Anda di halaman 1dari 40

PENENTUAN KADAR

KARBOHIDRAT DALAM
MAKANAN

PRINSIP
Hidrolisis karbohidrat menjadi
monosakarida yang dapat mereduksi Cu2+
menjadi Cu+. Kelebihan Cu2+ dapat dititrasi
secara iodometri.

ANALISA VOLUMETRI
(TITRIMETRI)
Analisa kuantitatif dimana kadar
zat uji ditetapkan berdasarkan
volume pereaksi atau pentiter
(dengan konsentrasi yang telah
diketahui) yang ditambahkan ke
dalam larutan zat uji, sehingga
komponen yang akan ditetapkan
bereaksi secara kuantitatif
dengan pereaksi.

DASAR ANALISIS
Suatu reaksi dapat digunakan
sebagai dasar analisa titrimetri bila
memenuhi persyaratan berikut :
Berlangsung cepat, sehingga
titrasi dapat dlakukan dalam
waktu yang tidak terlalu lama.
Sederhana dan diketahui dengan
pasti, sehingga diketahui
kesetaraan masing masing zat
yang bereaksi.
Reaksi harus berlangsung

Pereaksi yang digunakan


dinamakan titran dan larutannya
disebut larutan titrat.
Konsentrasi larutan ini dapat
ditentukan berdasarkan berat
pereaksi yang ditimbang secara
saksama, atau dengan
penetapan yang dikenal dengan
standarisasi atau pembakuan.

PENGGOLONGAN VOLUMETRI
Berdasarkan macam reaksi
yang terjadi :
Titrasi asam basa
Titrasi pengendapan
Titrasi kompleksometri
Titrasi redoks

LARUTAN STANDAR PRIMER


Larutan standar primer adalah
larutan yang diperoleh dengan
cara melakukan penimbangan
dengan teliti terhadap suatu
zat tertentu dan
melarutkannya hingga volume
tertentu secara teliti.

SYARAT-SYARAT ZAT AGAR


DAPAT DIGUNAKAN SEBAGAI
STANDAR PRIMER
Mudah didapat dengan kemurnian
yang tinggi
Harus stabil, tidak higroskopis,
tidak mudah bereaksi dengan
udara di sekitarnya
Mempunyai bobot ekivalen yang
tinggi, sehingga dapat dihindari
kesalahan sewaktu penimbangan.
Ketelitian menimbang biasanya
0,1 0,2 mg. Pada penimbangan

LARUTAN STANDAR SKUNDER


Adalah larutan yang digunakan
untuk standarisasi dan
kandungannya telah ditentukan
dengan membandingkan terhadap
larutan standar primer.
Contoh larutan standar skunder:
larutan natrium hidroksida,
larutan asam sulfat, larutan
natrium thiosulfat.

KONSENTRASI
Konsentrasi menyatakan jumlah zat
yang terkandung dalam suatu
larutan. Konsentrasi dapat
dinyatakan dalam berbagai macam
satuan konsentrasi seperti:
molaritas dan normalitas.
Molaritas
Larutan 1 molar berarti dalam
satu liter berisi 1 mol zat terlarut.
Satu liter disini adalah adalah
satu liter larutan (solution) bukan

MOLARITAS
Molaritas adalah banyaknya mol zat
terlarut tiap liter larutan atau :
mol
g
M

L
BM x V
M : Molaritas, satuannya molar
g : Banyaknya zat terlarut (gram)
BM : Berat molekul
V : Volume larutan (liter)

NORMALITAS
Normalitas merupakan banyaknya
ekivalen (ek) zat terlarut (solute)
tiap liter larutan.
ek
N
V

N:
ek
BE
V:

g
ek
BE

g
N
BE x V

Normalitas
: Banyaknya ekivalen
: Berat ekivalen (gram ekivalen)
Volume larutan (liter)

Berat ekivalen sama dengan berat


molekul (BM) dibagi dengan
valensi.
BM
BE
n
Sehingga persamaan sebelumnya
dapat dituliskan kembali menjadi :
n : Valensi

g xn
N
BM x V

CARA PENENTUAN TITIK AKHIR


TITRASI
Auto indikator: kelebihan titran
yang berwarna akan
memberikan warna yang stabil
pada zat yang sedang dititrasi.
Contohnya pada titrasi
permanganometri, serimetri,
dan iodimetri
Indikator warna: kelebihan
titran akan menyebabkan

TITIK EKIVALEN DAN TITIK


AKHIR TITRASI
Titik ekivalen:
saat dimana titrat (larutan
analisa) tepat habis bereaksi
dengan titran
Titik akhir titrasi:
saat dimana terjadi perubahan
warna indikator pada waktu
titrasi

TITRASI REDOKS
Reaksi redoks selalu terjadi
antara reduktor dan oksidator,
dimana reduktor akan
teroksidasi dan oksidator
tereduksi.
Oksidasi dapat didefinisikan
sebagai pelepasan elektron
sedangkan reduksi adalah
pengikatan elektron oleh suatu
atom, ion atau molekul.

