Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi 
Osteoporosis merupakan kondisi terjadinya penurunan densitas/ matriks/ massa
tulang, peningkatan prositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi deisertai dengan
kerusakakn arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah. (Muttaqin, Arif. 2008)

B. Jenis Osteoporosis
Bila disederhanakan, terdapat dua jenis osteoporosis, yaitu osteoporosis
primer dansekunder.
1.Osteoporosis primer adalah kehilangan massa tulang yang terjadi sesuai dengan
proses penuaan. Sampai saat ini osteoporosis primer masih menduduki tempat utama
karena lebih banyak ditemukan dibanding dengan osteoporosis sekunder. Proses
ketuaan pada wanita menopause dan usia lanjut merupakan contoh dari osteoporosis
primer.
2.Osteoporisis sekunder didefinisikan sebagai kehilangan massa tulang akibat hal hal
tertentu. mungkin berhubungan dengan kelainan patologis tertentu termasuk kelainan
endokrin, epek samping obat obatan, immobilisasi, Pada osteoporosis sekunder, terjadi
penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menimbulkan fraktur traumatik
akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan steroid, artritis reumatoid, kelainan hati/ginjal
kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis sistemik, hiperparatiroidisme,
hipertiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
3.Osteoporosis Kausal juga dapat dikelompokan berdasarkan penyebab penyakit atau
keadaan dasarnya :
a) Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon
utama pada perempuan ), yang membantu pengangkutan kalsium ke- dalam tulang
pada perempuan. Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75
tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan
memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal,
perempuan kulit putih dan daerah timur lebih rentan menderita penyakit ini daripada
kulit hitam.
b) Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di
atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada perempuan.
c) Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat – obatan. Penyakit ini disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal )
serta obat – obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone
tiroid yang berlebihan ). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
d) Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan dewasa muda yang memiliki
kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuh yang jelas.  

C. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang
tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan
matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam
kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-
mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai
osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat.

Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :


a) Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning
terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
b) Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel
hematopoietik.  Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
c) Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian
ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan
sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang berhenti.   Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum
yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria
nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil
atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.                       

Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas,
osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan
sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan
kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang.Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan
mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
D. Etiologi:
 Etiologi Osteoporosis secara garis besarnya dikelompokan ke dalam 3 kategori :
1.Penyebab primer    : menopause, usia lanjut, penyebab lain yang tidak diketahui.
2.Penyebab sekunder : pemakaian Obat kortikosteroid, gangguan metabolism, gizi
buruk, penyerapan yang buruk, penyakit tulang sumsum, gangguan fungsi ginjal,
penyakit hepar, penyakit paru kronis, cedera urat saraf belakang, rematik, transplasi
organ.
3.Penyebab secara kausal : Osteoporosis juga dapat dikelompokan berdasarkan
penyebab penyakit atau keadaan dasarnya :
a. Osteoporosis postmenopausal terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon
utama pada perempuan ), yang membantu pengangkutan kalsium ke- dalam tulang
pada perempuan. Biasanya gejala timbul pada peempuan yang berusia antara 51 – 75
tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Tidak semua perempuan
memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopausal, perempuan
kulit putih dan daerah timur lebih rentan menderita penyakit ini daripada kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
( osteoklas ) dan pembentukan tulang baru ( osteoblas ). Senilis berarti bahwa
keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut yaitu terjadi pada orang – orang berusia di
atas 70 tahun dan 2 kali lebih sering pada perempuan.
c. Kurang dari 5 % klien osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder, yang
disebabkan oleh keadaan medis lain atau obat – obatan. Penyakit ini disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal ( terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal )
serta obat – obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturate, antikejang, dan hormone
tiroid yang berlebihan ). Pemakaian alcohol yang berlebihan dan merokok dapat
memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenile idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya
tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak – anak dan dewasa muda yang memiliki
kadar dan fungsi hormone yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak
memiliki penyebab yang jelas dari rapuh yang jelas.  
Faktor-faktor etiologi yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
adalah
1) Determinan Massa Tulang
a. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan
tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain
kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur
tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang
mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap
fraktur karena osteoporosis. Semakin terang kulit, semakin tinggi risiko terkena
osteoporosis. Karena itu, ras eropa utara (swedia, norwegia, denmark) dan asia
berisiko lebih tinggi terkena osteoporosis dibanding ras kulit hitam. Ras afrika
memiliki massa tulang lebih padat di banding ras kulit putih amerika. Mereka
juga mempunyai otot yang lebih besar sehingga tekanan pada tulang pun besar.
Ditamabah dengan kadar hormon estrogen yang lebih tinggi pada ras afrika.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor
genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya
beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain
dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot
dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja
mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan
juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun
tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada
otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di
tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar
angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban
mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di
sampihg faktor genetic.
c. Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang
cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal
sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang
berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan
kemampuan genetiknya.

