Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi pada saat ini, kegiatan bidang ekonomi bahkan kegiatan selain
bidang ekonomi telah menerima berbagai ide dan kreasi dari berbagai pihak dan
kalangan. Ini menjadikan terciptanya pola atau cara dari berbagai pihak dan kalangan
tersebut untuk mengeluarkan berbagai jenis tanggapan dan pendapat.
Karena banyaknya berbagai jenis tanggapan dan pendapat baik yang bersifat positif
atau negatif, kritik atau saran, pro atau kontra, fakta atau isu, bahkan persuatif atau
provokatif memicu lahirnya kata mufakat dan kesepakatan.
Kesepakatan ini menyatukan dan menyimpulkan dari hasil berbagai ide dan
pemikiran yang terjadi tersebut. Sebelum kata sepakat ini terwujud maka kita perlu
mengetahui langkah-langkah yang dilakukan. Salah satunya melalui proses
pemungutan suara (atau biasa disebut voting).

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dan latar belakang terjadinya pemungutan suara ?
2. Tujuan dari pemungutan suara itu ?
3. Teori-teori yang digunakan dalam pemungutan suara ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian, latar belakang, dan tujuan dari teori pemungutan
suara
2. Menjelaskan teori – teori pemungutan suara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemungutan Suara
Merupakan alternatif dalam menentukan kesukaaan dan ketidaksukaan masyarakat
akan barang publik termasuk pembiayaan akan barang publik. Pemungutan suara
dilakukan karena sistem harga tidak dapat dipakai untuk menunjukan kesukaan
masyarakat akan barang publik. Dalam contoh, jika dalam masyarakat hanya ada dua
orang konsumen atau dalam masyarakat kecil pencerminan kesukaan dapat dilakukan
dengan proses negosiasi atau tawar menawar, tetapi proses negosiasi tidak dapat
dilakukan dalam masyarakat yang besar. Oleh karena itu dalam masyarakat demokratis
kesukaan-kesukaan masyarakat dan kesediaan mereka untuk membiayai barang publik
harus dilakukan dengan cara pemungutan suara. Namun, dalam negara yang
mempunyai sistem pemerintahan diktator, penguasalah yang memutuskan barang dan
jasa publik apa dan berapa jumlah yang akan disediakan dan bagaimana cara
pembiayaaan barang publik tersebut. Oleh karena itu hasil dari pemungutan suara
tergantung dari dua faktor berikut ini :
1. Distribusi suara di antara para pemilih
2. Cara penentuan hasil pemungutan suara

B. Inefisiensi dan Keterpaksaan


Dalam pemungutan suara dengan sistem mayoritas sederhana terdapat
kemungkinan suatau proyek yang dilaksanakan merupakan proyek yang tidak efisien
dan beberapa orang dipaksa untuk menerima proyek tersebut walaupun mereka
memperoleh manfaat yang sangat kecil dari proyek tersebut sebagaimana dapat dilihat
pada tabel berikut :

