2. Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole
yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk
magnesium dalam air.
Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan
sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi
cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
3. Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi
ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah
menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4. Reaksi Natriumnitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan protein
yang mempunyai gugus SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat memberikan
hasil positif.
5. Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau protein yang mengandung
arginin dapat menghasilkan warna merah.
6. Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji
ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang
berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah violet atau biru violet.
Nitrogen (%) =
Wet basis (%) = % N x faktor konversi (6,25)
3. Metode Lowry
Pembuatan reagen Lowry A : Merupakan larutan asam fosfotungstat-asam fosfomolibdat dengan
perbandingan (1 : 1)
Pembuatan reagen Lowry B :Campurkan 2% natrium karbonat dalam 100 ml natrium hidroksida
0,1N. Tambahkan ke dalam larutan tersebut 1 ml tembaga (II) sulfat 1% dan 1 ml kalium natrium
tartrat 2%.
Keterangan :
Pembuatan reagen yang digunakan dalam Penentuan Protein Lowry Follin :
a. Reagen A : larutkan 100 g Na2CO3 dalam NaOH 0,5 N hingga mencapai volume 1000 ml.
b. Reagen B : larutkan 1 g CuSO4.5H2O dalam aquades hingga mencapai 100 ml.
c. Reagen C : larutkan 2 g K-tartrat dalam aquades hingga mencapai volume 100 ml
(Larutan A, B dan C dapat disimpan).
d. Reagen D : campur 15 ml reagen A, 0,75 ml reagen B dan 0,75 ml reagen C kemudian
digojog hingga homogen.
e. Penyediaan larutan E yaitu dengan mengencerkan 5 ml reagen Folin-Ciocalteu 2 N
menjadi volume 50 ml lalu digojog baik.
5. Metode Spektrofotometri UV
Asam amino penyusun protein diantaranya adalah triptofan, tirosin dan fenilalanin yang
mempunyai gugus aromatik. Triptofan mempunyai absorbsi maksimum pada 280 nm, sedang
untuk tirosin mempunyai absorbsi maksimum pada 278 nm. Fenilalanin menyerap sinar kurang
kuat dan pada panjang gelombang lebih pendek. Absorpsi sinar pada 280 nm dapat digunakan
untuk estimasi konsentrasi protein dalam larutan. Supaya hasilnya lebih teliti perlu dikoreksi
kemungkinan adanya asam nukleat dengan pengukuran absorpsi pada 260 nm. Pengukuran pada
260 nm untuk melihat kemungkinan kontaminasi oleh asam nukleat. Rasio absorpsi 280/260
menentukan faktor koreksi yang ada dalam suatu tabel.
Kadar protein mg/ml = A280 x faktor koreksi x pengenceran
http://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-secara-biuret/
A. Judul Percobaan : PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN
METODE BIURET
B. Hari/ Tanggal Percobaan: Kamis, 18 Oktober 2012
C. Tujuan Percobaan : Menentukan kadar protein yang ada pada sampel
dengan menggunakan cara Biuret
D. Kajian Teori :
1. Protein
Protein merupakan unit penyusun utama tubuh. Protein juga merupakan suatu polimer
yang mempunyai monomer suatu asam amino. Asam amino sendiri merupakan senyawa kimia
yang mengandung dua gugus fungsi yang berbeda.Sehingga reaksi identifikasi suatu protein
tidak jauh dari reaksi kedua gugus fungsi tersebut. Salah satu identifikasi protein adalah dengan
cara denaturasi protein (perubahan struktur protein).
Protein merupakan suatu polipeptida dengan BM yang sangat bervariasi dari 5000
samapi lebih dari satu juta karena molekul protein yang besar, protein sangat mudah mengalami
perubahan fisis dan aktivitas biologisnya. Banyak agensia yang menyebabkan perubahan sifat
alamiah dari protein seperti panas, asam, basa, solven organik, garam, logam berat, radiasi sinar
radioaktif (Sudarmadji, 1996).
(Lehninger, 1995).
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+,
sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti reaksi berikut:
Oleh adanya kedua gugus tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion
yang bermuatan positif dan juga bermuatan negatif atau disebut juga ion amfoter (zwitterion).
