Anda di halaman 1dari 23

BAB III

METODOLOGI

3.1. Alat
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, gelas kimia, beaker glass, rak tabung reaksi,
pipet, pipet mikro, rubber bulb dengan pipet ukur, spatula, gelas arloji, neraca analitik,
corong, buret, statif, kertas saring (bisa juga corong Büchner), penangah, pemanas, oven,
vortex mixer, magnetic stirrer atau pengaduk magnetik, spektrofotometri UV-vis, pH meter,
dan tissue.
3.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah asam amino dan protein berupa glisin, alanin, tirosin, triptofan,
asam glutamat, albumin, kasein, gelatin, dan pepton. Bahan lainnya berupa aquades, larutan
etanol, larutan eter, larutan kloroform, larutan fenol, pereaksi ninhidrin, reagen biuret dan
buffer asetat pH 4,6. Larutan asam yang digunakan berupa larutan HCl 0,1 M, larutan HNO 3
pekat, asam sulfus salisilat (C7H6O3), asam pikrat (C6H3N3O7), dan asam trikloroasetat
(C2HCl3O2). Larutan basa yang digunakan berupa NaOH 0,1 M. Logam berat yang
digunakan berupa timbal (II) asetat [Pb(C2H3O2)2] dan CuSO4. Bahan yang digunakan untuk
isolasi protein adalah susu segar sebanyak 100 ml.
3.3. Metode Percobaan
3.3.1. Kelarutan Asam Amino
Padatan asam amino yang terdiri dari glisin, alanin, dan asam glutamat ditimbang
masing-masing sebanyak 0,1 gram. Padatan yang telah ditimbang lalu dituang ke dalam tabung
reaksi dengan spatula. Uji kelarutan padatan asam amino dilakukan dengan penggunaan aquades,
HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, etanol, dan kloroform. Masing-masing larutan ditambahkan sebanyak
1 ml dengan pipet mikro. Larutan yang telah ditambahkan lima pelarut tersebut kemudian
dihomogenkan. Amati kelarutan padatan asam amino dalam lima pelarut tersebut.
3.3.2. Uji Ninhidrin
Larutan asam amino yang terdiri dari glisin, tirosin, triptofan, asam glutamat, dan kasein
diambil dengan pipet mikro sebanyak 1 ml dan dituang ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Tambahkan 1 ml NaOH dengan pipet mikro ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut
untuk menetralkan larutan. Langkah selanjutnya adalah, pereaksi ninhidrin ditambahkan
sebanyak lima tetes dengan pipet pada masing-masing tabung reaksi dan dihomogenkan. Larutan
dimasukkan ke dalam penangah untuk dipanaskan selama 2 menit. Amati perubahan warna yang
terbentuk pada masing-masing larutan dengan latar belakang bewarna putih.
3.3.3. Uji Xanthoprotein
Tambahkan 0,5 ml larutan asam amino yang terdiri dari glisin, tirosin, dan triptofan
dengan pipet ke dalam masing-masing tabung reaksi. Siapkan larutan fenol dan tambahkan
dengan pipet mikro ke dalam masing-masing tabung reaksi sebagai larutan pembanding. Masing-
masing larutan kemudian ditambahkan 0,5 ml HNO3 pekat melalui dinding-dinding tabung
reaksi pada lemari asam-basa. Amati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing larutan.
Langkah selanjutnya adalah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 1 ml, sebagai larutan pemberi
suasana basa pada masing-masing larutan uji. Homogenkan masing-masing larutan tersebut.
Amati perubahan warna yang terjadi.
3.3.4. Uji Biuret
Siapkan larutan kasein, gelatin, dan pepton sebanyak 2 ml pada masing-masing tabung
reaksi. Tambahkan Cu2SO4 sebanyak 2 ml dengan pipet ukur yang dihubungkan dengan
rubber bulb pada masing-masing tabung reaksi. Larutan yang telah ditambahkan Cu2SO4
kemudian dihomogenkan. Amati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing
larutan dengan latar belakang warna putih. Hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan
gelatin berubah warna menjadi biru bening, larutan kasein berubah warna menjadi biru
keruh, larutan pepton berubah warna menjadi biru agak keruh. Langkah selanjutnya
adalah ditambahkan NaOH sebanyak 2 ml dengan pipet ukur yang dihubungkan dengan
rubber bulb pada masing-masing tabung reaksi. Larutan yang telah ditambahkan
kemudian dihomogenkan. Amati perubahan warna yang terjadi pada masing-masing
tabung reaksi dengan latar belakang bewarna putih. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
larutan gelatin berubah warna menjadi biru keunguan, larutan kasein berubah warna
menjadi biru sedikit keunguan, dan larutan pepton berubah warna menjadi biru keunguan.
3.3.5. Uji Denaturasi Protein oleh Panas dan pH Ekstrem
Tambahkan larutan protein yang terdiri dari albumin, kasein, gelatin, dan pepton
sebanyak 5 ml pada masing-masing tabung reaksi. Letakkan keempat larutan tersebut ke
dalam lemari asam-basa. Larutan HNO3 pekat ditambahkan sebanyak 0,5 ml dengan pipet
mikro ke setiap tabung reaksi. Amati perubahan yang terjadi pada setiap larutan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa larutan albumin menghasilkan banyak endapan, larutan
kasein menghasilkan sedikit endapan, larutan gelatin bewarna bening tanpa ada endapan,
dan larutan pepton bewarna agak sedikit keruh tanpa ada endapan. Langkah selanjutnya
adalah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 0,5 ml dengan pipet mikro pada masing-
masing tabung reaksi. Pindahkan larutan tersebut ke dalam lemari asam-basa kembali.
Tambahkan larutan HCl sebanyak 0,5 ml ke setiap tabung reaksi dan tambahkan juga
larutan HNO3 sebanyak 0,5 ml pada tabung reaksi dengan larutan protein yang sama.
Larutan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam penangah untuk dipanaskan selama ±
10 menit. Amati hasil uji pH ekstrem pada penambahan NaOH. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa larutan pepton berubah menjadi tidak keruh, larutan kasein berubah
menjadi tidak keruh, larutan albumin berubah menjadi sedikit keruh, dan larutan gelatin
berubah menjadi bening. Amati hasil uji pH ekstrem pada penambahan HNO3. Hasil
percobaan menunjukkan larutan albumin berubah menjadi kuning, larutan kasein berubah
menjadi sedikit kuning, larutan gelatin berubah menjadi bening, dan larutan pepton
berubah menjadi sedikit kuning. hasil uji pH ekstrem pada penambahan HCl. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa larutan gelatin berubah warna menjadi bening, larutan
kasein berubah warna menjadi bening, larutan albumin berubah warna menjadi keruh,
dan larutan pepton berubah warna menjadi sedikit keruh.
3.3.6. Pengendapan Protein dengan Logam Berat
Siapkan larutan protein yang terdiri dari albumin, gelatin, kasein dan pepton sebanyak 2
ml dengan pipet pada masing-masing tabung reaksi. Tambahkan logam berat timbal (II)
asetat [Pb(C2H3O2)2] sebanyak lima tetes dengan pipet. Homogenkan larutan tersebut.
Amati perubahan yang terjadi pada setiap larutan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa
larutan albumin berubah menjadi sangat keruh, larutan gelatin berubah menjadi tidak
keruh, larutan kasein berubah menjadi keruh, dan larutan pepton berubah menjadi sedikit
keruh. Langkah selanjutnya dilakukan uji penambahan logam berat CuSO4 sebanyak 5
tetes dengan pipet pada masing-masing tabung reaksi yang berisi larutan protein yang
sama seperti sebelumnya. Setiap larutan tersebut dihomogenkan. Amati perubahan yang
terjadi pada setiap larutan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan albumin berubah
menjadi keruh, larutan gelatin berubah menjadi bening, larutan kasein berubah menjadi
biru tua bening, dan larutan pepton berubah menjadi biru muda bening.
3.3.7. Pengendapan Protein oleh Asam
Siapkan larutan protein yang terdiri dari albumin, kasein, gelatin, dan pepton sebanyak 2
ml pada masing-masing tabung reaksi. Uji pengendapan protein oleh asam dilakukan
dengan tiga larutan asam yang berbeda yaitu asam sulfus salisilat (C 7H6O3), asam pikrat
(C6H3N3O7), dan asam trikloroasetat (C2HCl3O2). Tambahkan ketiga larutan asam tersebut
sebanyak lima tetes dengan pipet ke setiap tabung reaksi. Homogenkan masing-masing
larutan setelah ditambahkan larutan asam. Amati perubahan yang terjadi pada larutan.
Hasil percobaan dengan penambahan asam sulfus salisilat (C 7H6O3) menunjukkan bahwa
larutan albumin berubah menjadi bewarna putih dan terdapat endapan, larutan kasein
berubah menjadi bewarna putih dan terdapat endapan, larutan gelatin berubah menjadi
bewarna bening dan tidak terdapat endapan, dan larutan pepton berubah menjadi bewarna
keruh dan terdapat sedikit endapan. Hasil percobaan dengan penambahan asam pikrat
(C6H3N3O7) menunjukkan bahwa larutan albumin berubah menjadi bewarna kuning dan
terdapat endapan, larutan kasein berubah menjadi bewarna kuning dan tidak terdapat
endapan, larutan gelatin berubah menjadi bewarna kuning dan terdapat sedikit endapan,
dan larutan pepton berubah menjadi bewarna kuning dan terdapat sedikit endapan. Hasil
percobaan dengan penambahan asam trikloroasetat (C2HCl3O2) menunjukkan bahwa
larutan albumin berubah menjadi bewarna putih dan terdapat endapan, larutan kasein
berubah menjadi bewarna putih dan terdapat endapan, larutan gelatin berubah menjadi
bewarna bening dan terdapat sedikit endapan, dan larutan pepton berubah menjadi
bewarna keruh dan terdapat sedikit endapan.
3.3.8. Penentuan Kadar Protein menggunakan Reagen Biuret
Siapkan larutan protein yang terdiri dari kasein dengan konsentrasi 1.000, 3.000, 5.000,
8.000, dan 10.000 ppm sebanyak 1 ml pada masing-masing tabung reaksi. Siapkan juga
larutan protein lainnya berupa gelatin, albumin, kasein, dan pepton sebanyak 1 ml pada
masing-masing tabung reaksi. Tambahkan reagen biuret sebanyak 4 ml dengan rubber
bulb yang dipasang di pipet ukur ke setiap tabung reaksi. Masing-masing larutan
diletakkan pada vortex mixer untuk dihomogenkan larutan pada jumlah kecil sebelum
diukur absorbansinya. Larutan yang telah dihomogenkan dengan vortex mixer didiamkan
selama ± 30 menit. Langkah selanjutnya adalah, setiap larutan uji diukur absrobansinya
dengan spektrofotometri UV-vis. Larutan blangko yang digunakan adalah campuran
aquades dan reagen biuret, komposisi larutan sama dengan sampel. Absrobansi pertama
yang diukur adalah larutan kasein dengan konsentrasi 1.000-10.000 ppm pada panjang
gelombang 540 nm. Langkah pengukuran absorbansi ini juga dilakukan untuk larutan
protein lainnya yaitu pepton, albumin, dan gelatin pada panjang gelombang 540 nm.
3.3.9. Kurva Titrasi Asam-asam Amino
Proses berikutnya dilanjutkan dengan kurva titrasi asam-asam amino. Siapkan larutan
protein berupa asam glutamat, glisin, dan tirosin sebanyak 10 ml. Letakkan larutan
protein pada beaker glass yang nantinya akan dititrasi dengan larutan asam dan basa.
Larutan asam yang digunakan berupa HCl dan larutan basa berupa NaOH. Pengukuran
pH dilakukan pada setiap larutan terlebih dahulu sebelum dititrasi. Alat pH meter
distandarisasi terlebih dahulu dengan penggunaan larutan buffer. Apabila sudah
distandarisasi maka dilanjutkan dengan pengukuran pH pada setiap larutan uji.
Pengukuran untuk pH awal dari larutan asam glutamat dilakukan. Sebelum titrasi
dilakukan, kondisikan buret dengan larutan yang akan digunakan. Larutan uji dituangkan
secukupnya dalam buret dan diputar-putar agar seluruh bagian dalam buret dilewati oleh
larutan tersebut. Apabila buret telah dikondisikan maka dipasangkan pada statif. Larutan
titran dituangkan pada biuret dengan bantuan corong. Masing-masing larutan protein
dititrasi dengan setiap penambahan 1 ml larutan titran diukur pH larutan tersebut dengan
pH meter. Pengukuran pH meter dilakukan hingga didapatkan pH yang sesuai dengan
larutan. Perlakuan ini dilakukan pada semua sampel larutan protein yang diujikan. Setiap
pengukuran pH meter dilakukan, elektroda dicelupkan pada aquades hingga
menunjukkan pH 7 kemudian dikeringkan dengan tissue. Hal ini menandakan bahwa pH
meter dapat digunakan untuk larutan uji berikutnya.
3.3.10. Isolasi Kasein dari Susu
Siapkan 100 ml susu segar dalam gelas kimia lalu dihangatkan hingga suhunya mencapai
40oC. Susu yang telah hangat tersebut ditambahkan dengan buffer asetat pH 4,6 sebanyak
100 ml. Penambahan dengan buffer tersebut dilakukan sambil diaduk dengan magnetic
stirrer atau pengaduk magnetik. Larutan susu yang telah ditambahkan buffer asetat
diukur pH nya dengan penggunaan pH meter hingga pH yang ditunjukkan adalah 4,8.
Apabila telah diukur maka didinginkan pada suhu ruangan selama 4-5 menit. Larutan
suspensi yang telah didinginkan selama 5 menit kemudian didekantasi. Dekantasi
berfungsi sebagai proses pemisahan larutan dengan padatan kasein. Endapan kasein yang
diperoleh kemudian disuspensikan kembali dengan 30 ml etanol. Larutan suspensi
disaring kembali dengan kertas saring agar padatan dan filtrat terpisah. Penyaringan juga
bisa dilakukan dengan corong Büchner agar proses penyaringan berlangsung lebih cepat.
Padatan kasein yang diperoleh dicuci dengan campuran etanol dan eter dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 20 ml. Endapan kembali dicuci dengan 50 ml eter dan
dikeringkan. Pengeringan endapan dilakukan di dalam oven pada suhu 60oC. Endapan
kasein yang kering ditimbang beratnya pada neraca analitik.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
4.1.1. Kurva Titrasi Asam Amino
4.1.1.1 Kurva Titrasi Asam Glutamat + HCl

