Anda di halaman 1dari 10

SASI

s}oµu îð E}u}Œ îU :µo] - • u Œ îìíôW Z oX ííð - íîï


)DNXOWDV +XNXP 8QLYHUVLWDV 3DWWLPXUD
S-,661 - _ H-,661 -

3HUOLQGXQJDQ .UHGLWXU $WDV 3DLOLW


<DQJ 'LDMXNDQ 'HELWXU 'DODP 3URVHV 3HQLQMDXDQ .HPEDOL
'L 3HQJDGLODQ 1LDJD

5RQDOG 6DLMD
)DNXOWDV +XNXP 8QLYHUVLWDV 3DWWLPXUD $PERQ ,QGRQHVLD
(-PDLO URQDOGUHDJHQVDLMD#JPDLO FRP

$EVWUDFW /HJLVODWLRQ 1XPEHU RI FRQFHUQLQJ %DQNUXSWF\ DQG 3RVWSRQHPHQW RI


2EOLJDWLRQV RI 'HEW 3D\PHQWV LV QRW IXOO\ FRPSOHWH LQ RUGHU WR SURWHFW WKH ULJKWV RI
FUHGLWRUV LQ FRQQHFWLRQ ZLWK WKH GLVSXWH RI 37 *ROGHQ $GLVKRHV KDV QR FODULW\ DERXW
UHSD\PHQW LQ IXOO LI LW WXUQV RXW WKDW WKH GHEWRU V DVVHWV DUH LQVROYHQW LV QRW HQRXJK WR SD\
DOO RI KLV GHEWV LQGLUHFWO\ WKH FUHGLWRU LV UHTXLUHG WR DFFHSW WKH IDFW WKDW DOO RI KLV GHEWV
ZLOO QRW EH UHSDLG LQ IXOO E\ EDQNUXSW GHEWRUV ZLWKRXW DQ\ DFWLRQV DQG ZKDW VROXWLRQV
FDQ EH PDGH E\ WKH FUHGLWRU EHIRUH WKH EDQNUXSWF\ DSSOLFDWLRQ LV ILOHG E\ WKH EDQNUXSW
GHEWRU WR WKH &RPPHUFLDO &RXUW
.H\ZRUGV 3URWHFWLRQ &UHGLWRUV %DQNUXSWF\

A. 3(1'$+8/8$1 3. Kegiatan tersebut dilakukan


dalam rangka memperoleh
Kegiatan ekonomi pada umumnya keuntungan untuk diri sendiri atau
dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi orang lain.
baik orang perorangan yang menjalankan
perusahaan (badan hukum) atau bukan Kegiatan ekonomi yang terjadi di
perusahaan (bukan badan hukum). dalam masyarakat pada hakikatnya
Kegiatan ekonomi pada hakikatnya adalah rangkaian berbagai perbuatan
merupakan kegiatan menjalankan hukum yang banyak jenis, ragam,
perusahaan yaitu kegiatan yang dimaksud kualitas dan variasinya yang dilakukan
untuk melakukan:1 oleh antar pribadi, antar perusahaan, antar
1. Secara terus menerus dalam kelompok dan antar negara dalam
pengertian tidak terputus-putus; berbagai volume dengan frekuensi yang
2. Secara terang-terangan dalam tinggi pada setiap saat di berbagai tempat.
pengertian yang sah; Peranan tersebut dalam hal
mengumpulkan dana dari masyarakat
1
Hartono, Sri Redjeki. (2000). Kapita maupun mengeluarkan dana yang
Selekta Hukum Ekonomi, Bandung: Mandar Maju,
h. 4.

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
tersedia untuk membiayai kegiatan adalah Undang-Undang Republik
perekonomian yang ada.2 Indonesia Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Mengingat dengan semakin tinggi Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
frekuensi kegiatan ekonomi yang terjadi Pembayaran Utang (PKPU). Adapun
pada masyarakat tentunya semakin tujuan dikeluarkan undang-undang
banyak kebutuhan akan dana sebagai tersebut adalah untuk memberikan
salah satu faktor pendorong dalam keseimbangan antara kreditur dan debitur
menggerakkan roda perekonomian. menghadapi masalah kepailitan,
Seiring dengan perkembangan persaingan memberikan kepastian proses
ekonomi global, maka suatu perusahaan menyangkut waktu, prosedur,
akan dituntut untuk mampu tanggungjawab pengeloaan harta pailit
mempertahankan kemampuan dan memudahkan penyelesaian hutang
keuangannya (finacial), agar tidak piutang secara cepat, adil, terbuka dan
terpengaruh oleh dampak adanya krisis efektif. 5 Selain itu, tujuan dai
global. Apabila perusahaan tidak mampu pengundangan pengundangan
adaptasi dengan persaingan global, maka undang-undang kepailitan adalah untuk
tidak sedikit perusahaan akan mengalami mewujudkan penyelesaian masalah utang
kasus pailit atau kebangkrutan. piutang secara cepat, adil, terbuka dan
Suatu perusahaan yang dinyatakan efektif.6
pailit saat ini akan mempunyai imbas dan ,VWLODK ³3DLOLW´ SDGD GDVDUQ\D
pengaruh buruk pada seluruh komponen merupaka suatu hal, dimana keadaan
yang ada (global). Oleh karena itu, debitur (pihak yang berhutang) yang
lembaga kepailitan merupakan salah satu mempunyai dua atau lebih kreditur dan
kebutuhan pokok di dalam aktivitas tidak membayar sedikitnya satu utang
bisnis, karena adanya suatu status pailit yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
merupakan salah stu sebab pelaku bisnis Berhenti membayar bukan berarti sama
yang keluar dari pasar. Begitu memasuki sekali tidak membayar, tetapi
pasar pelaku bisnis bermain di dalam dikarenakan suatu hal pembayaran akan
pasar. Apabila pelaku bisnis sudah tidak hutang tersebut tidak berjalan
mampu lagi untuk bermain di arena sebagaimana mestinya, jadi apabila
pasar, maka dapat keluar dari pasar atau debitur mengajukan permohonan pailit,
dipaksakan keluar dari pasar. Dalam hal maka debitur tersebut tidak dapat
seperti inilah kemudian lembaga membayar hutang-hutangnya atau tidak
kepailitan tersebut berperan.3 mempunyai pemasukkan lagi bagi
Salah satu produk hukum yang perusahaannya untuk membayar hutang.
bertujuan untuk menjamin kepastian, Kepailitan merupakan solusi dari
ketertiban, penegakkan dan perlindungan masalah penyelesaian utang debitur yang
hukum yang berisi keadilan dan sedang mengalami kebangkrutan dan
kebenaran yang diperlukan saat ini guna bukan sebaliknya bahwa kepailitan justru
mendukung pembangunan perekonomian digunakan sebagai pranata hukum untuk
nasional adalah peraturan mengenai membangkrutkan suatu usaha. Hal ini
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban dikenal dengan prinsip commercial exit
Pembayaran Utang. 4 Produk tersebut
5
Waluyo, Bernadete. (1999). Hukum
2
Siregar, Mustafa. (1990). Efektifitas Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Perundang-Undangan Perbankan dan Lembaga Pembayaran Utang, Cetakan Pertama, Bandung:
Keuangan Lainnya, dengan Penelitian di Wilayah Mandar Maju, h. 5.
6
Kodya Medan, Disertasi, USU, h. 1. Widjanarko. (1999). Dampak
3
Hartini, Rahayu. (2007). Edisi Revisi Implementasi Undang-Undang Kepailitan
Hukum Kepailitan, Malang: UMM Press, h. 3. Terhadap Sektor Perbankan, Jurnal Hukum
4
Budisastra, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis,
Kepailitan, http://budisastra.info/home, 2013. Vol. 8, h. 73.