Keadaan ion ini sangat tergantung pada pH larutan. Apabila asam amino dalam air ditambah
dengan basa, maka asam amino akan terdapat dalam bentuk (I) karena konsentrasi ion OH- yang
tinggi mampu mengikat ion-ion H+ pada gugus NH3+. Sebaliknya bila ditambahkan asam ke
dalam larutan asam amino, maka konsentrasi ion H+ yang tinggi mampu berikatan dengan ion
COO- sehingga terbentuk gugus COOH sehingga asam amino akan terdapat dalam bentuk (II)
(Anna Poedjiadi, 1994).
Struktur protein ada 4 tingkatan yaitu :
a. Struktur primer menunjukkan jumlah, jenis dan urutan asam amino dalam molekul protein
(rentetan asam amino dalam suatu molekul protein).
b. Struktur sekunder menunjukkan banyak sifat suatu protein, ditentukan oleh orientasi molekul
sebagai suatu keseluruhan, bentuk suatu molekul protein (misalnya spiral) dan penataan ruang
kerangkanya (ikatan hidrogen antara gugus N-H, salah satu residu asam amino dengan gugus
karbonil C=O residu asam yang lain).
c. Struktur tersier menunjukkan keadaan kecenderungan polipeptida membentuk lipatan tali
gabungan (interaksi lebih lanjut seperti terlipatnya kerangka untuk membentuk suatu bulatan).
d. Struktur kuartener menunjukkan derajat persekutuan unit-unit protein.
Ditinjau dari strukturnya, protein dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu:
a. Protein sederhana yang merupakan protein yang hanya terdiri atas molekul-molekul asam
amino
b. Protein gabungan yang merupakan protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein.
Gugus ini disebut gugus prostetik dan terdiri atas karbohidrat, lipid atau asam nukleat.
2. Reaksi-Reaksi Warna Protein
a. Reaksi Biuret
Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptide dan protein. Reaksi
positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa kompleks antara
Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptide. Banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan peptide
mempengaruhi warna reaksi ini.
Senyawa dengan dipeptida memberikan warna merah. Beberapa protein yang mempunyai gugus
CS-NH-, CH-NH- dalam molekulnya juga member tes warna positif dari reaksi biuret ini
membentuk suatu senyawa kompleks.
b. Pereaksi Xantoprotein
Reaksi warna Xantoprotein dapat terjadi karena reaksi nitrasi pada cincin benzena dari asam
amino penyusun protein. Tes dikatakan positif ditunjukkan dengan warna kuning yang
disebabkan terbentuknya suatu senyawa polinotrobenzena dari asam amino protein. Reaksi ini
positif untuk protein yang mengandung asam amino dengan inti benzena, seperti tirosin, fenil
alanin, triptofan.
Pada penambahan senyawa alkai warna kuning akan hilang dan berubah menjadi kuning muda
sampai jingga disebabkan sifat keasaman fenol bereaksi dengan alkali. Warna jingga ini apabila
diasamkan akan berubah warna kembali menjadi kuning.
c. Reaksi Ninhidrin
Reaksi warna protein ninhidrin menunjukkan positif bila memberikan warna biru atau ungu.
Reaksi ini terjadi pada gugus amino bebas dari asam amino ninhidrin.
Warna biru-ungu dapat dipakai untuk menentukan asam amino secara kuantitatif dengan
mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 570 nm. Dasar reaksi ini dipakai dalam alat
untuk penentuan asam amino.
d. Pereaksi Hopkins-Cole
Reaksi warna protein ini menunjukkan positif apabila ditandai dengan terbentuknya cincin ungu
pada bidang batas antara larutan protein dengan pereaki. Pebentukan cincin ini dikarenakan
terbentuknya kondensasi 2 inti indol dari triptofan dengan aldehid. Aldehid disini diperoleh dari
asam glioksalat yang diapaki untuk test Adamkiewicz-Hopkins. Digunakan untuk menguji
adanya asam amino triptofan. Khususnya yang mengandung gugus indol.
e. Pereaksi Millon
Pereaksi Millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam protein sehingga pada
penambahan logam ini akan menghasilkan endapan putih dari senyawa merkuri. Untuk protein
yang mengandung tirosin atau triptofan penambahan pereaksi Millon menghasilkan warna
merah. Namun pereaksi ini tidak spesifik karena juga memberikan tes positif warna merah
dengan adany senyawa fenol.Digunakan untuk menguji adanya gugus fenol pada protein
misalnya tirosin.