Kurva Titrasi Asam Glutamat dengan HCl


6

5 f(x) = − 1.37 x + 5.38


R² = 1
4

3
pH

2 f(x) = − 0.12 x + 2.75


R² = 0.96
1

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Volume HCl (mL)

4.1.1.2 Kurva Titrasi Asam Glutamat + NaOH

Kurva Titrasi Asam Glutamat dengan NaOH


14
12 f(x) = 0.05 x + 10.85
10 R² = 0.72

8 f(x) = 3.53 x + 5.84


R² = 1
pH

6
4
2
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Volume NaOH (mL)

4.1.1.3 Kurva Titrasi Tirosin + HCl


Kurva Titrasi Tirosin dengan HCl
9
8
7 f(x) = − 2.14 x + 7.55
6 R² = 0.99
5
pH

4
3 f(x) = − 0.25 x + 3.74
2 R² = 0.94
1
0
0 2 4 6 8 10 12
Volume HCl (mL)

4.1.1.4 Kurva Titrasi Tirosin + NaOH

Kurva Titrasi Tirosin dengan NaOH


14
12 f(x) = 0.06 x + 11.43
R² = 0.69
10 f(x) = 3.39 x + 7.42
R² = 1
8
pH

6
4
2
0
0 5 10 15 20 25
Voulme NaOH (mL)

