Anda di halaman 1dari 7

MODUL I

1.1. Analisis kualitatif karbohidrat (pereaksi Fehling)

Fehling ditemukan oleh Hermann van Fehling (ahli kimia Jerman). Larutan Fehling
membedakan senyawa aldehid dan keton. Aldehid dengan larutan Fehling berwarna merah,
sedangkan keton tidak bereaksi, kecuali keton hidrolisa alfa. Pereaksi Fehling dapat
direduksi oleh reduktor lain.

Pereaksi
Fehling A: 3,5 g CuSO4/50 ml, biarkan 2 hari lalu saring.
Fehling B: campuran Na-K-Tartarat 17,3 g/50 ml dan NaOH 6 g/ 50 ml, biarkan 2 hari lalu
saring.
Fehling A : B = 1:1, RP

Prosedur
1. Campur 1 ml sampel uji dengan 1 ml larutan Fehling pada tabung reaksi
2. Panaskan dalam air mendidih selama 1 menit
3. Catat perubahan warna yang terjadi (endapan merah bata untuk aldehid, keton tidak
berubah warna. Larutan < 0,1% membentuk endapan hijau kekuningan) (Poedjiadi,
2006).

1.2. Analisis kuantitatif gula pereduksi (metode Luff-Schrool )


Pada penentuan gula metode Luff-Schrool yang ditentukan bukan kupro oksida yang
mengendap, tetapi kupri oksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi
(titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).
Penentuannya dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan
titrasi sampel ekuivalen dengan kupro oksida yang terbentuk dan juga ekuivalen dengan
jumlah gula reduksi yang ada dalam sampel.
Reaksi yang terjadi adalah kupri oksida dalam pereaksi akan membebaskan iod dari garam
kalium iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kupri oksida.
Banyaknya iod diketahui dengan titrasi menggunakan Natrium tiosulfat dan indikator amilum
(perubahan warna dari biru menjadi putih). Penambahan amilum dilakukan mendekati titik
akhir (AOAC, 1997).
Karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida dengan HCl dan panas. NaOH ditambahkan
untuk menetralkan larutan sampel. Monosakarida mereduksi Cu2+ menjadi Cu1+.
Monosakarida bebas mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi bentuk oksida atau
bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan
titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).

Pada metode Luff-Schoorl, pH harus diperhatikan dengan cermat. Jika pH terlalu tinggi
(basa), maka hasil titrasi menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena terjadi reaksi I2
yang terbentuk dengan air (hidrolisis). Pada pH terlalu asam akan menimbulkan
overestimated pada tahap titrasi sebab akan terjadi reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2
(Harjadi, 1994).

Pereaksi
HCl 30%: 30 mL HCl pekat diencerkan dengan aquades hingga 100 mL.
NaOH 45%: 45 g NaOH dilarutkan dalam 100 mL aquades.
Pereaksi Luff Schoorl: (i) 25 g CuSO4. 5H2O dilarutkan dalam 100 mL aquades. (ii) 50 g
asam sitrat dilarutkan dalam 50 mL aquades. (iii) 388 g Na2CO3. 10H2O dilarutkan dalam
400 mL aquades mendidih. Larutan (ii) dituangkan ke dalam larutan (iii) sambil diaduk hati-
hati, kemudian tambahkan larutan (i), setelah dingin, genapkan dengan aquades hingga 1 L,
homogenkan. Jika keruh, diamkan, kemudian saring.
KI 20%
H2SO4 6N
Pembuatan Na-tiosulfat
Pembakuan Na-tiosulfat

Prosedur
1. Haluskan 25 g sampel dan 100 mL aquades, saring melalui kain ke dalam labu takar
50 mL, genapkan dengan aquades.
2. Ambil 25 mL filtrat sampel dan masukkan ke dalam erlenmenyer, tambahkan dengan
10 mL HCl 30%.
3. Panaskan di atas penangas air suhu 70 oC selama 10 menit, dinginkan cepat hingga
suhu 20 oC.
4. Netralkan dengan NaOH 45% dan encerkan sampel hingga volume 50 mL.
5. Ambil 25 mL larutan dan masukkan ke dalam erlenmenyer, tambahkan 25 mL larutan
Luff Schoorl. Buat blanko, yaitu 25 mL aquades dan 25 mL larutan Luff Schoorl.
6. Tambah batu didih, erlenmenyer ditutup dengan corong berkapas, kemudian
didihkan selama 10 menit, kemudian cepat dinginkan.
7. Tambahkan 15 mL KI 20% dan 25 mL H2SO4 6N. Iodium yang dibebaskan dititrasi
dengan larutan Na-tiosulfat 0,1 N dengan 0,5 mL indikator amilum. Catat volume Na-
tiosulfat.