2) Determinan Penurunan Massa Tulang


a) Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada
seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur
dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran
universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap seseorang
mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sifat genetiknya serta beban
mekanis dan besar badannya. Apabila seseorang dengan tulang yang besar,
kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan
dengan lanjutnya usia, maka seseorang tersebut relatif masih mempunyai
tulang lebih banyak dari pada seseorang yang mempunyai tulang kecil pada
usia yang sama.
b) Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia.
Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor
mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan
menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan
fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan
bertambahnya   usia.
c) Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada
wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting.
Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya
rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik
dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada
wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu
akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg
kalsium sehari.
d) Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan
ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan
meningkatkan ekskresi kalsium.  Pada umumnya protein tidak dimakan secara
tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan
akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang
negative.
e) Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal.
f) Rokok, kopi dan Alkohol
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan
kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan
massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi
kalsium melalui urin maupun tinja. Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan
masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai
kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin
yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
3) Osteoporosis akibat pemakaian steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati bahwa
hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa tulang. Sindroma
Cushing relatif jarang dilaporkan. Setelah pemakaian steroid semakin meluas
untuk pengobatan pelbagai kondisi penyakit, efek samping yang cukup serius
semakin sering diamati. Diperkirakan, antara 30% sampai 50% pengguna steroid
jangka panjang mengalami patah tulang (atraumatic fracture), misalnya di tulang
belakang atau paha. Penelitian mengenai osteoporosis akibat pemakaian steroid
menghadapi kendala karena pasien-pasien yang diobati tersebut mungkin
mengalami gangguan sistemik yang kompleks. Misalnya, klien artritis rheumatoid
dapat mengalami penipisan tulang (bone loss) akibat penyakit tersebut atau karena
pemberian steroid. Risiko osteoporosis dipengaruhi oleh dosis dan lama
pengobatan steroid, namun juga terkait dengan jenis kelamin dan apakah klien
sudah menopause atau belum. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling
cepat berlangsung pada 6 bulan pertama pengobatan, dengan rata-rata penurunan
5% pada tahun pertama, kemudian menurun menjadi 1%-2% pada tahun-tahun
berikutnya. Dosis harian prednison 7,5 mg per hari atau lebih secara jelas
meningkatkan pengeroposan tulang dan kemungkinan fraktur. Bahkan prednison
dosis rendah (5 mg per hari) telah terbukti meningkatkan risiko fraktur vertebra.

E. Patofisiologi
Remodeling tulang normal pada orang dewasa akan meningkatkan massa tulang
sampai sekitar usia 35 tahun. Genetik, nutrisi, gaya hidup (merokok, minum kopi), dan
aktifitas fisik mempengaruhi puncak massa tulang. Kehilangan karena usia mulai segera
setelah tercapai puncaknya massa tulang. Menghilangnya estrogen pada saat menopause
mengakibatkan percepatan reasorbsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun
pasca menopause.
Faktor nutrisi mempengaruhi pertumbuhan osteoporosis. Vitamin D penting
untuk absorbsi kalsium dan untuk mineralisasi tulang normal. Diet mengandung kalsium
dan vitamin D harus mencukupi untuk mempertahankan remodelling tulang dan fungsi
tubuh. Asupan kalsium dan vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun
mengakibatkan pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis.