TITRASI IODOMETRI
Iodometri: titrasi tidak lagsung,
digunakan untuk menetapkan
senyawa yang mempunyai potensial
oksidasi lebih besar dari sistem
iodium-iodida atau bersifat
oksidator seperti CuSO4.5H2O.
Pada iodometri, sampel bersifat
oksidator direduksi dengan kalium
iodide berlebih dan akan
menghasilkan iodium yang
selanjutnya dititrasi dengan larutan

Pada iodometri larutan harus


dijaga supaya pH larutan <8,
karena dalam larutan alkali, iodium
bereaksi dengan hidroksida (OH-)
menghasilkan ion hipoiodit yang
pada akhirnya menghasilkan ion
iodat. Sehingga potensial
oksidasinya lebih besar daripada
iodium, akibatnya akan
mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) yang
tidak hanya menghasilkan
tetrationat (S4O62-) tapi juga

INDIKATOR
Indikator yang sering digunakan
adalah kanji atau amilum.
Kanji dengan adanya iod akan
memberikan kompleks berwarna
biru kuat yang akan terlihat apabila
konsentrasi iodium 2 x 10-5 M dan
konsentrasi iodida lebih besar dari 2
x 10-4 M.
Kepekaan warna berkurang dengan
kenaikan suhu larutan dan adanya
pelarut-pelarut organik.

PERALATAN
1. Neraca analitik
2. Erlenmeyer 500 ml
3. Pendingin tegak
4. Labu ukur 500 ml
5. Corong
6. Pipet ukur 10 ml; 25 ml
7. Pemanas listrik
8. Gelas ukur
9. Buret
10.Pipet tetes

PEREAKSI
1. Asam Klorida 3%
2. Natrium hidroksida 30%
3. Larutan asam sulfat 6 N
4. Kertas pH
5. Indikator fenolftalein
6. Larutan Luff Scrhroorl
7. Larutan Kalium iodida (KI) 20%
8. Larutan Asam sulfat 25%
9. Larutan natrium Tiosulfat 0,1 N
10.Indikator Larutan kanji 0,5%

PEMBUATAN LARUTAN LUFF


SCHOORL
1. Larutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat
dalam 300 ml air suling sambil aduk.
2. Tambahkan 50 g asam sitrat yang telah
dilarutkan 50 ml air suling.
3. Tambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah
dilarutkan 100 ml air suling.
4. Pindahkan larutan tersebut ke labu 1
liter, tepatkan sampai tanda garis
dengan air suling dan kocok.
5. Biarkan semalam dan saring bila perlu.
LARUTAN INI MEMPUNYAI KEPEKATAN Cu2+
0,2 N DAN Na2CO3 2 M

PENGUJIAN KEPEKATAN LARUTAN LUFF


SCHOORL

1. Pipet 25 ml larutan luff schoorl tambahkan 3


g KI dan 25 ml larutan H2SO4 6 N. Titrasi
dengan larutan Natrium tiosulfat 0,1 N
dengan indikator kanji 0,5 %. Larutan
Natrium tiosulfat yang dipergunakan untuk
titrasi 25 2 ml (a)
2. Pipet 10 ml larutan luff schoorl , masukkan
dalam labu ukur 100 ml, encerkan dengan air
suling dan kocok (b).
3. Pipet 10 ml larutan (b) dan masukkan
Erlenmeyer berisi 25 ml HCl 0,1 N. Masukkan
Erlenmeyer tersebut ke dalam penangas air
mendidih dan biarkan selama 1 jam, angkat
dan dinginkan. Titrasi dengan larutan NaOH

PENGUJIAN KEPEKATAN LARUTAN LUFF


SCHOORL

4. Pipet 10 ml larutan (b) dan masukkan


Erlenmeyer dan titrasi dengan HCl 0,1 N
dengan indikator fenolftalein 2-3 tetes.
Terjadi perubahan warna ungu ke biru.
Larutan HCl 0,1 N yang dipergunakan untuk
titrasi harus sekitar 6,0 7,6 ml.
5. Larutan luff schroorl harus mempunyai pH
9,3 9,4

CARA KERJA PENETAPAN KADAR


KARBOHIDRAT

1. Timbang seksama 5 gram cuplikan ke


dalam Erlenmeyer 500 ml.
2. Tambahkan 200 ml larutan HCl 3%, didihkan
selama 3 jam dengan pendingin tegak.
3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan
NaOH 30% dan tambahkan sedikit asam
asetat 3% agar suasana larutan sedikit asam.
4. Pindahkan isinya ke dalam labu 500 ml ad
kan dengan air suling, kemudian saring.
5. Pipet 10 ml hasil saringan ke dalam
erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml larutan
luff dan beberapa batu didih serta 15 ml air
suling.

