosa dan
fruktosa yang dapat dimanfaatkan oleh BAL untuk mengkonversikan gula selain menjadi asam
laktat juga menghasilkan senyawa asam organik. Gula pereduksi memiliki ujung yang
mengandung gugus aldehida atau keton bebas. Umumnya gula pereduksi yang dihasilkan
berhubungan dengan aktivitas enzim. Semakin tinggi aktivitas enzim maka semkain tinggi juga
gula pereduksi yang dihasilkan. Gula yang dapat mereduksi senyawa pengoksidasi karena
memiliki gugus –OH bebas reaktif, dan mengalami oksidasi pada gugus karbonilnya yang
berubah menjadi gugus karboksil.
2. Apa yang dimaksud gula non-reduksi? Berikan contohnya!
Gula non reduksi yaitu senyawa karbohidrat yang tidak mampu mereduksi zat
pengoksidasi. Sukrosa merupakan contoh dari gula non reduksi. Hal ini dikarenakan sukrosa
tidak mengandung atom karbon anomer bebas, Anomer kedua unit moosakarida pada sukrosa
berkaitan satu sama lain. Sukrosa tidak mempunyai gugus –OH bebas yang reaktif karena
keduanya sudah saling terikat.
3. Apa yang dimaksud dengan karbohidrat?
Kata karbohidrat berasal dari kata karbon dan air yang didefinisikan sebagai polimer gula.
Karbohidrat dibentuk dari satuan-satuan gula yang di sebut sakarida. Karbohidrat adalah
senyawa karbon yang mengandung sejumlah besar gugus hidroksil. Karbohidrat paling
sederhana berupa aldehid atau berupa keton. Karbohidrat tersusun atas atom C,H, dan O.
Dalam bahan makanan karbohidrat terdiri dari tiga golongan utama monosakarida,
oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida terdiri atas satu unit gula, oligosakarida terdiri
dari dua sampai sepuluh unit gula. Polisakarida terdiri lebih dari sepuluh unit gula.
4. Apa yang dimaksud dengan pati?
Pati termasuk ke dalam karbohidrat polimer yang terdiri atas polimer glukosa yang terdiri
dari amilosa dan amilopektin. Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut
dalam air, berwujud bubuk putih, tawar, dan tidak berbau. Pati dihasilkan dari dalam daun hijau
sebagai wujud penyimpanan fotosintesis. Pati memiliki bentuk granula atau butir-butir kecil
dengan lapisan yag karakateristik.Secara umum, pati terdiri dari 20% bagian yang larut air dan
80% bsgian yang tidak larut dalam air. Pati merupakan komponen terbesar yang terdapat
disingkong, beras, sagu, jagung, kentang, talas, dan ubi. Pemanfaatan pati sebagai baha baku di
kalangan industri berupa produk makanan dan obat-obatan.
5. Jelaskan dengan gambar struktur dari amilosa dan amilopektin
Gambar 1. Struktur rantai molekul Amilosa dan Amilopektin

Perbedaaan utama antara amilosa dan amilopektin adalah struktur dan kelarutan. Kedua
molekul ini memiliki molekul glukosa di dalamnya. Amilosa mempunyai strukur lurus dengan
ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilosa meupakan polimer tidak bercabang. Amilopektin
mempunyai strukur bercabang. Sehingga amilopektin memiliki ikatan α-1,4-glikosidik dan juga
mengandung rantai bercabang yang terhubung pada beberapa titik melalui ikata α-1,6-
glikosidik. Perbedaan lainnya yaitu amilosa memiliki rantai 300 ribu jumlah unit glukosa.
Amilopektin mempunyai 2000-200.000 unit glukosa. Amilosa tidak larut dalam air, sedangkan
amiliopektin larut dalam air. Amilosa memiliki struktur linier rantai glukosa yang dihubungkan
bersama dari satu glukosa C1 dan glukosa C4 lainnya. Amilopektik strukturnya membentuk
seperti klaster. Rantai A terikat pada rantai B, dan rantai B akan terikat dengan rantau B
lainnya. Sebayak 80-90% jumlah rantai amilopektin terletak pada klaster, sedangkan 10-20%
terlihat dalam pembentukan koneksi inter kluster. Amilopektin memiliki rantai pendek dan
dapat membentuk double helix.