F. Manifestasi Klinis
Osteoporosis merupakan silent disease. Klien osteoporosis umumnya tidak
mempunyai keluhan sama sekali sampai orang tersebut mengalami fraktur. Osteoporosis
mengenai tulang seluruh tubuh, tetapi paling sering menimbulkan gejala pada daerah-
daerah yang menyanggah berat badan atau pada daerah yang mendapat tekanan (tulang
vertebra dan kolumna femoris). Korpus vertebra menunjukan adanya perubahan bentuk,
pemendekan dan fraktur kompresi. Hal ini mengakibatkan berat badan pasien menurun
dan terdapat lengkung vertebra abnormal(kiposis). Osteoporosis pada kolumna femoris
sering merupakan predisposisi terjadinya fraktur patologik (yaitu fraktur akibat trauma
ringan), yang sering terjadi pada pasien usia lanjut.
Masa total tulang yang terkena, mengalami penurunaan dan menunjukan
penipisan korteks serta trabekula. Pada kasus ringan, diagnosis sulit ditegakkan karena
adanya variasi ketebalan trabekular pada individu ”normal” yang berbeda. Diagnosis
mungkin dapat ditegakkan dengan radiologis maupun histologist jika osteoporosis dalam
keadaan berat. Struktur tulang, seperti yang ditentukan secara analisis kimia dari abu
tulang tidak menunjukan adanya kelainan. Pasien osteoporosis mempunyai
kalsium,fosfat, dan alkali fosfatase yang normal dalam serum.
Osteoporosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic
dan factor lingkungan.
1. Factor genetic meliputi:
Usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
2. Factor lingkungan meliputi:
Merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas,
anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap
kalsium dari darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak
tercapainya masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang
selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang
baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.

G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang
dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula
transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
2. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyao
nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral
vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct).
c. Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

H. Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien dengan osteoporososis meliputi :
1.  Pengobatan
a) Perempuan yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin
D dalam jumlah yang mencukupi dan Bifosonat juga digunakan untuk mengobati
osteoporosis.
b) Perempuan pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan
estrogen ( biasanya bersama dengan progesterone) atau alendronat, yang dapat
memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Sebelum terapi sulih estrogen
dilakukan,biasanya dilakukan pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan payudara
dengan mammogram, pemeriksaan kandungan, serta PAP smear untuk mengetahui
apakah ada kanker atau tidak. Terapi ini tidak di anjurkan pada perempuan yang
pernah mengalami kanker payudara dan kanker kandungan (ndometrium).   
Pemberian alendronat, yang berfungsi untuk :
a. Mengurangi kecepatan penghancuran tulang pada perempuan pasca menopause.
b. Meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul.
c. Mengurangi angka kejadian patah tulang.
d. Pemberian Kalsitonin, untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang
belakang yang disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan melalui suntikan atau melalui
semprot hidung.
e. Laki – laki yang menderita osteoporosis biasanya menapatkan kalsium dan
tambahan vitamin D
f. Pemberian Nutrilife-deer Velvet merupakan alternative terkini yang bisa mengatasi
osteoporosis. Nutrilife-deer Velvet yang terbuat dari tanduk Rusa Merah New
Zealand, terbukti bermanfaat untuk mencegah osteoporosis dan telah digunakan
selama lebih dari 10.000 tahun oleh China, Korea, dan Rusia. Obat ini mengandung
delapan factor pertumbuhan, prostaglandin, asam lemak, asam amino, dan
komponen dari kartilago, dan dosisnya 1x1/kapsul 1 hari.
g. Pengobatan patah Tulang pada Osteoporosis. Patah tulang panggul biasanya di atasi
dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau di
perbaiki dengan pembedahan. Jika terjadi penipisan tulang belakang disertai nyeri
panggung yang hebat, dapat di berikan obat pereda nyeri, di pasang supportive back
brace, dan dilakukan terapi fisik dengan mengompres bagian yang nyeri dengan
menggunakan air hangat atau dingin selama 10 – 20 menit.
h. Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan
pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolic
i. Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.

2. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini
bertujuan:
a. Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
b. Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
1) Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
2) Latihan teratur setiap hari
3) Hindari :  
a) Makanan Tinggi protein         
b) Minum kopi
c) Minum Antasida yang              
d) Merokok
e) Mengandung Alumunium             
f) Minum Alkohol       
c. Pola hidup sehat antara lain cukup tidur, olahraga teratur (seperti jalan kaki,
berenang,senam aerobic).