CARA KERJA PENETAPAN KADAR


KARBOHIDRAT

6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala


yang tetap. Usahakan larutan mendidih
dalam waktu 3 menit, didihkan terus selama
10 menit (dihitung mulai saat mendidih)
kemudian dinginkan dalam bak berisi es.
7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI
20% dan 25 ml H2SO4 25% perlahan-lahan.
8. Lakukan hal yang sama untuk blangko.

PERHITUNGAN
W1 = (Blangko larutan titer) x N Natrium
Tiosulfat x 10
Kemudian lihat daftar Luff schroorl berapa mg
gula yang terkandung untuk ml Natrium
W1
Tiosulfat yang digunakan.
x Fp x 100%
W
Kadar Glukosa =
Dimana :
Kadar Karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa
W = bobot cuplikan dalam mg
W1 = glukosa yang terkandung untuk ml
Natrium tiosulfat yang digunakan dalam mg

GAMBAR ALAT

CORONG
NERACA
ANALITIK

GELAS UKUR

ERLENMEYER
500 ML
LABU UKUR 500
ML

PIPET TETES

PEMANAS
LISTRIK

PENDINGIN
TEGAK

BURET

PIPET VOLUME

PEREAKSI

HCl PEKAT

H2SO4 PEKAT

KERTAS pH FENOFTALEIN

NaOH

Na
THIOSULFAT

KALIUM
IODIDA

AMILUM

HCl 3 %
3g
HCl 3 % =
100 ml
massa
kg
g
BJ (Berat Jenis) =

volume
L
ml
BJ HCl pekat = 1.19 kg/L = 1.19 g/ml
Volume (ml) = 3 g
1.19 g/ml

= 2.52 ml

Ambil HCl pekat 2.52 ml dengan gelas ukur


masukkan labu ukur 100 ml larutkan dengan air
sampai tanda

NaOH 30 %
30 g
NaOH 30 % =
100 ml
Timbang NaOH 30 g dalam beaker masukkan labu
ukur 100 ml larutkan dengan air sampai tanda

KI 20 %
20 g
KI 20 % =
100 ml
Timbang KI 20 g dalam beaker masukkan labu
ukur 100 ml larutkan dengan air sampai tanda

H2SO4 6 N
Tersedia H2SO4 pekat 95% - 97%
1 L = 1.84 kg BJ = 1.84 kg/L
BM = 98.08 g/mol
g = % kemurnian x BJ x 1000
= 96% x 1.84 x 1000
= 1766.4 g
g
g
1766.4
Ek =

xn
x 2 36.02 N
BE BM
98.08

Pembuatan H2SO4 6 N, 100 ml


V1 x N1 = V2 x N2
100 ml=
x6N
V H2SO4 pekat yg diambil
16.66 ml
36.02

DATA
1. Penimbangan Sampel
SAMPEL

WADAH
(g)
46.0165

WADAH +
SAMPEL
(g)
51.0168

BOBOT
SAMPEL
(g)
5.0003

COCOA
POWDER
(A)
COKLAT
BUTIR (B)
SUSU (C)
SUSU (D)

32.6841

37.6846

5.0005

103.5876
117.5091

108.6451
122.5255

5.0575
5.0164

2. Uji Kepekatan Luff Schoorl


(a)

(b)

(c)

16.50 ml

1.55 ml

6.74 ml

16.50 ml

1.35 ml

7.00 ml

3. Normalitas Na Thiosulfat = 0.1538


N

4. Hasil Titrasi Sampel Karbohidrat


VOL TITRAN
(Na THIOSULFAT)
ml
BLANGK
16.05
O
A
11.2
B

5.1

3.6

5.4

PERHITUNGAN
Sampel A :
W1 = (blangko vol titran) x N Na Thiosulfat x
10
= (16.05 11.2) x 0.1538 x 10
= 7.4593 ml
Dari tabel :

8 - 7.4593 19.8 - x

7.4593 - 7 x - 17.2

0.5407 19.8 - x

0.4593 x - 17.2
x 18.3942 mg

Sampel A :

18.3942 mg 500
x
x 100%
Kadar Glukosa =
5000.3 mg
10
18.3931 %
Kadar Karbohidrat = 18.3931 % x 0.90 = 16.5538
%

Anda mungkin juga menyukai