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
from financial distress. Kemudahan lunas sedikitnya satu utang yang telah
untuk mempailitkan debitur sebenarnya jatuh tempo dan dapat ditagih (ketentuan
tidak bertentangan dengan prinsip ini Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor
sepanjang kemudahan untuk 37 Tahun 2004). Sedangkan putusan
mempailitkan adalah dalam konteks permohonan pernyataan pailit diajukan
penyelesaian utang karena adanya kepada pengadilan niaga yang daerah
kesulitas keuangan (finacial) dari usaha hukumnya meliputi daerah tempat
debitur.7 kedudukan debitur sebagaimana diatur
Penerapan norma dan prinsip dalam ketentuan Pasal 3 dan Pasal 4
commercial exit from financial distress Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
terhadap kasus kepailitan dikategorikan Dalam hal seperti ini, hak-hak
menjadi dua kelompok. Kelompok sebagai kreditur tidak terlindungi
pertama adalah putusan yang menerapkan terhadap debitur yang mempunyai itikad
prinsip ini secara benar dan konsisten tidak baik (itikad buruk). Ada beberapa
yakni kepailitan merupakan pranata yang itikad buruk debitur untuk melepas
digunakan sebagai jalan keluar terhadap tanggungjawabnya untuk membayar
subjek hukum yang sedang mengalami hutang dengan cara memailitkan diri
kesulitan keuangan, sehingga sendiri, seperti halnya yang terjadi dalam
menyebabkan tidak dapat memenuhi Pengadilan Niaga terdapat praktik-praktik
kewajiban membayar utang-utangnya yang menyebabkan lembaga kepailitan
serta mengakibatkan jumlah utang-utang tidak berjalan dengan semestinya,
tersebut melebihi kekayaan perseroan. Pengadilan Niaga telah digunakan untuk
Sedangkan kelompok kedua adalah melegitimasikan praktik-praktik tidak
putusan pailit yang tidak benar dan tidak membayar utang atau praktik uang yang
konsisten menerapkan commercial exit dibayar menurut kehendak si debitur. Hal
from financial distress.8 ini serupa terjadi pada kasus kepailitan
Debitur dapat mengajukan antara PT. Golden Adishoes dengan PT.
permohonan pailit, apabila mempunyai Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
dua atau lebih kreditur yang tidak dapat sebagai pihak kreditur. PT. Golden
menjalankan kewajiban yaitu membayar Adishoes mempailitkan diri dikabulkan
utang beserta bunganya yang telah jatuh permohonannya oleh pengadilan niaga
tempo. Dalam hal ini, permohonan pailit melalui putusannya Nomor
ditujukan pada Pengadilan Niaga harus 33/Pailit/2004/PN. Niaga.Jkt.Pst.
mengabulkan, apabila terdapat fakta yang Berdasarkan uraian latar belakang
sesuai dengan syarat-syarat untuk diatas, maka permasalahannya adalah: 1).
dinyatakan pailit telah terpenuhi oleh Apa tujuan debitur mengajukan
pihak yang mengajukan pailit. Bagi permohonan kepailitan untuk dirinya
permohonan pailit yang diajukan debitur sendiri ? 2). Bagaimana upaya hukum
sendiri syaratnya adalah debitur tersebut bagi kreditur untuk menangkal kepailitan
harus mempunyai dua atau lebih kreditur yang diajukan debitur sendiri ?.
dan tidak membayar sedikitnya satu
utang yang telah jatuh tempo.
Syarat debitur dapat dinyatakan B. 3(0%$+$6$1
pailit, apabila debitur mempunyai dua
1. Tujuan Debitur Mengajukan
atau lebih kreditur dan tidak membayar
Permohonan Kepailitan Untuk
Diri Seindiri.
7
Subhan, M Hadi. (2012). Hukum
kepailitan (Prinsip, Norma, dan Praktik di Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1)
Pradilan), Jakarta: Kencana Pranada Media
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Group, h. 305.
8
Ibid. tentang Kepailitan dan Penundaan

