Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS PROTEIN PADA PANGAN

Disusun Oleh :
Khumaida Jihan Nurrohmah
P27235019076

IIIB – ANAFARMA
POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN
SURAKARTA
2020
ANALISIS PROTEIN PADA PANGAN

A. TUJUAN
Agar mahasiswa mengetahui cara analisis protein menggunakan metode analisis
kualitatif dan kuantitatif

B. DASAR TEORI
Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur
C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.  Protein
adalah makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino
yang dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot molekul tinggi dari 5000
sampai berjuta-juta. Protein terdiri dari bermacam-macam golongan, makro
molekul yang heterogen, walaupun demikian semuanya merupakan turunan
dari polipeptida dengan BM yang tinggi. Unsur yang ada dalam hampir
semua protein adalah hidrogen, oksigen, nitrogen, dan belerang (Dennison,
2002,). Ditinjau dari strukturnya, protein dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana
adalah protein yang hanya terdiri dari molekul-molekul asam amino,
sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri dari protein dan
gugus bukan protein. (Sudarmaji , 1989.)
Analisis protein dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara
kualitatif dan secara kuantitatif. Analisis protein secara kualitatif terdiri atas
reaksi Xantoprotein, reaksi Hopkins-Cole, reaksi Millon, reaksi Nitroprusida,
dan reaksi Sakaguchi. Sedangkan analisis protein secara kuantitatif terdiri
dari metode Kjeldahl, metode titrasi formol, metode Lowry, metode
spektrofotometri visible (Biuret), dan metode spektrofotometri U. (Anwar,
1992)

Analisis Kualitatif
1. Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan
protein. Setelah dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi
kuning apabila dipanaskan. Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena
yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif untuk protein yang
mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi
Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam
oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampur dengan
pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan sehingga
membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan
terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat
dalam asam nitrat. Apabila pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein,
akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah menjadi merah oleh
pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan
menghasilkan warna merah dengan protein yang mempunyai gugus –SH
bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan
natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila
ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung arginin dapat
menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian
ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya
senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang berada bersama
gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai
dengan timbulnya warna merah violet atau biru violet.

