Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN MATERI BAB II

Teori Etika dan Pengambilan Tugas Beretika

OLEH KELOMPOK 13:


I DEWA AYU PRAMI DEWI [119211309]
GDE BAGUS SURYA JAYANATHA [119211311]
PUTU WAHYU CAHYANI PUTRI [119211313]
ARYA INDRA PERINGGA PUTRA [119211322]
MADE AYU NIRMALA PUTRI WIJAYA [119211324]
DEWA AYU BINTANG RAHAYUNI [119211372]

Dosen Pengampu:
Putu Sri Arta Jaya Kusuma S.E., M.Si.

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL
DENPASAR
2021
Teori Etika dan Pengambilan Tugas Beretika.
 Etika dan Moral.
Brooks dan Dunn (20212) menggunakan definisi dari Encyclopedia of Philosopy yang
melihat etika dari 3 definisi, yaitu:
1. Pola umum atau cara pandang kehidupan (berhubungan denan etika agama);
2. Sekumpulan aturan perilaku atau kode moral (berkaitan dengan rtika professional dan
perilaku tidak beretika);
3. Pertanyaan mengenai cara pandang kehidupan dan aturan perilaku (berhubungan
dengan cabang filsafat).
Dari ketiga definisi tersebut, tentu saja akuntansi berkkaitan dengan definisi kedua. Dari
definisi kedua tersebut jika dikaji lebih lanjut, maka menurut Encyclopediaof Philosophy
atura perilau atau kode moral ini memiliki 4 karakteristik, yaitu:
1. Keyakinan tentang sifat manusia;
2. Keyakinan tentang cita-cita, tentang sesuatu yang baik atau berharga untuk dikejar
atau dicapai;
3. Aturan mengenai apa yang harus dikerjakan dan tidak dikerjakan;
4. Motif yang mendorong kita untuk memilih tindakan yang benar atau salah.
Karakter-karakter tersebut menjadi perhatian dari teori tika. Teori-teori ini berakar pada
filsafat etika, yang mana setiap teori masih dipertanyakan kelemahan dan kekurangannya
namun diharapkan karakteristik ini akan membantu pemahaman mengenai etika sebagai
sekumpulan aturan perilaku atau kode moral.
Setiap teori membahas apa yang dilakukan atau tidak, dan memiliki penekanan yang
berbeda. Misalnya utiliarianisme menekankan pentingnya aturan untuk mengejar apa yang
baik atau diinginkan, sementara deontology lebih menekankan pada motif pengambilan
keputusan beretika. Sedangkan etika virtue cenderung untuk melihat secara lebih utuh sifat
kemanusiaan manusia.
Menurun Brook dan Dunn (2012) terdapat 3 dasar mengapa manusia melakukantindakan
beretika, yyaitu agama, hubungan dengan pihak lain dan persepsi tentang diri sendiri. Agama
pada dasarnya sudah mengatur atau memberi petunjuk mengenai seluruh tindakan manusia
di dunia. Dasar yang kedua adalah hubungan dengan pihak lain, manusia minimal tidak
merugikan pihak lain dan yang terbaik adalah memberikan manfaat kepada orang lain. Dasar
yang ketiga adalah persepsi tentang diri sendiri. Manusia melakukan tindakan etika
kepentingan diri sendiri. Hal tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa manusia sebetuknya
memiliki sifat mementingkan diri sendiri.
Brooks dan Dunn (2012) membedakan antara mementingkan diri sendiri dengan egois.
Egois adalah melakukan tindakan yang memberikan manfaat bagi diri sendiri dengan tidak
memperdulikan apakah tindakan tersebut merugikan pihak lain atau tidak. Sedangkan
mementingkan diri sendiri adalah tindakan yang memberi manfaat pada diri sendiri namun
tidak merugikan pihak lain.
 Enlightened Self Interest sebagai etika.
Ada 2 filsuf yang memberikan argumentasi bahwa enlightened self interest
merupakan dasar untuk tindakan beretika. Mereka adalah Thomas Hobbies (1588-1679) dan
Adam Smith (1723-1790), yang meyakinkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat
interest. Sifat ini bukan ditiadakan namun justru dimanfaatkan untuk kebaikan.
Menurut Thomas Hobbies mnusia memliki kebutuhan dasar untuk menjaga dan
mempertahankan kehidupannya. Dalam mempertahankan kehidupannya manusia berupaya
untuk menguasai sumber daya untuk kehidupannya dengan segala cara. Jika semua manusia
melakukan dengan cara yang sama, maka akan terjadi kekacauan. Sebaliknya dengan
perdamaian maka kehidupan akan jauh lebih baik. Namun untuk menciptakan perdamaian,
setiap orang harus menerima batasan dan aturan yang membatasi mereka.
Dari prospektif Hobbes, masyarakat madani dapat dilihat sebagai kontrak sukarela
antara individu dimana setiap orang mengorbankan hak dan kebebasan individu mereka
untuk mendapakan perdamaian dan mempertahankan kehiduoannya. Masyarakat ini disebut
sebagai masyarakat Leviathan.
Pemikiran yang sama dari Adam Smith. Menurut self interest mendorong terciptanya
kerjasama ekonomi. Pembeli dan penjual sama-sama memiliki kepentingan untuk
memuaskan kebutuhan dan keininan mereka, sedangkan penjual ingin memperoleh laba yang
besar dari penjualannya. Laba diperoleh ketika barang dan jasa dihasilkan secara efisien dan
efektif yang didapat melalui spesialisasi atau yang dikenal sebagai division of labor. Untuk
memenangkat persaingan dan meningkatkan laba, produsen didorong untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas melalui speliasisasi dan kerjasama. Sehingga kepuasan masyarakat
akan terpenuhi dan laba yang diperoleh juga meningkat.
Ada beberapa hal mengenai konsep ekonomi dari Adam Smith Pertama, ekonomi
adalah kegiatan kerjasama sosial. Perusahaan menghasilkan produk dan jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Bisnis adalah kegiatan sosial dan masyarakat berjalan dalam
prinsip-prinsip etika. Kedua, pasar adalah kompetitif, bukan konflik.