3. Uji Biuret
Uji biuret ini dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan peptide
dalam suatu senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai untuk menunjukan adanya senyawa
protein. Langkah pengujian yang dapat dilakukan adalah larutan sampel yang diduga
mengandung protein ditetesi dengan larutan NaOH kemudian diberi beberapa tetes larutan
CuSO4 encer. Apabila larutan berubah menjadi arna unggu maka larutan tersebut mengandung
protein.
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan Cupri
Sulfat ( CuSO4) encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung
gugus amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang
lain seperti : -CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2, -CRHNH2, -CHOHCH2NH2, -CHOHCH2NH2, -
CHNH2CH2OH, -CHNH2CHOH.Dengan demikian uji Biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat
lain seperti Biuret atau malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.
Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein
cara biuret adalah dengan mengukur optical density (OD) pada panjang gelombang 560 580
nm. Agar dapat menghitung banyaknya protein maka perlu lebih dahuu dibuat kurva
baku/standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang
gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena hanya
protein atau senyawa peptida yabf bereaksi dengan biurety, kecuali urea.
Reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut ;
E. Alat dan Bahan
Gelas kimia
Tabung reaksi
Pipet seukuran
Larutan standar protein
Larutan sampel
Larutan sampel bekasam hari ke-5 replikasi I
Larutan sampel bekasam hari ke-5 replikasi II
Spektroskopi UV-Vis
Reagen Biuret
F. Alur Kerja
1. Pembuatan standar
G. Data Pengamatan
Standart Table
No Sample ID Type Conc WL569.0 Wgt.Factor
1 Std 1 Standart 1,000 0,135 1,000
2 Std 2 Standart 2,000 0,161 1,000
3 Std 3 Standart 3,000 0,224 1,000
4 Std 4 Standart 4,000 0,252 1,000
5 Std 5 Standart 5,000 0,288 1,000
Sample table
No Sample ID Type Conc WL569.0
1 Blanko unknown 0,037 0,037
2 Sampel unknown 4,756 0,282
3 Rep 1 unknown 4,084 0,255
4 Rep 2 unknown 3,544 0,234
Reaksi pembentukan kompleks reagen Biuret dengan ikatan peptida pada protein
Dalam menentukan kadar protein dalam sampel dengan metode biuret, maka dibuat
dahulu larutan standart dari larutan induk dari protein dengan konsentrasi sebesar 10 mg/mL,
kemudian diencerkan dan didapat larutan standart dengan konsentrasi 1 mg/mL, 2 mg/mL, 3
mg/mL, 4 mg/mL dan 5 mg/mL. Disiapkan pula sampel dan blanko yang akan diperlakukan
sama dengan standard. Sampel yang dugunakan yaitu sampel protein, sampel bekasam hari ke-5
replikasi 1 dan sampel bekasam hari ke-5 replikasi 2. Kemudian masing-masing larutan standart
dan sampel berikut aquadest ditambahkan 4 mL reagen Biuret , dikocok sampai warna ungu
yang terbentuk stabil dan diinkubasi selama 30 menit dalam suhu kamar. Waktu inkubasi ini
merupakan operating time yaitu waktu yang dibutuhkan agar seluruh protein berekasi seluruhnya
dengan reagen. Setelah itu diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometrik UV dengan
panjang gelombang 520 nm, dihasilkan data sebagai berikut :
No Larutan Absorbansi A larutan - A blanko
1 Blanko 0,094 -
2 Standar 1 (1 mg/mL) 0,135 0,041
3 Standar 2 (2 mg/mL) 0,161 0,067
4 Standar 3 (3 mg/mL) 0,224 0,130
5 Standar 4 (4 mg/mL) 0,252 0,158
6 Standar 5 (5 mg/mL) 0,288 0,194
7 Sampel protein 0,282 0,188
8 Sampel bekasam replikasi 1 0,255 0,161
9 Sampel bekasam replikasi 2 0,234 0,140
Dari data tersebut, dapat dibuat kurva kalibrasi hubungan antara konsentrasi larutan
standart protein dengan absorbansinya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kurva linear dan
persamaan kurva linear tersebut dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel dari
protein.
