Dosen Pengampu:
Putu Sri Arta Jaya Kusuma S.E., M.Si.
Teori Etika
Menurut teori teleologi, suatu keputusan etika yang benar atau salah tergantung
apakah keputusan tersebut memberikan hasil yang positif atau negatif. Sebuah keputusan
yang secara etika benar memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan yang secara
etika salah adalah keputusan dengan hasil negatif. DOKUMEN Kualitas etika dari pengambil
keputusan dan keputusannya ditentukan berdasarkan hasil dari keputusan tersebut. Jika
keputusan memberikan hasil yang positif, seperti membantu seseorang sehingga berhasil
mencapai yang dicita-citakan, maka keputusan tersebut secara etika benar. Hasil positif
lainnya antara lain kebahagiaan, kenikmatan, kesehatan, kecantikan, dan pengetahuan.
Terdapat dua aliran dari utilitarianisme, yaitu utilitarianisme tindakan dan
utilitarianisme aturan.
aliran utilitarianisme tindakan, atau lebih dikenal sebagai consequentialisme, tindakan
yang secara etika baik atau benar jika tindakan tersebut akan menghasilkan lebih banyak
kebaikan daripada keburukan.
utilitarianisme, aturan menyarankan agar manusia mengikuti aturan yang akan
menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada keburukan, dan menghindari aturan yang
menghasilkan kebalikannya.
Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban. Deontologi terkait
dengan tugas dan tanggung jawab etika seseorang. Deontologi mengevaluasi perilaku beretika
berdasarkan motivasi dari pengambil keputusan. Menurut teori deontologi, suatu tindakan dapat saja
secara etika benar walaupun tidak menghasilkan selisih positif antara kebaikan dan keburukan untuk
pengambil keputusan atau masyarakat secara keseluruhan. deontologi adalah niat dari pengambil
keputusan dan ketaatan pengambil keputusan terhadap categorical imperative.
Terdapat dua aspek dalam hukum categorical imperative ini. Pertama, Kant
mengasumsikan bahwa hokum mengandung kewajiban. Hukum etika mengandung
kewajiban etika. Tindakan beretika adalah tindakanyang harus dilakukan berdasarkan
hukum etika. Pengambilan keputusan dan perilaku beretika dapat dijelaskan melalui
hukum etika yang harus ditaati. Kedua, suatu tindakan yang beretika dengan benar jika
DOKUMEN dan hanya jika tindakan tersebut konsisten secara universal. Artinya,
tindakan tersebut dapat diikuti oleh siapa saja yang dalam situasi yang sama walaupun
kita dirugikan oleh tindakan tersebut oleh orang lain yang mengikut dan mentaati
tindakan kita. Kita tidak mungkin melakukan pengecualian untuk diri kita.
Hukum Kant yang kedua adalah Practical Imperative dalam berhubungan dengan pihak
lain. Setiap orang harus kita perlakukan sama, sebagaimana kita memperlakukan diri
sendiri. Jika kita menjadikan diri kita sebagai tujuan, demikian pula kita menjadikan
orang lain sebagai tujuan bagi dirinya. Kita dapat memanfaatkan orang lain sepanjang
orang tersebut juga menjadi bagian dari tujuan kita.
Virtue Ethics
Virtue ethics berasal dari pemikiran Aristoteles yang mencoba membuat konsep mengenai
kehidupan yang baik. Menurutnya, tujuan kehidupan adalah kebahagiaan. Kebahagiaan versi
Aristoteles adalah kegiatan jiwa, bukan kegiatan fisik sebagaimana konsep kebahagiaan hedonisme,
Kita akan mencapai kebahagiaan dengan kehidupan yang penuh kebajikan, kehidupan yang
mengikuti alasan. Virtue adalah karakter jiwa yang terwujud dalam tindakan-tindakan sukarela
(yaitu tindakan yang dipilih secara sadar dan sengaja). Kita akan menjadi orang baik jika secara
teratur melakukan tindakan kebajikan. Tapi, selain itu, menurut Aristoteles, dibutuhkan pula
pendidikan etika untuk mengetahui tindakan-tindakan yang baik. 2.4 Pengambilan Keputusan
Beretika DOKUMEN Brooks dan Dunn (2012) mencoba untuk menyatukan teori-teori etika dalam
penjelasan pengambilan keputusan beretika. Permasalahannya adalah sebetulnya tidak mudah
membuat suatu penyatuan dari teori- teori tersebut. Theory of justice terbatas dalam konteks kontrak
sosial di dalam masyarakat. Sedangkan teori IAI virtue ethics sebetulnya lebih berfokus pada
karakter dari pengambil keputusan, bukan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Mendalami
teori-teori etika di atas sebetulnya sudah memberikan wawasan bagi pengambil keputusan tanpa
harus menggunakan pedoman pengambilan keputusan. Namun bagi beberapa pengambil keputusan
lebih menyukai pedoman praktis daripada harus mendalami teori-teori yang filosofis.