Analisa Kuantitatif
Analisis protein dapat digolongkan menjadi dua metode, yaitu: Metode konvensional,
yaitu metode Kjeldahl (terdiri dari destruksi, destilasi, titrasi), titrasi formol.
Digunakan untuk protein tidak terlarut. Metode modern, yaitu metode Lowry, metode
spektrofotometri visible, metode spektrofotometri UV. Digunakan untuk protein
terlarut.
1. Metode Kjeldahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel
didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai
sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan alkali dengan
kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi.
 Penetapan Kadar Prosedur :
1) Timbang 1 g bahan yang telah dihaluskan, masukkan dalam labu
Kjeldahl (kalau kandungan protein tinggi, misal kedelai gunakan
bahan kurang dari 1 g).
2) Kemudian ditambahkan 7,5 g kalium sulfat dan 0,35 g raksa (II)
oksida dan 15 ml asam sulfat pekat.
3) Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam lemari asam
sampai berhenti berasap dan teruskan pemanasan sampai mendidih
dan cairan sudah menjadi jernih. Tambahkan pemanasan kurang
lebih 30 menit, matikan pemanasan dan biarkan sampai dingin.
4) Selanjutnya tambahkan 100 ml aquadest dalam labu Kjeldahl yang
didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, tambahkan 15
ml larutan kalium sulfat 4% (dalam air) dan akhirnya tambahkan
perlahan-lahan larutan natrium hidroksida 50% sebanyak 50 ml
yang telah didinginkan dalam lemari es.
5) Pasanglah labu Kjeldahl dengan segera pada alat destilasi.
Panaskan labu Kjeldahl perlahan-lahan sampai dua lapis cairan
tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
6) Destilasi ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diisi dengan
larutan baku asam klorida 0,1N sebanyak 50 ml dan indicator
merah metil 0,1% b/v (dalam etanol 95%) sebanyak 5 tetes, ujung
pipa kaca destilator dipastikan masuk ke dalam larutan asam
klorida 0,1N.
7) Proses destilasi selesai jika destilat yang ditampung lebih kurang
75 ml. Sisa larutan asam klorida 0,1N yang tidak bereaksi dengan
destilat dititrasi dengan larutan baku natrium hidroksida 0,1N. Titik
akhir titrasi tercapai jika terjadi perubahan warna larutan dari
merah menjadi kuning. Lakukan titrasi blanko. Kadar Protein
Kadar protein dihitung dengan persamaan berikut : Keterangan : Fk
: faktor koreksi Fk N : 16
2. Metode Titrasi Formol Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu
ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya
dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi
reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan
tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi
perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.
3. Metode Lowry
 Prosedur :
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam
fosfomolibdat dengan perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100
ml natrium hidroksida 0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml
tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium tartrat 2%.
 Penetapan Kadar
1) Pembuatan kurva baku
Siapkan larutan bovin serum albumin dengan konsentrasi 300
µg/ml (Li). Buat seri konsentrasi dalam tabung reaksi, misal
dengan komposisi berikut : Tambahkan ke dalam masing-masing
tabung 8 ml reagen Lowry B dan biarkan selama 10 menit,
kemudian tambahkan 1 ml reagen Lowry A. Kocok dan biarkan
selama 20 menit. Baca absorbansinya pada panjang gelombang 600
nm tehadap blanko. (Sebagai blanko adalah tabung reaksi no.1
pada tabel di atas)
2) Penyiapan Sampel Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang
terlarut misal albumin, endapkan dahulu dengan penambahan
amonium sulfat kristal (jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya,
kalau perlu sampai mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam
larutan). Pisahkan protein yang mengendap dengan sentrifus
11.000 rpm selama 10 menit, pisahkan supernatannya. Presipitat
yang merupakan proteinnya kemudian dilarutkan kembali dengan
dapar asam asetat pH 5 misal sampai 10,0 ml. Ambil volume
tertentu dan lakukan penetapan selanjutnya seperti pada kurva baku
mulai dari penambahan 8 ml reagen Lowry A sampai seterusnya.
4. Metode Spektrofotometri Visible (Biuret)
 Prosedur :
1) Pembuatan reagen Biuret :
Larutkan 150 mg tembaga (II) sulfat (CuSO4. 5H2O) dan kalium
natrium tartrat (KNaC4H4O6. 4H2O) dalam 50 ml aquades dalam labu
takar 100 ml. Kemudian tambahkan 30 ml natrium hidroksida 10%
sambil dikocok-kocok, selanjutnya tambahkan aquades sampai garis
tanda.
2) Pembuatan larutan induk bovin serum albumin (BSA): Ditimbang 500
mg bovin serum albumin dilarutkan dalam aquades sampai 10,0 ml
sehingga kadar larutan induk 5,0% (Li).
3) Penetapan kadar (Metode Biuret) :
Pembuatan kurva baku :
Dalam kuvet dimasukkan larutan induk, reagen Biuret dan aquades
misal dengan komposisi sebagai berikut: Setelah tepat 10 menit
serapan dibaca pada ë 550 nm terhadap blanko yang terdiri dari 800 µL
reagen Biuret dan 200 µL aquades.
Cara mempersiapkan sampel :
Ambil sejumlah tertentu sampel protein yang terlarut misal albumin,
endapkan dahulu dengan penambahan amonium sulfat kristal
(jumlahnya tergantung dari jenis proteinnya, kalau perlu sampai
mendekati kejenuhan amonium sulfat dalam larutan). Pisahkan protein
yang mengendap dengan sentrifus 11.000 rpm selama 10 menit,
pisahkan supernatannya. Presipitat yang merupakan proteinnya
kemudian dilarutkan kembali dengan dapar asam asetat pH 5 misal
sampai 10,0 ml. Ambil sejumlah µL larutan tersebut secara kuantitatif
kemudian tambahkan reagen Biuret dan jika perlu tambah dengan
dapar asetat pH 5 untuk pengukuran kuantitatif.
Setelah 10 menit dari penambahan reagen Biuret, baca absorbansinya
pada panjang gelombang 550 nm terhadap blanko yang berisi reagen
Biuret dan dapar asetat pH 5. Perhatikan adanya faktor pengenceran
dan absorban sampel sedapat mungkin harus masuk dalam kisaran
absorban kurva baku.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin
yang mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada
280 nm, sedang untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm.
Fenilalanin menyerap sinar kurang kuat dan pada panjang gelombang lebih
pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan untuk estimasi konsentrasi
protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi kemungkinan
adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada
260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio
absorpsi 280/260 menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel. Kadar
protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran

C. ANALISIS PROTEIN DALAM PENERAPAN


Judul ANALISIS KADAR PROTEIN PADA IKAN LELE (Clarias
batrachus) YANG BEREDAR DI PASAR TRADISIONAL DI
KABUPATEN GOWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE
KJELDAHL
Latar Pada jurnal difokuskan pada analisis protein pada ikan lele yang
belakang beredar di pasar tradisional di kabupaten Gowa. Dan dalam jurnal ini
penulis membahas tentang metode analisis yang digunakan yaitu
metode kjedahl. Daalm jurnal ini menjelaskan tentang Protein (zat
putih telur)yang merupakan konsituen penting pada semua sel. Jenis
nutrien ini berupa struktur kompleks yang terbuat dari asam-asam
amino. Semua makanan yang berasal dari hewan maupun tanaman
mengandung protein. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim
proteolitik untuk melepaskan asamasam amino yang kemudian diserap
lewat usus. Masukan segala jenis asam amino dalam jumlah yang
memadai diperlukan bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh.
(Dr. Andri Hartono D.A.Nutr., 2011). Lele (Clarias batrachus) sangat
popular di kalangan masyarakat. Pasalnya, ketika orang menyebut
lele, yang teringat adalah nama “pecel lele”. Makanan Khas Jawa
Timur dengan lauk andalan lele goreng tersebut sangat terkenal
seantero nusantara. Awalnya, penjual soto lamongan (Jawa Timur)
yang mulai mengembangkan usahanya di Jakarta pada tahun 1950-an
mulai menyajikan pecel lele sebagai salah satu menu. Kini, bisnis
pecel lele merebak di seluruh tanah air.
Tujuan untuk menentukan kandungan protein yang terdapat dalam ikan lele
(Clarias batrachus) yang beredar di Pasar Tradisional Kecamatan
Sombu Opu Kabupaten Gowa dengan analisis metode Kjeldahl.
Alat dan Alat-alat yang digunakan Batang pengaduk, Buret, corong,
Bahan Erlenmeyer 250 ml, 50 0ml, gelas ukur 10 mL, labu ukur 100 mL,
penangas air, pipet Volume 5 mL,10 mL, rak tabung, seperangkat alat
dekstruksi, seperangkat alat Kjeldahl Autodestilation, Tabung reaksi,
Timbangan analitik.
Bahan-bahan yang digunakan Aquadest, Asam klorida (HCl),
Asamsulfat (H2SO4) p.a, Indikator PP,Natriumhidroksida (NaOH) 30
% ,Selenium 2 gram, Sampel ikan lele.
Metode Penulis mengulas kasus analisis protein pada ikan lele yang beredar di
pasar tradisional di kabupaten Gowa. Yang mana metode yang
digunakan adalah metode kjedahl.
Hasil
Pembahasan Penelitian analisis kadar protein pada Ikan Lele (Clarias batrachus)
dilakukan dengan 2 tahap yaitu analisis Kualitatif untuk mengetahui
ada tidaknya kandungan protein dalam Ikan Lele (Clarias batrachus)
dan analisis Kuantitatif dilakukan untuk mengetahui besarnya kadar
protein dalam sampel. Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif
untuk menentukan kadar protein dalam sampel sarang Ikan Lele
(Clarias batrachus). Analisis kuantitatif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kjeldahl yang merupakan metode
sedehana yang digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar
dalam bahan makanan secara tidak langsung, misalnya pada asam
amino, protein dan senyawa lain yang mengandung nitrogen, karena
yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan
mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25 maka
diperoleh kadar protein Sampel yang digunakan pada penelitian ini
adalah Sampel A (Ikan Lele yang beredar pada pasar Allu), dan
Sampel B (Ikan Lele yang beredar pada pasar Limbung). Sebelum
diuji dengan menggunakan metode kjeldahl, terlebih dahulu di ambil
sampel ikan lele lalu di kumpulkan, di kelompokkan dan di cuci
dengan air bersih selanjutnya daging ikan lele lalu di potong-potong
kecil kemudian di timbang. Dalam metode kjeldahl terdapat 3 tahap
kerja yaitu tahap destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi. Pada