4.1.2. Penentuan Kadar Protein Secara Biuret


4.1.3. Isolasi Kasein

4.2. Pembahasan
4.2.1. Uji Kelarutan
4.2.1.1. Analisa Prosedur
Padatan asam amino yang terdiri dari glisin, alanin, dan asam glutamat
digunakan sebagai larutan uji kelarutan asam amino. Pada uji ini digunakan
aquades, HCl 0,1 M, NaOH 0,1 M, etanol, dan kloroform sebagai pelarut
untuk mengetahui kelarutan asam amino tersebut. Neraca analitik digunakan
untuk alat ukur berat padatan asam amino yang akan diuji. Gelas arloji
digunakan sebagai wadah padatan tersebut pada saat diukur dalam neraca
analitik. Spatula digunakan untuk memindahkan padatan asam amino yang
telah ditimbang pada gelas arloji ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat padatan asam amino
yang akan diuji kelarutannya, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung
reaksi. Pipet mikro digunakan untuk memasukkan larutan pada tabung reaksi
misal ketika penambahan 1 ml dari setiap pelarut.
Penimbangan pada padatan asam amino berupa glisin, alanin, dan asam
glutamat dilakukan untuk mendapatkan 0,1 gram sampel. Penambahan kelima
pelarut sebanyak 1 ml dengan pipet mikro dilakukan sebagai pelarut yang
akan diukur kelarutan asam aminonya. Apabila padatan asam amino telah
ditambahkan lima pelarut tersebut maka dihomogenkan. Homogenisasi ini
bertujuan untuk penyeragaman ukuran partikel sehingga mempertahankan
kestabilan dari sebuah campuran. Perubahan yang terjadi pada larutan diamati
dengan menggunakan latar belakang bewarna putih. Hal ini dilakukan agar
pengamatan pada kelarutan asam amino lebih akurat.
4.2.1.2. Analisa Hasil
Uji kelarutan asam amino merupakan uji yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelarutan dari suatu asam amino. Sifat umum dari asam
amino adalah dapat larut dalam pelarut-pelarut polar yang ditambahkan.
Pelarut polar merupakan larutan yang dapat melarutkan molekul yang
bermuatan tidak merata pada larutannya. Contoh dari pelarut polar dapat
berupa methanol, etanol, aseton, butanol, dan sebagainya. Sifat asam amino
yang kedua yaitu tidak larut apabila ditambahkan dalam pelarut nonpolar.
Pelarut nonpolar merupakan larutan yang melarutkan senyawa-senyawa yang
tidak larut dengan pelarut polar. Pelarut jenis ini akan melarutkan molekul
yang bermuatan tidak merata secara signifikan pada larutannya. Contoh dari
pelarut nonpolar adalah heksana, eter, benzene, toulena, dan hidrokarbon
lainnya. Hal ini sudah sesuai dengan (Yuwono, 2011) bahwa asam amino
dapat larut dalam pelarut polar dan tidak larut dalam pelarut nonpolar.
Sebagian asam amino dapat larut dalam larutan alkali sehingga membentuk
garam. Menurut Yuliana (2018) uji kelarutan asam amino apabila disertai
dengan pemanasan maka dapat terjadi penggumpalan asam amino yang
disebut sebagai koagulasi.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa glisin dalam aquades larut, glisin
dalam NaOH 0,1 M larut, glisin dalam HCL 0,1 M larut, glisin dalam etanol
tidak larut, dan glisin dalam kloroform tidak larut. Hasil percobaan pada asam
glutamat menunjukkan bahwa dalam aquades tidak larut, asam glutamat
dalam NaOH 0,1 M sedikit larut, asam glutamat dalam HCl 0,1 M sedikit
larut, asam glutamat dalam etanol tidak larut, dan asam glutamat dalam
kloroform tidak larut. Hasil percobaan pada alanin menunjukkan dalam
aquades larut, alanin dalam NaOH 0,1 M larut, alanin dalam HCl 0,1 M larut,
alanin dalam etanol tidak larut, dan alanin dalam kloroform sedikit larut.
Berdasarkan hasil percobaan, dapat diperhatikan bahwa larutan uji glisin
dapat larut dengan ketika ditambahkan pelarut aquades. Larutan glisin dalam
aquades menghasilkan warna jenih dan tidak terdapat endapan menandakan
larut. Larutan glisin ketika ditambahkan NaOH 0,1 M dan HCL 0,1 M dapat
larut ditandai dengan larutan yang dihasilkan bewarna jernih dan tidak
terdapat endapan. Larutan glisin tidak larut dalam larutan etanol ditandai
dengan warna yang dihasilkan keruh dan terdapat endapan di bagian bawah
tabung reaksi. Larutan glisin tidak larut dalam larutan klorofom berwarna
jernih dan terdapat endapan di bagian atas. Hal ini sudah sesuai dengan
(Yuwono, 2011) bahwa glisin merupakan asam amino yang bersifat hidrofilik
yaitu asam amino yang mudah larut dalam air. Asam amino glisin juga
memiliki gugus R hidrogen yang dapat larut pada senyawa organik polar.
Glisin tidak dapat larut dalam larutan etanol dan kloroform karena merupakan
pelarut nonpolar. Pernyataan ini juga didukung oleh Nur & Sunarharum
(2019) bahwa kelarutan semua asam amino tidak larut dalam pelarut eter.
Kelarutan protein dalam pelarut organik tidak terlalu baik. Hal ini dikarenakan
karakteristik kutub asam amino yang bervariasi.
Berdasarkan hasil percobaan, dapat diperhatikan bahwa larutan uji asam
glutamat tidak dapat larut dengan ketika ditambahkan pelarut aquades.
Larutan asam glutamat dalam aquades menghasilkan warna jenih dan terdapat
sedikit endapan pada bagian atas tabung reaksi. Larutan asam glutamat ketika
ditambahkan NaOH 0,1 M dan HCl 0,1 M sedikit larut ditandai dengan
larutan yang dihasilkan bewarna sedikit keruh dan tidak terdapat endapan.
Larutan asam glutamat tidak larut dalam larutan etanol ditandai dengan warna
yang dihasilkan keruh dan terdapat endapan di bagian bawah tabung reaksi.
Larutan asam glutamat tidak larut dalam larutan klorofom berwarna jernih dan
terdapat endapan di bagian atas. Hal ini tidak sudah sesuai dengan (Yuwono,
2011) asam glutamat merupakan asam amino dengan rantai samping
mengandung gugus polar dan gugus R bermuatan negatif. Hasil yang tepat
ketika ditambahkan pelarut aquades adalah asam glutamat larut dan dalam
pelarut HCL 0,1 M seharusnya asam glutamate tidak larut. Kekeliruan ini
dapat terjadi mungkin karena bahan dan alat yang digunakan tidak steril atau
sudah terkontaminasi. Hasil kelarutan lainnya sudah tepat dimana asam
glutamat tidak akan larut dalam pelarut etanol dan kloroform. Pernyataan ini
juga didukung oleh Nur & Sunarharum (2019) bahwa kelarutan semua asam
amino tidak larut dalam pelarut eter. Kelarutan protein dalam pelarut organik
tidak terlalu baik. Hal ini dikarenakan karakteristik kutub asam amino yang
bervariasi.
Berdasarkan hasil percobaan, dapat diperhatikan bahwa larutan uji alanin
dapat larut dengan ketika ditambahkan pelarut aquades. Larutan alanin dalam
aquades menghasilkan warna jenih dan tidak terdapat endapan. Larutan alanin
ketika ditambahkan NaOH 0,1 M dan HCl 0,1 M larut ditandai dengan larutan
yang dihasilkan bewarna jernih dan tidak terdapat terdapat endapan. Larutan
alanin tidak larut dalam larutan etanol ditandai dengan warna yang dihasilkan
keruh dan terdapat endapan di bagian bawah tabung reaksi. Larutan alanin
sedikit larut dalam larutan klorofom berwarna agak keruh dan terdapat sedikit
endapan di bagian atas. Hal ini tidak sudah sesuai dengan (Yuwono, 2011)
alanin merupakan asam amino dengan rantai samping mengandung gugus
alifatik sehingga termasuk asam amino nonpolar. Hasil yang tepat ketika
ditambahkan pelarut kloroform dan NaOH 0, 1 M adalah alanin tidak larut.
Kedua pelarut tersebut bersama dengan etanol merupakan pelarut polar
sehingga alanin yang termasuk asam amino nonpolar tidak seharusnya larut
dalam pelarut polar. Hasil kelarutan lainnya sudah tepat dimana alanin larut
dalam air dan HCl 0,1 M selain itu, alanin tidak larut dalam pelarut etanol.
Pernyataan ini juga didukung oleh Nur & Sunarharum (2019) bahwa kelarutan
semua asam amino tidak larut dalam pelarut eter. Kelarutan protein dalam
pelarut organik tidak terlalu baik. Hal ini dikarenakan karakteristik kutub
asam amino yang bervariasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kelarutan
asam amino berbeda-beda ada yang mudah larut, sedikit larut, dan tidak larut
dalam pelarut tertentu. Menurut Nur & Sunarharum (2019) perbedaan
kelarutan protein dipengaruhi oleh jumlah kelompok kutub dan apolar pada
pengaturannya di sepanjang molekul.
4.2.2. Uji Ninhidrin
4.2.2.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan asam