Teori Etika

Menurut teori teleologi, suatu keputusan etika yang benar atau salah tergantung
apakah keputusan tersebut memberikan hasil yang positif atau negatif. Sebuah keputusan
yang secara etika benar memberikan hasil yang positif, sedangkan keputusan yang secara
etika salah adalah keputusan dengan hasil negatif. DOKUMEN Kualitas etika dari pengambil
keputusan dan keputusannya ditentukan berdasarkan hasil dari keputusan tersebut. Jika
keputusan memberikan hasil yang positif, seperti membantu seseorang sehingga berhasil
mencapai yang dicita-citakan, maka keputusan tersebut secara etika benar. Hasil positif
lainnya antara lain kebahagiaan, kenikmatan, kesehatan, kecantikan, dan pengetahuan.
Terdapat dua aliran dari utilitarianisme, yaitu utilitarianisme tindakan dan
utilitarianisme aturan.
 aliran utilitarianisme tindakan, atau lebih dikenal sebagai consequentialisme, tindakan
yang secara etika baik atau benar jika tindakan tersebut akan menghasilkan lebih banyak
kebaikan daripada keburukan.
 utilitarianisme, aturan menyarankan agar manusia mengikuti aturan yang akan
menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada keburukan, dan menghindari aturan yang
menghasilkan kebalikannya.

Etika Deontologi: Motivasi untuk berperilaku

Deontologi berasal dari bahasa Yunani deon yang berarti tugas atau kewajiban. Deontologi terkait
dengan tugas dan tanggung jawab etika seseorang. Deontologi mengevaluasi perilaku beretika
berdasarkan motivasi dari pengambil keputusan. Menurut teori deontologi, suatu tindakan dapat saja
secara etika benar walaupun tidak menghasilkan selisih positif antara kebaikan dan keburukan untuk
pengambil keputusan atau masyarakat secara keseluruhan. deontologi adalah niat dari pengambil
keputusan dan ketaatan pengambil keputusan terhadap categorical imperative.