Dari kurva linear di atas, didapatkan persamaan garis lurus untuk penentuan konsentrasi
sampel dari protein, yaitu :
Y = 0,03982 x + 0,09266
Menurut hukum Lambert Beer :
Y = 0,03982 x + 0,09266
Kemudian disubstitusi nilai Absorbansi Sampel dari persamaan tersebut:
1. Sampel protein
Y = 0,03982 x + 0,09266
0,188 = 0,03982 x + 0,09266
0,188 0,09266 = 0,03982 x
0,09534 = 0,03982 x
Dari perhitungan diatas, dapat ditentukan bahwa konsentrasi sampel protein, sampel
bekasam hari ke-5 replikasi 1 dan 2 berturut-turut sebesar 2,394 mg/mL, 1,733 mg/mL, dan 1,2
mg/mL. Berdasarkan uji kualitatif juga dapat dibandingkan warna larutan sampel yaitu berwarna
ungu muda, yang berkisar antara larutan standard dengan konsentrasi 1mg/mL dan 3 mg/mL.
KESIMPULAN
1. Uji Biuret digunakan untuk menentukan konsentrasi protein secara umum.
2. Prinsip metode Biuret adalah reaksi protein dengan Cu2+ pada suasana basa yang menghasilkan
warna ungu dan pengukuran absorbansi spektrofotometrik diukur pada 520 nm.
3. Persamaan yang didapat dari larutan standard adalah Y = 0,03982 x + 0,09266
4. Konsentrasi sampel protein, sampel bekasam hari ke-5 replikasi 1 dan 2 berturut-turut sebesar
2,394 mg/mL, 1,733 mg/mL, dan 1,2 mg/mL
Daftar Pustaka
Anonim. ------. Protein. http://www.answers.com/topic/how-does-the-biuret-test-indicate-the-presence-of-
protein#ixzz1EO5qtggW. Diakses tanggal 22 Oktober 2012
Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.
Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. Jakarta: EGC
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokima. Jakarta: Erlangga
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-PRESS
Sudarmaji, Slamet , dkk. 2007. Analisis bahan Makanan dan Pangan. Penerbit Liberty.
TIM. 2012. Petunjuk Praktikum Biokimia I. Surabaya: UNESA
Yogyakarta. Hal : 145-146.
LAMPIRAN
Tugas
1. Buatlah kurva standar konsentrasi vs absorbansi. Dengan bantuan kurva standar tersebut
tentukan kadar protein sampel!
Jawab:
No Larutan Absorbansi A larutan - A blanko
1 Blanko 0,094 -
2 Standar 1 (1 mg/mL) 0,135 0,041
3 Standar 2 (2 mg/mL) 0,161 0,067
4 Standar 3 (3 mg/mL) 0,224 0,130
5 Standar 4 (4 mg/mL) 0,252 0,158
6 Standar 5 (5 mg/mL) 0,288 0,194
Y = 0,03982 x + 0,09266
Menurut hukum Lambert Beer :
Y = 0,03982 x + 0,09266
2. Apakah peptida akan memberikan reaksi positif terhadap [ereaksi Biuret? Jika benar demikian,
bagaimana menentukan kadar protein yang tercampur dengan peptida?
Jawab:
Uji biuret juga dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ikatan peptide dalam suatu
senyawa sehingga uji biuret dapat dipakai untuk menunjukan adanya senyawa protein.
Larutan protein dibuat alkalis dengan Na OH kemudian ditambahkan larutan Cupri Sulfat
(CuSO4) encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus
amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus yang lain
seperti : -CSNH2, -C(NH)NH2, -CH2NH2, -CRHNH2, -CHOHCH2NH2, -CHOHCH2NH2, -
CHNH2CH2OH, -CHNH2CHOH.