amino diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan asam
amino yang digunakan untuk pengujian dalam mengidentifikasi ada atau
tidaknya asam amino terdiri dari glisin, tirosin, triptofan, asam glutamat, dan
kasein. Pipet mikro digunakan untuk memasukkan larutan pada tabung reaksi
misal ketika penambahan 1 ml larutan asam amino. Larutan NaOH berfungsi
sebagai penetralisir larutan. Pereaksi ninhidrin yang terdiri dari larutan
ninhidrin ditambahkan sebagai larutan yang nantinya akan bereaksi dengan
asam amino bebas sehingga membuat perubahan pada warna larutan.
Penangah digunakan sebagai tempat untuk memanaskan larutan ke dalam
pemanas.
Penambahan 1 ml larutan NaOH dilakukan untuk menetralkan pH larutan
pada masing-masing tabung reaksi agar dapat bereaksi dengan reagen
ninhidrin. Pereaksi ninhidrin yang ditambahkan sebanyak lima tetes berperan
penting dalam uji ini dikarenakan mendeteksi keberadaan asam amino pada
larutan uji ditandai dengan adanya perubahan warna pada larutan. Larutan
yang telah ditambahkan pereaksi ninhidrin dihomogenkan. Homogenisasi ini
bertujuan untuk penyeragaman ukuran partikel sehingga mempertahankan
kestabilan dari sebuah campuran. Proses pemanasan dalam pemanas selama 2
menit dilakukan untuk mempercepat reaksi yang terjadi sehingga perubahan
warna cepat terbentuk. Perubahan yang terjadi pada larutan diamati dengan
menggunakan latar belakang bewarna putih. Hal ini dilakukan agar
pengamatan lebih akurat dan tidak terganggu dengan adanya warna-warna
mencolok.
4.2.2.2. Analisa Hasil
Uji ninhdrin merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan adanya
asam amino pada larutan uji yang digunakan. Reagen ninhidrin merupakan
agen pengoksidasi kuat. Reagen ninhidrin terdiri dari larutan ninhidrin yang
nantinya akan bereaksi dengan asam amino bebas sehingga membuat
perubahan pada warna larutan. Pada percobaan ini uji ninhidrin dilakukan
juga perlakuan penambahan larutan NaOH berfungsi sebagai penetralisir
larutan. Hal ini sudah sesuai dengan Kamineni dkk. (2016) bahwa reagen
ninhidrin merupakan oksidator kuat yang digunakan dalam analisis asam
amino untuk penentuan jumlah protein yang tepat. Pemanfaatan uji ini
terutama digunakan sebagai detektor dalam metode kromatografi cair. Prinsip
kerjanya digabungkan dengan sistem derivatisasi pasca-kolom ninhidrin. Hasil
ada atau tidaknya jumlah protein ditandai dengan perubahan warna reagen
yang mulanya berwarna kuning bereaksi dengan gugus amino α-bebas. Gugus
tersebut dapat berada pada semua asam amino, protein, atau peptide kemudian
akan membentuk kompleks berwarna biru tua atau ungu yang dikenal sebagai
ungu Ruhemann. Senyawa kompleks bewarna ini dapat menyerap cis pada
570 nm menggunakan spektrofotometer. Perlakuan tambahan seperti
penambahan larutan NaOH menurut Maurya dkk. (2019) digunakan untuk
menciptakan suasana basa pada larutan uji.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan glisin berubah menjadi tidak
bewarna, larutan tirosin berubah menjadi tidak bewarna, larutan triptofan
berubah menjadi agak kekuningan, larutan asam glutamat berubah menjadi
tidak bewarna, dan larutan kasein berubah menjadi tidak bewarna. Reaksi
yang terjadi pada uji ninhidrin terbagi menjadi dua tahapan yaitu larutan
ninhidrin tereduksi dan reaksi pembentukan senyawa kompleks bewarna. Hal
ini sesuai dengan Sumardjo (2010) zat pengoksidasi ninhidrin
(triketohidrinden hidrat) yang dipanaskan akan bereaksi dengan asam amino
berbentuk warna ungu hingga biru. Pada asam amino prolin dan
hidroksiprolin akan terbentuk warna kuning. Uji ninhidrin akan berlangsung
secara sempurna pada pH 5 sampai pH 7. Reaksi dalam uji ini terbagi menjadi
dua macam. Reaksi pertama yaitu pembentukan hidrindantin (ninhidrin
tereduksi). Reaksi kedua yaitu pembentukan produk yang bewarna. Produk ini
terbentuk dari adanya reaksi antara sisa hidrindantin dan amoniak.
Berdasarkan hasil percobaan tersebut, maka hanya larutan triptofan yang
memiliki gugus asam amino bebas. Hal ini tidak sesuai dengan Nur &
Sunarharum (2019) yang menyatakan bahwa larutan glisin, tirosin, asam
glutamat, dan kasein seharusnya menunjukkan hasil positif pada uji ninhidrin.
Pernyataan ini juga didukung oleh Sumardjo (2010) apabila dilihat dari
struktur asam amino yang diujikan yaitu glisin, tirosin, asam glutamat, dan
kasein semuanya memiliki gugus amina. Hal ini dikarenakan akan terjadi
reaksi antara gugus asam amino bebas dengan perekasi ninhidrin melalui
reaksi dekarboksilasi oksidatif. Pernyataan ini sudah sesuai dengan Kamineni
dkk. (2016) bahwa akan terjadi rekasi antara asam α-amino bebas dengan
ninhidrin. Pereaksi ninhidrin berupa oksidator tinggi akan mengakibatkan
reaksi dekarboksilasi oksidatif terhadap asam α-amino menghasilkan
hidrindantin, CO2, NH3, dan aldehid. Penggabungan keempat senyawa
tersebut memberikan warna biru atau ungu pada larutan. Kekeliruan dapat
terjadi dikarenakan pemberian pereaksi ninhidrin terlalu banyak. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya reaksi yang negatif.
4.2.3. Uji Xanthoprotein
4.2.3.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan asam
amino diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan asam
amino yang digunakan untuk pengujian dalam mengidentifikasi ada atau
tidaknya gugus benzene terdiri dari glisin, tirosin, dan triptofan. Pipet dan
pipet mikro digunakan untuk memasukkan larutan pada tabung reaksi misal
secara berurutan ketika penambahan 0,5 ml larutan asam amino dan larutan
fenol. Larutan fenol berfungsi sebagai larutan pembanding. Penggunaan
larutan fenol ini didasarkan pada strukturnya yang memiliki cincin benzene.
Larutan HNO3 digunakan untuk memecah gugus benzene pada larutan uji dan
ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada larutan uji. Penggunaan
larutan NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa pada masing-masing
larutan.
Penambahan larutan pembanding fenol dilakukan karena struktur fenol
memiliki gugus benzene sehingga mempermudah reagen xanthoprotein untuk
memecah gugus tersebut. Masing-masing larutan kemudian ditambahkan 0,5
ml HNO3 pekat melalui dinding-dinding tabung reaksi pada lemari asam-basa.
Perlakuan ini dilakukan agar pH pada larutan tetap terjaga. Penambahan
larutan HNO3 pada dinding tabung reaksi dituangkan secara perlahan-lahan.
Perlakuan tersebut dilakukan karena larutan HNO3 bersifat eksotermis yang
dapat menyebabkan lubang pada dasar tabung reaksi. Larutan ini ditambahkan
untuk menghidrolisis gugus benzene pada larutan asam amino. Penambahan
larutan NaOH sebanyak 1 ml, sebagai larutan pemberi suasana basa pada
masing-masing larutan uji. Suasana basa yang dihasilkan oleh larutan ini akan
mempertegas warna kuning jingga yang terbentuk pada larutan. Setiap
perubahan warna yang terjadi dengan penambahan larutan HNO3 dan NaOH
diamati dengan menggunakan latar belakang bewarna putih. Hal ini dilakukan
agar pengamatan lebih akurat dan tidak terganggu dengan adanya warna-
warna mencolok.
4.2.3.2. Analisa Hasil
Uji xanthoprotein merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan
adanya cincin aromatik (gugus benzene) pada larutan uji yang digunakan.
Reagen xanthoprotein berupa larutan HNO3 berfungsi untuk menghidrolisis
gugus benzene pada larutan uji. Hasil positif pada uji xanthoprotein ditandai
dengan terbentuknya warna kuning. Hal ini terjadi karena adanya reaksi
hidrolisis gugus benzene oleh HNO3. Pada percobaan ini ditambahkan larutan
NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa pada masing-masing
larutan. Hal ini sesuai dengan Kamineni dkk. (2016) bahwa uji xanthoprotein
menggunakan reaksi nitrasi untuk menentukan keberadaan protein dalam
suatu larutan. Penambahan asam nitrat pekat pada sampel akan bereaksi
dengan asam amino aromatik seperti fenilalanin, tirosin dan triptofan. Cincin
fenil yang terurai akan menghasilkan produk berwarna kuning. Produk inilah
yang digunakan sebagai penentuan keberadaan protein, disebut sebagai