MODUL II
2.1. Analisis kualitatif protein (pereaksi xanthoprotein)
Rekasi Xanthoprotein merupakan uji spesifik untuk asam-asam amino siklik seperti
fenilalanin, tirosin, triptofan dan histidin. Asam-asam amino aromatik bereaksi dengan HNO3
menghsilkan senyawa nitrogen berwarna kuning yang merubah warna menjadi orange
dalam suasana alkali sedang karena adanya pembentukan garam.

Prosedur
1. Masukkan 1 mL larutan sampel ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 2-3 tetes larutan HNO3 pekat.
3. Panaskan campuran hinga warna kuning muncul.
4. Dinginkan campuran di atas dan tambahkan 10 tetes larutan NH4OH pekat. Warna
kuning akan berubah menjadi orange.

2.2. Analisis kadar protein total (metode Biuret)


Prinsip dari uji biuret adalah berdasarkan rekasi antara ion Cu2+ dan ikatan peptida dalam
suasana basa. Apabila terbentuk warna ungu maka menunjukkan adanya protein. Intensitas
warna yang dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptida yang ada didalam protein.
Ion Cu2+ dari pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau
ikatan-ikatan peptida yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu atau violet.
Penentuan konsentrasi protein dengan menggunakan metode kolorimetri (pembentukan
warna) merupakan teknik yang sering digunakan karena kemampuan protein/asam amino
bereaksi dengan zat lain dan menghasilkan warna spesifik yang dapat diukur intensitasnya
dengan metode spektroforometri. Keuntungan dari cara ini adalah keakuratan yang tinggi
dan relatif sederhana, murah dan aman.

Pereaksi
Pereaksi Buiret: larutkan 1,5 g tembaga sulfat [CuSO4.5H20] dan 6 g Na-K Tartrat dalam
500 mL H20. Tambahkan 300 mL larutan 10% NaOH, dan selajutnya tambahkan H20
hingga volume 1 liter. Simpan dalam botol gelap atau disimpan pada tempat yang gelap.
Untuk keperluan jangka waktu lama, tambahkan 1 g KI untuk menghambat reduksi tembaga.

Prosedur
1. Timbang 50 mg kasein, masukkan dalam labu takar 50 mL, larutkan dengan
aquades (konsentrasi 1 mg/mL).
2. Buat larutan kasein konsentrasi 50, 100, 200, 400, 800 g/mL.
3. Ke dalam 0,5 mL sampel dan 0,5 mL kasein, tambahkan masing-masing 2,5 mL
pereaksi Biuret. Inkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Sampel dan standar
harus dibuat dalam waktu yang bersamaaan.
4. Ukurlah absorbansi standar dan sampel pada 550 nm. Blanko adalah 0,5 mL air
ditambah 2,5 mL pereaksi Biuret.
5. Tentukan konsetrasi protein dengan menggunakan kurva standar.

MODUL III
3.1 Analisis kualitatif (bobot jenis)

Analisis kualitatif (bobot jenis) (SNI No. 06-2385-1998)


Prosedur
1. Timbang piknometer kosong, lalu isi dengan akuades, ditimbang kembali, diperoleh
masa air, sehingga dapat dihitung massa jenis air.
2. Isi piknometer dengan sampel, ditimbang, diperoleh massa minyak, kemudian hitung
bobot jenis minyak.
Bobot minyak buah merah (ρ) =( bobot air x Bobot jenis air) / Bobot air

1.1. Analisis asam lemak bebas (metode alkalimetri)


Asam lemak bebas adalah asam lemah yang terbentuk akibat proses hidrolisis yang terjadi
pada lemak, sehingga menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Kadar air yang tinggi
dalam minyak atau bahan pangan yang mengandung minyak dapat mengakibatkan asam
lemak bebas banyak dibentuk. Kandungan asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak
menyebabkan mutu minyak menjadi tidak baik. Kadar asam lemak bebas yang lebih besar
dari berat lemak akan menyebabkan rasa yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat
meracuni tubuh.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan
asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam besar
menunjukkan asam lemak bebas (FFA) yang bebas yabg berasal dari hidrolisis minyak atau
karena proses pengolahan yang kurang baik. Semakin tinggi angka asam, maka semakin
rendah kualitasnya.
mL KOH x normalitas KOH x 56,1
Bilangan asam = gram minyak