Dengan demikian uji Biuret tidak hanya untuk protein tetapi zat lain seperti Biuret atau
malonamida juga memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet
atau biru-violet.
Gambar Percobaan
1. Larutan sampel
2. Pembuatan standart
Setelah penambahan reagen Biuret
Dapat mempelajari uji kuantitatif protein dengan cara biuret menggunakan spektrofotometri.
Dasar Teori:
Penentuan kadar protein dengan cara biuret dilakukan berdasarkan atas pengukuran serapan cahaya
oleh ikatan kompleks biru-ungu. Warna ini akan terjadi bila protein bereaksi terhadap tembaga dan
ingkungan alkali.
Sesuai dengan Hukum Lambert-Beer, absorbsi sinar tampak oleh larutan berwarna akan berbanding
lurus dengan konsentrasi zat terlarut yang menimbulkan warna.
-log T = A =abc
Dimana:
T = transmisi cahaya
A = absorbsi
a = absorbsivitas molar
c = konsentrasi
dalam praktek dengan spektrofotometer sinar tampak nilai b tergantung pada tebal kuvet dan nilai ini
dibuat konstan. Setiap kuvet dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki nilai b yang sama dan konstan
untuk satu jenis kuvet yang seukuran.
Dengan spektrofotometer tampak, nilai A untuk larutan berwarna dapat diukur. Untuk mencari
konsentrasi (C) yang menimbulkan warna maka ada beberapa cara yang harus dikerjakan terlebih
dahulu yaitu:
Mula-mula dibuat beberapa larutan standar dengan konsentrasi yang telah diketahui dengan tepat.
Larutan standar ini ditentukan nilai absorbansinya pada setiap panjang gelombang maksimum (panjang
gelombang yang memberikan serapan maksimum) dengan spektorfotometer yang digunakan.
Dari data di atas, dibuat grafik A versus konsentrasi (C), dimana grafik akan memberikan garis linear
dengan perpotongan (0,0). Grafik ini yang kita sebut sebagai grafik standar.
Suatu sampel dapat diketahui konsentrasinya dengan mengukur A dengan alat spektrofotometer dan
menginterpolasikan data dengan grafik standar yang teah dibuat.
Cara ain untuk menentukan konsentrasi larutan sampel adalah dengan membandingkan absorbansi
sampel dengan satu saja zat yang diketahui konsentrasinya. Cara seperti ini tentu saja memiiki kesalahan
lebih besar dibandingkan cara pertama di atas, karena kesalahan dalam pengukuran dapat lebih besar
dari hanya satu saja sampel standar. Adapun rumus yang berlaku pada cara ini adalah:
Cx = (Ax/As) x Cs
Dimana:
Cx = konsentrasi sampel
Cs = konsentrasi standar
Ax = absorbansi sampel
As = absorbansi standar
Konsentrasi sampel dan standar yang diukur dengan spektrofotometer sebaiknya dibuat sedemikian
rupa sehingga nilai absorbansi yang diberikannya ada di antara batas-batas 0,12-1,0 atau niai
transmitansinya ada di antara 0,1-0,75. Pembacaan %T atau A di luar batas tersebut akan memberikan
kesaahan yang besar dalam konsentrasi disebabkan kesalahan fotometrik.
Alat:
Pipet ukur 1 mL
Tabung reaksi
Batang pengadung
Kertas labe
Boto semprot akuades
Kertas saring
Sikat tabung
Buret
Geas kimia
Spektrofotometer UV-Vis
Kertas tisu
Bahan:
Reagen biuret
Akuades
Cara Kerja:
Reagen biuret terdiri dari kuprisufat dan natrium tartarat. Cara pembuatan reagen ini adalah dengan
cara mearutkan 0,75 CuSO4.5H2O dan 3 gram natrium tartarat ke daam kira-kira 250 mL air dalam labu
takar 500 mL. kemudian ke dalam larutan ditambahkan 150 mL larutan NaOH 10% sambil dikocok-
kocok, kemudian encerkan sampai tanda. Larutan ini adalah reagen biuret yang dapat disimpan sampai
lama.