protein xantho. Penambahan larutan uji tersebut dengan basa kuat seperti NH 3
atau NaOH akan menyebabkan perubahan warna menjadi oranye tua.
Berdasarkan pengertian tersebut hasil positif pada uji ini akan terjadi pada
larutan protein yang mengandung asam amino dengan struktur cincin
aromatik di rantai sampingnya.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa glisin tidak mengalami perubahan
warna atau tidak bewarna, larutan tirosin berubah warna menjadi agak sedikit
kekuningan, dan larutan triptofan menunjukkan perubahan warna menjadi
kuning. Larutan tersebut kemudian diberikan larutan NaOH untuk pemberian
suasana basa. Hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan glisin dan tirosin
tidak bewarna sedangkan larutan triptofan berubah warna menjadi jingga. Hal
ini tidak sesuai dengan Sumardjo (2010) residu asam amino yang terdapat
dalam protein yang mengandung radikal fenil dalam struktur kimianya akan
menggumpal menjadi bewarna putih ketika ditambahkan asam nitrat pekat.
Residu asam amino tersebut dapat berupa tirosin, fenilalanin, dan triptofan.
Proses pemanasan akan menyebabkan gumpalan bewarna putih berubah
menjadi kuning, jika ditambahkan larutan basa maka akan berubah menjadi
warna jingga. Proses inilah yang disebut sebagai nitrasi inti benzene pada
asam amino penyusun protein tersebut. Pernyataan tersebut juga didukung
oleh Maurya dkk. (2019) bahwa asam nitrat akan memberikan warna apabila
dipanaskan dengan larutan protein yang mengandung asam amino tirosin atau
triptofan. Perubahan warna yang terjadi pada asam amino tirosin adalah
kuning sedangkan pada asam amino triptofan akan bewarna oranye.
Kemunculan warna pada larutan uji terjadi karena adanya proses nitrasi.
Warna kuning pada asam amino tirosin dan oranye dengan asam amino
esensial triptofan menunjukkan nilai gizi yang tinggi pada uji xanthoprotein di
makanan. Pada hasil percobaan, seharusnya larutan tirosin setelah
ditambahkan larutan NaOH juga bewarna jingga sebagaimana larutan
triptofan berubah warna menjadi jingga. Hal ini dikarenakan struktur kedua
asam amino tersebut memiliki cincin benzene. Kekeliruan dalam pratikum
dapat disebabkan karena alat dan bahan.
4.2.4. Uji Biuret
4.2.4.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan protein
diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan protein yang
digunakan untuk pengujian dalam menentukan ada atau tidaknya dua atau
lebih ikatan peptida terdiri dari kasein, gelatin, dan pepton. Pipet ukur
digunakan untuk memindahkan larutan ke dalam tabung reaksi dalam
berbagai ukuran volume sesuai dengan kebutuhan. Skala terbesar pada pipet
ukur adalah 50 ml. Pada pratikum ini dibutuhkan larutan dengan volume 2 ml.
Pemakaian pipet ukur dihubungkan dengan rubber bulb. Bola hisap atau
rubber bulb digunakan untuk membantu proses pengambilan larutan. Reagen
biuret berupa CuSO4 akan bereaksi dengan ikatan peptida bebas. Reaksi
tersebut ditandai dengan terbentuknya senyawa kompleks bewarna ungu pada
larutan. Larutan NaOH berfungsi untuk memberikan suasana basa (alkalis)
pada larutan.
Pada proses pemindahan larutan dengan pipet ukur yang dihubungkan
dengan rubber bulb harus diperhatikan bahwa pada bola hisap tidak terdapat
udara yang akan mengganggu pemindahan larutan. Volume larutan yang
diukur dengan pipet ukur harus diamati sejajar dengan pandangan mata
pratikkan dan pembacaannya di bawah miniskus. Penambahan CuSO4 pada
larutan uji kemudian dihomogenkan. Homogenisasi ini bertujuan untuk
penyeragaman ukuran partikel sehingga mempertahankan kestabilan dari
sebuah campuran. Penambahan ini akan mengakibatkan perubahan warna.
Perlakuan yang sama juga dilakukan ketika ditambahkan larutan NaOH.
Larutan ini akan memberikan suasana basa sehingga ion Cu 2+ dari CuSO4 akan
membentuk senyawa kompleks bewarna biru ungu. Pada uji biuret tidak
dilakukan pemanasan dikarenakan reagen biuret yang terdiri dari CuSO4 akan
membentuk kristal sehingga hasil yang didapatkan tidak valid. Pemanasan
pada uji biuret juga akan merusak ikatan peptida pada protein. Setiap
perubahan warna yang terjadi dengan penambahan larutan CuSO4 dan NaOH
diamati dengan menggunakan latar belakang bewarna putih. Hal ini dilakukan
agar pengamatan lebih akurat dan tidak terganggu dengan adanya warna-
warna mencolok.
4.2.4.2. Analisa Hasil
Uji biuret merupakan salah satu uji pada protein yang akan menghasilkan
pembentukan warna. Reaksi dengan pembentukan warna protein ini
digunakan untuk menunjukkan adanya protein tertentu. Reagen biuret yang
ditambahkan berupa CuSO4. Uji biuret dilakukan untuk mengetahui suatu
protein mengandung dua atau lebih ikatan peptida. Larutan yang
menghasilkan reaksi positif akan mengalami pembentukan senyawa kompleks
ungu. Hal tersebut terjadi karena adanya reaksi antara ion Cu2+ dalam larutan
alkalis. Pada percobaan dilakukan penambahan NaOH untuk memberikan
suasana basa (alkalis) pada larutan. Hal ini sudah sesuai dengan Kamineni
dkk. (2016) bahwa salah satu uji protein paling sederhana dan paling umum
adalah uji biuret. Prinsip utama pengujian ini adalah dapat dilakukan pada
kondisi basa. Kompleks ion kupri dengan ikatan peptida akan saling
berdekatan dalam protein. Reaksi antara kedua senyawa tersebut membentuk
kompleks warna ungu. Kompleks warna ungu hanya muncul pada reaksi
dengan ikatan peptida, bukan reaksi dengan rantai samping asam amino.
Larutan uji protein yang telah ditambahkan CuSO4 kemudian
dihomogenkan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa larutan gelatin berubah
warna menjadi biru bening, larutan kasein berubah warna menjadi biru keruh,
larutan pepton berubah warna menjadi biru agak keruh. Langkah selanjutnya
adalah ditambahkan NaOH sebanyak 2 ml kemudian dihomogenkan. Hasil
percobaan menunjukkan bahwa larutan gelatin berubah warna menjadi biru
keunguan, larutan kasein berubah warna menjadi biru sedikit keunguan, dan
larutan pepton berubah warna menjadi biru keunguan. Hal ini sudah sesuai
dengan Sumardjo (2010) reaksi pada uji ini terjadi karena kompleks Cu 2+
bereaksi dengan gugus –CO dan –NH dari rantai peptida dalam suasana basa.
Hasil positif uji ini menunjukkan adanya senyawa dengan gugus amida yang
berada bersama gugus amida yang lain. Perubahan warna yang terjadi pada
larutan uji yaitu warna merah violet atau biru violet. Pernyataan ini juga
didukung oleh Maurya dkk. (2019) bahwa reagen biuret berupa tembaga sulfat
dalam basa kuat akan bereaksi dengan ikatan peptida dalam protein. Reaksi
tersebut membentuk kompleks biru keunguan, disebut sebagai "kompleks
biuret". Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa ketiga
larutan protein yaitu gelatin, kasein, dan pepton memiliki dua atau lebih ikatan
peptida. Warna pada larutan gelatin dan pepton sama-sama menghasilkan biru
keunguan sedangkan warna pada larutan kasein adalah biru sedikit keunguan.
Hal ini menandakan bahwa larutan gelatin dan pepton memiliki ikatan peptida
lebih banyak dibandingkan dengan kasein. Intensitas warna ungu yang
berbeda pada hasil percobaan menurut Al-Awwaly (2016) menunjukkan
hubungan berbanding lurus dengan konsentrasi protein. Semakin intens warna
ungu yang dihasilkan semakin besar konsentrasinya, artinya jumlah ikatan
peptida yang dimiliki larutan protein tersebut semakin besar.
4.2.5. Uji Denaturasi Protein oleh Panas dan pH Ekstrem
4.2.5.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan protein
diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan protein yang
digunakan untuk pengujian denaturasi protein oleh panas dan pH ekstrem
terdiri dari albumin, kasein, gelatin, dan pepton. Pipet digunakan untuk
memasukkan larutan pada tabung reaksi misal ketika penambahan 0,5 ml
larutan HNO3. Larutan HNO3 dan larutan HCl dalam percobaan ini digunakan
sebagai larutan asam yang akan mengakibatkan denaturasi pada protein. Hal
ini ditandai dengan perubahan warna keruh pada larutan dan terbentuknya
endapan. Hasil tersebut menandakan bahwa protein telah mengalami