tahap destruksi, ditambahkan H2SO4 pekat. Untuk mempercepat
proses destruksi ditambakan katalisator yaitu selenium, CuSO4 dan
K2SO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asa sulfat
akan dipertinggi sehingga destruksi berjakan lebih cepat. Pada tahap
destruksi ini, protein dipecah menjadi unsur-unsur C, H, dan O yang
kemudian akan teroksidasi sehingga tersisa unsur Nitirogen yang
bereaksi dengan H2SO4 membentuk ammonium hidroksida (NH4OH)
dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Pada tahap
destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Ammonia yang
dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar.
Asam standar yang dapat dipakai asam klorida Agar supaya kontak
antara asam ammonia lebih baik maka diberikan Methil Orange. Lalu
dititrasi dengan menggunakan NaOH 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan dari bening menjadi warna merah.
Pada analisis kandungan nitrogen bukan protein, cara kerjanya sama
dengan analisis kandungan Nitrogen Total. Hanya saja, pada anallisis
kandungan nitrogen bukan protein tidak dilakukan tahap destruksi,
tetapi langsung pada tahap destilasi dan titrasi karena Nitrogen bukan
protein dalam bentuk senyawa anorganik serta adanya senyawa lain
bukan protein yang mengandung nitrogen meskipun dalam jumlah
lebih sedikit dari protein. Senyawa-senyawa bukan protein misalnya
Ammonia, Purin, Primidin, Vitamin. Hasil analisis Kualitatif yang di
peroleh pada Tabel 1 menunjukan bahwa sampel Ikan Lele (Clarias
Batrachus) yang di pasar Allu, dan di pasar Limbung mengandung
Protein. Pada analisis Kuantitatif protein Kadar Nitrogen Total pada
Tabel 2 menunjukkan bahwa Nitrogen total sampel A yaitu pada
replikasi 1 sebesar 2,437%, replikasi 2 sebesar 2,199% dan replikasi 3
sebesar 2,367%. Sedangkan untuk sampel B pada replikasi 1 sebesar
2,479%, replikasi 2 sebesar 2,577%, dan replikasi 3 sebesar 2,54%.
Hasil Analisis Kadar Nitrogen Bukan Protein yang terdapat pada
Tabel 3 yaitu, untuk sampel A pada replikasi 1 sebesar 0,255%,
replikasi 2 sebesar 0,168%, dan replikasi 3 sebesar 0,252%.
Sedangkan untuk Sampel B, pada replikasi 1 sebesar 0,392%,
replikasi 2 sebesar 0,378%, dan replikasi 3 sebesar 0,364%. Hasil
penentuan kadar protein Total yang terdapat pada Tabel 4
menunjukkan bahwa sampel ikan lele (Clarias batrachus) yang
beredar pada pasar allu (Sampel A) mengandung protein sebesar
13,182% dan yang beredar pada pasar limbung (sampel B) sebesar
13,462%. Dari hasil di atas menyatakan bahwa kadar protein Ikan
Lele segar yang di teliti tidak sama dengan kadar protein Ikan Lele
yang terdapat pada literatur. Karena pada saat di lakukan pemanasan
yang berlebihan akan menghasilkan ikan dengan kadar protein atau
asam aminonya cenderung menurun atau rusak. Sehingga kadar
protein yang terdapat dalam sampel Ikan Lele yang di pasar Allu
memiliki kadar protein yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan
lele yang beredar pada pasar Limbung

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
kandungan protein pada ikan lele (Clarias batrachus) yang di pasar Allu yaitu
13,182% lebih rendah dibandingkan dengan kandungan protein ikan lele yang di pasar
Limbung yaitu 13,462%. Perlu di lakukan penelitian lebih lanjut tentang kandungan
senyawa lain yang terdapat dalam Ikan Lele (Clarias batrachus) antara lain kandungan
omega-3 dan albumin.

E. DAFTAR PUSTAKA
selembarharapanku.blogspot.com/2014/03/analisa-kadar-protein-pada-bahan-
pangan.html
link jurnal : file:///C:/Users/User/Downloads/144-Article%20Text-205-1-10-
20190329.pdf
NOTED : alasan keterlambatan dikarenakan jurnal agak sulit dicari dan
menyesuaikan dengan deadline tugas yang lain.

Anda mungkin juga menyukai