Pemilih Biaya Manfaat Manfaat Neto Setuju/Tidak


Kevin 10 15 5 Setuju
Utin 10 11 1 Setuju
Surya 10 2 -8 Tidak
30 28 -2

Dari tabel tersebut dilihat bahwa Kevin, Utin, dan Surya harus membayar Rp 30,00
untuk membangun suatu proyek, sedangkan hanya Kevin dan Utin yang menerima
manfaat neto yang positif sehingga mereka menyutujui pembangunan proyek tersebut.
Sebaliknya, Surya karena menerima manfaat neto yang negatif tidak menyutujui
pembangunan proyek, tetapi karena hanya dia sendiri yang tidak setuju maka proyek
tersebut akan dilaksanakan. Proyek tersebut hanya memberikan manfaat sebesar Rp
30,00, sehingga proyek tersebut secara total tidaklah efisien. Orang yang setuju
menerima manfaat bersih sebesar 6 sedangkan manfaat neto bagi yang tidak setuju
sebesar -8, sehingga yang memperoleh manfaat tidak dapat memberikan kompesasi
bagi yang kalah sehingga kondisi pareto optimum tidak tercapai. Karena proyek
tersebut disetujui oleh dua orang dan tidak disetujui oleh satu orang saja, maka proyek
tersebut akan dilaksanakan dan Surya terpaksa membayar dan menikmati proyek
tersebut.
C. Teori Wicksell
Knut Wicksell, merupakan ahli ekonomi yang pertama kali menganalisa
pengambilan keputusan dengan cara pemungutan suara. Ia berpendapat bahwa proses
politik dalam bidang ekonomi sangat penting untuk mencapai alokasi sumber-sumber
ekonomi yang efisien. Akan tetapi pemungutan suara dengan cara yang sangat
sederhana, yaitu pemungutan suara mayoritas sederhana (simple majority) untuk
menunjukkan kesukaan masyarakat terhadap barang-barang dan jasa merupakan cara
yang tidak tepat. Sistem pemungutan suara dengan cara satu orang satu suara tidak akan
memberi hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat terhadap barang-barang dan
jasa merupakan cara yang tidak tepat. Sistem pemungutan suara dengan cara satu orang
satu suara tidak akan memberi hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat apabila
cara pemungutan suara dilakukan dengan suara mayoritas sederhana, dimana apabila
dalam masyarakat terdapat sejumlah M orang maka pemenangnya ditentukan dengan
rumus (M/2)+1.
Contohnya, pemerintah akan membangun dam dan diputuskan bahwa setiap orang
harus ikut menanggung biaya pembangunan dam tersebut sebesar Rp 5.000.000,00.
Dalam jumlah yang sama, masing-masing membayar Rp 5.000,00. Misalkan jumlah
pemilih sebanyak 1000 orang terdiri dari 500 orang pedagang. Pemungutan suara
dilakukan dengan cara mayoritas sederhana dengan hasil 501 orang setuju dan 499
orang tidak setuju sehingga dam tersebut akan didirikan karena hasil pemungutan suara
menyatakan pihak yang setuju lebih banyak daripada pihak yang tidak setuju walaupun
perbedaan suara hanya satu orang. Wickell mengatakan bahwa cara ini tidak efisien
oleh karena 499 orang juga harus menanggung biaya dam walaupun mereka tidak
menginginkan adanya dam tersebut. Jadi para petani yang berkepentingan dengan
adanya dam untuk mengairi sawah akan mendukung rencana pembangunan dan
pembiayaan dam, sedangkan para pedagang yang tidak berkepentingan dengan adanya
dam harus ikut menanggung biaya pembuatan dam tersebut.
Menurut Wicksell cara pemungutan dengan suara mutlak 100 persen (unanimous)
hasilnya akan sama dengan sistem harga pada pasar persaingan sempurna. Jadi menurut
Wicksell penentuan harga untuk barang publik atau barang sosial tidak dapat dilakukan
dengan cara sistem pasar pada masyarakat yang jumlahnya besar sehingga harus
dilakukan dengan sistem pemungutan suara, dan hanya sistem pemungutan dengan
suara mutlak (setuju 100 persen) yang dapat menyamai hasil yang dicapai melalui
sistem harga untuk barang swasta. Wicksell menyadari juga bahwa cara pemungutan
dengan suara mutlak akan menghambat pelaksanaan perekonomian karena sangat sulit
memperoleh suara bulat dalam suatu pemungutan suara, karena itu dari segi praktis ia
mengusulkan cara yang kedua yaitu relatif suara, di mana 5/6 suara yang menang.
D. Teori Buchanan dan Tullock
Buchanan dan Tullock juga mengemukakan pendapat mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi cara pengambilan keputusan. Mereka menganalisa berapa jumlah suara
sebaiknya yang menang dalam suatu pemungutan suara.

Kurva pada diagram diatas menunjukkan biaya yang harus dipikul oleh golongan
masyarakat yang tidak setuju dengan pembangunan suatu proyek. Apabila jumlah
orang yang setuju dengan adanya suatu proyek sebesar satu persen dan proyek tersebut
dilaksanakan, maka orang lain yang tidak setuju dengan adanya proyek tersebut harus
ikut memikul biaya pembangunan proyek di atas. Ini berarti, biaya bagi orang yang
tidak suka (sebesar 99 persen) menjadi sangat tinggi karena biaya ini mencerminkan
ketidaksukaan mereka akan proyek yang akan dilaksanakan tersebut.
Semakin banyak orang yang setuju maka semakin sedikit orang yang tidak setuju
sehingga semakin sedikit pula biaya yang mencerminkan ketidaksukaan orang yang
tidak setuju akan adanya proyek tersebut. Pada titik A semua orang setuju sehingga
biaya yang mencerminkan ketidaksenangan akan proyek yang akan dibangun menjadi
nol.
Kurva TT, menunjukkan biaya yang diperlukan untuk mendapatkan suara setuju
akan dibangunnya suatu proyek. Apabila diinginkan lebih banyak suara setuju akan
proyek tersebut maka biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan suara yang
menyetujui adanya proyek menjadi semakin besar.