denaturasi. Larutan NaOH dalam percobaan ini digunakan sebagai larutan
basa yang akan mengakibatkan denaturasi pada protein. Kondisi asam dan
basa pada larutan protein menyebabkan kekacuan pada jembatan garam yang
terbentuk karena adanya muatan ionik. Ion positif dan ion negatif pada larutan
protein akan berganti pasangan dengan ion positif dan ion negatif dari larutan
asam atau basa yang ditambahkan. Penangah digunakan sebagai tempat untuk
memanaskan larutan ke dalam pemanas.
Penambahan larutan HNO3 pekat ditambahkan sebanyak 0,5 ml dilakukan
di dalam lemari asam-basa. Hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan pH
larutan asam. Fungsi lainnya adalah untuk mempercepat proses denaturasi
protein. Langkah selanjutnya adalah ditambahkan larutan NaOH sebanyak 0,5
ml dengan pipet mikro pada masing-masing tabung reaksi. Pindahkan larutan
tersebut ke dalam lemari asam-basa kembali. Tambahkan larutan HCl
sebanyak 0,5 ml ke setiap tabung reaksi dan tambahkan juga larutan HNO3
sebanyak 0,5 ml pada tabung reaksi dengan larutan protein yang sama.
Perlakuan tersebut semuanya dilakukan dalam lemari asam-basa juga agar
kestabilan pH larutan asam dan basa tetap terjaga. Pemakaian larutan asam
dan basa yang bermacam-macam ditujukan untuk mengetahui reaksi protein
ketika ditambahkan larutan asam atau basa yang bervariasi. Larutan tersebut
kemudian dipindahkan ke dalam penangah untuk dipanaskan selama ± 10
menit. Pemanasan pada larutan ditujukan untuk menghancurkan struktur
protein dan mempercepat reaksi untuk terbentuknya endapan pada larutan uji.
Setiap perubahan warna yang terjadi dengan penambahan larutan asam dan
basa diamati dengan menggunakan latar belakang bewarna putih. Hal ini
dilakukan agar pengamatan lebih akurat dan tidak terganggu dengan adanya
warna-warna mencolok.
4.2.5.2. Analisa Hasil
Denaturasi protein menyebabkan perubahan pada struktur sekunder dan
tersier protein saja, sedangkan struktur primernya tetap. Proses ini mampu
menyebabkan modifikasi pada konformasi protein pada struktur sekunder dan
tersiernya. Dentarusi protein dalam percobaan ini dilakukan dengan perlakuan
pemanasan dan penambahan pH ekstrem. Denaturasi ini dapat bersifat
reversible atau irreversible. Proses ini umumnya tidak melibatkan perubahan
kimia oleh karena itu kebanyakan denaturasi dapat kembali ke bentuk protein
semula. Hal ini sudah sesuai dengan Nur & Sunarhanum (2019) bahwa
denaturasi umumnya bersifat reversible karena rantai peptida tidak dalam
kondisi terlipat. Ikatan peptida tersebut dapat distabilkan kembali dengan
reaksi bersama rantai kimia. Denaturasi dapat terjadi karena adanya perlakuan
yang menyebabkan pemutusan jembatan hidrogen, ikatan ionik, atau
hidrofobik. Faktor-faktor penyebab denaturasi adalah perubahan suhu pH,
peningkatan area antarmuka, penambahan pelarut organik, urea, garam,
guanidin, hidroklorida, atau deterjen seperti dodesill sulfat. Denaturasi tidak
dapat memutuskan ikatan peptida protein sehingga struktur primer berupa
urutan asam aminonya sama. Pernyataan tersebut didukung oleh Kamineni
dkk. (2016) meskipun begitu proses denaturasi masih tetap menyebabkan efek
jangka panjang. Beberapa faktor lain bahkan dapat menyebabkan perubahan
pada struktur primer. Proses tersebut ditandai dengan degradasi rantai
polipeptida menjadi unit yang lebih kecil dengan membebaskan asam amino.
Hasil percobaan dengan penambahan larutan HNO3 pekat sebanyak 0,5 ml
menunjukkan bahwa larutan albumin menghasilkan banyak endapan, larutan
kasein menghasilkan sedikit endapan, larutan gelatin bewarna bening tanpa
ada endapan, dan larutan pepton bewarna agak sedikit keruh tanpa ada
endapan. Langkah selanjutnya adalah ditambahkan larutan NaOH sebanyak
0,5 ml dengan pipet mikro pada masing-masing tabung reaksi. Tambahkan
larutan HCl sebanyak 0,5 ml ke setiap tabung reaksi dan tambahkan juga
larutan HNO3 sebanyak 0,5 ml pada tabung reaksi dengan larutan protein yang
sama. Hasil percobaan pada penambahan NaOH menunjukkan bahwa larutan
pepton berubah menjadi tidak keruh, larutan kasein berubah menjadi tidak
keruh, larutan albumin berubah menjadi sedikit keruh, dan larutan gelatin
berubah menjadi bening. Hasil percobaan pada penambahan HNO3
menunjukkan larutan albumin berubah menjadi kuning, larutan kasein
berubah menjadi sedikit kuning, larutan gelatin berubah menjadi bening, dan
larutan pepton berubah menjadi sedikit kuning. Hasil percobaan pada
penambahan HCl menunjukkan bahwa larutan gelatin berubah warna menjadi
bening, larutan kasein berubah warna menjadi bening, larutan albumin
berubah warna menjadi keruh, dan larutan pepton berubah warna menjadi
sedikit keruh. Hal ini sudah sesuai dengan ----- bahwa proses denaturasi p
4.2.6. Pengendapan Protein dengan Logam Berat
4.2.6.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan protein
diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan protein yang
digunakan untuk pengujian pengendapan protein dengan logam berat terdiri
dari albumin, gelatin, kasein dan pepton. Pipet digunakan untuk memasukkan
larutan pada tabung reaksi misal ketika penambahan logam berat timbal (II)
asetat [Pb(C2H3O2)2] sebanyak lima tetes. Logam berat [Pb(C2H3O2)2] dan
logam berat CuSO4 dalam percobaan ini digunakan sebagai larutan logam
yang akan mengakibatkan pengendapan pada protein. Terjadinya endapan
protein oleh logam berat dikarenakan protein pada titik isoelektriknya, akan
berikatan dengan muatannya sendiri. Kondisi tersebut akan membentuk
lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif cepat. Hal ini
ditandai dengan perubahan warna keruh pada larutan. Hasil tersebut
menandakan bahwa protein telah mengalami denautasi dan akan mengendap.
Penambahan logam berat yang bervariasi yaitu [Pb(C2H3O2)2] dan CuSO4
dilakukan untuk mengamati reaksi protein. Protein yang diberikan logam berat
akan terdenaturasi. Setiap penambahan larutan protein dengan logam berat
dihomogenkan. Homogenisasi ini bertujuan untuk penyeragaman ukuran
partikel sehingga mempertahankan kestabilan dari sebuah campuran. Setiap
perubahan warna yang terjadi dengan penambahan logam berat [Pb(C 2H3O2)2]
dan logam berat CuSO4 diamati dengan menggunakan latar belakang bewarna
putih. Hal ini dilakukan agar pengamatan lebih akurat dan tidak terganggu
dengan adanya warna-warna mencolok.
4.2.6.2. Analisa Hasil
4.2.7. Pengendapan Protein oleh Asam
4.2.7.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan protein
diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan protein yang
digunakan untuk pengujian pengendapan protein dengan asam terdiri dari
albumin, gelatin, kasein dan pepton. Pipet digunakan untuk memasukkan
larutan pada tabung reaksi misal ketika penambahan lima tetes dari tiga
reagen larutan asam yang digunakan. Larutan asam tersebut adalah asam
sulfus salisilat (C7H6O3), asam pikrat (C6H3N3O7), dan asam trikloroasetat
(C2HCl3O2). Ketiga larutan tersebut digunakan sebagai larutan asam yang
digunakan untuk mengkoagulasi protein. Prinsip pada uji ini sama halnya
dengan pengendapan oleh logam berat.
Larutan protein yang telah ditambahkan asam sulfus salisilat (C7H6O3),
asam pikrat (C6H3N3O7), dan asam trikloroasetat (C2HCl3O2) dihomogenkan.
Homogenisasi ini bertujuan untuk penyeragaman ukuran partikel sehingga
mempertahankan kestabilan dari sebuah campuran. Setiap perubahan warna
yang terjadi dengan penambahan asam sulfus salisilat (C 7H6O3), asam pikrat
(C6H3N3O7), dan asam trikloroasetat (C2HCl3O2) diamati dengan menggunakan
latar belakang bewarna putih. Hal ini dilakukan agar pengamatan lebih akurat
dan tidak terganggu dengan adanya warna-warna mencolok.
4.2.8. Penentuan Kadar Protein menggunakan Reagen Biuret
4.2.8.1. Analisa Prosedur
Tabung reaksi yang disiapkan digunakan sebagai tempat larutan protein
diuji, tabung tersebut diletakkan pada rak tabung reaksi. Larutan protein yang
akan diukur kadar proteinnya dengan reagen biuret terdiri dari kasein, gelatin,
albumin, kasein, dan pepton dengan konsentrasi 1.000, 3.000, 5.000, 8.000,