6. Apa yang anda ketahui tentang selulosa?


Selulosa adalah senyawa karbohidrat kompleks yang tersusun dari rantai glukosa yang
banyak (polisakarida). Selulosa menyusun dinding sel tumbuhan serta alga dan beberapa
organisme lain yang ada di bumi. Selulosa adalah karbohidrat utama yang disintesis oleh
tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur kayu. Jumlah selulosa di
alam sangat berlimpah sebagai sisa pertanian seperti jerami, kulit jagung, gandum, kulit tebu,
dan lain-lain.

7. Apakah sama struktur selulosa dengan pati?


Selulosa dan pati sebenarnya hampir sama yaitu sebagai polimer berantai lurus. Tetapi
ternyata pati dan amilosa juga memiliki perbedaan. Perbedaan diantara keduanya yaitu terletak
di jenis ikatan glukosidanya. Selulosa terdri dari satu jenis ß-glukosa, sedangkan pati terdiri
dari dua jenis α-glukosa. Selulosa memiliki beta 1,4 linkage dan terkoneksi dengan tautan beta.
Sedangkan pati memiliki alpha 1,4 lingkage dan terkoneksi dengan tautan alpha. Selulosa
hanya bisa membentuk rantai lurus, sedangkan pati membentuk rantai lurus maupun bercabang.
8. Bagaimana hasil kandungan gula daun pada tanaman kedelai pada hasil praktikum yang telah
dilakukan?

CATATAN: Sistematika dan tata cara penulisan laporan harap memenuhi kaidah penulisan ilmiah
DAFTAR PUSTAKA