E. Teori Pemungutan Suara


1. Berdasarkan Suara bulat (Aklamasi)
Cara pemungutan suara dengan suara bulat 100% orang setuju akan diadakannya
suatu proyek atau pengambilan keputusan di parlemen merupakan cara yang paling
baik. Hal tersebut dikarenakan dapat melindungi minoritas dalam suatu masyarakat.
Namun cara ini sangat sulit untuk mencapai suatu keputusan, terutama apabila :
a. Jumlah pemungutan suara besar sekali
b. Apabila ada satu orang tidak setuju maka pengambilan keputusan tidak dapat
tercapai
c. Seseorang dapat memblok dalam pengambilan pengambilan keputusan
2. Berdasarkan suara terbanyak
Berdasarkan cara ini, keputusan diambil apabila jumlah orang yg setuju lebih besar
daripada jumlah orang yg tidak setuju. Keputusan diambil bila suara setuju adalah
50 persen plus satu [(n/2)+1] atau dua per tiga suara [(2/3)n] menyatakan setuju.
3. Arrow Paradoks
Sistem pemungutan suara dengan cara mayoritas sederhana sepertinya akan dengan
mudah mencapai keputusan. Tetapi Arrow berhasil menunjukkan adanya masalah
yang timbul dengan system ini apabila pemungutan suara diadakan untuk
menentukan pilihan atas tiga kegiatan atau lebih. Arrow menyebutkan ada 5 syarat
yang harus dipenuhi agar pemilihan suara dapat mencapai hasil yang efisien, yaitu
hasil yang mencerminkan kesukaan masyarakat yang sebenarnya.
a. Pilihan harus dilaksanakan secara konsisten. Misalnya ada 3 pilihan X, Y dan Z.
Maksud dari syarat yang pertama ini adalah apabila X lebih disukai dari Y; dan
Y lebih disukai dari Z maka X harus lebih disukai dari Z
b. Pilihan alternative (yang kedua) tidak boleh ditekuk dengan berubahnya urut-
urutan pilihan yang disukai. Misalnya ada 5 jenis pilihan dengan urut-urutan dari
yang disukai sampai yang paling tidak disukai sebagai berikut: X, Y, Z, W, N. Di
sini X adalah yang paling disukai dan N adalah yang paling tidak disukai. Ranking
dari pilihan haruslah tidak berubah apabila urut-urutan diubah menjadi Y, X, Z,
W, N oleh karena X tetap berada di atas Z, W, dan N
c. Urut-urutan pilihan tidak boleh berubah apabila satu (atau lebih) pilihan
alternative dihilangkan.
d. Pemilih harus menentukan pilihannya dengan bebas
e. Penentuan pilihan tidak boleh dilaksanakan secara dictatorial