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
Kewajiban Pembayaran Utang sebab di dalam Undang-Undang Nomor 4
(selanjutnya disingkat UUKPKPU), Tahun 1998, syaratnya hanya debitur
permohonan pernyataan pailit terhadap dalam keadaan berhenti membayar, tanpa
seorang debitur dapat pula diajukan oleh ada penjelasan lebih lanjut, maka
debitur sendiri. Dalam istilah bahasa kemudian disalahartikan mestinya untuk
Inggris ³YROXQWDU\ SHWLWLRQ´. debitur yang benar-benar tidak mampu
Kemungkinan yang demikian itu membayar bukan debitur yang tidak
menandakan bahwa menurut UUKPKPU mau membayar kemudian minta dijatuhi
permohonan pernyataan pailit bukan saja kepailitan.
dapat diajukan untuk kepentingan para Syarat pada nomor 2 (dua) disebut
krediturnya, tetapi dapat pula diajukan utang yang tidak terbayar adalah utang
untuk kepentingan debitur sendiri.9 pokok atau bunganya, sedangkan yang
Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) GLPDNVXG GHQJDQ ³XWDQJ \DQJ WHODK MDWXK
UUKPKPU, seorang debitur dapat ZDNWX GDQ GDSDW GLWDJLK´ PHQXUXW
mengajukan permohonan pernyataan penjelasan UUKPKPU adalah kewajiban
pailit terhadap dirinya (voluntary membayar utang yang telah jatuh waktu,
petition) hanya apabila terpenuhi baik telah diperjanjikan karena
syarat-syarat sebagai berikut: percepatan waktu penagihannya
a. Debitur yang mempunyai dua atau sebagaimana diperjanjikan, karena
lebih kreditur (lebih dari satu pengenaan sanksi atau denda oleh
kreditur saja); dan instansi yang berwenang maupun putusan
b. Deitur sedikitnya tidak membayar pengadilan, arbiter atau majelis
satu utang yang telah jatuh waktu arbitrase.10
dan telah dapat ditagih. Dalam kasus PT. Golden Adishoes
tersebut permohonan pernyataan pailit
Dengan syarat-syarat tersebut dapat sudah sesuai dengan Pasal 89 ayat (1) UU
diartikan bahwa ketika debitur PT. Hal ini diketahui dari Pertimbangan
mengajukan permohonan pernyataan Hukum Hakim Pengadilan Niaga
pailit terhadap dirinya, ia harus dapat menyatakan bahwa berdasarkan bukti
mengemukakan dan membuktikan P-17 ternyata Pemohon pada tanggal 2
memiliki lebih dari satu kreditur. Tanpa Agustus 2004 telah melaksanakan RUPS,
dapat membuktikan hal itu, seyogyanya telah disetujui oleh RUPS bahwa
pengadilan dapat menolak permohonan Pemohon agar mempailitkan diri, dengan
pernyataan pailit tersebut. Debitur harus demikian permohonan Pemohon adalah
dapat membuktikan bahwa ia telah tidak sah dan legal.
membayar salah satu utang krediturnya Pembuktian tentang terpenuhinya
yang telah jatuh waktu dan telah dapat syarat-syarat kepailitan oleh pemohon
ditagih. pailit ini terlepas dari pembuktian akan
Menurut penulis lahirnya ketentuan adanya persangkaan akan rekayasa yang
Pasal 2 ayat (1) tersebut dalam rangka dilakukan oleh debitor sebagai pemohon
untuk lebih memberikan perlindungan pailit. Hal ini bertentangan dengan
hukum kepada kreditur atau para kompetensi Pengadilan pada umumnya
krediturnya dibanding undang-undang dan Pengadilan Niaga khususnya.
Nomor 4 Tahun 1998 dimana terdapat Persangkaan akan adanya rekayasa
celah hukum yang seringkali tersebut harus dibuktikan dengan
dimanfaatkan oleh debitur yang nakal, mengajukan gugatan melalui Pengadilan
Negeri, yaitu Pengadilan umum yang
9
Sjahdeini, Sutan Remy. (2010). Hukum memutus dan memeriksa perkara perdata
Kepailitan (Memahami Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, Cetakan IV,
10
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, h.104. Hartini, Rahayu Op.Cit, h. 28.

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
maupun pidana sipil untuk semua untuk memeriksa perkara PT. Golden
golongan penduduk, sedangkan Adishoes secara mendetail karena hal ini
Pengadilan Niaga hanya khusus berkaitan dengan Pengadilan Niaga yang
menangani masalah-masalah kepailitan hanya berwenang menyelidiki masalah
yang pokok-pokok saja. kepailitan saja, dimana permohonan
Berdasarkan kasus PT. Golden kepailitan akan dikabulkan selama
Adishoes tersebut menurut penulis dapat syarat-syarat permohonan kepailitan
diketahui bahwa dalam kasus tersebut secara umum telah dipenuhi oleh pihak
belum pernah dilakukan gugatan ke pemohon pailit. Menurut penulis hal
Pengadilan Negeri mengenai persangkaan tersebut sebaiknya diselesaikan di
akan rekayasa yang dilakukan oleh Pengadilan Umum, karena proses
debitor sebagai pemohon pailit. pemeriksaan adanya persangkaan
Permohonan kepailitan oleh debitor rekayasa oleh PT. Golden Adishoes
sendiri dapat memungkinkan adanya memakan waktu yang lama dan harus
rekayasa, hal ini sesuai dengan tulisan disertai oleh bukti-bukti yang kuat,
Mantan Hakim Agung Retnowulan dimana hal tersebut tidak sesuai dengan
Sutantio yang berjudul Tanggung Jawab asas cepat dan efisien Peradilan Niaga
Pengurus Perusahaan Debitur Dalam dalam menyelesaikan masalah kepailitan.
Kepailitan yang mengemukakan Apabila permohonan pernyataan
kemungkinan terjadinya masalah - pailit yang diajukan debitor adalah suatu
masalah sebagai berikut:11 rekayasa, namun mengingat sifat
a) 3HUPRKRQDQ SHUQ\DWDDQ SDLOLW pemeriksaan perdata adalah formal dan
GLDMXNDQ ROHK VHRUDQJ SHPRKRQ sepanjang syarat-syaratnya telah
\DQJ WHODK VHQJDMD WHODK PHPEXDW terpenuhi, apalagi mengingat ketentuan
XWDQJ NDQDQ NLUL GHQJDQ PDNVXG Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU yang
XQWXN WLGDN PHPED\DU GDQ VHWHODK menentukan permohonan pernyataan
LWX PHQJDMXNDQ SHUPRKRQDQ pailit harus dikabulkan apabila terdapat
XQWXN GLQ\DWDNDQ SDLOLW fakta-fakta yang terbukti secara
b) .HSDLOLWDQ GLDMXNDQ ROHK WHPDQ sederhana bahwa persyaratan untuk
EDLN WHUPRKRQ SDLOLW \DQJ dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud
EHUNROXVL GHQJDQ RUDQJ DWDX Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi, maka
EDGDQ KXNXP \DQJ GLPRKRQ DJDU dapat dinyatakan sulit bagi hakim untuk
GLQ\DWDNDQ SDLOLW VHGDQJNDQ tidak mengabulkan permohonan tersebut.
DODVDQ \DQJ PHQGXNXQJ Lebih lanjut ketentuan Pasal 8 ayat
SHUPRKRQDQ WHUVHEXW VHQJDMD (1) UUKPKPU menyatakan, bahwa
GLEXDW WLGDN NXDW VHKLQJJD MHODV dalam hal permohonan pernyataan pailit
SHUPRKRQDQ WHUVHEXW DNDQ GLWRODN yang diajukan debitor tidak diwajibkan
ROHK 3HQJDGLODQ 1LDJD bagi pengadilan untuk memanggil para
3HUPRKRQDQ LQL MXVWUX GLDMXNDQ kreditor, pengadilan hanya wajib
XQWXN PHQJKLQGDUNDQ DJDU memanggil debitor dalam hal
NUHGLWRU \DQJ ODLQ WLGDN ELVD permohonan pernyataan pailit yang
PHQJDMXNDQ SHUPRKRQDQ NUHGLWRU diajukan oleh kreditor, Kejaksaan, Bank
\DQJ ODLQ DNDQ WHUKDPEDW Indonesia, Bapepam dan Menteri
Keuangan. Mengingat juga ketentuan UU
Berkaitan dengan hal adanya Kepailitan yang tidak mengharuskan
persangkaan rekayasa dalam kasus PT. dilakukan pemberitahuan secara terbuka
Golden Adishoes, maka Majelis hakim kepada publik mengenai pengajuan
Pengadilan Niaga secara tegas menolak permohonan pernyataan pailit itu, maka
rekayasa yang dilakukan oleh debitor
11
6MDKGHLQL 6XWDQ 5HP\ 2S &LW K

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
tersebut secara mudah dapat dilakukan para kreditor yaitu PT Bank Negara
oleh debitor yang nakal. Indonesia, Citibank N.A, Supplier Korea
Menurut penulis kasus PT. Golden dan Supplier Lokal tidak dimintai
Adishoes yang mempailitkan diri persetujuan terlebih dahulu oleh PT.
merupakan langkah terbaik untuk Golden Adishoes dalam rangka
menyelesaikan kewajiban pembayaran mengajukan permohonan kepailitan. Pada
utang terhadap para kreditornya. PT. dasarnya hal ini harus dilakukan karena
Golden Adishoes yang semula PT. Golden Adishoes selaku debitor dan
diprediksikan akan berjalan sesuai para kreditor terikat suatu perjanjian
dengan Business forecasting/planning utang piutang, sehingga dalam
ternyata dalam perjalanannya tidak sesuai memutuskan suatu masalah yang
dengan harapannya tersebut. Kondisi menyangkut kedua belah pihak, harus
keuangan perusahaan yang cukup parah mendapat persetujuan yang lain, apalagi
akibat berbagai macam penyebab baik harta kekayaan debitor tidak mencukupi
internal maupun eksternal, menyebabkan untuk membayar semua hutang dengan
perusahaan tidak dapat beroperasi secara demikian kreditor jelas dirugikan dalam
optimal dan bahkan untuk membayar hal ini. Secara tidak langsung hal tersebut
pengeluaran tetap (fix cost) dan biaya tidak sesuai dengan KUHPerdata Pasal
operasi yang dikeluarkan untuk 1338, suatu perjanjian harus dilakukan
mengoperasikan suatu sistem atau dengan itikad yang baik dan prinsip dari
menjalankan sebuah sistem (operation tujuan hukum kepailitan itu sendiri, yaitu
cost) saja sudah tidak mampu apalagi memberikan keadilan dalam hal
untuk memenuhi pembayaran pengembalian hutang debitor kepada
utang-utangnya. Hal itu terlihat dari kreditor secara sama.
pertimbangan hukum dalam kasus PT. Sekalipun dalam UUKPKPU
Golden Adishoes oleh Hakim Pengadilan memperbolehkan permohonan
Niaga yang mempertimbangkan bahwa pernyataan pailit diajukan oleh debitor
alasan pemohon tersebut terbukti dari namun demi kepentingan para kreditor
bukti P-16 (Laporan Appraisal tanggal 20 lain sesuai asas keseimbangan (menurut
Pebruari 2004). Harapan untuk recovery besar kecilnya piutang) haruslah
ke depan juga tidak ada mengingat mendapat persetujuan dari para
jumlah utang sudah jauh melebihi jumlah kreditornya. UUKPKPU seyogianya
aset. Dalam kondisi yang seperti ini maka menentukan putusan pengadilan atas
secara teknis, perusahaan sudah dalam permohonan pernyataan pailit oleh
kebangkrutan (technical bankruptcy). Di debitor harus berdasarkan persetujuan
sinilah fungsi pranata kepailitan sebagai semua kreditor atau mayoritas kreditor.
jalan keluar secara komersial untuk Mayoritas kreditor yang dimaksudkan
menyelesaikan kewajiban pembayaran adalah para kreditor pemilik sebagian
utang terhadap kreditornya. Dalam situasi besar piutang. Untuk menentukan
seperti ini, maka konsep mempermudah mayoritas tersebut lebih dari 50% dari
kepailitan harus diterapkan bukan jumlah utang debitor atau dua pertiga
sebaliknya. atau tiga perempat dari jumlah utang
Menurut Penulis, sangat debitor.
disayangkan UUKPKPU tidak Menurut Penulis, apa yang
menentukan agar pengadilan dapat dikemukakan ini mungkin benar, karena
memutuskan pailit seorang debitor jelas bahwa Mahkamah Agung dalam
haruslah putusan tersebut diambil atas taraf kasasi telah tidak
dasar persetujuan para kreditor mayoritas. mempertimbangkan alasan-alasan kasasi,
Hal ini terlihat jelas dalam kasus secara tuntas dan hanya secara umum dan
pailitnya PT. Golden Adishoes, dimana sangat sumir mengemukakan bahwa

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
Pengadilan Niaga telah tidak salah a. Penundaan Kewajiban
menerapkan hukum. Selain itu Pembayaran Utang diajukan oleh
alasan-alasan kasasi sama sekali tidak Debitur yang mempunyai lebih
dipertimbangkan, yang menurut dari 1 (satu) Kreditur atau oleh
Pemohon Kasasi telah disampaikan, sama Kreditur,
sekali tidak dimuat dalam putusan kasasi b. Debitur yang tidak dapat atau
dan jadinya sama sekali tidak memperkirakan tidak akan dapat
dipertimbangkan. melanjutkan membayar
Menurut Penulis, Mahkamah utang-utangnya yang sudah jatuh
Agung dalam taraf PK juga dengan waktu dan dapat ditagih, dapat
pendek menyatakan, bahwa tidak ada memohon penundaan kewajiban
kesalahan berat dalam penerapan hukum pembayaran utang, dengan
yang dilakukan oleh Pengadilan Niaga maksud untuk mengajukan
dan oleh Majelis tingkat kasasi, sehingga rencana perdamaian yang meliputi
permohonan PK harus ditolak. tawaran pembayaran sebagian
Disamping tujuan debitor mengajukan atau seluruh utang kepada
permohonan kepailitan untuk dirinya Kreditur,
sendiri yang telah diuraikan di atas, c. Kreditur yang memperkirakan
menurut Penulis tujuan mempailitkan diri bahwa Debitur tidak dapat
dari debitor antara lain adalah: melanjutkan membayar utangnya
a. Ada indikasi menyembunyikan yang sudah jatuh waktu dan dapat
hartanya dan supaya tidak ditagih, dapat memohon agar
membayar bunga lebih banyak kepada Debitur diberi penundaan
lagi. kewajiban pembayaran utang,
b. Adanya rasa malu dari pihak untuk memungkinkan Debitur
debitor jika dipailitkan oleh pihak mengajukan rencana perdamaian
lain, sehingga debitor yang meliputi tawaran
memutuskan mengajukan pailit pembayaran sebagian atau seluruh
untuk dirinya sendiri. utang kepada Krediturnya.

0HQXUXW 3DVDO D\DW GDQ


2. Upaya Hukum Bagi Kreditur D\DW 88.-3.38 GDSDW GLNHWDKXL
Untuk Menangkal Kepailitan EDKZD 3.38 GDSDW GLDMXNDQ ROHK
Yang Diajukan Debitur Sendiri. NUHGLWRU MXJD VHODLQ ROHK GHELWRU 'HQJDQ
NDWD ODLQ 3.38 GDSDW GLDMXNDQ EDLN ROHK
3HQJDMXDQ 3.38 ROHK .UHGLWXU GHELWRU PDXSXQ ROHK NUHGLWRU +DN
NHSDGD 'HELWXU NUHGLWRU XQWXN PHQJDMXNDQ 3.38
PHQXUXW 88.-3.38 VHMDODQ GHQJDQ
3HQXQGDDQ .HZDMLEDQ 3HPED\DUDQ NHWHQWXDQ &KDSWHU GDUL 86 %DQNUXSWF\
8WDQJ 3.38 GLDWXU GDODP %DE .HWLJD &RGH EXNDQ KDQ\D GHELWRU \DQJ GLEHUL
\DLWX GDODP 3DVDO VDPSDL GHQJDQ KDN XQWXN PHQJDMXNDQ SHUPRKRQDQ
3DVDO 88 1R 7DKXQ WHQWDQJ XQWXN GLDGDNDQ UHRUJDQL]DWLRQ WHWDSL
.HSDLOLWDQ 'DQ 3HQXQGDDQ .HZDMLEDQ MXJD KDN LWX GLEHULNDQ NHSDGD NUHGLWRU
3HPED\DUDQ 8WDQJ 3HUPRKRQDQ %HUGDVDUNDQ 3DVDO D\DW
3HQXQGDDQ .HZDMLEDQ 3HPED\DUDQ PDND PHQXUXW SHQXOLV WRORN XNXU EDJL
8WDQJ GLODNXNDQ GHQJDQ PDNVXG XQWXN NUHGLWRU GDODP PHQHQWXNDQ EDKZD
PHQJDMXNDQ 5HQFDQD 3HUGDPDLDQ \DQJ GHELWRU ³GLSHUNLUDNDQ WLGDN DNDQ GDSDW
PHOLSXWL WDZDUDQ SHPED\DUDQ VHEDJLDQ PHODQMXWNDQ PHPED\DU XWDQJ-XWDQJQ\D
DWDX VHOXUXK XWDQJ NHSDGD NUHGLWXU 3DVDO \DQJ VXGDK MDWXK ZDNWX GDQ GDSDW GL
88. GDQ 3.38 PHQHQWXNDQ EDKZD WDJLK ³KDUXV EHUGDVDUNDQ ILQDQFLDO DXGLW

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
GDQ DQDOLVLV NHXDQJDQ \DQJ GLODNXNDQ GDSDW GLODNXNDQ DGDODK .DVDVL GDQ
ROHK VXDWX DNXQWDQ SXEOLN %XNDQ 3HQLQMDXDQ .HPEDOL 3. 3HPDQJNDVDQ
EHUGDVDUNDQ SHUWLPEDQJDQ VXEMHNWLI GDUL XSD\D KXNXP EDQGLQJ GLNRQVWUXNVLNDQ
NUHGLWRU VHPDWD %DJL EDQN-EDQN SHPEHUL XQWXN PHPDQJNDV MDOXU NHSDLOLWDQ LQL
NUHGLW VHODOX PHPSHUMDQMLNDQ GL GDODP 'HQJDQ WLGDN DGDQ\D XSD\D KXNXP
SHUMDQMLDQ NUHGLW DJDU GHELWRU EDQGLQJ PDND MDOXU DFDUD NHSDLOLWDQ OHELK
PHQ\HUDKNDQ VHFDUD SHULRGLN NHSDGD FHSDW GLEDQGLQJNDQ GHQJDQ MDOXU DFDUD
NUHGLWRU ODSRUDQ NHXDQJDQ GHELWRU \DQJ SHUGDWD ELDVD .RQVWUXNVL XSD\D KXNXP
WHODK GLDXGLW ROHK DNXQWDQ SXEOLN GHPLNLDQ VDQJDW EDLN PHQJLQJDW OHPEDJD
.HZDMLEDQ WHUVHEXW WHUXWDPD GLEHEDQNDQ XSD\D KXNXP LQL VHULQJ KDQ\D GLJXQDNDQ
NHSDGD GHELWRU \DQJ PHPSHUROHK NUHGLW ROHK SLKDN \DQJ EHUNHSHQWLQJDQ XQWXN
EHVDU EXNDQ NHSDGD GHELWRU 8.0 %DJL PHQJXOXU ZDNWX SURVHV EHUDFDUD VHKLQJJD
GHELWRU \DQJ EHUEHQWXN SHUVHURDQ WHUEDWDV PHVNLSXQ SLKDN \DQJ EHUVDQJNXWDQ VXGDK
SHQ\HUDKDQ ODSRUDQ NHXDQJDQ \DQJ PHUDVD DNDQ NDODK LD DNDQ WHWDS
GLDXGLW ROHK DNXQWDQ SXEOLN WLGDN PHODNXNDQ XSD\D KXNXP GL PDQD
PHUXSDNDQ PDVDODK NDUHQD PHQXUXW SHPHQXKDQ SXWXVDQ KDNLP ELVD GLXOXU
XQGDQJ-XQGDQJ WHQWDQJ SHUVHURDQ ZDNWXQ\D
WHUEDWDV SHUVHURDQ WHUEDWDV KDUXV 3DGD VLVL ODLQ WLGDN MDUDQJ
PHQXQMXN DNXQWDQ SXEOLN JXQD GLWHPXNDQ GDUL NHSHQWLQJDQ DGYRNDG LWX
PHODNXNDQ SHPHULNVDDQ WHUKDGDS ODSRUDQ VHQGLUL \DQJ VHULQJ PHQJJLULQJ NOLHQQ\D
NHXDQJDQQ\D %DJL SHUXVDKDDQ \DQJ XQWXN WHUXV PHODNXNDQ VHJDOD XSD\D
VXGDK WHUFDWDW VDKDPQ\D GL EXUVD HIHN KXNXP \DQJ WHUVHGLD .HSHQWLQJDQ
8QGDQJ-XQGDQJ SDVDU PRGDO MXJD DGYRNDW WHUVHEXW WHQWXQ\D HUDW EHUNDLW
PHQHQWXNDQ KDO \DQJ GHPLNLDQ GHQJDQ SHUVRDODQ NHXQWXQJDQ HNRQRPLV
.HWHQWXDQ WHUVHEXW DGDODK GHPL GL PDQD MLND VHPDNLQ EDQ\DN XSD\D
NHSHQWLQJDQ SDUD SHPHJDQJ VDKDP KXNXP \DQJ GLWHPSXK PDND NHXQWXQJDQ
SHUXVDKDDQ WHUVHEXW HNRQRPLV \DQJ GLGDSDW MXJD VHPDNLQ
%HUGDVDUNDQ NHWHQWXDQ 3DVDO EDQ\DN GDUL NOLHQQ\D 6HODLQ LWX KDNLNDW
88. GDQ 3.38 LQL GDSDW GLDUWLNDQ \DQJ SHQJDGLODQ WLQJNDW EDQGLQJ DGDODK VDPD
GLPDNVXG GHQJDQ SHQXQGDDQ NHZDMLEDQ GHQJDQ SHQJDGLODQ WLQJNDW SHUWDPD
SHPED\DUDQ XWDQJ SDGD XPXPQ\D DGDODK .HGXDQ\D VDPD-VDPD VHEDJDL SHQJDGLODQ
XQWXN PHQJDMXNDQ UHQFDQD SHUGDPDLDQ MXGH[ IDFWLH 'HQJDQ GHPLNLDQ FHQGHUXQJ
\DQJ PHOLSXWL WDZDUDQ SHPED\DUDQ WHUMDGLQ\D RYHUODSLQJ DQWDUD SHQJDGLODQ
VHOXUXK DWDX VHEDJLDQ XWDQJ NHSDGD WLQJNDW SHUWDPD GHQJDQ SHQJDGLODQ
NUHGLWXU NRQNXUHQ VHGDQJNDQ WXMXDQQ\D WLQJNDW EDQGLQJ 6HKLQJJD DGDQ\D
DGDODK XQWXN NUHGLWXU NRQNXUHQ SHQJDGLODQ WLQJNDW EDQGLQJ WLGDN
VHGDQJNDQ WXMXDQQ\D DGDODK XQWXN PHPEHULNDQ VHEXDK QLODL WDPEDK EDJL
PHPXQJNLQNDQ VHRUDQJ GHELWXU SDUD SHQFDUL NHDGLODQ MXVWLDEHOHQ
PHQHUXVNDQ XVDKDQ\D PHVNLSXQ DGD NDUHQD LWX OHELK EDLN GLKLODQJNDQ VDMD
NHVXNDUDQ SHPED\DUDQ GDQ XQWXN GDODP VXDWX SURVHV SHUDGLODQ 12
PHQJKLQGDUL NHSDLOLWDQ 0HQXUXW 0 +DGL 6KXEKDQ
VHEHQDUQ\D \DQJ GLKLODQJNDQ WLGDN KDQ\D
3HQJDMXDQ .DVDVL GDQ 3HQLQMDXDQ XSD\D KXNXP EDQGLQJ VDMD PHODLQNDQ
.HPEDOL 2OHK .UHGLWRU $WDV 3XWXVDQ XSD\D KXNXP OXDU ELDVD \DQJ EHUXSD
3DLOLW 'HELWRU SHQLQMDXDQ NHPEDOL MXJD VHOD\DNQ\D
XQWXN GLKDSXVNDQ 13
'DODP NHSDLOLWDQ WLGDN GLNHQDO 6HWHODK 3HQJDGLODQ 1LDJD
XSD\D KXNXP EDQGLQJ DNDQ WHWDSL PHQMDWXKNDQ SXWXVDQ DWDV SHUPRKRQDQ
WHUKDGDS SXWXVDQ DWDV SHUPRKRQDQ
12
SHUQ\DWDDQ SDLOLW XSD\D KXNXP \DQJ Shubhan, M. Hadi. Op. Cit, h. 127.
13
Ibid.

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
SHUQ\DWDDQ SDLOLW PDND XSD\D KXNXP SHUQ\DWDDQ SDLOLW .HWHQWXDQ LQL
\DQJ GDSDW GLDMXNDQ WHUKDGDS SXWXVDQ PHUXSDNDQ WHURERVDQ EDUX GDODP KXNXP
WHUVHEXW DGDODK NDVDVL NH 0DKNDPDK DFDUD NDUHQD GDODP KXNXP DFDUD
$JXQJ 3DVDO D\DW 88.3.38 SHUDGLODQ DSD SXQ GL ,QGRQHVLD WLGDN
'DODP 88 .HSDLOLWDQ MXJD PHQHQWXNDQ GLSHUNHQDQNDQ \DQJ EXNDQ SLKDN GDODP
DODVDQ \DQJ GDSDW GLJXQDNDQ XQWXN WLQJNDW SHUWDPD ELVD PHQJDMXNDQ
PHQJDMXNDQ SHQLQMDXDQ NHPEDOL VHFDUD SHUPRKRQDQ NDVDVL LQL
OLPLWDWLI 'DODP 3DVDO D\DW .HWHQWXDQ SLKDN NUHGLWRU \DQJ
88.3.38 GLWHQWXNDQ DODVDQ DWDX V\DUDW EXNDQ SDUD SLKDN SDGD VDWX VLVL
\DQJ GDSDW GLJXQDNDQ XQWXN PHQJDMXNDQ PHUXSDNDQ VDODK VDWX EHQWXN
SHUPRKRQDQ SHQLQMDXDQ NHPEDOL DQWDUD SHUOLQGXQJDQ KXNXP WHUKDGDS SDUD
ODLQ NUHGLWRU GDUL GHELWRU SDLOLW 'LNDWDNDQ
a) $SDELOD \DQJ GLMDGLNDQ GDVDU VHEDJDL EHQWXN SHUOLQGXQJDQ KXNXP EDJL
SHQLQMDXDQ NHPEDOL EHUXSD EXNWL NUHGLWRU WHUVHEXW NDUHQD DGDQ\D
EDUX PDND ZDNWX \DQJ GLEHULNDQ NHPXQJNLQDQ SHUPRKRQDQ SDLOLW GLDMXNDQ
DGDODK KDUL VHWHODK WDQJJDO ROHK NUHGLWRU \DQJ PHPSXQ\DL SLXWDQJ
SXWXVDQ \DQJ GLPRKRQNDQ \DQJ NHFLO QDPXQ LD PHQJDMXNDQ
SHQLQMDXDQ NHPEDOL PHPSHUROHK SHUPRKRQDQ SDLOLW GL PDQD DVHW GHELWRU
NHNXDWDQ KXNXP WHWDS SDLOLW MDXK PHOHELKL GDUL NUHGLWRU NHFLO
b) $SDELOD \DQJ GLMDGLNDQ GDVDU \DQJ PHQJDMXNDQ SDLOLW WHUVHEXW +DO LQL
SHQLQMDXDQ NHPEDOL EHUXSD SRWHQVL XQWXN PHUXJLNDQ NUHGLWRU EHVDU
NHNHOLUXDQ \DQJ Q\DWD PDND NDUHQD NHSDLOLWDQ \DQJ WLGDN SURSRUVLRQDO
ZDNWX \DQJ GLEHULNDQ DGDODK DQWDUD DVHW GHQJDQ XWDQJ FHQGHUXQJ
KDUL VHWHODK WDQJJDO SXWXVDQ \DQJ PHUXJLNDQ GHELWRU LWX VHQGLUL GDUL
GLPRKRQNDQ SHQLQMDXDQ NHPEDOL NUHGLWRU EHVDUQ\D 0HQXUXW SHQXOLV XSD\D
PHPSHUROHK NHNXDWDQ KXNXP KXNXP \DQJ GLODNXNDQ ROHK SLKDN
WHWDS NUHGLWXU GHQJDQ PHQJDMXNDQ NDVDVL GDQ
3HQLQMDXDQ .HPEDOL PHUXSDNDQ XSD\D
3URVHV SHUPRKRQDQ SHQLQMDXDQ XQWXN PHQFHJDK DJDU GHELWRU WLGDN
NHPEDOL DWDV SXWXVDQ SHUQ\DWDDQ SDLOLW PHQMDGL SDLOLW
KDPSLU VDPD GHQJDQ SURVHV SHUPRKRQDQ
NDVDVL GL PDKNDPDK DJXQJ 3HUPRKRQDQ
SHQLQMDXDQ NHPEDOL GLDWXU GDODP 3DVDO C. 3 ( 1 8 7 8 3
VDPSDL 3DVDO 88 .HSDLOLWDQ
%HUGDVDUNDQ VWXGL NDVXV NHSDLOLWDQ \DQJ 7XMXDQ GHELWRU PHQJDMXNDQ
GLDMXNDQ ROHK SLKDN GHELWRU VHQGLUL SHUPRKRQDQ NHSDLOLWDQ XQWXN GLULQ\D
WHUGDSDW XSD\D GDUL SLKDN NUHGLWRU XQWXN VHQGLUL DGDODK XQWXN PHQJKLQGDU GDUL
PHQDQJNLV WLQGDNDQ GHELWRU \DQJ SHPHQXKDQ NHZDMLEDQ SHPED\DUDQ XWDQJ
PHPSDLOLWNDQ GLUL WHUVHEXW PHODOXL XSD\D GDQ EXQJD SLQMDPDQ \DQJ GLVHEDENDQ
NDVDVL NDUHQD SHUXVDKDDQ GHELWRU PHQJDODPL
88.3.38 .HWHQWXDQ PHQJHQDL NHVXOLWDQ NHXDQJDQ VHKLQJJD
SLKDN \DQJ GDSDW PHQJDMXNDQ NDVDVL LQL PHQ\HEDENDQ SHUXVDKDDQ WLGDN PDPSX
'DODP 3DVDO $\DW GLNDWDNDQ EDKZD ODJL PHPHQXKL NHZDMLEDQ-NHZDMLEDQ
SHUPRKRQDQ NDVDVL VHODLQ GDSDW GLDMXNDQ SHPED\DUDQ XWDQJQ\D VHUWD WLGDN DGD
ROHK GHELWRU GDQ NUHGLWRU \DQJ PHUXSDNDQ KDUDSDQ ODJL XQWXN PHODQMXWNDQ XVDKD
SLKDN SDGD SHUVLGDQJDQ WLQJNDW SHUWDPD SHUXVDKDDQ GHELWRU \DQJ GLNDUHQDNDQ
MXJD GDSDW GLDMXNDQ ROHK NUHGLWRU ODLQ EHEDQ XWDQJ VXGDK MDXK PHOHELKL GDUL DVHW
\DQJ EXNDQ PHUXSDNDQ SLKDN SDGD SHUXVDKDDQ LWX VHQGLUL 'L VDPSLQJ LWX
SHUVLGDQJDQ WLQJNDW SHUWDPD \DQJ WLGDN XSD\D GHELWRU PHPSDLOLWNDQ GLUL DGDODK
SXDV WHUKDGDS SXWXVDQ DWDV SHUPRKRQDQ VHEDJDL XSD\D WHUDNKLU XOWLPXP