3. Pencegahan Dan Pengobatan dengan vitamin dan mineral :


a. Vitamin C                              h. Fosfor
b. Zat besi                                 i. Magnesium
c. Boron                                    j. Nutrilife-deer Velvet
d. Seng ( zinc )                          k. Jus Timun
e. Vitamin D                              l. Jus Brokoli
f. Beras ponni                            m. Jus Avokad
g. Kalsium                                  n. Jus Kale-collard

I. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan
fraktur colles pada pergelangan tangan .Penurunan fungsi, dan Nyeri dengan atau tanpa
fraktur yang nyata.
BAB II
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
        Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan
klien yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik dan riwayat psikososial.
1. Anamnese:
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan,tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat,
semua data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi
penanggung jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama,
umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

2. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan. Dalam pengkajian riwayat kesehatan, perawat perlu mengidentifikasi
a.  Rasa nyeri atau sakit tulang punggung (bagian bawah), leher,dan pinggang
b.    Berat badan menurun
c.    Biasanya diatas 45 tahun
d.    Jenis kelamin sering pada wanita
e.    Pola latihan dan aktivitas

3. Pola aktivitas sehari-hari


Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu
luang dan rekreasi, berpakaian, makan, mandi, dan toilet. Olahraga dapat membentuk
pribadi yang baik dan individu akan merasa lebih baik. Selain itu, olahraga dapat
mempertahankan tonus otot dan gerakan sendi. Lansia memerlukan aktifitas yang
adekuat untuk mempertahankan fungsi tubuh. Aktifitas tubuh memerlukan interaksi yang
kompleks antara saraf dan muskuloskeletal. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan
dengan menurunnya gerak persendian adalah agility ( kemampuan gerak cepat dan lancar
) menurun, dan stamina menurun.

4. Aspek Penunjang
a. Radiologi
Gejala radiologi yang khas adalah densitas atau massa tulang yang menurun
yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya
merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks dan hilangnya trabekula
transversal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae
menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nucleus pulposus kedalam ruang
intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf
b. CT-Scan
Dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai
penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110
mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra atau penonjolan, sedangkan
mineral vertebra dibawah 65 mg/cm 3  ada pada hampir semua klien yang mengalami
fraktur.

5. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing).
Inspeksi : Ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Cuaca resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Pada kasus lanjut usia, biasanya didapatkan suara ronki.
b. B2 ( Blood).
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering terjadi keringat dingin dan pusing.
Adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema
yang berkaitan dengan efek obat.
c. B3 ( Brain).
Kesadaran biasanya kompos mentis. Pada kasus yang lebih parah, klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
1. Kepala dan wajah: ada sianosis
2. Mata: Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis.
3. Leher: Biasanya JVP dalam normal
d. B4 (Bladder).
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
e. B5 ( Bowel).
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi namun perlu di kaji
frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
f. B6 ( Bone).
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis. Klien osteoporosis
sering menunjukan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan
dan berat badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang sering terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.

B. Diagnosa  Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari keperawatan. Hal ini
merupakan suatu komponen dari langkah-langkah analisa, dimana perawat
mengidentifikasi respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan yang
actual dan potensial.
1. Analisa Data

N Data Etiologi Problem


o

1. DS : Tulang rapuh dan mudah Nyeri berhubungan


patah akan menyebabkan dengan dampak
          Pasien mengatakan Nyeri Fraktur yang akan skunder dari
Tulang, belakang yang intensitas mengakibatkan Gangguan
serangannya meningkat pada pada fungsi ekstremitas atas fraktur vertebra
malam hari.(skala : 1-10). dan bawah sehingga
Pergerakan fragmen tulang,
          Pasien mengatakan Sakit hebat spasme otot dan akan
dan terlokalisasi pada vertebra yg menimbulkan masalah Nyeri
terserang.

          Pasien mengatakan Nyeri


berkurang pada saat istirahat di
tempat tidur

DO :

          Pasien kelihatan menahan


nyeri.