Tabel 1.1 di bawah menunjukkan satu contoh, di mana masyarakat dari 3 orang
pemilih yang harus menentukan pilihan mereka atas 3 jenis proyek pemerintah,
yaitu untuk peningkatan keamanan dengan menambah jumlha polisi (P); untuk
membangun jalan (J); dan untuk membuat Dam (D). Sistem pemungutan suara
dilakukan dengan cara mayoritas sederhana dan hasil pemungutan suara adalah
sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.1.
Tabel 1.1
Pilihan
Pemilih I II III
Adil (A) Polisi Jalan Dam
Bei (B) Jalan Dam Polisi
Surya (S) Dam Polisi Jalan
Misalkan proyek D dihapuskan, sehingga Adil, Bei dan Surya dihadapkan pada dua
pilihan saja, yaitu pembuatan jalan (J) dan jasa polisi (P) seeperti ditunjukkan pada
tabel 1.2
Tabel 1.2
Pilihan
Pemilih P J
Adil V -
Bei - V
Surya V -
Hasil 2 1
Adil lebih menyukai jasa polisi (P) daripada pembuatan jalan (J), begitu juga
dengan Surya. Sebaliknya, Bei lebih menyukai pembuatan jalan daripada jasa
polisi. Hasil pemilihan dapat dilihat pada tabel 1.2 di mana jasa polisi mendapat
suara lebih banyak daripada pembuatan jalan (J).
Misalkan selanjutnya, bahwa sekarang jasa polisi yag dihapuskan sehingga individu
A, B, dan S menghadapi dua pilihan saja, yaitu J dan D. Hasil pemilihan adalah
seperti yang disajikan pada tabel 1.3. Pada tabel ini dapat dilihat bahwa A dan B
memilih J dan S memilih D sehingga pilihan J mendapat suara yang lebih banyak
daripada pilihan D.
Tabel 1.3
Pilihan
Pemilih J D
Adil V -
Bei V -
Surya - V
Hasil 2 1
Selanjutnya, apabila pilihan J dihapuskan sehingga A, B dan S hanya menghadapi
pilihan P dan D, dari tabel 1.4 dapat dilihat bahwa pilihan P hanya mendapat satu
suara dan pilihan D mendapat dua suara.
Tabel 1.4
Pilihan
Pemilih P D
Adil V -
Bei - V
Surya - V
Hasil 1 2
Dari tabel 1.2; 1.3; 1.4 dapat kita lihat adanya ketidakkonsistenan atas proyek
pemerintah yang dipilih. Proyek yang dipilih mengalami perubahan dengan
hapusnya satu jenis proyek sehingga keadaan tersebut melanggar syarat ketiga yang
dikemukakan oleh Arrow. Dalam hal ini kita dapatkan bahwa proyek P lebih disukai
daripada proyek J; proyek J lebih disukai daripada proyek D tetapi proyek D lebih
disukai dari proyek P yang berarti melanggar syarat yang pertama.
Jadi Arrow menunjukkan bahwa pemilihan dengan system mayoritas sederhana
mungkin memberikan hasil yang tidak rasional sehingga akibatnya tidak ada
satupun proyek yang diunggulkan dan tidak dapat diputuskan proyek mana yang
akan dilaksanakan. Pemungutan suara secara mayoritas sederhana dapat sesuai
dengan keinginan pemilih hanya pada keadaan tertentu saja, seperti ditunjukkan
pada tabel 1.5
Tabel 1.5

Pemilih I II III
Adil (A) J D P
Bei (B) P D J
Surya (S) D P J

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa apabila pilihan P (polisi) dihilangkan, Adil
lebih suka proyek J daripada D, sedangkan Bei dan Surya lebih suka akan proyek
D daripada J. Jadi proyek D lebih disukai daripada proyek J. Kalau pilihan proyek
D dihilangkan maka 2 orang memilih proyek P sedangkan 1 orang (Adil) memilih
proyek J. Berarti lebih banyak orang yang menyukai proyek P daripada proyek J.
Kalau pilihan proyek J yang dihilangkan maka 2 orang (Bei dan Surya) memilih
proyek P dan Adil memilih proyek D. Jadi di sini kita dapatkan suatu keadaan di
mana proyek P lebih disukai daripada proyek D; proyek D lebih disukai daripada
proyek J dan proyek P lebih disukai daripada proyek J. Pilihan ketiga orang tersebut
konsisten dan mencerminkan urutan kesukaan masyarakat akan ketiga pilihan
proyek.
4. Berdasarkan pilihan titik (Point Voting)
Cara pemilihan suara mayoritas memberikan nilai yang sama untuk setiap jenis
pilihan dan setiap pemilihan hanya menyatakan preferensi mereka berdasarkan
rangking proyek yang paling disukai sampai proyek yang tidak disukai .
Dalam pemungutan suara berdasarkan pilihan titik, maka setiap pemilih akan dapat
memenangkan proyek yang disukainya dengan menggunakan strategi. Pemungutan
suara berdasarkan pilihan titik (point voting) merupakan cara untuk mengatasi
kelemahan dengan cara memberikan angka tertentu kepada setiappemilih yang
dapatmengalokasikannya pada setiapjenis proyek berdasarkan kesukaannya.angka
tersebut mencerminkan kesukaan pemilih pada suatu proyek.misalnya
setiappemilih diberikan nilai 100 yang dapat dialokasikan padaketiga jenis
proyek.jadi pemilih yang tidak suka akan memberi nilai nol pada proyek trsebut dan
akan mengalokasi semua nilainya untukproyek yang sangat disukainya.
5. Berdasarkan pilihan ganda (Plurality Voting)
Pemungutan suara berdasarkan pilihan ganda dilakukan dengan memberikan angka
berdasarkan urutan kesukaan.untukproyek yang paling disukai diberi angka 1 dan
semakin tidak disukai suatu proyek, nilai yang diberikan pada proyek tesebut
semakin besar. Misalnya ada 3 proyek J,D, dan Pmaka maksimum angka untuk
proyek yang paling tidak disukaiadalah 3.proyek yang mendapat nilai terkecil
adalah proyek yang menang,sedangkan proyek yang mendapat nilai terbesar adalah
proyek yang kalah. Dalam cara ini, pemilih akan memberikan urutan kesukaan
terhadap pilihan mereka. Urutan yang terendah merupaka pilihan yang paling
disukai, begitu pula sebaliknya. Pilihan yang unggul adalah polisi karena
mendapatkan urutan nilai terendah.
6. Sistem Demokrasi Perwakilan
Teori Demokrasi Perwakilan yaitu adanya tujuan untuk memikirkan kepentingan
diri masing-masing individu menyebabkan proyek-proyek pemerintah yang
dilaksanakan adalah proyek - proyek yang di inginkan oleh rakyat walaupun mereka
tidak secara langsung mengadakan pemilihan suara ,tetapi melalui wakil-wakil
mereka.
Biasanya jarang pemilihan proyek dilakukan secara langsung melibatkan seluruh
masyarakat tapi pemungutan suara melalui wakil rakyat. Pertama kali yang
menyelidi model perwakilan adalah Joseph Schumpeter dan dikembangkan oleh
Anthony Downs.
Model ini berasumsi bahwa masyarakat dan wakil rakyat bertindak rasional
didasarkan kepenti ngan pribadi masing2. Kepentingan wakil rakyat adalah
mempertahan kan kedudukannya de ngan demikian mereka menyuarakan
kehendak masyarakat yang diwakili nya sehingga nantinya rakyat akan memilihnya
kembali pada pemilu yad . Rakyat menginginkan memaksimumkan manfaat proyek
dan meminimalkan biaya pembayaran pajak.