 Terdapat dua aspek dalam hukum categorical imperative ini. Pertama, Kant
mengasumsikan bahwa hokum mengandung kewajiban. Hukum etika mengandung
kewajiban etika. Tindakan beretika adalah tindakanyang harus dilakukan berdasarkan
hukum etika. Pengambilan keputusan dan perilaku beretika dapat dijelaskan melalui
hukum etika yang harus ditaati. Kedua, suatu tindakan yang beretika dengan benar jika
DOKUMEN dan hanya jika tindakan tersebut konsisten secara universal. Artinya,
tindakan tersebut dapat diikuti oleh siapa saja yang dalam situasi yang sama walaupun
kita dirugikan oleh tindakan tersebut oleh orang lain yang mengikut dan mentaati
tindakan kita. Kita tidak mungkin melakukan pengecualian untuk diri kita.
 Hukum Kant yang kedua adalah Practical Imperative dalam berhubungan dengan pihak
lain. Setiap orang harus kita perlakukan sama, sebagaimana kita memperlakukan diri
sendiri. Jika kita menjadikan diri kita sebagai tujuan, demikian pula kita menjadikan
orang lain sebagai tujuan bagi dirinya. Kita dapat memanfaatkan orang lain sepanjang
orang tersebut juga menjadi bagian dari tujuan kita.

Distributive Justice IAI


Aristoteles (384-322 SM) dikenal sebagai orang pertama yang berargumentasi bahwa kesamaan
harus diperlakukan secara sama sedangkan ketidaksamaan harus diperlakukan secara tidak sama
sesuai dengan proporsi perbedaan yang terjadi. Anggapan bahwa semua orang sama tidak selalu
benar. Terdapat dua hal yang terkait dengan perbedaan antara masing-masing orang. Pertama adalah
pembuktian bahwa ada ketidaksamaan antara masing-masing orang. Untuk itu, perlu digunakan
kriteria-kriteria yang relevan sesuai dengan kebutuhan situasi. Kedua adalah bagaimana melakukan
suatu distributive justice, melakukan alokasi yang adil berdasarkan ketidaksamaan. Paling tidak
terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan alokasi, yaitu berdasarkan kebutuhan,
aritmatika kesamaan, dan merit. Sistem perpajakan cenderung menggunakan kritera kebutuhan, di
mana anggota masyarakat yang beruntung secara ekonomi membayar pajak untuk didistribusikan
kepada anggota masyarakat yang kurang beruntung.

Virtue Ethics
Virtue ethics berasal dari pemikiran Aristoteles yang mencoba membuat konsep mengenai
kehidupan yang baik. Menurutnya, tujuan kehidupan adalah kebahagiaan. Kebahagiaan versi
Aristoteles adalah kegiatan jiwa, bukan kegiatan fisik sebagaimana konsep kebahagiaan hedonisme,
Kita akan mencapai kebahagiaan dengan kehidupan yang penuh kebajikan, kehidupan yang
mengikuti alasan. Virtue adalah karakter jiwa yang terwujud dalam tindakan-tindakan sukarela
(yaitu tindakan yang dipilih secara sadar dan sengaja). Kita akan menjadi orang baik jika secara
teratur melakukan tindakan kebajikan. Tapi, selain itu, menurut Aristoteles, dibutuhkan pula
pendidikan etika untuk mengetahui tindakan-tindakan yang baik. 2.4 Pengambilan Keputusan
Beretika DOKUMEN Brooks dan Dunn (2012) mencoba untuk menyatukan teori-teori etika dalam
penjelasan pengambilan keputusan beretika. Permasalahannya adalah sebetulnya tidak mudah
membuat suatu penyatuan dari teori- teori tersebut. Theory of justice terbatas dalam konteks kontrak
sosial di dalam masyarakat. Sedangkan teori IAI virtue ethics sebetulnya lebih berfokus pada
karakter dari pengambil keputusan, bukan proses pengambilan keputusan itu sendiri. Mendalami
teori-teori etika di atas sebetulnya sudah memberikan wawasan bagi pengambil keputusan tanpa
harus menggunakan pedoman pengambilan keputusan. Namun bagi beberapa pengambil keputusan
lebih menyukai pedoman praktis daripada harus mendalami teori-teori yang filosofis.