          Pasien tidak bisa bergerak


bebas

2. DS : Tulang rapuh dan mudah Hambatan


patah akan menyebabkan mobilitas fisik
          Pasien mengatakan pasien Jatuh sehingga terjadi berhubungan
aktivitasnya terganggu Deformitas skelet dengan disfungsi
          Pasien mengatakan kesulitan Sehingga sekunder akibat
menyebabkan perubahan skeletal
dalam bergerak Berkurangnya kemampuan (kifosis) atau
DO : pergerakan yang akan fraktur baru
menyebabkan masalah
          Pasien mengalami kesulitan hambatan mobilitas fisik.
bergerak tempat tidur

          Pasien terlihat terbaring lemah


di tempat tidur

3. DS : Osteoporosis akan Risiko tinggi injury


menyebabkan Tulang rapuh atau fraktur
          Pasien mengatakan lemas Dan dan mudah patah sehingga berhubungan
kaku pasienmudah dengan kecelakaan
DO : Jatuh/kecelakaan yang akan ringan/jatuh
menyebabkan masalah Resiko
          Pasien tampak lemah Tinggi Cidera
2. Rumusan Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
b. Hambatan mobilitas fisik
c. Gangguan harga diri rendah
d. Resiko cedera
e. Defisiensi pengetahuan
C. Intervensi

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWAT HASIL
AN

1. Nyeri NOC : Pain Management

Definisi : Sensori          Pain Level, Pain control,           Lakukan  pengkajian nyeri 


yang tidak secara  komprehensif termasuk
menyenangkan           Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
dan pengalaman Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan factor
emosional yang presipitasi.
muncul secara          Mampu mengontrol  nyeri
actual atau (tahu penyebab nyeri, mampu          Observasi reaksi nonverbal dari
potensial menggunakan tehnik ketidaknyamanan.
kerusakan nonfarmakologi untuk          Gunakan  teknik komunikasi 
jaringan atau mengurang  nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
menggambarkan bantuan). pengalaman nyeri pasien.
adanya
          Melaporkan bahwa nyeri          Kaji kultur yang mempengaruhi
kerusakan berkurang dengan respon nyeri.
(Asosiasi Studi menggunakan manajemen
Nyeri nyeri.           Evaluasi pengalaman nyeri masa
Internasional): lampau.
          Mampu mengenali nyeri
serangan (skala, intensitas,  frekuensi          Evaluasi  bersama  pasien  dan 
mendadak atau dan tanda nyeri). tim  kesehatan  lain tentang
pelan ketidakefektifan kontrol nyeri masa
intensitasnya dari           Menyatakan rasa nyaman lampau.
setelah nyeri berkurang.
ringan sampai           Bantu pasien dan keluarga untuk
berat yang dapat mencari dan menemukan dukungan.
diantisipasi
dengan           Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
akhir yang dapat ruangan, pencahayaan dan
diprediksi dan kebisingan.
dengan durasi
          Kurangi faktor presipitasi nyeri.
kurang dari 6
bulan.           Pilih dan  lakukan  penanganan 
nyeri  (farmakologi, non
Batasan farmakologi dan inter personal).
karakteristik :
          Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
          Laporan menentukan intervensi.
secara verbal atau
non verbal.           Ajarkan tentang teknik non
farmakologi.
          Fakta dari
observasi.           Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri.
          Posisi antalgic
untuk           Evaluasi keefektifan kontrol
menghindari nyeri.
nyeri.           Tingkatkan istirahat.
          Gerakan           Kolaborasikan dengan dokter
melindungi. jika ada keluhan dan tindakan nyeri
          Tingkah laku tidak berhasil.
berhati-hati.           Monitor penerimaan pasien
          Muka topeng. tentang manajemen nyeri

          Gangguan Analgesic Administration


tidur (mata sayu,           Tentukan  lokasi, karakteristik, 
tampak capek, kualitas,  dan  derajat nyeri sebelum
sulit atau gerakan pemberian obat.
kacau,
menyeringai).           Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi.
          Terfokus pada
diri sendiri.           Cek riwayat alergi.