F. Koalisi dalam Pemunguntan Suara


Banyak proyek pemerintah yang dilakukan tidak sendiri2 tapi dalan satu paket
terdiri beberapa proyek. Pemilih yang terdiri dari 3 wakil rakyat memilih Proyek
A<B<C<D yang terdiri 2 paket Paket 1 proyek A,B , paket 2 Proyek C,D.
Tiap pemilih diberi angka 100 yang dibagi dalam 2 proyek dalm satu paket
Misalnya Individu I sisanya untuk menilai proyek A 1 maka proyek B 99 dan untuk
paket 2 Proyek C 51 sisanya proyek D 49.

G. Pertukaran suara atau logrolling


Merupakan suatu cara bagi pemilih untuk melakukan kolusi diantara para pemilih
yang kalah dengan cara memberikan suara agar mereka sama sama memperoleh
keuntungan dengan cara membeerikan nilai lebih banyak kepada proyeek yang disukai
oleh pemilih lain apabila pemilih tersebut memberikan nilai yan lebih besar kepada
proyek yang disukai.
Contoh, dalam 2 kasus, individu 1 kalah pada proyek B yang sangat disukainya,
sedangkan individu III kalah pada proyek D yang sangat disukainya. Dalam hal ini,
individu I dan III dapat melakukan LOGROLLING, yaitu individu I akan memberikan
nilai yang besar pada proyek D apabila individu III bersedia memberikan nilai yang
lebih besar kepada proyek A. Kedua individu itu akan puas karena proyek yang mereka
sukai akan unggul.
BAB III
PENUTUP
A. Penutup
Dari hasil pembahasan tentang teori pemungutan suara untuk penyediaan barang
publik maka, dapat diambil kesimpulan yaitu, pemungutan suara berguna sebagai
penentu barang apa yang akan dipilih oleh konsumen agar dapat dipasarkan secara
publik. Teori-teori para ahli juga mendukung dalam pengambilan sampel pemungutan
suara, dengan adanya teori dari beberapa ahli penyediaan barang publik dapat
dikendalikan secara efisien karna adanya teori yang nyata tersebut. Pemilihan proyek-
proyek dengan system mayoritas sederhana dapat menimbulakn masalah karena adanya
arrow paradox, kecuali pada suatu masyarakat yang sangat homogeny dimana
preferensi mereka semuanya sama sehingga dapat dilakukan pemilihan secara aklamasi.

Anda mungkin juga menyukai