mL KOH x normalitas KOH x BM asam lemak


% FFA = gram minyak x 1000
x 100%

Pereaksi
Larutan KOH 0,1 N: Larutkan 5,6 g kalium hidroksida (BM 56,11) dalam 1000 mL aquades
dalam labu ukur 100 mL, kemudian dikocok hingga KOH larut sempurna.
Pembakuan larutan KOH 0,1 N: Timbang seksama 500 mg kalium biftalat yang sebelumnya
telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 120 C selama 2 jam dan larutkan dalam 75 mL
air bebas CO2. Tambahkan 2 tetes fenolftalein dan titrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga
terjadi warna merah muda mantap.
1 mL KOH 0,1 N setara dengan 14,56 mg kalium biftalat

Prosedur
1. Masukkan 20 g sampel ke dalam Erlenmeyer dan tambahkan 50 mL etanol 95%.
2. Didihkan dalam penangas air selama 30 menit
3. Kocok kuat untuk melarutkan asam lemak bebas dan dinginkan
4. Tambahkan 2 tetes indikator fenolftalein.
5. Titrasi dengan larutan KOH 0,1 N hingga terbentuk warna merah muda yang bertahan
selama 10 detik.
6. Ulangi prosedur yang sama untuk minyak jelantah.

MODUL IV
Uji aktivitas amilase (metode kolorimetri dengan pereaksi Lugol)
Enzim adalah biokatalisator yang berfungsi sebagai katalis dalam proses biologis. Enzim
adalah molekul biopolimer yang tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi
dan susunan rantai yang teratur dan tetap. Enzim memegang peranan penting dalam
berbagai reaksi di dalam sel. Sebagai protein, enzim diproduksi dan digunakan oleh sel
hidup untuk mengkatalisis reaksi, antara lain konversi energi dan metabolisme pertahanan
sel. Enzim meningkatkan laju reaksi sehingga terbentuk kesetimbangan kimia antara produk
dan pereaksi. Dalam keadaan fisiologi yang normal, enzim tidak mempengaruhi jumlah
produk dan pereaksi yang sebenarnya dicapai tanpa kehadiran enzim. Enzim dapat
mempercepat reaksi 108 hingga 1011 kali lebih cepat daripada reaksi tanpa katalis. Enzim
merupakan katalis yang sangat efisiendan memiliki derajat kekhasan yang tinggi. Enzim
menurunkan energi aktivasi suatu reaksi kimia.
Aktivitas amilase dianalisis menggunakan metode Fuwa (Fuwa, 1954). Satu unit amilase
didefinisikan sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk menghasilkan 1 μM maltosa/menit
pada 37 oC pada kondisi uji yang dilakukan atau jumlah enzim yang diperlukan untuk
menguraikan 1 mg kompleks iodium-amilum/menit.

Pereaksi
Amilum 0,5%: 100 mg amilum dilarutkan dalam 20 mL aquadest, lalu dipanaskan hingga
larut sempurna. Dinginkan dan genapkan larutan hingga 20 mL dengan aquades
(konsentrasi 5000 ppm).
Iodium 0,015%: larutkan 300 mg KI dalam 10 mL aquadest, lalu tambahkan 30 mg I2 dan
aquadest hingga 20 mL. Ambil 2 mL larutan dan encerkan dengan aquadest dalam labu
ukur 20 mL.
Prosedur
2. Kurva standar amilum: 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; dan 0,5 mL amilum 5000 ppm ditambah air
hingga 3 mL. Tambahkan 0,5 mL asam klorida, 4 mL aquadest, dan 0,5 mL iodium.
Ukur absorbansi pada 627 nm.
3. 0,025 mL sampel ditambah 3 mL larutan amilum dan inkubasi selama 7 menit.
4. Tambahkan 0,5 mL asam klorida, 4 mL aquadest, dan 0,5 mL iodium.
5. Ukur absorbansi pada 627 nm. Aktivitas amilase dihitung berdasarkan penurunan
kadar amilum.
Abaku−Asampel (mg)starch terpakai
Unit/mL = Abaku
x (ml)enzim dalam campuran x volume total x t
U
Aktivitas Spesifik (U⁄mg)=(mL) × 1/C

Anda mungkin juga menyukai