          Fokus           Pilih analgesic yang  diperlukan 


menyempit atau  kombinasi  dari analgesik
(penurunan ketika pemberian lebih dari satu.
persepsi waktu,
kerusakan proses           Tentukan  pilihan analgesik
berpikir, tergantung tipe dan  beratnya nyeri.
penurunan
          Tentukan  analgesik pilihan,
interaksi dengan rute  pemberian,  dan  dosis
orang dan optimal.
lingkungan).
          Pilih rute pemberian secara IV,
          Tingkah laku IM untuk pengobatan nyeri secara
distraksi, contoh : teratur.
jalan-jalan,
menemui orang           Monitor  vital  sign  sebelum 
lain dan/atau dan  sesudah  pemberian analgesik
aktivitas, pertama kali.
aktivitas           Berikan analgesik tepat waktu
berulang-ulang). terutama saat nyeri hebat.
          Respon           Evaluasi  efektivitas analgesik, 
autonom (seperti tanda dan  gejala  (efek samping).
diaphoresis,
perubahan
tekanan darah,
perubahan nafas,
nadi dan dilatasi
pupil)

          Perubahan
autonomic dalam
tonus otot
(mungkin dalam
rentang dari
lemah ke kaku).

          Tingkah laku
ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih,
menangis,
waspada, iritabel,
nafas
panjang/berkeluh
kesah).

          Perubahan
dalam nafsu
makan dan
minum.

Faktor yang
berhubungan :
Agen injuri
(biologi, kimia,
fisik, psikologis)

2. Defisiensi NOC : NIC :


Pengetahuan
          Kowlwdge : disease Teaching : disease Process
Definisi : Tidak process.
adanya atau           Berikan  penilaian tentang 
kurangnya           Kowledge : health tingkat  pengetahuan  pasien
informasi Behavior tentang proses penyakit yang
kognitif spesifik.
Kriteria Hasil :
sehubungan           Jelaskan patofisiologi dari
dengan topic          Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
spesifik. menyatakan pemahaman berhubungan dengan anatomi dan
tentang penyakit, kondisi, fisiologi, dengan cara yang tepat.
Batasan prognosis dan program
karakteristik :  pengobatan.           Gambarkan tanda dan gejala
memverbalisasik yang biasa muncul pada penyakit,
an adanya          Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat.
masalah, mampu melaksanakan
ketidakakuratan prosedur yang dijelaskan          Gambarkan proses penyakit,
mengikuti secara benar. dengan cara yang tepat.
instruksi,
perilaku tidak          Pasien dan keluarga          Identifikasi kemungkinan
sesuai. mampu menjelaskan kembali penyebab, dengna cara yang tepat.
apa yang dijelaskan
Faktor yang perawat/tim kesehatan          Sediakan  informasi  pada 
berhubungan : k lainnya pasien tentang  kondisi, dengan cara
eterbatasan yang tepat.
kognitif,
          Hindari harapan yang kosong.
interpretasi
terhadap           Sediakan  bagi keluarga 
informasi yang informasi  tentang  kemajuan pasien
salah, kurangnya dengan cara yang tepat.
keinginan untuk
mencari           Diskusikan  perubahan  gaya 
informasi, tidak hidup  yang  mungkin diperlukan 
mengetahui untuk mencegah  komplikasi  di
sumber-sumber masa  yang akan datang dan atau
informasi. proses pengontrolan penyakit.

          Diskusikan pilihan terapi atau


penanganan.

          Dukung pasien untuk


mengeksplorasi atau mendapatkan 
second  opinion dengan cara  yang 
tepat atau diindikasikan.

          Eksplorasi  kemungkinan 
sumber  atau  dukungan, dengan
cara yang tepat.

          Rujuk pasien pada grup atau


agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat.

          Instruksikan  pasien  mengenai


tanda  dan  gejala untuk
melaporkan  pada  pemberi
perawatan  kesehatan, dengan cara
yang tepat.               

3. Hambatan NOC NIC:


mobilitas fisik
         Joint movement: active Exercise theraphy : ambulation
Defenisi :
keterbatasan pada         Mobility level          Monitoring vital sign
pergerakan fisik          Self care : ADLs sebelum/sesudah

Tubuh atau satu Kriteria hasil : latihan dan lihat respon pasien saat
atau lebih latihan
ekstremitas          Klien meningkat dalam
         Konsultasikan dengan terapi
secara aktifitas fisik fisik tentang
Mandiri          Mengerti tujuan
atau dari rencana ambulasi sesuai dengan
terarah peningkatan mobilias kebutuhan
         Memverbalisasikan          Bantu klien untuk
perasaan dalam menggunakan tongkat
meningkatkan kekuatan dan Saat berjalan dan cegah terhadap
kemampuan cedera
berpindah          Ajarkan pasien atau tenaga
         Memperagakan kesehatan
penggunaan alat bantu Lain tentang teknik ambulasi
Untuk mobilisasi          Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
         Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan

ADLs secara mandiri sesuai dengan

Kemampuan

         Damping dan bantu pasien saat


mobilisasi

Dan bantu penuhi kebutuhan ADLs


pasien

         Berikan alat bantu jika klien


memerlukan

4. Risiko cidera NOC NIC

Definisi          Risk
: control Environment management
beresiko (manajemen lingkungan
mengalami Kriteria hasil :
cedera sebagai          Klien terbebas dari cedera         Sediakan lingkungan yang
akibat kondisi aman untuk
lingkungan yang Klien mampu menjelaskan Pasien
berinteraksi cara atau metode
dengan sumber          Identifikasi kebutuhan
adaptif dan Untuk mencegah keamanan pasien
sumber defensive injury/cedera
individu. Sesuai dengan kondisi fisik dan
         Klien mampu fungsi
menjelaskan factor resiko dari
Kognotif pasien dan riwayat
Lingkungan / perilaku penyakit
personal
Terdahulu pasien.
         Mampu memodifikasi
gaya hidup untuk          Menghindari lingkungan yang
berbahaya
Mencegah injury/ cedera
(memindahkan perabotan)
         Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada          Menyediakan tempat tidur yang
nyaman
         Mampu mengenali
perubahan status Dan bersih

Kesehatan.          Menganjurkan keluarga pasien


untuk
Menemani pasien

         Memindahkan barang-barang
yang dapat

Membahayakan

Harga diri NOC NIC


rendah
situasional          Body image Self estreem enhancement

Definisi : Perkem          Coping ineffective          Tunjukan rasa percaya diri


bangan persepsi Kriteria hasil : terhadap
negative Kemampuan pasien untuk
         Adaptasi terhadap mengatasi
Tentang harga ketunandayaan
diri sebagai Situasi
respon terhadap Fisik: respon adaptif klien
terhadap          Dorong pasien mengidentifikasi
Situasi saat ini kekuatan
Tantangan fungsional penting
akibat Dirinya

Ketunandayaan fisik           Ajarkan keterampilan perilaku


yang positif
         Resolusi berduka :
penyusuaian dengan Melalui bermain peran, atau diskusi

Kehilangan actual          Monitor frekuensi komunikasi


atau
kehilangan yang verbal

Akan terjadi Pasien yang negative

         Penyusuaian psikososial:
         Kaji alasan-alasan untuk
perubahan hidup mengkritik atau

Respon psikososial adaptif Menyalahkan diri sendiri


individu terhadap

Perubahan bermakna dalam


hidup

         Mengungkapkan
penerimaan diri

Komunikasi terbuka
         Menggunakan strategi
koping efektif

D. Implementasi
Selama tahap implementasi, perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan.
Instruksi keperawatan diimplementasikan untuk membantu klien memenuhi kebutuhan
yang telah direncanakan.
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :

1.      Nyeri berkurang

2.      Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik

3.      Status psikologi yang seimbang

4.      Tidak terjadi cedera

5.      Terpenuhinya kebutuhan, pengetahuan dan informasi

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Osteoporosis adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang,
peningkatan porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan
kerusakan arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan
tulang sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien
gangguan system musculoskeletal). Penyakit osteoporosis adalah berkurangnya
kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang,
maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.

B. Saran        
Tidak ada saran yang terlalu mengikat dalam  kasus ini, hanya saja diharapkan
makalah ini bisa memberikan masukan bagi rekan- rekan mahasiswa calon  perawat,
sebagai bekal untuk dapat memahami mengenai “Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Osteoporosis” menjadi bekal dalam pengaplikasian dan praktik bila menghadapi
kasus yang kami bahas ini.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan maka penulis memberikan
saran-saran sebagai berikut :
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi
klien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan
klien.
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesional dalam menetapkan diagnosa
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005.Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease.Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi :
Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6.Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Suratun, Heryati. 2008. KLIEN GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : SERI ASUHAN
KEPERAWATAN. Jakarta : EGC

Rosyidi Kholid. 2013. MUSKULOSKELETAL. Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA

Lukman, Ningsih Nurma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai