Cara pemungutan suara dengan suara yang bulat dimana 100 persen orang yang setuju
akan diadakannya suatu proyek yang merupakan cara yang paling baik. Ini disebabkan
karena cara ini dapat melindungi golongan minoritas dalam suatu masyarakat. Misalnya
saja, pemerintah akan melaksanakan proyek pembangunan dam, Dari para pemilih,
sebanyak 99 persen penduduk setuju adanya dam tersebut, tetapi ada 1 persen
penduduk yang tidak setuju karena mereka akan tergusur dengan adanya dam
tersebut.
Dengan cara pemungutan suara yang lain misalnya dengan system pemungutan suara
dengan berdasarkan suara mayoritas, maka proyek tersebut akan tetap dilaksanakan
karena suara mayoritas membedakannya, tetapi dengan cara aklamasi maka proyek
tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ada golongan minoritas yang tidak setuju
sehingga kepentingan mereka dalam cara pemungutan suara aklamasi ini terjamin.
Hanya saja cara ini sulit untuk dilaksanakan apabila jumlah pemungut suara besar
sekali. Semakin besar atau banyaknya jumlah pemungut suara, maka akan semakin
sulit tercapai suatu persetujuan secara aklamasi.
Melalui cara ini keputusan diambil apabila jumlah orang yang setuju lebih banyak dari
pada jumlah orang yang tidak setuju. Sistem ini yang paling sederhana adalah 50
persen plus satu (n/2)+1, atau system kuorum, dimana keputusan dilaksanakan apabila
dua pertiga suara [(2/3)] menyatakan setuju. Misalnya, apabila ada jumlah pemilih
sebanyak 100 orang, maka suatu proyek akan dilaksanakan apabila 75 orang
menyatakan setuju atau paling minimal 51 orang menyatakan setuju untuk
dilaksanakan.
Arrow Paradoks
Sistem pemungutan suara dengan cara mayoritas sederhana sepertinya akan dengan
mudah mencapai keputusan. Tetapi Arrow berhasil menunjukan adanya masalah yang
timbul dengan sistem ini apabila pemungutan suara diadakan untuk menentukan pilihan
atas tiga kegiatan atau lebih.
Arrow menyebutkan ada 5 syarat yang harus dipenuhi agar pemilihan suara dapat
mencapai hasil yang efisien, yaitu hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang
sebenarnya.
Pilihan
Pemilih
I II III
Adil (A) Polisi Jalan Dam
Bei (B) Jalan Dam Polisi Misalkan proyek
Surya (S) Dam Polisi Jalan
Dam (D)
dihapuskan, sehingga Adil, Bei dan Surya dihadapkan pada dua pilihan saja, yaitu
pembuatan jalan (J) dan jasa polisi (P) seperti ditunjukkan pada tabel berikut:
Proyek dam dihapuskan
Pilihan
Pemilih
Polisi Jalan
Adil V -
Bei - V
Surya V -
Hasil 2 1
Misalkan selanjutnya bahwa sekarang (P) yang dihapuskan sehingga individu A, B dan S
menghadapi dua pilihan, yaitu J dan D. Hasil pemilihan adalah seperti yang disajikan
pada tabel berikut:
Bei - V
Surya - V
Hasil 1 2
Dari tabel diatas dapat kita lihat adanya ketidakkonsistenan atas proyek pemerintah
yang dipilih. Proyek yang dipilih mengalami perubahan dengan hapusnya satu jenis
proyek sehingga keadaan tersebut melanggar syarat ketiga yang dikemukakan oleh
Arrow.
Dalam hal ini kita dapatkan bahwa proyek P lebih disukai daripada proyek J; proyek J
lebih disukai dari pada proyek D, akan tetapi proyek D lebih disukai dari proyek P yang
berarti melanggar syarat Arrow yang pertama.
Jadi Arrow menunjukkan bahwa pemilihan dengan system mayoritas sederhana
mungkin memberikan hasil yang tidak rasional sehingga akibatnya tidak ada satu pun
proyek yang diunggulkan dan tidak dapat diputuskan proyek mana yang akan
dilaksanakan.
Pemungutan suara secara meyoritas sederhana dapat sesuai dengan keinginan pemilih
hanya pada keadaaan tertentu saja, seperti ditunjukkan pada Tabel 2.6.
Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa apabila pilihan P (Polisi) dihilangkan, Adil
lebih suka akan proyek J (Jalan) daripada D (Dam), sedangkan Bei dan Surya lebih suka
akan proyek D (Dam) daripada J (Jalan). Jadi proyek D lebih disukai daripada proyek J.
Kalau pilihan proyek D dihilangkan maka 2 orang memilih proyek P sedangkan 1 orang
(Adil) memilih proyek J. Berarti lebih banyak orang yang menyukai proyek P daripada
proyek J. Kalau pilihan proyek J yang dihilangkan maka 2 orang (Bei dan Surya) mimilih
proyek P dan Adil mimilih proyek D. Jadi disini kita dapatkan suatu keadaan dimana
proyek P lebih disukai daripada proyek D; proyek D lebih disukai daripada proyek J, dan
proyek P lebih disukai daripada proyek J. Pilihan tiga orang tersebut konsisten dan
mencerminkan urutan kesukaan masyarakat akan ketiga pilihan proyek.
Pemungutan suara dengan cara ini adalah suatu cara mengatasi kelemahan cara
mayoritas sederhana atau suara terbanyak, dengan cara memberikan angka tertentu
kepada setiap pemilih yang dapat mengalokasikannya pada setiap jenis proyek
berdasarkan kesukaannya. Misalnya pemilih diberikan nilai 100 untuk menentukan 3
pilihan proyek dalam hal ini setiap pemilih bisa memenangkan proyek yang disukainya
dengan menggunakan strategi.
Tabel pilihan berdasarkan pilihan ganda, menunjukkan hasil pilihan berdasarkan pilihan
ganda , Andi sangat menyukai Jalan Raya dan mempunyai nilai 1 sedangkan David dan
Tom tidak menyukainya sehingga memberi nilai 3. Dari nilai ketiga orang tersebut
terlihat bahwa proyek pembangunan Dam memperoleh nilai terkecil (5) sehingga
proyek tersebutlah yang menang. Sebaliknya proyek pembuatan jalan raya memperoleh
nilai terbesar (7) sehingga menjadi proyek yang kalah.
Suatu model mengenai demokrasi perwakilan pertama kali ditemukan oleh Joseph
Schumeser dan kemudian dikembangkan oleh Anthony Downs. Model ini didasarkan
pada suatu asumsi bahwa masyarakat dan wakil-wakil rakyat bertindak secara rasionil
yang didasarkan pada kepentingan pribadi mereka masing-masing.
Tujuan para politisi atau para wakil-wakil rakyat mempertahankan kedudukan mereka.
Tujuan wakil rakyat adalah memaksimalkan jumlah suara yang memilih. Tujuan rakyat
terutama adalah memaksimalkan manfaat yang diterima dari proyek-proyek pemerintah
dan meminimumkan pembayaran pajak. Rakyat akan memilih wakil-wakil yang rakyat
yang menurut rakyat dapat mewakili keinginan mereka.
Jadi menurut teori ini, adanya tujuan untuk memikirkan kepentingan dari masing-
masing individu menyebabkan proyek-proyek pemerintah yang dilaksanakan adalah
proyek-proyek yang diinginkan oleh rakyat walaupun mereka tidak secara langsung
mengadakan pemilihan suara, tetapi melalui wakil-wakil mereka.
Banyak proyek pemerintah yang tidak dilakukan secara sendiri-sendiri tetapi dalam satu
paket yang terdiri dari beberapa proyek. Disini para pemilih tidak memilih satu-satu
proyek yang akan dilaksanakan pemerintah, akan tetapi mereka memilih dalam satu
paket yang terdiri dari beberapa jenis proyek.
Dalam hal ini ,mungkin para pemerintah mengadakan suatu koalisi untuk
memenangkan suatu proyek yang disukai .misalkan dalam suatu pemilihan terhadap 3
orang wakil rakyat yaitu individu I,II,dan III yang memilih empat buah proyek A,B,C
dan D yang dijadikan dua paket ,tiap pemilih diberikan angka 100 yang dapat
didistribusikan diantara dua proyek dalam satu paket. Hasil pemungutan suara
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Kasus 1 Kasus 2
I II III I II III
Paket 1
1 51 60 1 51 60
Proyek A
99 49 40 99 49 40
Proyek B
Paket 2
51 52 45 51 52 20
Proyek C
49 48 55 49 48 80
Proyek D
Kombinasi
52 103 105 52 103 80
Unggulan A dan C
148 97 95 148 97 120
Kalah B dan D
Kombinasi terpilih (B,D) (A,C) (A,C) (B,D) (A,C) (B,D)
Dari tabel 2.8. pada kasus 1, apabila setiap proyek dipilih secara sendiri-
sendiri maka kita akan memperoleh hasil sebagai berikut: antara proyek A dan proyek
B, individu I memilih proyek B, sedangkan individu II dan III memilih proyek A. Karena
itu proyek A yang menang dalam system pemungutan suara berdasarkan suara
terbanyak. Antara proyek B dan D, individu I dan II memilih proyek C sedangkan
individu III memilih proyek D, jadi berdasarkan suara tebanyak proyek C yang menang.
Apabila kita kombinasikan antara proyek-proyek yang menang (A dan C) dalam satu
paket dan proyek-proyek yang kalah (B dan D) dalam paket lain, maka individu I
memilih proyek (B,D) sedang individu II dan III memilih proyek (A,C). Jadi di sini
terlihat adanya keserasian dalam dua kali pemilihan. Pemilihan untuk setiap jenis
proyek secara sendiri-sendiri mamberikan hasil yang sama dengan apabila pemilihan
didasarkan pada kombinasi pilihan, yaitu proyek A dan C menang dalam pilihan proyek
secara individu maupun dalam paket unggulan.
Walaupun demikian, penggunaan sistem plurality voting dengan cara kombinasi
paket unggulan mungkin saja tidak menghasilkan keputusan apa-apa karena adanya
Arrow’s Paradox. Ini dapat dilihat pada kasus 2 dimana individu III mempunyai skala
preferensi yang tinggi pada proyek D sehingga ia memberikan nilai 80 untuk proyek
tersebut dan hanya nilai 20 untuk proyek C. Kita lihat bahwa apabila pemilihan proyek
didasarkan pada sistem paket, maka pada paket I proyek A yang menang, sedangkan
pada paket 2 proyek C mendapat suara terbanyak. Kalau proyek-proyek tersebut
dikombinasikan dalam satu peket antara proyek-proyek yang menang dan proyek-
proyek yang kalah, maka individu I dan III ternyata mimilih kombinasi proyek yang
kalah (B,D), sedangkan individu II memilih kombinasi proyek yang menang (A,C).
Karena itu atas dasar suara terbanyak paket dengan kombinasi proyek (B,D)
memperoleh suara terbanyak. Disini terlihat adanya ketidakselarasan antara pilihan
proyek secara sendiri-sendiri (A dan C) dan secara kombinsasi paket (B,D). Jadi
preferensi pemilih dapat menimbulakan ketidakselarasan di antara berbagai proyek
pilihan, sehingga dalam pemungutan suara secara mayoritas dengan kombinasi proyek
dan skala preferensi mungkin terjadi Voting paradoks.