dan 10.000 ppm. Pipet ukur digunakan untuk memindahkan larutan ke dalam
tabung reaksi dalam berbagai ukuran volume sesuai dengan kebutuhan. Skala
terbesar pada pipet ukur adalah 50 ml. Pada pratikum ini dibutuhkan larutan
reagen biuret dengan volume 4 ml. Pemakaian pipet ukur dihubungkan
dengan rubber bulb. Bola hisap atau rubber bulb digunakan untuk membantu
proses pengambilan larutan. Pipet ukur digunakan untuk memindahkan
larutan ke dalam tabung reaksi dalam berbagai ukuran volume sesuai dengan
kebutuhan. Skala terbesar pada pipet ukur adalah 50 ml. Pada pratikum ini
dibutuhkan larutan dengan volume 2 ml. Pemakaian pipet ukur dihubungkan
dengan rubber bulb. Bola hisap atau rubber bulb digunakan untuk membantu
proses pengambilan larutan. Vortex mixer digunakan sebagai alat
homogenisasi atau penyeragaman larutan dengan jumlah volume yang kecil.
Pada uji ini, digunakan spektrofotometri UV-vis sebagai alat untuk
pengukuran kadar protein. Prinsip kerja alat ini adalah melakukan pengukuran
absorbansi pada daerah ultraviolet (200-350 nm) dan sinar tampak (350-800
nm). Percobaan ini mengukur absrobansi dari larutan protein dengan
konsentrasi 1.000-10.000 ppm pada panjang gelombang 540 nm. Larutan
blangko yang digunakan adalah campuran aquades dan reagen biuret,
komposisi larutan sama dengan sampel. Larutan blanko merupakan larutan
yang tidak mengandung analit. Fungsi penggunaan blangko pada percobaan
ini dengan tujuan kalibrasi sebagai larutan pembanding dalam analisis
fotometri ketika sampel diukur absorbansinya.
Pada proses pemindahan larutan dengan pipet ukur yang dihubungkan
dengan rubber bulb harus diperhatikan bahwa pada bola hisap tidak terdapat
udara yang akan mengganggu pemindahan larutan. Volume larutan yang
diukur dengan pipet ukur harus diamati sejajar dengan pandangan mata
pratikkan dan pembacaannya di bawah miniskus. Penambahan reagen biuret
berupa CuSO4 digunakan untuk menghidrolisis ikatan peptida dan bereaksi
membentuk senyawa kompleks. Pencampuran kedua larutan tersebut
kemudian dihomogenkan dengan vortex mixer. Perlakuan ini untuk
penyeragaman larutan dalam jumlah kecil sebelum diukur absrobansinya.
Larutan didiamkan selama ± 30 menit untuk memberikan waktu terjadinya
reaksi pada larutan setelah dihomogenkan. Spektrofotometri UV-vis diberikan
sumber listrik dan dinyalakan. Pastikan bagian bawah tabung rekasi bersih
dari noda baik aliran air dan sebagainya. Hal ini agar tidak mengganggu
proses pengukuran absorbansi. Penggunaan larutan blangko dibuat dengan
komposisi yang sama dengan larutan uji berfungsi sebagai pembanding atau
pembuat baseline setiap dilakukan pengukuran absrobansi.
4.2.8.2. Analisa Hasil
Penetapan protein dengan metode biuret dapat terjadi dengan adanya
prinsip penetapan uji ini. Prinsip tersebut adalah terjadinya reaksi antara
ikatan peptida dari protein dengan ion Cu2+ membentuk sebuah komlpeks
warna ungu. Kompleks tersebut akan memiliki intensitas warna ungu yang
berbeda-beda. Sama halnya dengan pembahasan di uji biuret, intensitas warna
ini berbanding lurus dengan konsentrasi protein. Hal ini sudah sesuai dengan
Al-Awwaly (2016) semakin meningkat intensitas warna ungu yang dihasilkan
maka semakin meningkat pula konsentrasi protein. Hal ini menunjukkan
perlunya dilakukan pengukuran pada intensitas cahaya. Pengukuran tersebut
dapat dilakukan dengan mengukur absorbansi larutan menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Besarnya nilai absorbansi
tidak dipengaruhi oleh jenis protein. Hal ini dikarenakan semua protein pada
dasarnya memiliki jumlah ikatan peptida yang relatif sama per satuan
beratnya.
Intensitas warna maksimum dicapai setelah lima belas menit dan
kompleks yang terbentuk tetap stabil selama beberapa jam. Intensitas warna
berbanding lurus dengan konsentrasi protein, yang diukur secara
spektrofotometri pada 540 nm. Metode ini membutuhkan sampel dalam
jumlah besar karena mengukur konsentrasi protein yang berkisar antara 0,5
hingga sekitar 5 mg / ml. Sangat sedikit bahan (misalnya, Tris dan buffer
asam amino) yang mengganggu yang dianggap sebagai salah satu
kelebihannya dan pengujian ini, satu-satunya kelemahan adalah
sensitivitasnya yang rendah [4].
menyimpulkan uji biuret sebagai metode yang sederhana, cepat dan sesuai
untuk uji protein serum. Sapan et al. [4] merekomendasikan menggunakan
uji Biuret, analisis asam amino kuantitatif dan teknik mikro-Kjeldahl, ketika
jumlah protein yang tidak diketahui dalam sampel tidak sesuai dengan
standar. Sejak awal 1980-an, biuret adalah teknik yang paling umum
digunakan, tetapi satu-satunya kelemahannya adalah kurangnya kepekaan
untuk mendeteksi protein yang ada dalam volume kecil sampel.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa
4.2.9. Kurva Titrasi Asam-asam Amino
4.2.9.1. Analisa Prosedur
Beaker glass disiapkan sebagai tempat larutan yang akan dititrasi oleh
asam dan basa berupa asam glutamat, glisin, dan tirosin sebanyak 10 ml.
Larutan asam yang digunakan berupa HCl dan larutan basa berupa NaOH.
Pada uji ini larutan asam dan basa yang digunakan berfungsi sebagai larutan
standar untuk penentuan kadar larutan protein. Alat pH meter digunakan
untuk menentukan pH pada setiap larutan yang diuji, pengukuran tersebut
dilakukan dengan meletakkan elektroda yang telah distandarisasi ke dalam
sampel. Larutan buffer digunakan sebagai larutan yang melakukan
standarisasi pada elektroda. Apabila telah dilakukan titrasi, maka elektroda
dicuci dengan aquades untuk distandarisasi. Titrasi asam dan basa dilakukan
pada buret dan statif. Buret merupakan alat yang berbentuk silinder dengan
garis ukur dan bagian bawahnya disumbat oleh keran. Penggunaan buret pada
uji ini adalah untuk meneteskan larutan titran sebanyak 1 ml. Statif atau
tegakan retot digunakan untuk menjepit buret pada proses titrasi sehingga
memudahkan pengamatan karena titrasi membutuhkan waktu cukup lama.
Corong digunakan sebagai alat bantu menuangkan larutan titran sehingga
menghindari terjadinya ketumpahan. Penggunaan tissue dilakukan untuk
pengeringan elektroda dan digunakan dalam statif.
Pengukuran pH dilakukan pada setiap larutan terlebih dahulu sebelum
dititrasi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pH dari masing-masing larutan
sebagai acuan pada proses titrasi yang dilakukan. Alat pH meter distandarisasi
terlebih dahulu dengan penggunaan larutan buffer. Penggunaan larutan buffer
untuk menyesuaikan pH dari sampel yang digunakan. Hal ini berbeda dengan
standarisasi yang dilakukan setelah titrasi, yang mana elektroda akan dibilas
dengan aquades. Larutan standarisasi yang digunakan berbeda-beda
dikarenakan menyesuaikan pH dari sampel. Elektroda yang distandarisasi
dikeringkan dengan tissue. Persiapan posisi. Sebelum titrasi dilakukan,
kondisikan buret dengan larutan yang akan digunakan. Penuangan larutan
dilakukan secukupnya dengan bantuan corong agar mempermudah
pemindahan larutan dan mencegah terjadinya ketumpaha. Buret kemudian
diputar-putar agar seluruh bagian dalam buret dilewati oleh larutan tersebut.
Apabila buret telah dikondisikan maka dipasangkan pada statif. Proses ini
dilakukan dengan pemasangan klem pada statif dengan penjepit klem.
Penggunaan penjepit klem sebaiknya diposisikan dengan menghadap ke atas.
Hal ini bertujuan untuk mencegah klem dalam posisi longgar dan terjatuh.
Pemasangan buret sebaiknya dilapisi dengan kertas tissue agar bagian penjepit
sedikit longgar sehingga mencegah terjadinya kepecahan pada alat. Setiap
penambahan 1 ml larutan titran diukur pH larutan tersebut dengan pH meter.
Pengukuran pH meter dilakukan hingga didapatkan pH yang sesuai dengan
larutan. Perlakuan ini dilakukan pada semua sampel larutan protein yang
diujikan. Setiap pengukuran pH meter dilakukan, elektroda dicelupkan pada
aquades hingga menunjukkan pH 7 kemudian dikeringkan dengan tissue. Hal
ini menandakan bahwa pH meter dapat digunakan untuk larutan uji
berikutnya.
4.2.9.2. Analisa Hasil