Buatlah secara kuantitatif serum albumin murni dalam air dengan kadar 10 mg/mL. catat konsentrasinya
hingga 1 angka di belakang koma sebagai konsentrasi awal standar. Agar larutan tersebut arut
tambahkan beberapa tetes NaOH 3%. Larutan standar protein dibuat dengan menggunakan pipet ukur 1
mL dan tabung-tabung reaksi dengan perincian sebagai berikut:
0,2 mL larutan protein standar + 0,8 mL akuades sehingga konsentrasinya menjadi 0,2 kali konsentrasi
larutan awa standar.
0,4 mL larutan protein standar + 0,6 mL akuades sehingga konsentrasinya menjadi 0,4 kai konsentrasi
larutan awa standar.
0,6 mL larutan protein standar + 0,4 mL akuades sehingga konsentrasinya menjadi 0,6 kali konsentrasi
arutan awal standar.
0,8 mL larutan protein standar + 0,2 mL akuades sehingga konsentrasinya menjadi 0,8 kali konsentrasi
larutan awal standar.
Ke dalam masing-masing larutan yang dibuat, tambahkan 4 mL reagen biuret yang telah disiapkan pada
buret dan lakukan pengocokan.
Masing-masing larutan standar maupun larutan sampel diukur absorbansinya pada panjang gelombang
540 nm.
Buatlah grafik standar dan tentukan konsentrasi arutan sampe dengan rafik standar.
Pembahasan:
Protein merupakan salah satu unsur makro yang terdapat pada bahan pangan selain lemak dan
karbohidrat. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N
dalam ikatan kimia. Molekul protein juga mengandung fosfor, belerang dan ada beberapa jenis protein
yang mengandung tembaga. Protein sangat mudah mengalami perubahan fisik maupun aktivitas
biologis yang disebabkan oleh kandungan protein berupa polipeptida dengan berat molekul yang
beragam.
Fungsi utama protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembentuk jaringan baru dan mempertahankan
jaringan yang sudah ada agar tidak mudah rusak. Protein juga dapat digunakan sebagai bahan bakar
apabila keperluan energi tubuh tidak dapat terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein juga
berperan dalam mengatur proses daam tubuh. Dengan cara zat-zat pengatur proses dalam tubuh.
Protein dapat mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah, yaitu dengan cara
menimbulkan tekanan osmotik koloid. Tekanan osmotik tersebut dapat menarik cairan jaringan ke daam
pembuuh darah. Selain itu sifat amfoter protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa, dapat
mengatur keseimbangan asam basa dalam tubuh.
Pada praktikum kai akan diakukan analisis kuantitatif protein terhadap sampe teur ayam peteur dengan
menggunakan metode spektrofotometer UV-Vis single beam dengan arutan biuret. Reaksi biuret
merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-CO-NH-N) dan protein. Reaksi positif
ditandai dengan terbentuknya warna ungu karena terbentuk senyawa komplek antara Cu2+ dan N dari
molekul ikatan peptida. Senyawa dengan dipeptida memberikan warna ungu, biru dan merah.
Spektrofotometer itu sendiri merupakan teknik analisis yang bertujuan untuk mengetahui jumah
(konsentrasi) zat dalam suatu bahan berdasarkan spektroskopi khusus untuk panjang gelomabang UV-
Visible. Pengertian spektroskopi sendiri adaah istiah atau nama yang digunakan untuk ilmu yang
mempelajari tentang hubungan antara radiasi (sinar) dan energi ( yang memiliki fungsi panajang
gelombang yang biasa disebut adalah dengan frekuensi) dengan benda.
Prinsip dari spektrofotometri adalah suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan
sinar monokromatis oleh suatu ajur larutan berwarna pada panjang gelombang spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Metode ini dapat
digunakan untuk sampel yang berupa arutan berwarna atau tidak berwarna, karena pada umumnya
suatu alat spektrofotometri yang dilengkapi sumber cahaya untuk mengukur spektrum dan panjang
gelombang pada arutan tertentu. Jumah sinar yang diserap atau diteruskan oleh suatu larutan
merupakan suatu fungsi eksponensial dari konsentrasi arutan dan pada panjang larutan yang dilalui
sinar.