Stakeholder Impact Analysis


Sesuai dengan judulnya, maka stakeholder impact analysis merupakan penerapan teori
utilitarianisme dalam keputusan bisnis. Kelebihan dari stakeholder impact analysis ini adalah
memberikan kerangka analisis mengenai pihak-pihak yang kemungkinan terkena pengaruh dari
keputusan yang diambil. DOKUMEN
Tahapan dalam stakeholder impact analysis adalah sebagai berikut:
1. Analisis kepentingan dari masing-masing pemangku kepentingan
2. Hitung dampak yang dapat dikuantifikasi
a. Laba. IAI
b. Dampak yang tidak tercakup dalam laba namun dapat diukur langsung. Biasanya ini
adalah biaya eksternalitas, misalnya biaya kerusakan lingkungan akibat tidak dilakukan pengolahan
limbah. Atau biaya kemacetan lalu lintas dengan bertambahnya jumlah kendaraan.
c. Dampak yang tidak tercakup dalam laba dan tidak dapat diukur langsung. Misalnya biaya
pengobatan dari penyakit yang mungkin terjadi akibat polusi yang dilakukan perusahaan. Atau biaya
sosial akibat pengurangan pegawai.
d. Hitung net present value dari selisih present value dari benefit dikurangi present value dari
biaya akibat tindakan yang sedang dipertimbangkan akan dilakukan.
e. Hitung risk benefit analysis.
f. Identifikasi pemangku kepentingan yang berpotensi terkena pengaruh dari keputusan dan
buat peringkat.
3. Lakukan penilaian terhadap dampak yang tidak dapat dikuantifikasi.
a. Keadilan dan kesetaraan antar pemangku kepentingan.
b. Hak-hak dari pemangku kepentingan.

Kasus Ford Pinto


Berikut ini adalah tambahan data atas kasus Ford Pinto. Tujuannya adalah memberi gambaran
bahwa tidak mudah bahkan bagi orang yang memiliki prinsip yang kuat untuk tidak terpengaruh
oleh nilai-nilai yang berlaku di organisasi tempat ia bekerja, terlebih sebagai pegawai baru dan
merupakan bagian kecil dari
organisasi.

Pengambilan Keputusan Beretika

Memotivasi Perkembangan Skandal Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom menimbulkan


kemarahan publik, runtuhnya pasara modal, dan akhirnya Sarbanes – Oxley Act 2002, merupakan
salah satu skandal yang membawa reformasi tata kelola berkembang dan tersebar luas. Hal ini,
menimbulkan pengadilan opini publik yang juga bersikeras terhadap perusahaan dan individu yang
berperilaku tidak etis. Kehilangan reputasi karena tindakan yang tidak etis dan ilegal telah terbukti
dapat mengurangi pendapatan dan keuntungan, merusak harga saham, dan menjadi akhir karir bagi
para eksekutif, bahkan sebelum tindakan tersebut sepenuhnya diselidiki dan tanggung jawab mereka
dibuktikan sepenuhnya.

Kerangka kerja Pengambilan Keputusan Etis


Kerangka ini menyertakan persyaratan tradisional untuk profitabilitas dan legalitas, serta persyaratan
yang akan ditampilkan filosofis secara penting dan dituntut oleh pemangku kepentingan. Hal ini
dirancang untuk meningkatkan pertimbangan etis dengan menyediakan :
Ø Pengetahuan dalam mengidentifikasi dan menganalisis isu – isu penting yang harus
dipertimbangkan dan pertanyaan atau tantangan yang harus diungkap.
Ø Pendekatan yang menggabungkan menerapkan faktor keputusan yang relevan ke dalam tindakan
praktis.
Sebuah keputusan atau tindakan dianggap etis atau “benar” jika sesuai dengan standar tertentu.Para
filsuf mengemukakan, bahwa untuk memastikan keputusan etis tidak cukup jika hanya berdasarkan
pada satu standar saja.Berikut adalah dasar pertimbangan kerangka kerja pengambilan keputusan
etis (EDM) menilai etikalitas keputusan atau tindakan yang dibuat :
1. Konsekuensi atau kekayaan yang dibuat dalam hal keuntungan bersih atau biaya;
2. Hak dan kewajiban yang terkena dampak;
3. Kesetaraan yang dilibatkan;
4. Motivasi atau kebijakan yang diharapkan (harapan untuk karakter, kebajikan)
Teori / pendekatan filosofis yang digunakan:
1. Kensekuensialisme, utilitarianisme, teologi
2. Deontologi (hak dan kewajiban)
3. Imperatif kategoris Kant, keadilan yang tidak memihak
4. Kebajikan
Pada teori pertama sampai ketiga, ditelaah dengan memfokuskan pada dampak dari keputusan
terhadap pemegang saham dan pemangku kepentingan.Pada teori keempat, motivasi pembuat
keputusan, merupakan pendekatan yang dikenal sebagai etika kebajikan. Dalam etika kebajikan
diberikan wawasan yang memungkinkan akan membantu ketika mengkaji masalah – masalah tata
kelola saat ini dan masa depan, sebagai bagian dari latihan manahemen risiko yang seharusnya.

Anda mungkin juga menyukai