4.2.10. Isolasi Kasein dari Susu


4.2.10.1. Analisa Prosedur
Susu segar sebanyak 100 ml digunakan sebagai bahan untuk isolasi
kasein. Gelas kimia digunakan sebagai tempat meletakkan susu yang akan
diisolasi. Larutan buffer asetat pH 4,6 sebanyak 100 ml digunakan untuk
menetralkan protein yaitu kasein. Hal ini dikarenakan pada pH 4.8 (pH
isoelektrik) akan terbentuk endapan sehingga penggunaan buffer perlu untuk
menetralkan protein. Magnetic stirrer atau pengaduk magnetik digunakan
untuk mengaduk bersamaan juga dengan memanaskan larutan susu dengan
larutan buffer asetat. Penggunaan alat ini bertujuan untuk menghasilkan
larutan uji yang homogen dengan bantuan pengaduk stir bar atau batang
magnet. Pelat (plate) yang terdapat pada alat ini berfungsi sebagai pemanas
sehingga mampu mempercepat proses homogenisasi. Alat pH meter
digunakan untuk pengukuran pH larutan uji hingga menunjukkan nilai 4,8.
Larutan etanol sebanyak 30 ml dan eter berfungsi sebagai pemisah zat-zat
yang terdapat dalam karbohidrat seperti protein, lipid, dan sebagainya. kertas
saring yang digunakan untuk memisahkan padatan dengan filtrat. Padatan
kasein yang diperoleh dicuci dengan campuran etanol dan eter dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 20 ml. Campuran tersebut berfungsi memisahkan
protein dari lipid sehingga meningkatkan kemurnian kasein. Fungsi lain dari
penambahan larutan tersebut adalah untuk menghindari terjadinya
penggumpalan pada kasein. Oven digunakan sebagai tempat pengeringan
endapan kasein yang diperoleh. Endapan yang telah kering kemudian
ditimbang beratnya dengan neraca analitik.
Penambahan larutan buffer fosfat pH 4,6 ke dalam susu dilakukan sambil
diaduk dengan magnetic stirrer atau pengaduk magnetik. Perlakuan ini
dilakuka dengan mengaduk sekaligus memanaskan larutan susu dengan
larutan buffer asetat. Hasil dari larutan ini adalah larutan uji yang homogen
dengan bantuan pengaduk stir bar atau batang magnet. Pada pelat (plate)
yang terdapat pada alat ini dipanaskan dengan tujuan untuk mempercepat
proses homogenisasi. Larutan susu yang telah ditambahkan buffer asetat
diukur pH nya dengan penggunaan pH meter hingga pH yang ditunjukkan
adalah 4,8. Hal ini dikarenakan pada pH 4.8 (pH isoelektrik) kasein pada susu
akan terbentuk endapan. Penambahan larutan buffer perlu untuk menetralkan
kasein. Larutan tersebut kemudian didinginkan pada suhu ruangan selama 4-5
menit. Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu agar terjadi reaksi
terbentuknya endapan kasein. Larutan suspensi yang telah didinginkan selama
5 menit kemudian didekantasi.Pemisahan endapan dengan supernatant
dilakukan dengan dekantasi. Dekantasi adalah proses pemisahan campuran
larutan dan padatan yang paling sederhana. Caranya dengan menuangkan
cairan secara perlahan sehingga endapan tertinggal di bagian dasar gelas
kimia. Endapan kasein yang diperoleh kemudian disuspensikan kembali
dengan 30 ml etanol. Larutan suspensi disaring kembali dengan kertas saring
agar padatan dan filtrat terpisah. Penyaringan juga bisa dilakukan dengan
corong Büchner agar proses penyaringan berlangsung lebih cepat. Padatan
kasein yang diperoleh dicuci dengan campuran etanol dan eter dengan
perbandingan 1:1 sebanyak 20 ml. Hal ini bertujuan agar memisahkan kasein
dengan senyawa lain misalkan lipid. Endapan kembali dicuci dengan 50 ml
eter untuk menjaga dan meningkatkan kemurnian kasein. Pengeringan
endapan dilakukan di dalam oven pada suhu 60oC. Endapan kasein yang
kering ditimbang beratnya pada neraca analitik untuk diketahui berat totalnya
untuk perhitungan dalam isolasi kasein.
4.2.10.2. Analisa Hasil

Anda mungkin juga menyukai