Prinsip kerja penentuan kadar protein dengan metode biuret adalah menganalisa adanya ikatan peptida
dengan cara menambahkan reagen biuret ke dalam sampel yang kemudian diukur absorbansinya
menggunakan spektrofotometer, reaksinya adalah sebagai berikut:
Pada tes biuret ini penambahan NaOH 10% pada protein menyebabkan terjadinya hidroisis ikatan
peptida dari polimer protein. Hidrolisis ini menghasilkan monomer-monomer asam amino dan ada
sebagiab gugus asam amino yang berubah menjadi amonia. Akibatnya hidrolisis itu jumlah gugus asam
amino berkurang dan pengukuran serapan cahaya oleh ikatan kompleks yang berwarna ungu dapat
terjadi oleh sebab itu protein bereaksi dengan tembaga dalam ingkungan alkali.
Pada dasarnya suatu peptida adaah asi-asam amino karena gugus COOH dan NH2 membentuk ikatan
peptida. Peptida didapatkan dari hidrolisis protein yang tidak sempurna. Apabila peptida yang dihasilkan
dihidrolisis lebih anjut akn dihasilkan asam-asam amino.
Sifat peptida ditentukan oleh gugus COOH, -NH2 dan gugus R. sifat asam dan basa pada peptida
ditentukan oleh gugus COOH dan NH2, namun pada rantai panjang gugus COOH dan NH2 yang
terletak diujung rantai tidak lagi berpengaruh. Suatu peptida juga mempunyai titik isolistrik seperti pada
asam amino. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk peptida dan protein.
Dalam praktikum kali ini ada dua praktikum yang harus dilakukan yaitu preparasi sampe dan pembuatan
kurva standar. Pada pembuatan kurva standar sampe yang digunakan adalah serum abumin murni.
Serum albumin murni dimasukkan ke daam tabung berbeda dengan volume 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1.
Setelah albumin murni dimasukkan ke dalam tabung, tambahkan akuades ke daam tabung hingga
volumenya mencapai 1 mL kemudian ditambahkan lagi dengan 4 mL biuret. Sampel tersebut kemudian
didiamkan selam 30 menit. Seteah 30 menit sampel diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer pada panajang geombang 540 nm.
Pada preparasi sampel langkah yang harus dilakukan adalah memasukkan 2,5 mL sampel (putih telur) ke
dalam abu 100 mL alu diencerkan dengan menambahkan akuades hingga tanda batas. Diambil 1 mL
sampel yang telah diencerkan lalu dimasukkan ke dalam tabung yang selanjutnya ditambahkan 4 mL
biuret. Seteah itu sampel dimasukkan ke dalam kuvet. Diusahakan larutan sampe yang masuk tidak
membentuk gelembung. Kuvet yang telah diisi oleh sampel dapat diuji absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang geombang 540 nm.
Setelah melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan linear y = 0,0242x + 0,0337 kemudian
konsentrasinya diaplikasikan ke dalam rumus dan didapatkan kadar protein sebesar 14,82%. Apabia
membandingkan hasi praktikum dengan literatur didapatkan hasi dari literatur adaah 12,7%.
Kesimpulan:
Pada percobaan penentuan kadar protein secara biuret, terjadi pembentukan warna ungu ini
menunjukkan adanya pembentukan senyawa kompleks dengan Cu2+. Penentuan kadar protein secara
biuret didasarkan pada pengukuran serapan cahaya oeh ikatan kompleks yang berwarna ungu. Semakin
tinggi konsentrasi larutan protein semakin banyak ikatan peptida daam larutan maka pembentukan
kompleks semakin banyak, ini dapat dilihat dari warna ungu yang semakin pekat. Pengukuran nilai
absorbansi larutan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540nm. Dan
didapatkan persamaan garis y = 0,0242x + 0,0337 sehingga konsentrasinya 14,82%.
Daftar Pustaka:
http://www.kimia.clas.web.id/2015/10/praktikum-biokimia-penentuan-kadar_6.html