Aji, I.M.L., Sutriono R., & Yudistira. 2015. Pengaruh Media Tanam dan Kelas Intensitas Cahaya
Terhadap Pertumbuhan Benih Gaharu (Gyrinops versteegii). Jurnal Media Bina Ilmiah. 9(5): 1-
10.
Al-kayyis, H.K. & H. Susanti. 2016. Perbandingan Metode Somogyi-Nelson dan Anthrone-Suldat
pada Penetapan Kadar Gula Pereduksi dalam Umbi Cilembu (Ipomea batatas L.). Jurnal
Farmasi Sains dan Komunitas. 13(2): 81-89.
Asriyanti, 2015. Pengaruh Berbagai Intensitas Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Eboni
(Diospyros celebica Bakh.). Jurnal Warta Rimba. 3(2): 103-110
Fitri, A.S., Y. Arinda, & N. Fitriana. 2020. Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat. SAINTEKS.
17(1): 45-52.
Gandimathi, R., S. Vijayaraj, & M.P. Jyothirmaie. 2012. Analytical Process of Drugs by Ultraviolet
(UV) Spectroscopy. International Journal of Pharmaceutical Research & Analysis. 2(2): 72-
78.
Haldar, D., D. Sen, & Kalyan, G. 2017. Development of Spectrophotometric Method for the
Analysis of Multi-component Carbohydrate Mixture of Different Moieties. Applied
Biochemistry and Biotechnology. 181: 1416-1434.
Hou, H.J.M., M.M. Najafpour, G.F. Moore, & S.I. Allakhverdiev. 2017. Photosynthesis:
Structures, Mechanisms, and Applications. Springer. Switzerland.
Johnson, G.N., T. Lawson, E.H. Murchie, & C. Raines. 2015. Photosynthesis in Variable
Environments. Journal of Experimental Botany. 66(9): 2371-2372.
Kaiser, E., A. Morales, J. Harbinson, J. Kromdjik, Ep. Heuvelink, & L.F.F. Marcelis. 2015.
Dynamic Photosynthesis in Different Environmental Conditions. Journal of Experimental
Botany. 66(9): 2415-2426.
Kamagi, L., J. Pontoh, & L.I. Momuat. 2017. Analisis Kandungan Klorofil pada Beberapa Posisi
Anak Daun Aren (Arenga pinnata) dengan Spektrofotometer UV-Vis. Jurnal MIPA Unsrat.
6(2): 49-54.
Katoch, R. 2011. Carbohydrate Estimations: Analytical Techniques in Biochemistry and
Molecular Biology. Springer. New York
Koryati T., D.W. Purba, D.R. Surjaningsih, J. Herawati, D. Sagala, S.R. Purba, M. Khairani, K.
Amartani, E. Sutrisno, N.H. Panggabean, I. Erdiandini, & R.F. Aldya. 2021. Fisiologi
Tumbuhan. Yayasan Kita Menulis. Medan.
Larasati, T., Yulianty, & Zulkifli. 2019. Kandungan Klorofil Daun Pepaya (Carica papaya L.) pada
Beberapa Posisi Daun yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional Sains Matematika
Informatika dan Aplikaisnya IV. 4(2): 190-197.
Liu, Y., X. Li, M. Liu, B. Cao, H. Tan, J. Wang, & X. Li . 2012. Responses of Three Different
Ecotypes of Reed (Phragmites communis Trin.) to Their Natural Habitats: Leaf Surface Micro-
morphology, Anatomy, Chloroplast Ultrastructure and Physiochemical Characteristics. Plant
Physiol Bioch. 51: 159–167.
Lupitasari D., M. Melina, & V.A. Kusumaningtyas. 2020. Pengaruh Cahaya dan Suhu Berdasarkan
Karakter Fotosintesi Ceratophyllum demersum sebagai Agen Fitoremediasi. Jurnal Kartika
Kimia. 3(1): 33-38.
Moretti, A., C.L. Arias, L.A. Mozzoni, P. Chen, B.T. McNeece, M.A.R. Mian, L.K. McHale, &
A.P. Alonso. 2020. Workflow for the Quantification of Soluble and Insoluble Carbohydrates in
Soybean Seed. Molecules. 25(17): 1-20.
Nurcahyani, E., N.A. Mutmainah, S. Farisi, & R. Agustrani. 2019. Analisis Kandungan Karbohidrat
Terlarut Total Planlet Buncis (Phaesolus vulgaris L.) Menggunakan Metode Fenol-Sulfur
secara In Vitro. Analit: Analytical and Environmental Chemistry. 4(1): 73-80.
Prasetyo, W.J., P. Nugraheni, & Y. Koentjoro. 2016. Perubahan Kandungan Karbohidrat Tanaman
Lanskap sebagai Bioindikator Pencemaran Udara di Kota Surabaya. Plumula. 5(1): 50-57.
Setyanti, Y.H., S. Anwar, & W. Slamet. 2013. Karakteristik Fotosintetik dan Serapan Fosfor
Hijauan Alfalfa (Medicago sativa) Pada Tinggi Pemotongan dan Pemupukan Nitrogen yang
Berbeda. Animal Agriculture Journal. 2(1): 86-96.
Shao, Q., H. Wang, H. Guo, A. Zhou, Y. Hang, Y. Sun, & M. Li. 2014. Effects of Shade
Treatments on Photosynthetic Characteristics, Chloroplast Ultrastructure, and Physiology of
Anoectochilus roxburghii. PLoS ONE. 9(2): e85996.
Sulastri & Erlidawanti. 2019. Biokimia Dasar Bermuatan Nilai-Nilai Karakter. Syah Kuala
University Press. Aceh.
Susilawati, Wardah, & Irmasari. 2016. Pengaruh Berbagai Intensitas Cahaya Terhadap
Pertumbuhan Semai Cempaka (Michelia champaca L.) di Persemaian. Jurnal ForestSains.
14(1): 59-66.
Taufik, I.I., & A. Guntarti. 2016. Comparison of Reduction Sugar Analysis Method in Cilembu
Sweet Potato (Ipomoea batatas l.) using Luff Schoorl and Anthrone Method. Indonesian
Journal of Medicine and Health. 7(5): 219-226.
Taufik, Y., Sumartini, & W. Endriana. 2019. Kajian Perbandingan Buah Black Mulberry (Morus
nugra L.) dengan Air Terhdap Karakteristik Spreadable Processed Cheese Black Mulberry.
Pasundan Food Technology Journal. 6(3): 183-191.
Triyati, E. 2011. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Sinar Tampak serta Aplikasanya dalam
Oseanologi. Oseana. 10(1): 39-47.
Wahyuni, S., E. Purwanti, S. Hadi, & D. Fatmawati. 2019. Anatomi Fisiologi Tumbuhan. UMM
Press. Malang.
Wijayanto & Azis. 2013. Pengaruh Naungan Sengon (Falcataria moluccana L.) dan Pemupukan
terhadap Pertumbuhan Ganyong Putih (Canna edulis Ker.). Jurnal Silvikutlur Tropika. 4(02):
62-68.
Yustiningsih, M. 2019. Intensitas Cahaya dan Efisiensi Fotosintesis pada Tanaman Naungan dan
Tanaman Terpapar Cahaya Langsung. Bioedu. 4(2): 43-48.

Anda mungkin juga menyukai