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU
UHPLGLXP \DQJ PHQXUXW SLKDN GHELWRU Sjahdeini, Sutan Remy. (2010). Hukum
SDOLQJ IDLU XQWXN VHPXD SLKDN XQWXN Kepailitan (Memahami
PHQ\HOHVDLNDQ KXWDQJ-KXWDQJ Undang-Undang Nomor 37 Tahun
3HPRKRQ 7HUPRKRQ GHELWRU NDUHQD 2004 Tentang Kepailitan, Cetakan
GHQJDQ SDLOLW PDND SHPED\DUDQ IV, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
KXWDQJ-KXWDQJ 3HPRKRQ 7HUPRKRQ Subhan, M Hadi. (2012). Hukum
GHELWRU WHUVHEXW GDSDW GLODNXNDQ GHQJDQ kepailitan (Prinsip, Norma, dan
WHUWLE VHFDUD VHLPEDQJ SDUL SDVVX ROHK Praktik di Pradilan), Jakarta:
.XUDWRU \DQJ LQGHSHQGHQ GHQJDQ GLDZDVL Kencana Pranada Media Group.
ROHK +DNLP 3HQJDZDV VHUWD GDSDW Waluyo, Bernadete. (1999). Hukum
GLFHJDK EHUNXUDQJQ\D MXPODK KDUWD Kepailitan dan Penundaan
GHELWRU KDUWD SDLOLW GL VDPSLQJ LWX Kewajiban Pembayaran Utang,
SHQJDPDQDQ KDUWD SDLOLW GDSDW WHUMDPLQ Cetakan Pertama, Bandung:
GDQ GDSDW GLKLQGDUL NHPHURVRWDQ QLODL Mandar Maju.
KDUWD SDLOLW VHFDUD WHUXV PHQHUXV DNLEDW
3HPRKRQ 7HUPRKRQ GHELWRU EHUKHQWL
EHURSHUDVL Lain-Lain
8SD\D +XNXP %DJL .UHGLWRU 8QWXN
Siregar, Mustafa. (1990). Efektifitas
0HQDQJNDO .HSDLOLWDQ \DQJ 'LDMXNDQ
Perundang-Undangan Perbankan
'HELWRU 6HQGLUL DGDODK GHQJDQ PHODNXNDQ
dan Lembaga Keuangan Lainnya,
3HUPRKRQDQ 3HQXQGDDQ .HZDMLEDQ
dengan Penelitian di Wilayah
3HPED\DUDQ 8WDQJ GDQ XSD\D KXNXP
Kodya Medan, Disertasi, USU.
NDVDVL GDQ SHQLQMDXDQ NHPEDOL
Widjanarko. (1999). Dampak
3HUPRKRQDQ 3HQXQGDDQ .HZDMLEDQ
Implementasi Undang-Undang
3HPED\DUDQ 8WDQJ ROHK .UHGLWXU NHSDGD
Kepailitan Terhadap Sektor
GHELWXUQ\D DGDODK DJDU GHELWXU \DQJ
Perbankan, Jurnal Hukum Bisnis,
EHUDGD GDODP NHDGDDQ LQVROYHQVL
Yayasan Pengembangan Hukum
PHPSXQ\DL NHVHPSDWDQ XQWXN
Bisnis, Vol. 8.
PHQJDMXNDQ VXDWX 5HQFDQD 3HUGDPDLDQ
Budisastra, Aspek Hukum Dalam
EDLN EHUXSD WDZDUDQ XQWXN SHPED\DUDQ
Kepailitan, http://budisastra.info /
XWDQJ VHFDUD NHVHOXUXKDQ DWDXSXQ
home.
VHEDJLDQ DWDV XWDQJQ\D GHQJDQ MDODQ
PHODNXNDQ UHVWUXNWXULVDVL SHQMDGZDODQ
XODQJ DWDV XWDQJ-XWDQJQ\D 8SD\D
KXNXP NDVDVL GDQ SHQLQMDXDQ NHPEDOL
GL ODNXNDQ ROHK SLKDN NUHGLWXU GLODNXNDQ
GHQJDQ WXMXDQ SLKDN GHELWRU WLGDN GDODP
NHDGDDQ SDLOLW DJDU NHSHQWLQJDQ NUHGLWRU
GDSDW WHUOLQGXQJL

'$)7$5 3867$.$

Hartono, Sri Redjeki. (2000). Kapita


Selekta Hukum Ekonomi, Bandung:
Mandar Maju.
Hartini, Rahayu. (2007). Edisi Revisi
Hukum Kepailitan, Malang:
UMM Press.

_ 6 $ 6 , 9R O 1R -XOL - 'HVHPEHU

Anda mungkin juga menyukai